part 31POV MARTINAHari ini sudah di perbolehkan pulang. Aku nggak mau ikut Ibu. Bisa-bisa setiap hari aku bertengkar terus dengan Mas Angga. Cerai ujung-ujungnya. Aku ingin membalas semua kebaikan Mas Angga. Ingin menjadi istri yang baik untuknya. Masalah Ibu memang harusnya menjauh dulu. Hingga cinta ini benar-benar bersemi dan mekar. “Mas, maaf, ya, aku nggak mau ikut Ibu,” ucapku kepada Mas Angga. Dia lagi menimang-nimang Baby Yusuf. Kayaknya Mas Angga beneran sayang sama Yusuf. Saat melihat Mas Angga menciumi Yusuf, hati ini terasa nano-nano. Ada rasa senang dan rasa bersalah. Entahlah.“Nggak apa-apa, Dek, yang penting kamu nyaman. Nggak usah di pikirkan, ya! yang penting kamu sehat dulu,” jawab Mas Angga, dengan nada lembut terasa sangat adem. Aku tersenyum memandanginya. “Kamu nggak marah, Mas?” tanyaku. Masih dengan mata memandanginya. Entahlah, aku merasa Mas Angga terlihat sangat dewasa saat menimang Yusuf.“Nggaklah, sayang. Mas bisa mengerti dengan kondisimu. Wanita ha
part 32POV ANGGA“Pak Handoko, Bu Gendis, kita masuk ke kamar saja, Martina dan Yusuf ada di kamar,” ucapku saat melihat Pak Handoko dan Bu Gendis duduk di sofa ruang tamu. Baby Hana juga di bawa.“Iya, Nak Angga. Penasaran dengan paras anakmu,” sahut Bu Gendis ramah. Aku tersenyum mendengarnya. Bu Gendis dan Pak Handoko juga membalas senyumanku. Baby Hana lagi terlelap di gendongan mamanya. “Mari kita ke kamar langsung saja. Mami sama Papi sudah berangkat ke kantor,” sahutku lagi, seraya beranjak dan mempersilahkan mereka. Pak Handoko dan Bu Gendis akhirnya juga ikut beranjak. Mengikuti langkahku.“Dek, kedatangan tamu kita,” ucapku kepada Martina. Martina tersenyum melihat kedatangan Pak Handoko dan Bu Gendis.“Gimana keadaannya, Nak?” tanya Bu Gendis kepada Martina, seraya duduk di tepian ranjang.“Sudah mendingan, Bu. Cuma masih sakit kalau untuk jalan,” jawab Martina.“Sabar, ya, itulah perjuangan seorang Ibu,” Jawab Bu Gendis lembut keibuan.“Ganteng sekali anak kalian,” ucap
part 33POV MARTINA“Dek, diangkat lagi saja telponnya siapa tahu penting,” perintah Mas Angga. Jujur saja aku enggan mengangkat nomor baru. Apalagi tadi sudah aku angkat, malah diam saja. Entah siapa dan apa maksdunya.“Mas saja yang ngangkat,” jawabku. akhirnya Mas Angga mengambil gawaiku dan mengangkatnya.“Hallo,” ucap Mas Angga. “Hallo, siapa Ini?” tanya Mas Angga lagi. Tak ada jawaban dari yang menelpon.“Mungkin hanya orang iseng, Mas, udah cuekin saja,” ucapku. Tit. Akhirnya komunikasi terputus. Entah siapa yang menelpon. “Siapalah sebenarnya?” tanya lirih Mas Angga. Aku hanya bisa mengangkat bahu. Pertanda memang nggak tahu siapa pemilik nomor telepon itu.“Kan, sudah aku bilang, tadi Tina juga sudah mengangkatnya, tapi diam saja kayak gitu,” ucapku. Mas Angga masih mengutak atik gawai sebentar, kemudian meletakkannya di tempat semula.“Orang kurang kerjaan,” sahut Mas Angga. ya, memang benar-benar kurang kerjaan.“Mas, boleh minta tolong?” tanyaku.“Jelas boleh, dong, tuan
