part 34POV DEWI“Mama sakit?” tanya Mila padaku setelah melihat aku muntah-muntah. Dengan badan lemas aku berbaring di ranjang. Mengelus perut yang semakin membuncit ini. “Nggak sayang,” jawabku, mau di jelaskan juga Mila nggak akan mengerti kalau ini ngidam. Mila juga ikutan memegang perut seraya senyum-senyum.“Ma, kapan dedeknya lahir, ya?” tanya Mila sangat polos. Aku tersenyum geli medengarnya.“Nggak lama lagi. Doain ya, semoga dedek dan Mama sehat sampai lahiran,” balasku. Mila mengagguk seraya senyum-senyum.Sudah menjadi hal rutin kalau pagi mual parah. Tapi setelah beranjak siang akan enak dengan sendirinya. Sedangkan Mas Romi, kalau pagi harus berangkat kerja. Sebenarnya dia juga nggak tega meninggalkan aku, tapi gimana lagi? dia juga harus kerja.“Mil, Mama boleh minta tolong?” tanyaku kepadanya yang masih menciumi perutku. Kayaknya dia juga gemes.“Minta tolong apa, Ma?” tanya Mila, seraya memandangku .“Bilang sama Bi Ijah, minta tolong buatin bubur ayam, ya, Mama Dewi
Benalu part 35POV RAMAAku jadi kepikiran mendengar ucapan Dewi dan Romi. Awalnya merasa nggak percaya, kalau Rizka mencubit Mila. Secara ada Bu Sumi dan Bi Yuli di rumah. Jadi aku pikir Mila aman.Tapi setelah mendengar sendiri Mila mengigau, aku jadi percaya kalau Rizka memang mencubitnya sampai biru. Hingga membuat Mila trauma dan nggak mau pulang ke rumah. Aku pikir Rizka sudah benar-benar sembuh dari depresi. Tapi, setelah mendengar kabar ini, aku menyimpulkan Rizka belum sembuh total dari depresinya. Apa dia kumat? Ah, kayaknya kalau lihat kesehariannya, dia layaknya orang normal. Udah nggak pernah teriak-teriak nggak jelas.Aku harus bicara dengan Rizka. Harus bicara langsung dengannya. Tapi, dengan kata yang seolah-olah tidak masalah. Karena Rizka juga nggak bisa kena teguran yang keras. Bisa-bisa dia depresi parah lagi. Memang harus sabar hadapin Rizka. Aku sudah sampai rumah. Pikiran ini masih ke sana ke sini, memikirkan obrolan apa, untuk membawa Rizka ke arah itu? Nggak
Benalu part 36POV ANGGA“Ga, ibu mau gendong Yusuf,” ucap Ibu. Ya, untuk malam ini memang ibu tidur di rumah Mami. Mami sama Papi bolehin, karena memang Martina juga habis lahiran. Jadi lagi seneng-senengnya main sama cucu. Lagian malam ini setidaknya aku bisa Jaga ibu dan Martina. Ngak terpecah pikiran ini.“Yusuf ada di kamar, Bu. Ibu masuk saja di kamar,” jawabku. Ibu malah mengerucutkan bibir.“Tadi ibu sudah masuk kamarmu, tapi sama Martina nggak di bolehin, takut anaknya jatuh katanya,” jawab Ibu dengan nada kesal. Mulai mereka kumat berantemnya. Kalau nggak ada padahal juga saling mencari. Kalau ada seakan berantem terus tiada henti. Sampai pusing rasanya.“Wajarlah, Bu. Namanya juga anak pertama,” jawabku selow seraya menikmati kopi yang di buatkan oleh Bibi.“Tapi Jeng Sella di bolehin gendong Yusuf. Mentang-mentang ibu ini cuma mertua, tapi kan Yusuf juga cucu ibu,” sahut ibu dengan nada geram.Aku faham maksud Martina. Aku sendiri juga takut Ibu menggendong Yusuf. Entah,
