part 23POV ANGGA“Ibu!!!” teriakku saat mata ini melihat Ibu sedang melempar gelas suka-suka. Kulihat Martina lagi duduk seraya memegangi perutnya. Matanya terpejam.“Cukup, Bu!! ibu kenapa?” tanyaku dengan nada membentak. Martina diam saja. Masih dengan hal yang sama, memegangi perutnya.“Dasar anak nggak berguna, gara-gara kamu nggak mau nemeni Ibu tadi malam, hingga ibu pingsan di teras karena ketakutan,” sungutnya. Kulihat lantai rumah sudah berantakkan. Berantakkan pecahan gelas beling.“Ibu maafkan Angga. Tapi, tolong fahami kondisi Angga, Angga juga nggak tega membiarkan Martina sendirian di saat hamil tua seperti itu,” jawabku.“Kamu lebih mementingkan perempuan itu dari pada Ibu? sakit hati Ibu, Ga!” sungut Ibu semakin menjadi.“Terus Angga harus bagaimana?” tanyaku bingung.“Kalau kamu tetap mau tinggal di rumah mertuamu, kamu harus mencarikan ibu teman di rumah ini. Carikan ibu ART,” ucap ibu menegaskan. Kuusap wajahku yang terasa kusut. Kulirik Martina, dia hanya terdiam.
Part 24POV DEWI“Ma, mila laper,” ucap Mila saat terbangun dari tidurnya. Aku tersenyum, Mila membalas senyumanku. Hangat sekali. Ikatan hati dengan Mila semakin kuat. Walau dia tak terlahir dari rahimku, juga tak ikut mengasuhnya dari bayi. Tapi, hati ini sangat menyayangi dia.“Cuci muka dulu, ya, baru makan, biar seger,” ucapku, seraya membantunya duduk. Badannya masih lemas karena bangun tidur.“Anak Papa udah bangun,” ucap Mas Romi seraya mencubit gemes pipinya. Mas Romi lebih dari aku sayangnya ke Mila. Secara Mas Romi dan Rama sama-sama mengasuh Mila dari dalam perut Rizka. Mila tersenyum di godain Papanya. Kemudian menempelkan wajahnya di lenganku. Iya, menyembunyikan wajah imutnya.“Sini, sama Papa saja ke kamar mandinya, Papa gendong,” ucap Mas Romi lagi. Mila mengangguk, kemudian melebarkan ke dua tangannya.Mas Romi menggendong manja anaknya. Membawanya ke kamar mandi agar Mila segera cuci muka dan berkumur.Sambil menunggu mereka, aku menyiapkan makan di bantu oleh Bi I
part 25POV ANGGAMenunggu operasi sesar berjalan rasanya hati berdegub tak menentu. Bukan hanya aku, kayaknya Mami dan Papi juga merasakan hal yang sama. Karena sama-sama mondar mondir udah kayak setrikaan. Berkali-kali, mata melihat ke arah pintu. Entahlah, menunggu dokter membukakan pintu sangat terasa lama.Ibu? sampai sekarang aku juga nggak tahu ibu dimana. Tapi, aku sudah meminta sopirnya Papi untuk mencarinya. Karena jujur saja pikiranku lagi nggak fokus. Terpecah kemana-kemana.Kreekkkk, terdengar pintu terbuka. Reflek mata langsung memandang ke asal suara. Dokter yang menangani persalinan Martina sudah berdiri di ambang pintu. Tanpa di komando kami semua langsung mendekat.“Gimana keadaan anak dan cucu saya, Dok?” tanya Mami terlihat cemas.“Iya, Dok, gimana keadaan istri dan anak saya?” aku juga ikut bertanya. Dokter itu tersenyum seraya membuka kaca matanya.“Alhamdulillah, semua berjalan dengan lancar, semua sehat,” jawab dokter itu masih dengan menyungging senyum.“Alham
part 26POV DEWI“Ini kenapa, Sayang?” tanya Mas Romi kepada Mila. Jujur saja kaget malihat lengan Mila terdapat memar biru menghitam. Mila diam saja. Seakan takut mau menjawab.“Mila, ini kenapa?” tanyaku lagi dengan lembut. Agar dia tak merasa takut menjawabnya.“Di cubit Mama Rizka,” jawabnya pelan, matanya memerah. Memainkan bibirnya seakan mau menangis.Aku dan Mas Romi saling bertatapan. Nggak tahu kenapa, hati ini terasa sakit, terasa nggak terima Rizka mencubit Mila walau dia ibu kandungnya.“Mila nakal, ya? Sampai Mama Rizka mencubit?” tanyaku masih dengan nada lembut. Agar Mila tak jadi meledak tangisnya. Karena aku lihat, dia seakan tangisnya mau pecah.“Mila minta Mama Rizka telponi Mama Dewi, suruh jemput Mila, Mama Rizka malah marah-marah,” sahut Mila masih tertunduk nggak mau memandangku atau memandang Mas Romi. Mendengar jawaban Mila, hati ini semakin sakit. Segitu sayangnya Mila denganku. Hingga dia kena cubit Mamanya. Melihat bekas cubitan itu, kayaknya nggak cuma se
