Ryan menatap tidak percaya layar ponselnya. Bagaimana bisa Tania dan Jordan terlihat begitu mesra di foto yang dikirimkan oleh orang suruhannya. Ditekannya tombol hijau pada layar ponsel dan langsung diangkat orang suruhannya.‘Kirimkan alamat rumah itu saya akan segera ke sana!’ ucap Ryan melalui sambungan telepon.‘Baik, Tuan!’ sahut orang suruhan Ryan.Sambungan telepon Ryan tutup, ia kemudian menghubungi sekretarisnya untuk membatalkan semua janjinya selama beberapa hari, ia akan pergi keluar kota.Selesai menghubungi sekretarisnya Ryan memasukan ponsel ke dalam saku jas. Ia memejamkan mata menikmati perjalanan menuju bandara yang lumayan panjang.Mata Ryan baru saja terpejam ketika ponselnya bergetar terrnyata ia mendapatkan panggilan dari Robby.‘Halo, Bos! Kenapa kamu pergi mendadak apakah ada bisins kita yang mengalami masalah?’ Tanya Robby di ujung sambungan.‘Tidak ada! Hanya urusan pribadi yang mendesak dan perlu segera kuselesaikan,’ sahut Ryan dingin.Ditutupnya sambungan
Tubuh Tania menjadi terasa bergetar, matanya nanar dengan air mata yang siap tumpah. Dengan suara tersendat ia berkata, “Sepertinya bukanlah hal yang mengejutkan. Selamat atas pertunangan kalian berdua.”Setelah mengatakan hal itu Tania berjalan memasuki rumah dengan gerak tubuh yang kaku. Ia juga tidak menghiraukan panggilan dari wanita yang ia angkat menjadi asistennya. Dengan terus berjalan menaiki tangga menuju kamarnya.sesampai di kamar ia membaringkan badan di atas ranjang dan menumpahkan air mata. Suara isak tangisnya teredam oleh bantal.Sementara itu, Ryan terpaku di tempatnya berdiri ada sedikit penyesalan karena sudah membuat Tania bersedih. Namun, ia meyakinkan dirinya kalau kesedihan Tania hanyalah pura-pura saja.“Kau tahu, Ryan? Sebrengseknya diriku tidak pernah membuat wanita menangis dengan sengaja. Kamu jauh lebih buruk lagi. Ceraikan Tania dan kamu bisa bebas menikahi kekasihmu itu.” Jordan melihat Ryan dengan tatapan sinis.Ryan balas menatap Jordan dingin suarany
Jordan terdiam mendengar permintaan Tania, tetapi itu hanya untuk sesaat saja. Senyum lebar terbit di wajah tampannya. “Tentu saja dengan senang hati diriku bersedia menemanimu! Kita kejutkan mereka semua.”Tania pun ikut tersenyum, ia tidak akan bersedih lagi karena Ryan dan Ades. Sekarang saatnya ia menunjukan kepada mereka semua yang sudah meremehkan dirinya.Tania dan Jordan mulai membicarakan tentang bisnis bunga yang akan dikembangkan oleh Tania. Dengan senang hati Jordan bersedia mengeluarkan dana sebagai suntikan modal untuk wanita itu.“Terima kasih, sudah mau membantuku. Walaupun aku tahu kamu melakukannya tidaklah tulus,” sindir Tania.Suara tawa pecah dari bibir Jordan, ia tidak marah karena apa yang dikatakan oleh Tania memang benar adanya.“Menurutmu apa istilahnya? Dosa yang membuatku mendapatkan pahala?” Jordan mengangkat satu alis menggoda Tania.Tania tersenyum melihatnya, ia sudah bisa melupakan sejenak tentang Ryan. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi di saat dirin
Ryan menatap layar ponselnya dengan mulut terbuka lebar tidak percaya membaca pesan yang disampaikan oleh orang suruhannya. Namun, ia dengan cepat menyadari lalu menutup mulut. Dikirimkannya pesan balasan. ‘Terus awasi mereka berdua!’Kedua tangan Ryan terkepala ia kemudian mengambil kertas yang ada di atas meja kerjanya. Diremasnya kertas itu lalu ia lempar ke arah pintu yang bertepatan dengan seseorang.Robby tidak dapat menghindari lemparan kertas Ryan yang mengenai wajahnya. Ia memungut kertas itu kemudian membawanya lalu ia letakan di atas meja kerja Ryan.“Apa yang membuatmu begitu marah, Bos?” Tanya Robby sambil duduk di depan meja kerja Ryan.Ryan melototkan mata ke arah asisttennya itu. Dengan suara menggeram karena marah ia berkata, “Tania hamil dan itu adalah anak dari pria bajingan pemilik kelab malam!”Robby dapat mendengar nada cemburu di suara Ryan. Sahabatnya itu tidak akan mudah mendengarkan apa yang ia katakan sebagai pihak netral.“Hmm, rasanya sulit untuk percaya k