Benalu part 37POV MartinaHanya satu orang yang memanggilku Martublack. Seketika aku terdiam sejenak. Segera aku mematikan gawaiku. Malas berhubungan dia. Dari mana dia tahu nomorku? Sedangkan aku sudah mengganti nomor ini lama. Aku tak mau lagi berhubungan dengan dia. Dia hanya akan merusuh di kehidupanku. Hanya akan menjadi benalu.Berlian Syafirda. Hanya dia yang memanggilku Martublack. Dia adalah saingan terberat waktu masih di kampus. Dan sialnya dia itu adalah adik kandung istri Mas Haris. Dia juga sempat memergokiku saat selingkuh dengan Abang iparnya.Entahlah, Mas Haris telah menyihirku dengan apa? aku bisa terlena dengan bujuk rayunya. Awalnya aku nggak tahu kalau Mas Haris telah beristri. Tapi saat kedoknya terbongkar, aku tak ingin marah dengannya karena telah membohongiku. Bahkan aku tetap melanjutkan hubungan terlarang itu. Hingga semuanya kau berikan, hingga benihnya tertanam.Saat tahu aku hamil, Mas Haris nggak mau bertanggung jawab. Dia memberatkan istrinya. Bahkan
Benalu part 38POV RAMAAku memutuskan pulang, dengan alasan tak enak badan. Memang pusing sekali rasanya. Padahal sudah janji sama Rizka untuk jemput Mila. Semoga saja Rizka bisa mengerti.“Kok, tumben pulang cepat, Mas?” tanya Rizka, saat melihatku merebahkan badan di ranjang, masih lengkap dengan sepatu dan baju kerja.“Kepalaku pusing,” jawabku dengan mata terpejam. Untung saja masih kuat bawa motor, hingga selamat sampai rumah. Rizka beranjak mendekat, melepaskan sepatu beserta kaos kaki yang aku pakai. Dia memang sangat pengertian. Kadang kalau sampai rumah dalam kondisi ngantuk berat dan langsung tertidur, Rizka mau melepaskan semuanya. Dia memang baik. Tak salah aku memilihnya, walau kadang masih sering kumat depresinya.Karena yang namanya pernah terganggu kejiwaannya, akan cepat terkena lagi. Apalagi kalau dia banyak beban pikiran. Walau gimanapun dia, aku telah memilihnya. Berusaha selalu menjaga perasaan dan pikirannya. Karena cinta ini tulus untuknya.“Mas aku buatin teh
Benalu part 39POV DEWI“Mas, katanya Rizka mau menjemput Mila sore ini,” ucapku kepada Mas Romi, yang sudah selesai mandi. Seperti biasa, pulang kerja dia langsung mandi dengan waktu yang lama. Nggak tahu ngapain di kamar mandi.“Nggak apa-apa,” jawabnya santai seraya mengusapkan handuk di rambutnya. Terlihat ganteng banget kalau kayak gitu. Seraya mengelus perut, semoga kalau laki-laki, gantengnya kayak Papanya. Baik dan pengertian juga.“Tapi aku belum bilang ke Mila, takutnya dia cemberut. Aku paling nggak suka kalau lihat Mila cemberut,” ucapku lagi seraya menerima uluran handuk dari Mas Romi. Kemudian menjemurnya di tempat yang sudah di sediakan. Rak mini khusus untuk handuk.“Nanti kita ngomong pelan-pelan ke Mila, ya,” jawabnya masih selow seraya menyisir rambutnya. “Iya, Mas, semoga saja, Mila bisa mengerti dan nggak nangis histeris saat melihat Rizka menjemputnya,” balasku.“Rizka juga nggak mungkin sendiriankan, jemput Milanya? Pasti juga sama Rama,.” Balas Mas Romi. Seray
Benalu part 40POV MARTINA[Hai, Martublack? Kayaknya seru kalau kartu AS mu aku sebarkan ke seluruh penjuru dunia]Deg. Jantung ini terasa berhenti berdetak, saat membaca pesan singkat dari Berlin. Siapa lagi kalau bukan dia. Karena hanya dia yang memanggilku seperti itu. Rasanya semakin tak nyaman. Kalau Mas Angga sudah tahu kartu AS kehamilanku. Tapi belum tahu kartu AS yang lainnya. Sedangkan kedua orang tuaku belum tahu semuanya. Berlin memang keterluan. Dia sengaja mau mengganggu kehidupanku. Apa maksudnya? Kenapa dia kembali di saat semuanya mulai membaik? Sial. Tak bisa tidur nyenyak aku di buatnya.Ting. Suara gawai berbunyi lagi. Pesan singkat lagi. Segera aku membukanya. [Tunggu tanggal mainnya Martublack] Astaga! kayaknya dia serius mau membocorkan semua aib yang sudah aku tutupi rapat-rapat. Apasih maunya?Untung Mas Angga sudah berangkat kerja. Dan Baby Yusuf lagi pulas-pulasnya tidur setelah minum asi. Disaat semua orang di rumah ini lagi berusaha menjaga perasaanku a
