Benalu 2 part 41POV Angga.Hari ini aku kembali bekerja. Mungkin besok harus libur lagi. Karena harus ada tasyakuran untuk pemberian nama Yusuf. Wajah imut Yusuf selalu menghantui pikiranku. Baru berapa jam di tinggal kerja rasanya kepikiran, rasanya kangen. Walau bukan anak sendiri tapi sudah menyatu di hati. Mungkin ini juga yang di rasakan sama Pak Handoko.“Ga, kok, senyum-senyum sendiri?” tanya Pak Handoko saat mau turun dari mobil. Karena Pak Handoko hari ini ingin duduk di depan. Jadi dia bisa melihat ekspresiku.“Eh, anu, ini kepikiran anak,” jawabku malu dan gelagapan.“Owh, kirain kepikiran Mamanya,” ledek Pak Handoko. Reflek saja aku ngakak. Dia turun dari mobil dan aku mengikuti.“Iya dua-duanya, Pak,” sahutku. Pak Handoko juga ikut ngakak.“Yaudah, Bapak masuk ke dalam dulu, ya? nanti kalau bapak sudah selesai meeting, bapak telpon,” ucapnya.“Baik, Pak,” jawabku seraya menunduk tanda hormat.Kemudian Pak Handoko berlalu meninggalkanku. Aku segera masuk lagi ke dalam mob
part 42POV DEWI“Mas.”“Hemm.”“Akhirnya Rizka hamil, aku seneng dan lega,” ucapku saat kami sudah berada di atas ranjang. Mau tidur tapi ngobrok-ngobrol dulu. Sudah menjadi kebiasaan.“Sama, Mas juga seneng, seneng banget malah,” jawabnya seraya mengubah posisi miring menghadapku. Huh, rasanya deg-degan kalau dia posisi kayak gitu. “Tahu nggak leganya kenapa?” tanyaku lagi, ikutan mengubah posisi. Jadi miring juga ke arah dia.“Apa?” tanyanya balik.“Hayo tebak apa? sepemikiran nggak kita?” sahut dan tanyaku lagi. Dia mengerucutkan bibirnya, kemudian keningnya mengerut. Seakan lagi mikir-mikir.“Karena Mila nggak jadi pulang?” jawabnya seakan bertanya memastikan. Aku mengulumkan bibir. Kemudian tersenyum.“Iya, kalau Rizka hamil mudakan harus ekstra hati-hati. Jadi Mila bisa lama ikut kita,” sahutku. Nggak tahu kenapa aku seneng banget dengar kabar Rizka hamil. Lebih senangnya lagi Mila akan lama tinggal bersamaku.“Iya, Mas juga senang Mila bersama kita,” sahut Mas Romi.“Aku ingi
Benalu 2 part 43POV Dewi“Kenapa dengan Mita?” tanya Mas Romi, penasaran. “Nggak tahu, Mas kita di suruh ke sana? gimana ya?” tanyaku. Aku sendiri juga penasaran dengan Mita. Ada apa sebenarnya.“Yaudah kita ke sana. keluarga lebih penting,” jawab Mas Romi mantab.“Terus kerjaan, Mas?” tanyaku.“Cuti dulu nggak apa-apa. Nanti Mas ijin cuti, ya, pokoknya keluarga nomor satu,” jawab Mas Romi seakan membuat hati ini tenang. Aku merasa wanita paling beruntung di dunia ini. bisa menjadi istri dari laki-laki sebaik dia. Aku menoleh ke arah Mila. Mas Romi juga mengikuti. Aku melihat Mila hanya melongo saja mendengarkan obrolan kami.“Mila, Mama Dewi sama Papa Romi mau ke rumahnya Kakek Heru. Mila mau ikut apa nggak?” tanyaku. Mila terdiam, aku tahu pasti dia bingung. Tadikan dia ingin sekali menemani Papa Rama. Tapi, kok, aku nggak tega juga ninggalin dia lama-lama sama Rizka. Apalagi Rizka lagi hamil. Hormonnya naik turun. Aku takut dia nyubitin Mila lagi.“Iya, Mila mau ikut nggak?” tany
Benalu 2, part 44POV MartinaAstaga! Aku mendengar suara Berlin mendatangi Mas Angga. Aku harus bagaimana? Berlin nekad juga ternyata. Apakah hari ini akan ketahuan semuanya? Nggak ini nggak boleh terjadi. Tapi aku bisa apa? luka sesar ini saja belum sembuh. Nggak mungkin aku nekad akan menemui mereka. Tapi, semuanya akan terbongkarkah?Mas Angga juga langsung mematikan sambungan telpon. Padahal aku ingin bilang jangan percaya gitu saja omongan dia. Aish, entahlah aku makin bingung sendiri. Aku harus bagaimana? Aku scroll hape ini berkali-kali. Mencoba mencari-cari nama di dalam kontak yang siapa tahu ada nama yang bisa membantuku. Sial. Tapi tak aku temukan. Yang ada malah semakin bingung saja. “Tin, ibu mau gendong Yusuf, ya!” ucap Ibu nyelonong masuk ke kamar begitu saja. Astaga kenapa ibu harus datang, sih. Aku makin galau saja. Nggak di bolehin gimana? Di bolehin juga gimana? Akhirnya pasrah. Karena ibu langsung mengambil Yusuf dari boxnya.“Hati-hati, ya, Bu?” ya, hanya itu y
Benalu part 45POV ANGGA“Maaf, Mbak, ada yang bisa saya bantu?” tanyaku lagi kepada perempuan yang lagi menikmati kopi pesanannya.“Nggak ada, Mas, hanya ingin kenalan aja,” jawabnya selow. Mengaduk-aduk kopinya. Sesekali dia menatapku, kemudian tersenyum. Senyum yang tak bisa aku artikan. Apa maksudnya?“Mbak kok tahu nama saya?” tanyaku. Dia malah tersenyum, kemudian menyeruput kopinya lagi. Alisnya naik turun seakan mempermaikan perasaan lawan bicara.“Nggak pentinglah saya tahu dari mana?” jawabnya dengan nada santai banget. Nggak mikir dia kalau aku penasaran. Aku tajamkan pandangan. Mengingat-ingat, apakah dia teman masalalu? Ah, tapi kayaknya aku belum pernah melihat dia. Sangat asing sekali.Cantik juga cewek ini. Kulitnya putih, wajahnya juga mulus sampai tak ada satu jerawat yang menempel di pipinya. Hidungnya juga mancung, matanya juga indah. Rambutnya ikal, tapi membuatnya semakin terlihat berkelas. Siapa dia? Kok bisa kenal namaku?“Ok, kalau gitu, nama Mbak tadi siapa?