part 34POV DEWI“Mama sakit?” tanya Mila padaku setelah melihat aku muntah-muntah. Dengan badan lemas aku berbaring di ranjang. Mengelus perut yang semakin membuncit ini. “Nggak sayang,” jawabku, mau di jelaskan juga Mila nggak akan mengerti kalau ini ngidam. Mila juga ikutan memegang perut seraya senyum-senyum.“Ma, kapan dedeknya lahir, ya?” tanya Mila sangat polos. Aku tersenyum geli medengarnya.“Nggak lama lagi. Doain ya, semoga dedek dan Mama sehat sampai lahiran,” balasku. Mila mengagguk seraya senyum-senyum.Sudah menjadi hal rutin kalau pagi mual parah. Tapi setelah beranjak siang akan enak dengan sendirinya. Sedangkan Mas Romi, kalau pagi harus berangkat kerja. Sebenarnya dia juga nggak tega meninggalkan aku, tapi gimana lagi? dia juga harus kerja.“Mil, Mama boleh minta tolong?” tanyaku kepadanya yang masih menciumi perutku. Kayaknya dia juga gemes.“Minta tolong apa, Ma?” tanya Mila, seraya memandangku .“Bilang sama Bi Ijah, minta tolong buatin bubur ayam, ya, Mama Dewi
Benalu part 35POV RAMAAku jadi kepikiran mendengar ucapan Dewi dan Romi. Awalnya merasa nggak percaya, kalau Rizka mencubit Mila. Secara ada Bu Sumi dan Bi Yuli di rumah. Jadi aku pikir Mila aman.Tapi setelah mendengar sendiri Mila mengigau, aku jadi percaya kalau Rizka memang mencubitnya sampai biru. Hingga membuat Mila trauma dan nggak mau pulang ke rumah. Aku pikir Rizka sudah benar-benar sembuh dari depresi. Tapi, setelah mendengar kabar ini, aku menyimpulkan Rizka belum sembuh total dari depresinya. Apa dia kumat? Ah, kayaknya kalau lihat kesehariannya, dia layaknya orang normal. Udah nggak pernah teriak-teriak nggak jelas.Aku harus bicara dengan Rizka. Harus bicara langsung dengannya. Tapi, dengan kata yang seolah-olah tidak masalah. Karena Rizka juga nggak bisa kena teguran yang keras. Bisa-bisa dia depresi parah lagi. Memang harus sabar hadapin Rizka. Aku sudah sampai rumah. Pikiran ini masih ke sana ke sini, memikirkan obrolan apa, untuk membawa Rizka ke arah itu? Nggak
Benalu part 36POV ANGGA“Ga, ibu mau gendong Yusuf,” ucap Ibu. Ya, untuk malam ini memang ibu tidur di rumah Mami. Mami sama Papi bolehin, karena memang Martina juga habis lahiran. Jadi lagi seneng-senengnya main sama cucu. Lagian malam ini setidaknya aku bisa Jaga ibu dan Martina. Ngak terpecah pikiran ini.“Yusuf ada di kamar, Bu. Ibu masuk saja di kamar,” jawabku. Ibu malah mengerucutkan bibir.“Tadi ibu sudah masuk kamarmu, tapi sama Martina nggak di bolehin, takut anaknya jatuh katanya,” jawab Ibu dengan nada kesal. Mulai mereka kumat berantemnya. Kalau nggak ada padahal juga saling mencari. Kalau ada seakan berantem terus tiada henti. Sampai pusing rasanya.“Wajarlah, Bu. Namanya juga anak pertama,” jawabku selow seraya menikmati kopi yang di buatkan oleh Bibi.“Tapi Jeng Sella di bolehin gendong Yusuf. Mentang-mentang ibu ini cuma mertua, tapi kan Yusuf juga cucu ibu,” sahut ibu dengan nada geram.Aku faham maksud Martina. Aku sendiri juga takut Ibu menggendong Yusuf. Entah,
Benalu part 37POV MartinaHanya satu orang yang memanggilku Martublack. Seketika aku terdiam sejenak. Segera aku mematikan gawaiku. Malas berhubungan dia. Dari mana dia tahu nomorku? Sedangkan aku sudah mengganti nomor ini lama. Aku tak mau lagi berhubungan dengan dia. Dia hanya akan merusuh di kehidupanku. Hanya akan menjadi benalu.Berlian Syafirda. Hanya dia yang memanggilku Martublack. Dia adalah saingan terberat waktu masih di kampus. Dan sialnya dia itu adalah adik kandung istri Mas Haris. Dia juga sempat memergokiku saat selingkuh dengan Abang iparnya.Entahlah, Mas Haris telah menyihirku dengan apa? aku bisa terlena dengan bujuk rayunya. Awalnya aku nggak tahu kalau Mas Haris telah beristri. Tapi saat kedoknya terbongkar, aku tak ingin marah dengannya karena telah membohongiku. Bahkan aku tetap melanjutkan hubungan terlarang itu. Hingga semuanya kau berikan, hingga benihnya tertanam.Saat tahu aku hamil, Mas Haris nggak mau bertanggung jawab. Dia memberatkan istrinya. Bahkan
