Ryan melirik Tania yang terlihat tenang tidak tampak gurat khawatir di wajhnya akan ancaman yang dilontarkan Susi kepadanya. Ia meraih jemari Istrinya itu untuk ia tautkan dengan jemarinya. “Benar apa yang dikatakan oleh Istri saya. Kami menunggumu untuk bercerita.”Susi menjadi gugup sendiri tenggorokannya mendadak terasa kering ia membersihkan tenggorokannya. Dan ia membasahi bibir dengan lidahnya mendadak ia merasa tidak yakin dengan apa yang akan dikatakannya.“Saya mengetahui, kalau Nyonya Tania melakukan janji temu dengan seorang pria muda di hotel. Mereka berdua bersekongkol untuk mendapatkan harta Anda, Tuan.” lapor Susi.Tania memberikan tatapan mengejek ke arah Susi. Dengan dingin, ia berkata, “Hanya itu saja? Apakah kamu mempunyai bukti dari yang kamu katakan barusan? Apakah ada sesuatu yang lebih dahsyat lagi?”Ryan hanya diam saja mendengarkan penuturan Susi. Ia merasa kecewa, sekaligus lega, karena apa yang dikatakan oleh Susi sudah lama ia ketahui dan hal itu bukanlah s
Tania mentap Ryan dengan raut kecewa, ia diam sejenak sebelum menjawab pertanyaan dari Ryan. “Setelah kita bercerai dan kondisi kesehatan Ayah yang semakin memburuk. Saya dengan terpaksa bekerja di kelab malam itu. Saya dan pemilik kelab malam itu teman sewaktu SMU.”Ryan melirik Tania tajam, ia terlihat tidak suka mengetahui Tania mempunyai hubungan. “Apakah hanya sekedar berteman saja? Mengapa saya merasa, kalau kamu dan dia pernah memiliki hubungan yang lebih?”Tania memasang wajah gusar dengan ketidak percayaan Ryan. Ia mengatakan, kalau masalah dari Ryan sedari dahulu adalah rasa percaya kepadanya. Pria itu selalu saja meragukan kesetiaannya.“Saya rasa hubungan masa lalu saya dengan pria manapun, sebelum kita menikah dan setelah resmi bercerai bukanlah urusanmu.” Tania berjalan menuju tangga ia merasa lelah dan ingin beristirahat.Ryan tidak mencegah Tania, karena ia dapat melihat Istrinya itu memang lelah. Ryan berjalan menaiki tangga, setelah Tania tidak terlihat lagi. Ia akan
Tania memejamkan mata, ia menguatkan dirinya untuk menjawab pertanyaan Ryan yang menyudutkan dirinya. Ia menepis dengan kasar tangan Ryan dari dagu. “Apakah kamu akan mengangkat telepon dari saya, kalau saya menghubungimu?”Nadi di leher Tania bergerak naik turun dengan cepat, begitu pula debaran jantungnya. “Saya ragu kamu akan melakukannya, karena kamu sendiri pergi begitu saja dan meminta kepada pria lain untuk menjadi pendamping saya ke pesta.”Didorongnya Ryan dengan sekuat tenaga, sehingga suaminya itu bergeser beberapa inchi darinya. Dengan suara bergetar untuk meluapkan perasaannya Tania mengatakan, bahwa Ryan tidak adil. Ia selalu saja menyalahkan dirinya, tidak mau mengakui, bahwa dirinya juga bersalah.Keduanya saling bertatapan dengan mata yang menyorot tajam. Wajah Tania dan Ryan terlihat sama dinginnya, karena dikuasai amarah.“Kamu hanya ingin mencari pembenaran untuk apa yang kamu lakukan, bukan? Apa maksudmu dengan meminta Robby mendekati saya? Apa kamu mau ia menjadi
Mala menundukkan kepala, ia merasa malu dan tidak nyaman kepada Tania. “Maaf, Nyonya! Saya sudah terikat janji dengan tuan Ryan, untuk selalu mengabarkan keadaan Anda. Tolong, biarkan saya menjalankan tugas saya, saya juga akan menjadi pelayan, sekaligus teman Anda di rumah ini.”Tania menatap ke arah luar dengan pandangan yang kosong. Ia tidak mengerti dengan sikap Ryan. Mengapa ia meminta kepada orang lain untuk menggantikan tugasnya, padahal ia sendiri bisa melakukannya.‘Mengapa ia masih peduli kepada saya, sekaligus membenci untuk berada dekat dengan saya? Apa karena ia sadar, kalau kami bersama yang ada kami hanya akan selalu bertengkar saja?’ batin Tania.‘Saya akan membawa makanan ke gazebo yang ada di taman depan, agar Nyonya bisa makan, sambil menikmati pemandangan taman bunga yang indah,’ ucap Mala, setelah selama beberapa saat hening.Ia menolehkan kepala, ketika didengarnya suara langkah kaki Mala yang berjalan menjauh. Ia ingin membenci Mala, karena begitu setia kepada R
