Ada binar bahagia yang menghinggapi hati Alvaro. Tatapannya sendu kepada wanita yang selama ini dicarinya, kini telah berada di depan mata.Pria berusia 30 tahunan itu menjadi lega hatinya ketika melihat Nayla dalam kondisi baik-baik saja paska penculikan beberapa waktu lalu.Bukan hanya Alvaro yang terkejut. Nayla justru merasa takut ketika melihat pria itu. Kembali rasa sakit atas pengkhianatan darinya muncul ke permukaan hatinya. Napasnya memburu, dadanya naik turun menahan amarah, matanya yang terbelalak seolah tak siap untuk bertemu keluarga Rayes.“Dia ini pria yang waktu itu aku temui saat beli makan. Tapi aku tak ingat namanya,” bisik Lira tepat di samping telinga Nayla.“Nay–”“Untuk apa Kakak datang ke sini? Tau dari mana aku ada di sini? Apa kurang puas mempermainkan kehidupanku?” cecar Nayla marah. Ekspresi wajahnya tak ada sedikit pun kesan ramah untuk sang kakak ipar.“Aku ke sini hanya untuk memastikan keadaanmu. Aku senang kau baik-baik saja setelah bisa lepas dari par
Nayla merasa semua masalah ini perlahan harus dia selesaikan. Percuma juga dirinya akan pergi meninggalkan keluarga itu, tetapi kenyataannya ia masih terikat dengannya.Hari ini juga Nayla memutuskan untuk ikut bersama Alvaro. Nayla meminta izin sejenak untuk meninggalkan segala aktifitas di daerah tersebut, termasuk untuk tidak bekerja hari ini.“Hati-hati, Nay, aku pasti akan merindukan kamu.” Lira memeluk sahabatnya itu sangat erat.Nayla membalas memeluknya sembari mengusap punggung wanita yang kini telah rapi dengan seragam kerjanya.“Aku pasti kembali. Kamu tenang saja. Aku tidak akan lama di sana. Begitu aku selesai, aku akan tinggal kembali bersamamu”Nayla melambaikan tangan setibanya ia di dalam mobil Alvaro. Tak berselang lama mobil hitam metalik itu segera melaju meninggalkan pelataran rumah milik Lira.Tidak ada sapaan, ataupun obrolin di antara ketika orang itu. Anjar sibuk dengan laju mobil dan jalan di depannya. Nayla yang merasa tidak nyaman harus berada di saling Alv
Mbok Asih terlihat sangat senang melihat kedatangan Nayla kembali ke dalam rumah majikannya. Wanita yang memasuki usia sepuh itu telah menganggap Nayla seperti putrinya sendiri.Sikap Nayla yang sopan serta cantik parasnya mengingatkan pada sang putri yang sudah menikah dan ikut sang suami ke luar kota.Tangan renta Mbok Asih terus mengusap lembut perut Nayla yang semakin membesar. Ia yakin bayi dalam perutnya dalam keadaan sehat dan tumbuh berkembang.Senyumnya sedari tadi mengembang. Angannya terus berkelana, tantang bayi yang sebentar lagi lahir dan akan membuat rumah besar majikannya menjadi ramai.“Apa ayah anak ini pernah datang ke sini, Mbok?”Tangan renta Mbok Asih seketika mengendur. Matanya menatap Nayla terkejut, kemudian beralih menatap Alvaro yang masih di lantai bawah. Tatapannya pun sama, terlihat terkejut mendengar pertanyaan Nayla.“Kenapa Mbok Asih diam saja?” Nayla mengerutkan kening ketika tak wanita itu tak segera menjawab.“A-anu, Non. Ehmm ….”Mbok Asih tampak b
“Maaf si Mbok mengganggu.” Mbok Asih telah berdiri di ambang pintu dengan pandangan yang menunduk.Wanita paruh sepuh itu senyum-senyum sendiri ketika melihat Alvaro yang biasanya tegas dan dingin menjadi salah tingkah ketika kepergok dirinya. Biasanya Alvaro tak akan lama berbicara pada wanita yang telah lama mengabdi pada keluarganya tersebut.“Si Mbok hanya ingin memberitahu jika makan malam sudah siap. Saya juga sudah siapkan makanan spesial kesukaan Mbak Nayla,” ujar wanita itu dengan nada sungkan.Nayla memundurkan badannya. Rasanya tidak nyaman berdekatan dengan Alvaro jika ada orang lain yang melihat. Benarkah dia juga sama seperti Alvaro yang merindu, tapi gengsi mengakui?“Saya akan turun sebentar lagi, Mbok.” Nayla tersenyum setelah berkata.“Kalo begitu si Mbok permisi dulu, Mbak.” Mbok Asih akan segera pergi dengan menutup pintu kamar.Namun, sebelum pintu tertutup. Nayla kembali bersuara membuat wanita sepuh itu mengurungkan niatnya.“Mbok, ada yang tertinggal,” cegah Na