Benalu part 38POV RAMAAku memutuskan pulang, dengan alasan tak enak badan. Memang pusing sekali rasanya. Padahal sudah janji sama Rizka untuk jemput Mila. Semoga saja Rizka bisa mengerti.“Kok, tumben pulang cepat, Mas?” tanya Rizka, saat melihatku merebahkan badan di ranjang, masih lengkap dengan sepatu dan baju kerja.“Kepalaku pusing,” jawabku dengan mata terpejam. Untung saja masih kuat bawa motor, hingga selamat sampai rumah. Rizka beranjak mendekat, melepaskan sepatu beserta kaos kaki yang aku pakai. Dia memang sangat pengertian. Kadang kalau sampai rumah dalam kondisi ngantuk berat dan langsung tertidur, Rizka mau melepaskan semuanya. Dia memang baik. Tak salah aku memilihnya, walau kadang masih sering kumat depresinya.Karena yang namanya pernah terganggu kejiwaannya, akan cepat terkena lagi. Apalagi kalau dia banyak beban pikiran. Walau gimanapun dia, aku telah memilihnya. Berusaha selalu menjaga perasaan dan pikirannya. Karena cinta ini tulus untuknya.“Mas aku buatin teh
Benalu part 102POV 3“Pi, motor Angga di bawa kabur mereka,” ucap Angga, dia masih sangat menyayangkan motornya yang belum lunas. Masih kredit.“Biar, Ga! motor bisa di beli lagi. Yang penting nyawa kamu selamat,” jawab Pak Faris bijak.Angga mendesah. ‘Untung nggak mau membawa mobil Papi, kalau sampai memenuhi keinginan Ibu untuk meminjam motor Papi, yang hilang mungkin mobil Papi. Harus dengan cara apa untuk menggantinya?’ lirih Angga dalam hati. Walau kondisinya sudah babak belur begitu, tapi dia masih bersyukur, karena bukan mobil mertuanya yang dia bawa.“Bagaimana keadaan sebenarnya, Ga? kok, kamu bisa sampai seperti ini?” tanya Pak Faris kepada menantunya.“Permisi,” Pak Faris dan Angga mengarah ke asal suara. Ternyata ada dokter dan Martina berjalan mendekat.“Saya periksa dulu, ya?” ucap dokter laki-laki paruh baya itu ramah. “Silahkan dok,” jawab Pak Faris mempersilahkan. Dokter itu menjalankan tugasnya. Memeriksa detak jantung dan yang lainnya. “Kepala saya pusing banget
Benalu part 101POV 3“Yaudah Om, Tante, Mita, kami pulang dulu. Kalau ada apa-apa langsung hubungi Romi,” pamit Romi kepada semuanya.“Iya, Rom, pasti, kamu juga hati-hati di jalan,” balas Om Heru. Kemudian mereka beranjak dan keluar dari kamar Mita.Romi dan Dewi melewati lorong Rumah Sakit seraya bergandengan tangan. Dewi mengedarkan pandang. Matanya melihat sosok laki-laki yang menggunakan masker, kacamata hitam dan jaket, berjalan seraya tolah toleh. Mata Dewi menyipit. Langkah kakinya penuh curiga.“Mas, laki-laki itu, kok, jalannya ngendap-ngendap, ya?” tanya Dewi lirih dengan mata masih memperhatikan laki-laki itu. Romi akhirnya juga ikut menoleh ke arah yang di pandang Dewi.“Iya, mau ngapain, ya? tapi dia ke lorong sana?” sahut Romi lirih. Mata mereka masih fokus dengan laki-laki berjaket itu.“Iya, apa kita ikuti?” tanya Dewi kepada suaminya.Dreettt dreeerrrttt dreetttt gawai Dewi bergetar di dalam tasnya. Tak berselang lama berbunyi. Nada panggilan masuk. Dengan cepat De