Ibu Ryan tertegun mendengar hal itu matanya menyelidik mencari kebenaran dari kata-kata yang baru saja dilontarkan putranya. “Tergantung kepadamu apakah kamu bersedia menerima anak yang bukan anakmu sendiri. Namun, Ibu berharap kamu menerimanya karena Ades pilihan yang terbaik.”Ryan menatap ibunya tidak percaya karena ia masih saja menganggap Ades sebagai calon menantu pilihan. Ia tidak habis pikir dengan ibunya yang begitu menyayangi Ades, bahkan ia tidak peduli sekalipun wanita itu melakukan kesalahan fatal.“Apakah Ibu akan menerima Tania karena pada saat ini ia sedang hamil?” Tanya Ryan sambil berjalan menuju lemari kaca di mana tersimpan beberapa botol minuman.Ibu Ryan terdiam, ia terlihat menahan napas terkejut mengetahui kabar Tania yang juga sedang hamil. Hati kecilnya berperang kalau Tania menantu yang ia benci sedang mengandung pewaris dari putranya. Sementara itu, Ades wanita yang begitu diharapkannya sebagai menantu justru hamil dari pria yang lain.Ibu Ryan menatap putr
Sebelum Tania sempat menghindar ia merasakan sesuatu yang terasa dingin menusuk pinggangnya. Membuat ia merintih kesakitan. “Mengapa kau tega melakukan ini kepadaku?”Tania sempat melihat wajah pria yang telah menusuknya sebelum ia jatuh tak sadarkan diri ke tanah. Ia tidak mendengar orang yang telah menusuknya mengucapkan kata maaf kemudian berlari menjauh.“Tunggu! Jangan pergi kamu!” teriak Jordan.Ia berlari mencoba untuk mengejar orang itu, tetapi dirinya kalah cepat hingga ia kehilangan jejak pria itu di persimpangan jalan.‘Sial! Astaga, aku sampai lupa bagaimana keadaan Tania?’ gumam Jordan.Ia bergegas kembali ke halaman toko untuk melihat bagaimana keadaan Tania. Sesampainya di sana ia tidak melihat keberadaan wanita itu hanya bercak noda darah saja yang tercecer di tanah.Jordan berjalan memasuki toko dengan langkah panjang begitu sudah berada di dalam. Ia memindai ke seluruh ruangan untuk mencari keberadaan Tania.Dilihatnya asisten Tania yang baru saja keluar dari ruang k
Terdengar suara kesiap terkejut di ujung sambungan telepon dan bunyi gemerisik. “Maaf, Tuan! Kami ketika itu terhalang lalu lintas yang macet sehingga ketinggalan mobil yang ditumpangi, Nyonya Tania.”Ryan menggeram marah dengan suara dingin, ia mengatakan kalau pria itu hanya mencari alasan saja. Dirinya memerintahkan pria itu untuk mencari tahu kondisi terkini Tania dan segera melaporkan kepadanya.Ia menutup sambungan telepon setelah memberikan perintah kepada orang suruhannya. Selera makan Ryan sudah hilang mendengar berita tentang apa yang terjadi kepada Tania.Bangkit dari duduk Ryan mengambil jasnya yang tergantung pada hanger. Setelah memakai ia keluar dari ruang kerja dengan satu tempat tujuan yang pasti.“Apa yang kau lakukan?” Tanya Ryan galak ketika ia hampir saja menabrak sekretarisnya.“Ma-maaf Pak, Saya hanya ingin menyerahkan dokumen yang harus Bapak tanda tangani,” sahut sekeretaris Ryan dengan suara gugup.“Letakan saja di atas meja nanti akan saya tanda tangani. Kal
Ryan tertegun mendengar ultimatum dari ibunya. Ia membalikan badan untuk menatap langsung mata wanita yang telah melahirkannya itu. “Ibu! Aku bukanlah anak kecil lagi yang bisa kau atur. Urusan rumah tanggaku tidak ada hubungannya dengan Ibu.”Mata ibu Ryan menyala karena amarah ia memberikan pelototan kepada putranya itu. “Kamu berani sekali dengan Ibu! Tania memang wanita pembuat onar saja.”Ryan memejamkan mata rahangnya mengetat, ia tidak menanggapi apa yang dikatakan ibunya karena ia menganggap tidak ada guna.Ia kembali berjalan menuju mobilnya kemudian duduk dengan nyaman di jok belakang. “Ke bandara!” perintah Ryan kepada sopirnya.Mobil pun melaju menuju bandara dengan kecepatan tinggi. Ryan sesekali memeriksa ponsel kemudian menghubungi orang suruhannya. Ia menahan diri untuk tidak memerintahkan kepada sopirnya menambah kecepatan.Sesampainya di bandara Ryan harus menunggu dahulu selama beberapa menit. Sebelum pada akhirya ia terbang juga. Beberalpa menit berselang pesawat y