“Aku mau, Nay. Aku akan melakukan apapun asal kamu mau memaafkan aku.” Wajah Lira terlihat semringah. Setelah apa yang dia lakukan, Nayla masih mau memaafkannya?Untuk menebus rasa bersalahnya, dia juga bersedia membantu Nayla menghukum wanita itu. Itu juga yang Lira inginkan. Menghukum wanita jahat, licik, serta sombong seperti Viona.Viona tidak pantas masih berkeliaran di luar sana dengan banyaknya kejahatan yang dia perbuat.“Oh, iya. Kamu sudah melahirkan?” Lira mengernyit kening ketika melihat perut Nayla sudah kembali ramping.Nayla tersenyum setelah masa menegangkan tadi. “Iya, aku sudah melahirkan seorang anak laki-laki. Tadinya aku ingin mengenalkan langsung padamu. Aku tidak tahu jika kamu justru berada di sini.”“Dia pasti memiliki paras yang sempurna seperti kamu, Nay. Aku akan menjalani sisa hukumanku di sini. Setelahnya, bolehkah aku bertemu dengan anakmu? Aku tidak sabar bertemu keponakanku itu.” Lira mengembangkan senyumnya.“Tentu saja boleh.”Cukup lama mereka berca
Pagi menjelang. Nayla yang semalaman tidur bersama Keanu mulai membuka mata ketika putranya telah bangun lebih dulu dan mengoceh di dalam box bayi.Nayla beranjak dari kasur, kemudian menggelung rambut yang panjangnya. Wanita itu tersenyum ketika melihat bayinya justru anteng, tidak rewel ketika bangun tidur.“Anak Ganteng Bunda sudah bangun. Ngga rewel, pinter sekali, Sayang,” pujinya. Kemudian mulai menghujani ciuman pada semua bagian wajahnya.“Kita ke depan dulu, ya. Cari Suster Mita.” Nayla keluar dari kamar dengan menggendong Keanu.Karena semalam Nayla memilih tidur di kamar Keanu, membuat pengasuh itu memilih tidur di kamar lain bersama Mbok Asih.Terlihat dua orang pekerja di rumah Alvaro tengah sibuk di dapur menyiapkan sarapan pagi untuk tuan mereka.“Suster, tolong urus Keanu sebentar, ya. Saya akan bersih-bersih dulu.” Mendengar suara sang majikan memanggil membuat Mita harus meninggalkan pekerjaannya dan segera mengambil Keanu dari Nayla.Sementara Mita mengajak Keanu be
Tadinya Nayla akan diantarkan sopir, tetapi Alvaro mencegah. Pria itu berinisiatif untuk mengantar Nayla ke rumah orang tuanya.Ternyata dia tidak sanggup berpisah lama dengan Keanu, bayi mungil itu selalu membuatnya rindu setiap saat, apalagi bundanya, jangan ditanya lagi. Bahkan hati kecilnya diam-diam mendukung perceraian Nayla dan Alvin.“Kalo bertiga seperti ini aku merasa seperti keluar kecil bahagia,” seloroh Alvaro. Matanya melirik Nayla yang sedang memberi susu pada Keanu.Nayla membuang napas kasar. Ucapan Alvaro seolah pertanda jika dirinya sudah siap merangkul Nayla ketika sah berpisah dari Alvin.“Jangan ngarang. Aku bahkan belum siap untuk berumah tangga lagi. Pernikahan ini cukup membuatku trauma untuk menjalin hubungan. Aku harus instrospeksi diri sebelum mengambil keputusan menikah lagi.” Nayla mengembuskan napasnkasar. Dia merasa kecewa dengan pengambilan keputusan cerai.Bukan karena dia ingin memaafkan Alvin, tetapi naykayoernah berjanji jika dia ingin menjalani pe
Alvaro menggeliat tubuhnya. Matahari perlahan naik. Hari akan sebentar lagi siang. Dia beranjak dari kasur untuk menuju ke kamar mandi.Awalnya Alvaro tidak kan menginap, tetapi tiba-tiba saja sejak tadi sore hujan mengguyur desa itu sangat deras. Sehingga dia terpaksa harus menginap karena kondisi jalanan akan berlumpur, dan sangat sulit dilalui. Akibatnya, mau tidak mau Alvaro harus menginap di tempat itu.Karena rumah ini sangat berbeda denga rumah miliknya di kota. Pria itu harus keluar kamar untuk bisa ke ruang bersih-bersih itu.Dia melihat Nayla yang sedang menata makanan. Wajahnya tampak serius menyusun makanan ke dalam tantang. Entah ke mana perginya Keanu. Sedari tadi telinga Alvaro tidak menangkap suaranya.Melihat Nayla yang seperti tidak menyadari keberadaannya membuat ide itu muncul dalam benaknya.Dengan perlahan dia mengendap menuju ibu satu anak itu. Alvaro melingkarkan tangan di perut Nayla, dengan dagu yang dia tempelkan di pundak Nayla.Menerima perlakuan seperti i