“Emm … sebenarnya–”Belum sempat Mbok Asih melanjutkan, ada suara lain yang mengganggu percakapan mereka, seketika membuat dua wanita yang sedari tadi berada di dapur menoleh. Melihat seseorang yang ternyata sudah tidak jauh berdiri dari mereka.Betapa terkejutnya kedua wanita dengan perbedaan usia terpaut jauh itu. Dengan cepat keduanya tertawa ketika melihat satu-satunya majikan pria yang dan di rumah itu.Ya, Alvaro tengah berdiri di ambang pintu dengan santai bersandar pada pintu dapur. Tangannya dilipat di depan dada. Penampilannya yang hanya menggunakan singlet serta boxer Spongebob itu mengundang gelak tawa dari Nayla dan Mbok Asih.“Aden kenapa berpakaian seperti itu? Kayak anak TK kegerahan.” Mbok Asih kembali melanjutkan tawa. Ia bahkan sampai terduduk di atas kursi kayu saking tidak kuatnya.Pun dengan Nayla. Wanita itu sudah membuang wajah agar tidak melihat penampilan Alvaro yang terbuka. Bagian bawahnya yang menyembul membuat Nayla tidak kuat untuk terus menatapnya.Tida
Nayla terbangun. Dia berusaha membuka ketika menyadari ada lengan seseorang memeluknya dari belakang. Telapak tangan besar itu berada di depan perutnya yang buncit.Nayla mengingat kejadian malam tadi. Dia ingat sekarang, dia telah melakukan hubungan itu bersama Alvaro, kakak suaminya. Pipinya merona ketika dia sendiri yang secara terang-terangan memohon agar Alvaro tidak secepat itu menyudahinya. Entah mendapat keberanian dari mana dia mampu bersikap genit seperti itu. Padahal, sebelum dia tak pernah genit seperti itu, apalagi terhadap Alvin.Nayla perlahan menyingkirkan tangan Alvaro. Sinar matahari pagi seolah berdesakkan untuk masuk ke ruangan itu. Nayla bermaksud ingin membantu Mbok Asih membereskan dapur. Dia ingat semalam dia ingin membuat kue, tetapi Alvaro lebih dulu menggodanya di sana, sehingga berakhirlah kondisi dapur yang berantakan. Nayla hanya tidak ingin wanita itu menaruh curiga terhadap dirinya dan Alvaro yang tiba-tiba menghilang.Namun, belum sempat lengan berotot
Matanya yang tajam memicing sembari memastikan jika orang yang dia maksud tidak salah.Seorang wanita yang memiliki tawa khas. Tawa yang membuat wajahnya semakin cantik dengan dua lesung pipi di kanan kirinya.Wanita yang selalu menyambut kepulangannya di depan pintu dengan wajah yang semringah. Setelahnya dia akan merajuk jika pria itu pulang terlalu malam atau bahkan tidak pulang sama sekali karena alasan lembur.Ya, wanita itu adalah Nayla, sang istri. Melihatnya telah kembali ke rumah itu membuat Alvin sedikit menghangat. Jauh di lubuk hatinya dia masih menyimpan rasa rindu untuk wanita yang masih berstatus sebagai istri sahnya.“Sayang, kau ada di sini?” tanya pria itu yang tidak lain adalah Alvin. Ia telah berhasil mengikis jarak.Raut wajahnya berbinar ketika melihat Nayla duduk di sana. Tidak pernah berubah setelah beberapa bulan tidak bertemu. Wajahnya tetap terlihat cantik, tubuhnya sedikit berisi dari sebelumnya.Nayla dan Mbok Asih segera menghentikan obrolan mereka setela
Hening untuk beberapa saat. Nayla enggan untuk menanggapi Alvin. Sungguh ketika bertemu dengannya, sifat pria itu sangat jauh berbeda dari Alvin yang dia kenal. Rasa peduli dan perhatian yang pria itu miliki seolah sudah sirna kepadanya.“Apa masih ada yang perlu dibicarakan lagi? Jika tidak, aku akan menyusul Mbok Asih.”“Bagaimana keadaan kandungan kamu? Apa semuanya sehat? Kau mengalami masalah?”Hati Alvin kembali menghangat ketika mengingat calon anaknya yang ada di dalam kandungan sang istri. Anak yang mereka nantikan kehadirannya.Dengan cepat Nayla menggeleng. Seharusnya dia senang ketika Alvin mulai perhatian terhadap calon anaknya. Tapi, entahlah. Rasa itu telah hambar. Nayla sama sekali tidak membutuhkan perhatian darinya.“Anakku sehat. Dia tidak pernah merepotkan aku.”Mendengar kata ‘anakku’, hati Alvin kembali tercubit. Bukankah dia ayahnya? Anak itu adalah miliknya juga. Kenapa Nayla seolah ingin mengakuinya sendiri?“Aku sama sekali belum pernah melihatnya. Bisakah ki