Ibu Ryan tertegun mendengar hal itu matanya menyelidik mencari kebenaran dari kata-kata yang baru saja dilontarkan putranya. “Tergantung kepadamu apakah kamu bersedia menerima anak yang bukan anakmu sendiri. Namun, Ibu berharap kamu menerimanya karena Ades pilihan yang terbaik.”Ryan menatap ibunya tidak percaya karena ia masih saja menganggap Ades sebagai calon menantu pilihan. Ia tidak habis pikir dengan ibunya yang begitu menyayangi Ades, bahkan ia tidak peduli sekalipun wanita itu melakukan kesalahan fatal.“Apakah Ibu akan menerima Tania karena pada saat ini ia sedang hamil?” Tanya Ryan sambil berjalan menuju lemari kaca di mana tersimpan beberapa botol minuman.Ibu Ryan terdiam, ia terlihat menahan napas terkejut mengetahui kabar Tania yang juga sedang hamil. Hati kecilnya berperang kalau Tania menantu yang ia benci sedang mengandung pewaris dari putranya. Sementara itu, Ades wanita yang begitu diharapkannya sebagai menantu justru hamil dari pria yang lain.Ibu Ryan menatap putr
Sebelum Tania sempat menghindar ia merasakan sesuatu yang terasa dingin menusuk pinggangnya. Membuat ia merintih kesakitan. “Mengapa kau tega melakukan ini kepadaku?”Tania sempat melihat wajah pria yang telah menusuknya sebelum ia jatuh tak sadarkan diri ke tanah. Ia tidak mendengar orang yang telah menusuknya mengucapkan kata maaf kemudian berlari menjauh.“Tunggu! Jangan pergi kamu!” teriak Jordan.Ia berlari mencoba untuk mengejar orang itu, tetapi dirinya kalah cepat hingga ia kehilangan jejak pria itu di persimpangan jalan.‘Sial! Astaga, aku sampai lupa bagaimana keadaan Tania?’ gumam Jordan.Ia bergegas kembali ke halaman toko untuk melihat bagaimana keadaan Tania. Sesampainya di sana ia tidak melihat keberadaan wanita itu hanya bercak noda darah saja yang tercecer di tanah.Jordan berjalan memasuki toko dengan langkah panjang begitu sudah berada di dalam. Ia memindai ke seluruh ruangan untuk mencari keberadaan Tania.Dilihatnya asisten Tania yang baru saja keluar dari ruang k
Terdengar suara kesiap terkejut di ujung sambungan telepon dan bunyi gemerisik. “Maaf, Tuan! Kami ketika itu terhalang lalu lintas yang macet sehingga ketinggalan mobil yang ditumpangi, Nyonya Tania.”Ryan menggeram marah dengan suara dingin, ia mengatakan kalau pria itu hanya mencari alasan saja. Dirinya memerintahkan pria itu untuk mencari tahu kondisi terkini Tania dan segera melaporkan kepadanya.Ia menutup sambungan telepon setelah memberikan perintah kepada orang suruhannya. Selera makan Ryan sudah hilang mendengar berita tentang apa yang terjadi kepada Tania.Bangkit dari duduk Ryan mengambil jasnya yang tergantung pada hanger. Setelah memakai ia keluar dari ruang kerja dengan satu tempat tujuan yang pasti.“Apa yang kau lakukan?” Tanya Ryan galak ketika ia hampir saja menabrak sekretarisnya.“Ma-maaf Pak, Saya hanya ingin menyerahkan dokumen yang harus Bapak tanda tangani,” sahut sekeretaris Ryan dengan suara gugup.“Letakan saja di atas meja nanti akan saya tanda tangani. Kal
Ryan tertegun mendengar ultimatum dari ibunya. Ia membalikan badan untuk menatap langsung mata wanita yang telah melahirkannya itu. “Ibu! Aku bukanlah anak kecil lagi yang bisa kau atur. Urusan rumah tanggaku tidak ada hubungannya dengan Ibu.”Mata ibu Ryan menyala karena amarah ia memberikan pelototan kepada putranya itu. “Kamu berani sekali dengan Ibu! Tania memang wanita pembuat onar saja.”Ryan memejamkan mata rahangnya mengetat, ia tidak menanggapi apa yang dikatakan ibunya karena ia menganggap tidak ada guna.Ia kembali berjalan menuju mobilnya kemudian duduk dengan nyaman di jok belakang. “Ke bandara!” perintah Ryan kepada sopirnya.Mobil pun melaju menuju bandara dengan kecepatan tinggi. Ryan sesekali memeriksa ponsel kemudian menghubungi orang suruhannya. Ia menahan diri untuk tidak memerintahkan kepada sopirnya menambah kecepatan.Sesampainya di bandara Ryan harus menunggu dahulu selama beberapa menit. Sebelum pada akhirya ia terbang juga. Beberalpa menit berselang pesawat y