Benalu part 100POV 3Ya, di sini, Rizka berpelukkan manja dengan Ibu mertuanya. Dan Rama berpelukkan haru dengan Ibu mertuanya. “Doakan, ya, Bu. semoga Rumah Tangga kami sakinnah ma waaddah wa rohmah,” pinta Rama kepada mertuanya.“Pasti, Nak. Pasti. Tanpa kalian minta, ibu pasti mendoakan kalian,” ucap Bu Sumi. Rama kemudian melepaskan pelukannya.“Pa, kapan Mama Dewi pulang?” tanya Mila tiba-tiba. Membuat Rama tidak bisa menjawabnya. Rama dan mertuanya saling beradu pandang. Rama menarik nafasnya kuat-kuat dan melepaskannya perlahan.“Papa juga nggak tahu, Sayang,” jawab Rama. Membuat bibir Mila cemberut.“Katanya Mama Dewi nggak lama-lama. Tapi, kok nggak pulang-pulang?” sahut Mila seraya bertanya.Mila memang sangat merindukan Dewi. Menunggu Dewi pulang terasa sangat lama baginya. Selalu menunggu hari esok, dengan harapan hari esok mama Dewinya pulang. “Urusan Mama Dewi belum selesai Sayang, makanya Mama Dewi belum bisa pulang,” jawab Rama santai, dengan selalu menyunggingkan s
Benalu part 99POV 3Anga sudah di periksa oleh dokter. Dia juga belum sadar. Martina dan orang tuanya menunggu di luar. Karena belum di ijinkan masuk. Karena Angga masih dalam penanganan.Martina masih terus menangis. Dia mondar mandir dengan hati yang cemas. Berkali-kali melirik ke pintu kamar di mana Angga di rawat. Berharap pintu itu segera di buka dan dokter segera menyampaikan kabar tentang kondisi suaminya.Yusuf sudah tenang. Dia tidur di pelukkan neneknya. Bu Intan juga nggak kalah paniknya. Hatinya juga berdegub nggak jelas. Selalu berdoa untuk kebaikan anaknya.“Dokternya kok, nggak keluar-keluar, ya?” celetuk Bu Intan. Dia juga nggak sabar menunggu dokter keluar.Bu Intan menyesal sekali, menyuruh anaknya membelikan dia makanan. Lebih tepatnya dia memaksa Angga untuk membelikan makan. Padahal waktu itu, kerjaan rumah di besannya masih banyak dan rumah juga masih berantakan. Makanan juga banyak. Hanya demi ingin pamer baju baru dan naik mobil besannya dia memaksa. Ternyata
Benlau part 98POV 3“Ma, tapi Mama dan Papa setujukan Mita nikah sama Gio?” tanya Mita kepada mamanya. membuat mamanya bingung menjawabnya. Langkah kaki Dewi langsung terhenti. Dari kemarin-kemarin dia cuma membayangkan saja, kalau Mita akan menikah dengan Pak Galih. Dan itu sudah membuatnya mual. Tapi, hari ini telinganya mendengar sendiri kalau adiknya ingin menikah dengan laki-laki yang selalu mual jika namanya di sebut. Kemudian Dewi berbalik badan, tak jadi keluar tapi malah menuju ke toilet yang ada di kamar rawat inap Mita. Membuat Tante Tika cemas juga dengan kondisi Dewi. Kemudian menyusul Dewi ke toilet. Memijit tengkuknya. Agar terasa enakkan.“Kamu masih sering muntah, Wi?” tanya Tante Tika dengan nada cemas. Walau dia sering melihat Dewi seperti itu, tapi tetap saja dia cemas dengan kondisi keponakannya.“Iya, Tante,” jawab Dewi dengan nada lemas. Dia sudah duduk di sofa ruang kamar Mita di rawat.“Ibu hami itu memang macam-macam, ada yang cuma trimester pertama, ada y
Benalu part 97POV 3Hati Martina semakin berdegub kencang saat kakinya melangkah menuju rumah Pak Agung. Dia sangat penasaran dengan keadaan suaminya, dan apa yang terjadi sebenarnya. Terus foto yang di berikan Haris itu, apa maksudnya? Dari mana dia mendapatkan foto itu? Semuanya masih menjadi tanya besar di benak Martina. dan sebentar lagi akan terjawab. ‘Mas Angga aku sudah dekat denganmu,’ lirih Tina lagi dalam hati.“Silahkan langsung ke kamar saja semuanya. Karena yang punya hape ini masih di dalam kamar dan belum sadar,” ucap Pak Agung. Semakin membuat hati Tina bergemuruh. Pintu kamar di buka oleh pemiliknya. Bu Intan juga berdebar hatinya, ingin segera melihat kondisi anaknya. Begitu juga dengan Jeng Sella dan Pak Faris. Tak kalah berdebar walau hanya anak mantu. Tapi, mereka benar-benar cemas. Martina masuk lebih di dalam kamar itu. Tak sabar rasanya, ingin melihat suaminya. “Itu, Mbak pemilik hape ini,” jawab Pak Agung seraya menunjuk ke ranjang. Di sana terbaring seso