Sudah satu minggu lamanya Alvaro tinggal bersama keluarga Nayla. Ramahnya keluarga itu membuat Alvaro merasakan memilki orang tua yang lengkap.Selama ini orang tuanya berada di luar negeri. Bukan bermaksud tuk mengabaikan mereka sehingga terasa kekurangan kasih sayang.Ibu Alvaro menderita sakit sejak Alvaro Alvin berada di bangku kuliah. Itu sebabnya kedua orang tuanya harus menetap di luar negeri untuk mengontrol pengobatan sang ibu.Penyakit serius yang dideritanya membuat wanita itu harus rela jauh dari kedua anaknya. Sampai-sampai saat Alvin menikah dengan Nayla dulu pun mereka tidak bisa hadir. Pun Alvaro yang saat itu sedang ada rapat untuk pertama kalinya menggantikan posisi sang papa.“Biar Nayla saja, Bu.” Nayla menghentikan aktivitas sang ibu yang sedang membereskan sisa makan malam mereka.“Kamu tidak menidurkan Keanu?” Bu terkejut ketika melihat Nayla justru keluar kamar lagi. Tadi anak semata wayangnya itu berpesan akan menidurkan Keanu.“Keanu tadi rewel. Sepertinya di
Alvaro saat itu sedang bermain dengan Keanu. Anak itu semakin hari bertambah pintar saja. Dia terus mengoceh tanpa henti jika menginginkan sesuatu. Seperti pagi ini misalnya. Keanu terus saja mengoceh ketika tidak sengaja melihat burung hinggap pada ranting pohon.Alvaro yang merasa gemas segera membawanya keluar menuju ranting itu. Pohon yang tidak terlalu tinggi memudahkannya menggapai ranting itu. Sayangnya, burung itu terbang menyisakan ranting pohon yang kini justru tengah asyik dimainkan Keanu.“Berikan cucu saya!”Suara yang terdengar keras itu membuat Alvaro harus membalikkan badan. Dia melihat Bu Marni yang sudah berdiri di teras rumahnya. Anehnya, tidak ada senyum di wajahnu seperti biasa dia menyapa Alvaro.“Ibu tidak jadi ke ladang?” tanya Alvaro merasa sungkan. Kali ini dia melihat sosok Bu Marni sungguh sangat berbeda.“Bukan urusan kamu. Berikan Keanu! Aku tidak Sudi jika cucuku dekat dengan laki-laki seperti kamu,” ucapnya sarkas. Dia merebut Keanu dari gendongan Alvar
Mata Pak Idris membelalak menatap Nayla. Tubuhnya seolah tak bertulang. Pria setengah baya itu terduduk di samping sang istri. Napasnya mulai terengah, tangan dengan kulit sedikit legam itu memegang dada yang terasa nyeri.“Bapak!” teriak Nayla panik.Namun, tangan pria itu segera terangkat memberi tanda agar Nayla tetap di tempatnya.“Semua ini ngga bener, Bu. Nayla tidak mungkin berbuat seperti itu,” bela Pak Idris dengan suara yang masih terbata akibat napasnya tersengal.“Ibu melihat dengan mata kepala Ibu sendiri, Pak. Mereka sedang bermesraan layaknya sepasang suami istri. Mereka tidak ada ikatan, lalu apa namanya jika bukan perselingkuhan?” Bu Marni masih tetap pada pendiriannya. Bukan ingin menyalahkan Nayla, tetapi wanita itu geram karena putrinya itu tidak juga membuka suara.“Nay, apa benar semua itu, Nduk? Apa kamu mengkhianati Alvin, suami kamu?” Dengan sangat hati-hati Pak Idris menanyakan apa yang dicurigai istrinya.Nayla menelan ludah kasar. Entah apa yang harus dia k
"Andai saja Mas Alvin tidak pergi malam ini.” Seorang wanita mengeluh saat mengingat suami tercintanya memilih pergi untuk urusan pekerjaan.Nayla, wanita muda berparas cantik itu memilih duduk di depan meja rias untuk memoles sedikit wajahnya.Wajah berlesung pipit itu terlihat berseri sembari membayangkan Alvin–sang suami–akan segera kembali.Sebentar. Ya, kata itulah yang dia janjikan kepada Nayla. Wanita muda dengan kulit putih bersihnya itu merebahkan diri di atas tempat tidur berukuran besar. Benaknya membayangkan sikap manis Alvin yang yang selalu memanjakannya. Entah kapan tepatnya mata bening itu terasa berat, membuatnya tertidur seketika.Kulitnya meremang ketika merasakan hangatnya deru napas di tengkuknya. Tubuhnya terasa geli, ada sesuatu menggelitik perutnya. Tangannya terus menepis tangan kekar yang terus menjelajahi beberapa inti tubunya. Namun, tangan yang masih terbungkus kemeja itu memiliki tenaga yang kuat, hingga mampu menarik tubuh mungil Nayla semakin mendekat p