Benalu 2 part 41POV Angga.Hari ini aku kembali bekerja. Mungkin besok harus libur lagi. Karena harus ada tasyakuran untuk pemberian nama Yusuf. Wajah imut Yusuf selalu menghantui pikiranku. Baru berapa jam di tinggal kerja rasanya kepikiran, rasanya kangen. Walau bukan anak sendiri tapi sudah menyatu di hati. Mungkin ini juga yang di rasakan sama Pak Handoko.“Ga, kok, senyum-senyum sendiri?” tanya Pak Handoko saat mau turun dari mobil. Karena Pak Handoko hari ini ingin duduk di depan. Jadi dia bisa melihat ekspresiku.“Eh, anu, ini kepikiran anak,” jawabku malu dan gelagapan.“Owh, kirain kepikiran Mamanya,” ledek Pak Handoko. Reflek saja aku ngakak. Dia turun dari mobil dan aku mengikuti.“Iya dua-duanya, Pak,” sahutku. Pak Handoko juga ikut ngakak.“Yaudah, Bapak masuk ke dalam dulu, ya? nanti kalau bapak sudah selesai meeting, bapak telpon,” ucapnya.“Baik, Pak,” jawabku seraya menunduk tanda hormat.Kemudian Pak Handoko berlalu meninggalkanku. Aku segera masuk lagi ke dalam mob
Benalu part 102POV 3“Pi, motor Angga di bawa kabur mereka,” ucap Angga, dia masih sangat menyayangkan motornya yang belum lunas. Masih kredit.“Biar, Ga! motor bisa di beli lagi. Yang penting nyawa kamu selamat,” jawab Pak Faris bijak.Angga mendesah. ‘Untung nggak mau membawa mobil Papi, kalau sampai memenuhi keinginan Ibu untuk meminjam motor Papi, yang hilang mungkin mobil Papi. Harus dengan cara apa untuk menggantinya?’ lirih Angga dalam hati. Walau kondisinya sudah babak belur begitu, tapi dia masih bersyukur, karena bukan mobil mertuanya yang dia bawa.“Bagaimana keadaan sebenarnya, Ga? kok, kamu bisa sampai seperti ini?” tanya Pak Faris kepada menantunya.“Permisi,” Pak Faris dan Angga mengarah ke asal suara. Ternyata ada dokter dan Martina berjalan mendekat.“Saya periksa dulu, ya?” ucap dokter laki-laki paruh baya itu ramah. “Silahkan dok,” jawab Pak Faris mempersilahkan. Dokter itu menjalankan tugasnya. Memeriksa detak jantung dan yang lainnya. “Kepala saya pusing banget
Benalu part 101POV 3“Yaudah Om, Tante, Mita, kami pulang dulu. Kalau ada apa-apa langsung hubungi Romi,” pamit Romi kepada semuanya.“Iya, Rom, pasti, kamu juga hati-hati di jalan,” balas Om Heru. Kemudian mereka beranjak dan keluar dari kamar Mita.Romi dan Dewi melewati lorong Rumah Sakit seraya bergandengan tangan. Dewi mengedarkan pandang. Matanya melihat sosok laki-laki yang menggunakan masker, kacamata hitam dan jaket, berjalan seraya tolah toleh. Mata Dewi menyipit. Langkah kakinya penuh curiga.“Mas, laki-laki itu, kok, jalannya ngendap-ngendap, ya?” tanya Dewi lirih dengan mata masih memperhatikan laki-laki itu. Romi akhirnya juga ikut menoleh ke arah yang di pandang Dewi.“Iya, mau ngapain, ya? tapi dia ke lorong sana?” sahut Romi lirih. Mata mereka masih fokus dengan laki-laki berjaket itu.“Iya, apa kita ikuti?” tanya Dewi kepada suaminya.Dreettt dreeerrrttt dreetttt gawai Dewi bergetar di dalam tasnya. Tak berselang lama berbunyi. Nada panggilan masuk. Dengan cepat De