Benalu part 46POV DEWI“Kamu kenapa, Sayang?” tanya Mas Romi seraya fokus mengemudi. Iya, kami sudah OTW ke rumah Om Heru. Menempuh perjalanan enam jam sangatlah lama dan melelahkan tentunya.“Kenapa apanya?” tanyaku yang nggak fokus. Entahlah, aku memikirkan Mila. Ekspresi dia saat kami pamit tadi, sangat membuatku terganggu. “Kok, diem aja?” tanyanya lagi. Aku memandangnya, dia juga sedetik membalas pandanganku.“Kenapa, kok, mukanya kusust gitu?” tanya Mas Romi lagi. harusnya aku memikirkan Mita yang lagi kena masalah. Walaupun aku nggak tahu masalahnya apa.“Lagi mikirin Mila,” jawabku, kemudian menyandarkan kepala di sandaran bangku mobil. Aku duduk di depan, karena kalau duduk belakang nanti di kiri majikan dan sopir. Kasihan Mas Romi. Akhirnya Bi Ijah yang duduk di belakang.“Jangan terlalu di pikirkan, ya, kasihan dedek bayinya, pasti juga ikutan mikir,” sahutnya dengan pandangan fokus ke depan. Aku terdiam, seraya ikut memandangi jalanan yang lumayan ramai. Jalan menuju ke
Benalu part 47POV DEWIReflek kedua tangan ini menutup mulutku, saat mata ini melihat sosok Mita sedang bersandar di tembok sudut kamarnya. Astaga! keadaanya sangat memprihatinkan. Rambutnya acak-acakkan, seperti lama tak keramas, bajunya lusuh kayak lama nggak mau ganti dan tatapan matanya kosong dengan mata panda yang menghitam.“Mita kenapa bisa kayak gitu, Om?” tanyaku dengan nada serak. Aku memandang Om Heru dan Tante Tika bergantian. Wajah mereka seakan juga tak bisa menjelaskan. Hanya kesedihan yang terlihat.“Jangan mendekat, Dewi!” sergah, Om Heru, saat melihat kaki ini hendak melangkah mendekati adikku. Seketika langkah ini terhenti.“Kenapa, Om?” tanyaku lirih seraya menatapnya. Om Heru terlihat menarik nafasnya kuat-kuat dan menghembuskannya perlahan. Mangatur desah nafasnya yang memburu.“Dia seakan tak mengenali sekelilingnya, dia bisa marah-marah dan memukul siapapun yang mendekati dia, Om nggak mau kamu kenapa-kenapa, apalagi kamu lagi mengandung,” jelas Om Heru.“Ast
Benalu 2, part 48POV ANGGA“Anak Papa udah bangun,” aku lagi menimang-nimang Yusuf yang baru saja terbangun dari tidurnya. Gemes sekali rasanya. “Mas,” sapa Martina.“Hemmmm,” jawabku nggak fokus ke dia. Aku masih fokus ke Yusuf. Menciuminya berkali-kali. Bau bayi itu enak banget. Nggak ada puasnya pokoknya. “Mas, tadi kayaknya ada cewek nemuin kamu, siapa?” tanya Martina. Aku meliriknya, owh, ya, baru teringat, mungkin yang di maksudnya Berlin. Karena tadikan waktu Berlin datang pas telponan sama Martina.“Namanya Berlian Syafirda, katanya biasa di panggil Berlin,” sahutku santai, masih fokus dengan memandangi wjaah Yusuf. Kayaknya benarlah yang di bilang orang-orang, kalau Yusuf itu mirip denganku. Mungkin karena waktu masih dalam perut aku sering bertengkar dengan emaknya.“Dia ada perlu apa? teman kerja?” tanya Martina seakan mengintrogasi.“Dia nawarin pekerjaan,” balasku santai. Masih menimang-nimang Yusuf.“Nawarin pekerjaan?” tanyanya mengulang kata itu. Nada bicaranya anta