Jordan balas mendorong Ryan, ia tidak terima kalau dirinya yang disalahkan oleh pria itu. “Justru kau yang sudah membuat istrimu menderita! Ia akan bahagia bersama denganku tidak denganmu.” Jordan melayangkan senyum mengejek kepada Ryan.Ryan mendengus dengan nyaring, ia mengayunkan kepalan tangannya ke badan Jordan. Yang dengan gesit ditangkis oleh Jordan. Saling balas pukulan pun tidak terelakan lagi di antara keduanya. Membuat asisten Tania berteriak meminta kepada mereka berdua untuk berhenti berkelahi.Ryan mengusap sudut bibirnya yang terluka bekas tamparan Jordan. Senyum sinis menghias wajah Ryan. “Ternyata hanya begitu saja kemampuanmu! Bagaimana kau akan melindungi Tania kalau dirimu sendiri begitu lemah?”Jordan melayangkan tatapan membunuh ke arah Ryan. Kedua tangannya terkepal dengan erat siap untuk dilayangkan kembali ke wajah sombong Ryan.“Kau pikir dirimu bisa melindungi Tania? Buktinya kamu sendiri justru mendorong istrimu pergi mencari tempat yang lebih aman bagi hat
Pada awalnya Ryan terkejut mendengar suara itu, tetapi dengan cepat ia dapat menguasai dirinya kembali. “Saya suami dari pasien dan saya tidak akan mencelakainya.”Ryan membalikan badan sambil mengangkat kedua tangan. Dilihatnya dua orang petugas polisi mengacungkan pistol ke arahnya.Dua orang kepercayaan Ryan juga terkejut dan mereka ikut mengangkat tangan. Ketiganya membiarkan saja ketika petugas polisi itu mendekat lalu memeriksa ketiganya.Setelah tidak menemukan tidak adanya benda tajam atau berbahaya. Petugas polisi itu pun menberikan perintah kepada ketiganya, “Tolong perlihatkan kartu identitas kalian!”Ryan dengan perlahan menurunkan tangan untuk mengambil dompet dari dalam saku celananya. Diambilnya kartu tanda penduduk kemudian ia sodorkan ke tangan petugas keamanan itu.Tania yang mendengar suara ribut membuka mata. Ia menjadi sangat terkejut ketika melihat ada petugas polisi di kamarnya. Dan juga kehadiran Ryan di tempat yang sama.“Ryan! Bagaimana kamu tahu kalau saya b
Ryan mendengus dengan kasar, tetapi ia tidak menghiraukan ucapan Tania. Ia justru mengeluarkan ponsel menghubungi orang suruhannya. ‘Tolong, belikan saya pakaian bersih dan bawakan ke kamar rawat istriku.’Tania membuka mulut tidak percaya mendengar apa yang dikatakan oleh Ryan melalui ponsel kepada orang suruhannya. Ia tidak habis pikir dengan ulah pria itu yang tidak menghiraukan apa yang ia minta.Dipejamkannya mata berdebat dengan Ryan hanya menguras energinya saja. Dan tidur merupakan pilihan yang lebih baik dalam menghadapi pria keras kepala itu pada saat ini.Ryan melirik Tania yang kembali berbaring, ia tersenyum kecil. Dirinya memang sengaja tidak membalas ucapan istrinya itu. Dikarenakan dalam keadaan emosi bisa saja ia menuruti permintaan Tania yang nantinya akan ia sesali.Ia pun membaringkan badan di sofa kamar rawat Tania. Ia sudah lelah seharian berada di jalan hingga begitu menyentuh sofa yang empuk dirinya langsung saja tertidur.Bunyi ketukan di pintu kamar rawat Tan
Tania menggigit bibir mencegah ia merintih sakit. Luka tusuk di pinggangnya kembali terbuka karena Ryan yang tadi tidak sengaja memeluknya. “Kenapa kau memeluk pinggangku? Bukankah kau mengetahui saya mendapat luka tusuk di situ?”Ryan berhenti berjalan menuju pintu ruang rawat Tania. Ia membalikan badan melihat ke arah wanita itu dengan tatapan bertanya. Pandangannya kemudian beralih melihat pinggang Tania di mana pakaian rumah sakit yang dipakainya mengeluarkan bercak merah noda darah.“Kenapa kau berpikir seperti itu? Saya hanya mengetahui kalau kau menderita luka tusuk tetapi saya sama sekali tidak mengetahui itu di pinggangmu,” sahut Ryan.“Benarkah begitu? Mengapa saya tidak yakin dengan apa yang kau katakan?” Tanya Tania.Ryan tidak menyahut kecurigaan Tania, ia membuka pintu kemudian berjalan keluar memanggil dokter jaga untuk memeriksa kondisi Tania.Selang beberapa menit kemudian Ryan kembali bersama dengan dokter dan satu orang perawat. Sementara petugas medis memeriksa kon