Benalu part 100POV 3Ya, di sini, Rizka berpelukkan manja dengan Ibu mertuanya. Dan Rama berpelukkan haru dengan Ibu mertuanya. “Doakan, ya, Bu. semoga Rumah Tangga kami sakinnah ma waaddah wa rohmah,” pinta Rama kepada mertuanya.“Pasti, Nak. Pasti. Tanpa kalian minta, ibu pasti mendoakan kalian,” ucap Bu Sumi. Rama kemudian melepaskan pelukannya.“Pa, kapan Mama Dewi pulang?” tanya Mila tiba-tiba. Membuat Rama tidak bisa menjawabnya. Rama dan mertuanya saling beradu pandang. Rama menarik nafasnya kuat-kuat dan melepaskannya perlahan.“Papa juga nggak tahu, Sayang,” jawab Rama. Membuat bibir Mila cemberut.“Katanya Mama Dewi nggak lama-lama. Tapi, kok nggak pulang-pulang?” sahut Mila seraya bertanya.Mila memang sangat merindukan Dewi. Menunggu Dewi pulang terasa sangat lama baginya. Selalu menunggu hari esok, dengan harapan hari esok mama Dewinya pulang. “Urusan Mama Dewi belum selesai Sayang, makanya Mama Dewi belum bisa pulang,” jawab Rama santai, dengan selalu menyunggingkan s
Benalu part 99POV 3Anga sudah di periksa oleh dokter. Dia juga belum sadar. Martina dan orang tuanya menunggu di luar. Karena belum di ijinkan masuk. Karena Angga masih dalam penanganan.Martina masih terus menangis. Dia mondar mandir dengan hati yang cemas. Berkali-kali melirik ke pintu kamar di mana Angga di rawat. Berharap pintu itu segera di buka dan dokter segera menyampaikan kabar tentang kondisi suaminya.Yusuf sudah tenang. Dia tidur di pelukkan neneknya. Bu Intan juga nggak kalah paniknya. Hatinya juga berdegub nggak jelas. Selalu berdoa untuk kebaikan anaknya.“Dokternya kok, nggak keluar-keluar, ya?” celetuk Bu Intan. Dia juga nggak sabar menunggu dokter keluar.Bu Intan menyesal sekali, menyuruh anaknya membelikan dia makanan. Lebih tepatnya dia memaksa Angga untuk membelikan makan. Padahal waktu itu, kerjaan rumah di besannya masih banyak dan rumah juga masih berantakan. Makanan juga banyak. Hanya demi ingin pamer baju baru dan naik mobil besannya dia memaksa. Ternyata
Benlau part 98POV 3“Ma, tapi Mama dan Papa setujukan Mita nikah sama Gio?” tanya Mita kepada mamanya. membuat mamanya bingung menjawabnya. Langkah kaki Dewi langsung terhenti. Dari kemarin-kemarin dia cuma membayangkan saja, kalau Mita akan menikah dengan Pak Galih. Dan itu sudah membuatnya mual. Tapi, hari ini telinganya mendengar sendiri kalau adiknya ingin menikah dengan laki-laki yang selalu mual jika namanya di sebut. Kemudian Dewi berbalik badan, tak jadi keluar tapi malah menuju ke toilet yang ada di kamar rawat inap Mita. Membuat Tante Tika cemas juga dengan kondisi Dewi. Kemudian menyusul Dewi ke toilet. Memijit tengkuknya. Agar terasa enakkan.“Kamu masih sering muntah, Wi?” tanya Tante Tika dengan nada cemas. Walau dia sering melihat Dewi seperti itu, tapi tetap saja dia cemas dengan kondisi keponakannya.“Iya, Tante,” jawab Dewi dengan nada lemas. Dia sudah duduk di sofa ruang kamar Mita di rawat.“Ibu hami itu memang macam-macam, ada yang cuma trimester pertama, ada y
Benalu part 97POV 3Hati Martina semakin berdegub kencang saat kakinya melangkah menuju rumah Pak Agung. Dia sangat penasaran dengan keadaan suaminya, dan apa yang terjadi sebenarnya. Terus foto yang di berikan Haris itu, apa maksudnya? Dari mana dia mendapatkan foto itu? Semuanya masih menjadi tanya besar di benak Martina. dan sebentar lagi akan terjawab. ‘Mas Angga aku sudah dekat denganmu,’ lirih Tina lagi dalam hati.“Silahkan langsung ke kamar saja semuanya. Karena yang punya hape ini masih di dalam kamar dan belum sadar,” ucap Pak Agung. Semakin membuat hati Tina bergemuruh. Pintu kamar di buka oleh pemiliknya. Bu Intan juga berdebar hatinya, ingin segera melihat kondisi anaknya. Begitu juga dengan Jeng Sella dan Pak Faris. Tak kalah berdebar walau hanya anak mantu. Tapi, mereka benar-benar cemas. Martina masuk lebih di dalam kamar itu. Tak sabar rasanya, ingin melihat suaminya. “Itu, Mbak pemilik hape ini,” jawab Pak Agung seraya menunjuk ke ranjang. Di sana terbaring seso