part 27POV MARTINAAkhirnya telah lahir putra pertamaku, Arjuna Yusuf Abadan. Aku sangat amat nggak enak hati dengan Mas Angga. Yusuf bukan anak kandungnya, tapi Mas Angga mau menyematkan namanya. Sungguh, hati ini terasa teriris. Merasa bersalah, merasa berdosa.Mas Angga mau mengadzankan bayiku saja, aku sudah sangat bersyukur. Di tambah Mas Angga mau menyematkan namanya. Sungguh, dia laki-laki baik yang pernah aku kenal. Sedangkan ayah biologis Yusuf sendiri, tak mau mengakuinya. Kalau nggak ada Mas Angga, entah gimana nasibku. “Tina, Angga kemana?” tanya Mami seraya celingak celinguk.“Nyari ibu,” jawabku. Yusuf masih di rawat di ruang Baby. “Emang Jeng Intan kemana?” tanya Mami lagi.“Iya, mertuamu kemana?” Papi juga ikut bertanya.“Tina juga nggak tahu, Mi, Pki, makanya Mas Angga nyariin,” balasku.“Emang nyariinnya dimana?” tanya Mami. Seakan penasaran dengan melipatkan keningnya.“Di Rumah Sakit ini, tadikan Ibu juga ikut ngantar,” jawabku. Mami mengerucutkan bibirnya.“Mer
Part 28POV ANGGA“Pak, ketemu sama Ibu?” tanyaku kepada sopir Papi. Saat melihat dia lagi makan di kantin Rumah sakit. Karena aku sendiri juga sangat lapar, makanya memutuskan untuk makan dulu. Ternyata ketemu sama sopirnya Papi.“Eh, Mas Angga, sini duduk!” sahut sopir Papi, seraya menyuruhku untuk duduk di dekatnya. Aku segera mendekat dan duduk tak jauh darinya.“Gimana, Pak, ketemu sama Ibu?” tanyaku lagi seraya menatapnya.“Belum, Mas Angga. Saya sudah muter-muter tapi nggak nemuin Ibunya Mas Angga,” jawab sopir Papi. Mendengar ucapannya, kepala rasanya langsung memuncak pusingnya. “Kira-kira ibu kemana?” tanyaku lirih.“Itulah Mas, saya capek keliling Rumah Sakit ini, karena lapar saya ke sini dulu, makan,” jawab sopir Papi.“Bapak namanya siapa?” tanyaku, penasaran.“Hadi, Mas,” jawabnya. Aku mengangguk seraya tersenyum.“Bentar, Pak Hadi, saya mau pesan makanan dulu,” ucapku seraya beranjak.“Owh, iya, Mas Angga, silahkan,” jawab Pak Hadi. Aku beranjak mendekati Ibu kantin
part 29POV ANGGA“Ibu,” sapaku, karena wanita itu masih menunduk. Mendengar sapaanku kemudian dia mendongakkan kepalanya. Ya, memang ibu ternyata.“Syukurlah akhirnya ketemu juga,” ucapku seraya ikut duduk di sebelahnya.“Kamu ini ibu cari-cari dari tadi, malah ibu di tinggal. Ibukan jadi bingung,” sungut ibu. astaga baru saja ketemu sudah marah-marah saja.“Tadikan Angga fokus dengan Martina dan bayinya,” sahutku.“Gimana Martina sudah lahiran?” tanya ibu masih dengan nada ketus.“Sudah, Bu. Alhamdulillah cucu ibu laki-laki,” jawabku.“Laki-laki? Kenapa nggak perempuan? Ibu pengennya kalau punya cucu itu perempuan,” sahut Ibu. Ku garuk kening ini dengan kuku tangan. Ngomong sama ibu kayaknya nggak ada benarnya. Tadi waktu hilang, aku mencemaskannya. Giliran ketemu, seakan menyesal mencarinya.“Gimana lagi, Bu. keluarnya memang laki-laki,” sahutku, seraya memijit kepalaku yang mulai pusing. Pusing mendengar ucapan ibu.“Eh, tapi bagus juga kalau laki-laki, otomatis harta Jeng Sella,
part 30POV DEWI“Apa iya?” Tanya Rama seakan nggak percaya dengan ucapanku. Aku mengangguk serius. Ya, aku sudah menceritakan tentang memar di lengan Mila. Juga sudah menceritan apa yang Mila katakan.“Tapi kamu jangan marah sama Rizka, ya. Kita semua juga tahu kalau Rizka memang punya masalah tentang kejiwaannya,” sahut Mas Romi ikut menimpali. Aku juga ikut mengangguk. Aku juga nggak mau Rama marah dengan Rizka.“Iya, Ram, kamu jangan sampai marah dengan Rizka, ya, untuk sementara waktu biarkan Mila di sini dulu,” ucapku. “Tapikan Ada Bi Yuli dan ibu, masak iya mereka diam saja?” ucap Rama seakan bertanya. Itu juga yang ada dalam pikiranku.“Mungkin mereka pas nggak lihat,” Ucap Mas Romi.“Kasihan Mila, dia sampai nggak mau pulang,” ucap Rama.“Kamu tenang saja, Mila aman di sini,” sahutku.“Aku percaya sama kalian, cuma aku takutnya Mila semakin menjauh dari Rizka,” ucap Rama seraya mengatur nafasnya.“Ram, kami nggak akan membuat Mila membenci Rizka, karena walau bagaimana Rizka