Ryan melototkan mata kepada Robby, ia melayangkan tamparan ke pipi sahabatnya itu. “Berani kamu melakukannya, persahabatan kita berakhir!”Robby mengusap pipipnya bekas ditampar Ryan. Ia memasang wajah kesal kepada pria yang masih berstatus sebagai sahabat, sekaligus bosnya itu. Dengan nada suara tegas Robby mengingatkan kepada Ryan untuk tidak menaruh curiga kepadanya.Yang hanya membuat ia merasa jengkel, karena tidak dipercaya. Dirinya tidak mungkin memakan sahabat sendiri, karena ia merasakan bagaimana berartinya persahabatan mereka selama ini.Ryan menjauhkan badan dari Robby dikibaskannya jas yang ia pakai seolah terkena kotoran. Melihat ulah Ryan, Robby tidak merasa tersinggung. Ia justru tertawa kecil.“Apakah kau tidak akan meminta maaf, kepada saya? Karena sudah menuduh hal yang tidak benar.” Robby melayangkan tatapan tajam kepada Ryan dengan tangan dilipat di depan dada.Ryan mendengus mendengarnya, ia menutup mulut tidak mengucapkan sepatah kata pun. Ia tidak akan meminta
Tania menjadi semakin gugup saja, bukan karena siapa yang datang menjemputnya. Ia sudah tahu pastilah Robby hanya saja ia memikirkan kemungkinan akan bertemu kembali dengan Ryan, setelah mereka berpisah.“Iya, saya akan segera keluar.” Tania menarik napas dalam-dalam, lalu menghembuskannya dengan keras.Ia berjalan keluar kamar dengan rasa gugup yang tidak dapat disembunyikannya, seperti pada saat ia dan Ryan melakukan janji kencan pertama mereka.Suar siulan terdengar pada saat Tania berada di tengah anak tangga. Pipinya menjadi bersemu merah, karena merasa malu.“Gila, Tania! Kamu begitu memukau memanjakan mata yang melihat. Ryan pasti menyesal sudah meninggalkanmu. Kamu pasti membuat matanya melotot lihat saja nanti, ia pasti akan berusaha untuk mendekaktimu. Saya berani bertaruh untuk hal itu.” Robby mengulurkan tangan ke arah Tania.Dengan wajah merona tersipu malu Tania menyambut uluran tangan Robby. Wajahnya semakin merah saja, ketika Robby mengecup jarinya di bibir.“Ryan yang
“Iya, saya tidak akan menangis karenanya. Terima kasih, sudah menguatkan saya.” Tania mengulas senyum tipis kepada Ryan.Pada akhirnya, ia berhasil juga membuka suara, setelah pandangannya ia aihkan dari melihat Ryan. Ia menggenggam jemari Robby dengan erat sebagai penopang, agar ia tidak limbung.“Tolong! Bawa saya menjauh dari pandangan Ryan.” Bisik Tania.Robby menundukkan kepala dan berbisik tepat di telinga Tania. Ia akan memberikan pelajaran kepada Ryan dan membuat sahabatnya itu termakan ulahnya sendiri.Ia sengaja mendekatkan bibir di telinga Tania, yang kalau dilihat dari posisi Ryan akan terlihat, seperti ia sedang mencium wanita itu.Dibawanya Tania untuk duduk di depan meja yang disusun dalam bentuk melingkar. Robby berkata dengan pelan. “Kamu harus tenang Ryan berjalan ke arah meja kita bersama dengan teman wanitanya.”Tubuh Tania menjadi kaku, tangannya bergetar. Ia tidak habis pikir mengapa juga Ryan mendatanginya? Apa suaminya itu hendak memamerkan wanita yang menjadi
Tania terperangah mendengar apa yang dikatakan oleh Robby. “Apa maksudmu dengan berkata, seperti itu? Saya tidak mau merusak persahabatanmu dengan Ryan.”Robby mengusap pelan punggung tangan Tania. Dengan lembut ia meminta kepada Tania untuk percaya kepadanya. Persahabatan antara dirinya dan Ryan tidak akan rusak. Justru sahabatnya itu malah akan bersyukur sudah disadarkan, kalau Tania berharga bagi Ryan.Tania yang tidak tahu apa yang direncanakan oleh pria itu menerima saja, karena ia sudah tidak banyak berharap lagi terhadap hubungannya dengan Ryan.“Saya akan mengambilkanmu makanan. Kamu tetap duduk saja di sini.” Robby bangkit dari duduknya berjalan menuju buffet yang menyajikan aneka makanan.Diambilkannya nasi dengan lauk daging untuk mereka berdua juga salad buah. Ketika sedang meletakkan nasi di piring, ia didekati oleh Ryan yang tiba-tiba saja sudah berdiri di sampingnya.“Apa yang kamu bisikkan kepada Tania tadi? Jangan mencoba untuk mencari kesempatan, karena kamu tentu me