Benalu 96POV 3“Sayang, aku sudah melacak alamat-alamat nomor baru yang menghubungi kamu. Cuma banyak nomor baru, jadi kamu ingat-ingat ya, nomor mana yang menghubungimu, saat kamu di kabari kalau papamu kecelakaan,” jelas Pak Galih seraya memberikan gawai Mita yang dia bawa dari tadi.Mita menerima gawainya. Kemudian melihat nomor-nomor baru itu. Matanya kembali nanar lagi. Nggak ingin membahas masalah ini. Tapi, kalau nggak di bahas, nggak akan selesai-selesai ini kasus.“Yang ujungnya 29, sahut Mita,” sahut Mita kemudian, meletakkan gawainya di sebelahnya.Pak Galih langsung memeriksa alamat nomor yang di bilang Mita. Dari sekian banyak nomor baru, hanya satu yang ujungnya 29. Pak Galih tersenyum.“Kita bisa lapor polisi dan segera menggerebeknya,” ucap Pak Galih yakin dan mantab.“Alamatnya mana, Pak?” tanya Om Heru penasaran.“Ini, Pak!” Pak galih menyerah kertas yang sudah tercantum semua alamat-alamat nomor baru yang menghubungi Mita. Om Heru langsung menerimanya. Kemudian men
Benalu part 95POV 3Dreett dreet dreettt gawai Tina bergetar. Tak berselang lama berbunyi.“Ma, tolong lihatkan siapa yang menelpon?” pinta Tina kepada mamanya. “Iya, Sayang,” ucap Jeng Sella, kemudian langsung mengambil gawai yang masih di saku baju Tina. “Astaga!” ucap jeng Sella saat melihat siapa yang menelpon.“Siapa yang nelpon, Mi? Peneror itu lagi kah?” tanya Tina masih dengan Mata sedikit membuka. Karena kalau membuka sempurna dia nggak tahan. Karena melihat semuanya berputar-putar.“Angga, yang nelpon,” sahut Jeng Sella. Seketika Martina terperanjat dari baringnya. Membuka paksa matanya saat mendengar nama suaminya menelon ke nomornya.“Cepat angkat, Mi!” perintah Martina semangat. Jeng sella mengangguk dan kemudia mengangkat telpon itu.[Hallo, Angga] ucap Jeng Sella memulai percakapannya. Kemudian dia meloundspeaker gawainya.[Hallo] terdengar suara dari seberang. Suara laki-laki. Martina mengerutkan keningnya. Karena dia faham kalau itu bukan suara suaminya.[Ini siapa
Benalu part 94POV 3Pak Galih memutuskan pulang, seraya membawa hape Mita. Karena dia ingin mengeceknya di rumah. Om Heru nggak percaya gitu saja tentunya dia membawa pulang gawai Mita. Karena baru saja ketemu. Walau dia tahu anaknya sangat dekat dengannya. Akhirnya Pak Galih meninggalkan KTPnya, agar Om Heru dan yang lainnya percaya, kalau dia memang serius ingin membantu Mita.“Gio mana, Mbak?” tanya Mita kepada Dewi. Langsung mual perut Dewi jika nama itu di sebut. Seakarang di kamar itu tinggal mereka berdua. Om Heru dan Tante Tika pulang. Romi sedang mencari ke kantin rumah sakit untuk membeli makanan.“Pak Galih, udah pulang,” jawab Dewi dengan susah payah menahan rasa mualnya.“Mbak, salah nggak aku jatuh cinta dengan Gio?” tanya Mita. Semakin membuat Dewi mual. Liur sudah naik ke mulut. Susah payah dia menelan ludahnya sendiri.“Eh, namanya kan Pak Galih. Kenapa kamu panggilnya Gio?” tanya Dewi balik, sengaja mengalihkan pembicaraan, karena memang nggak mau menjawab pertanyaa