Benalu 96POV 3“Sayang, aku sudah melacak alamat-alamat nomor baru yang menghubungi kamu. Cuma banyak nomor baru, jadi kamu ingat-ingat ya, nomor mana yang menghubungimu, saat kamu di kabari kalau papamu kecelakaan,” jelas Pak Galih seraya memberikan gawai Mita yang dia bawa dari tadi.Mita menerima gawainya. Kemudian melihat nomor-nomor baru itu. Matanya kembali nanar lagi. Nggak ingin membahas masalah ini. Tapi, kalau nggak di bahas, nggak akan selesai-selesai ini kasus.“Yang ujungnya 29, sahut Mita,” sahut Mita kemudian, meletakkan gawainya di sebelahnya.Pak Galih langsung memeriksa alamat nomor yang di bilang Mita. Dari sekian banyak nomor baru, hanya satu yang ujungnya 29. Pak Galih tersenyum.“Kita bisa lapor polisi dan segera menggerebeknya,” ucap Pak Galih yakin dan mantab.“Alamatnya mana, Pak?” tanya Om Heru penasaran.“Ini, Pak!” Pak galih menyerah kertas yang sudah tercantum semua alamat-alamat nomor baru yang menghubungi Mita. Om Heru langsung menerimanya. Kemudian men
Benalu part 95POV 3Dreett dreet dreettt gawai Tina bergetar. Tak berselang lama berbunyi.“Ma, tolong lihatkan siapa yang menelpon?” pinta Tina kepada mamanya. “Iya, Sayang,” ucap Jeng Sella, kemudian langsung mengambil gawai yang masih di saku baju Tina. “Astaga!” ucap jeng Sella saat melihat siapa yang menelpon.“Siapa yang nelpon, Mi? Peneror itu lagi kah?” tanya Tina masih dengan Mata sedikit membuka. Karena kalau membuka sempurna dia nggak tahan. Karena melihat semuanya berputar-putar.“Angga, yang nelpon,” sahut Jeng Sella. Seketika Martina terperanjat dari baringnya. Membuka paksa matanya saat mendengar nama suaminya menelon ke nomornya.“Cepat angkat, Mi!” perintah Martina semangat. Jeng sella mengangguk dan kemudia mengangkat telpon itu.[Hallo, Angga] ucap Jeng Sella memulai percakapannya. Kemudian dia meloundspeaker gawainya.[Hallo] terdengar suara dari seberang. Suara laki-laki. Martina mengerutkan keningnya. Karena dia faham kalau itu bukan suara suaminya.[Ini siapa
Benalu part 94POV 3Pak Galih memutuskan pulang, seraya membawa hape Mita. Karena dia ingin mengeceknya di rumah. Om Heru nggak percaya gitu saja tentunya dia membawa pulang gawai Mita. Karena baru saja ketemu. Walau dia tahu anaknya sangat dekat dengannya. Akhirnya Pak Galih meninggalkan KTPnya, agar Om Heru dan yang lainnya percaya, kalau dia memang serius ingin membantu Mita.“Gio mana, Mbak?” tanya Mita kepada Dewi. Langsung mual perut Dewi jika nama itu di sebut. Seakarang di kamar itu tinggal mereka berdua. Om Heru dan Tante Tika pulang. Romi sedang mencari ke kantin rumah sakit untuk membeli makanan.“Pak Galih, udah pulang,” jawab Dewi dengan susah payah menahan rasa mualnya.“Mbak, salah nggak aku jatuh cinta dengan Gio?” tanya Mita. Semakin membuat Dewi mual. Liur sudah naik ke mulut. Susah payah dia menelan ludahnya sendiri.“Eh, namanya kan Pak Galih. Kenapa kamu panggilnya Gio?” tanya Dewi balik, sengaja mengalihkan pembicaraan, karena memang nggak mau menjawab pertanyaa