Ryan melototkan mata kepada Robby, ia melayangkan tamparan ke pipi sahabatnya itu. “Berani kamu melakukannya, persahabatan kita berakhir!”Robby mengusap pipipnya bekas ditampar Ryan. Ia memasang wajah kesal kepada pria yang masih berstatus sebagai sahabat, sekaligus bosnya itu. Dengan nada suara tegas Robby mengingatkan kepada Ryan untuk tidak menaruh curiga kepadanya.Yang hanya membuat ia merasa jengkel, karena tidak dipercaya. Dirinya tidak mungkin memakan sahabat sendiri, karena ia merasakan bagaimana berartinya persahabatan mereka selama ini.Ryan menjauhkan badan dari Robby dikibaskannya jas yang ia pakai seolah terkena kotoran. Melihat ulah Ryan, Robby tidak merasa tersinggung. Ia justru tertawa kecil.“Apakah kau tidak akan meminta maaf, kepada saya? Karena sudah menuduh hal yang tidak benar.” Robby melayangkan tatapan tajam kepada Ryan dengan tangan dilipat di depan dada.Ryan mendengus mendengarnya, ia menutup mulut tidak mengucapkan sepatah kata pun. Ia tidak akan meminta
Tania menjadi semakin gugup saja, bukan karena siapa yang datang menjemputnya. Ia sudah tahu pastilah Robby hanya saja ia memikirkan kemungkinan akan bertemu kembali dengan Ryan, setelah mereka berpisah.“Iya, saya akan segera keluar.” Tania menarik napas dalam-dalam, lalu menghembuskannya dengan keras.Ia berjalan keluar kamar dengan rasa gugup yang tidak dapat disembunyikannya, seperti pada saat ia dan Ryan melakukan janji kencan pertama mereka.Suar siulan terdengar pada saat Tania berada di tengah anak tangga. Pipinya menjadi bersemu merah, karena merasa malu.“Gila, Tania! Kamu begitu memukau memanjakan mata yang melihat. Ryan pasti menyesal sudah meninggalkanmu. Kamu pasti membuat matanya melotot lihat saja nanti, ia pasti akan berusaha untuk mendekaktimu. Saya berani bertaruh untuk hal itu.” Robby mengulurkan tangan ke arah Tania.Dengan wajah merona tersipu malu Tania menyambut uluran tangan Robby. Wajahnya semakin merah saja, ketika Robby mengecup jarinya di bibir.“Ryan yang
“Iya, saya tidak akan menangis karenanya. Terima kasih, sudah menguatkan saya.” Tania mengulas senyum tipis kepada Ryan.Pada akhirnya, ia berhasil juga membuka suara, setelah pandangannya ia aihkan dari melihat Ryan. Ia menggenggam jemari Robby dengan erat sebagai penopang, agar ia tidak limbung.“Tolong! Bawa saya menjauh dari pandangan Ryan.” Bisik Tania.Robby menundukkan kepala dan berbisik tepat di telinga Tania. Ia akan memberikan pelajaran kepada Ryan dan membuat sahabatnya itu termakan ulahnya sendiri.Ia sengaja mendekatkan bibir di telinga Tania, yang kalau dilihat dari posisi Ryan akan terlihat, seperti ia sedang mencium wanita itu.Dibawanya Tania untuk duduk di depan meja yang disusun dalam bentuk melingkar. Robby berkata dengan pelan. “Kamu harus tenang Ryan berjalan ke arah meja kita bersama dengan teman wanitanya.”Tubuh Tania menjadi kaku, tangannya bergetar. Ia tidak habis pikir mengapa juga Ryan mendatanginya? Apa suaminya itu hendak memamerkan wanita yang menjadi
Tania terperangah mendengar apa yang dikatakan oleh Robby. “Apa maksudmu dengan berkata, seperti itu? Saya tidak mau merusak persahabatanmu dengan Ryan.”Robby mengusap pelan punggung tangan Tania. Dengan lembut ia meminta kepada Tania untuk percaya kepadanya. Persahabatan antara dirinya dan Ryan tidak akan rusak. Justru sahabatnya itu malah akan bersyukur sudah disadarkan, kalau Tania berharga bagi Ryan.Tania yang tidak tahu apa yang direncanakan oleh pria itu menerima saja, karena ia sudah tidak banyak berharap lagi terhadap hubungannya dengan Ryan.“Saya akan mengambilkanmu makanan. Kamu tetap duduk saja di sini.” Robby bangkit dari duduknya berjalan menuju buffet yang menyajikan aneka makanan.Diambilkannya nasi dengan lauk daging untuk mereka berdua juga salad buah. Ketika sedang meletakkan nasi di piring, ia didekati oleh Ryan yang tiba-tiba saja sudah berdiri di sampingnya.“Apa yang kamu bisikkan kepada Tania tadi? Jangan mencoba untuk mencari kesempatan, karena kamu tentu me
Mata Tania menyala, karena emosi ia tidak dapat lagi menahan dirinya. Tangan Tania terangkat hendak melayangkan tamparan ke wajah Ades. “Kamu wanita cantik berhati busuk!”Sebuah tangan besar dan kokoh menahan tangan Tania, sehingga tidak berhasil menyentuh wajah Ades.“Apa yang coba kamu lakukan dengan bersikap kasar, seperti itu? Di sini bukan tempatnya orang-orang bar-bar yang tidak memiliki etika,” ucap Ryan dengan gigi yang digemeretakkan.Tania mendongak memandang Ryan dengan tatapan yang menyala, karena amarah bercampur sakit hati. Sungguh tega sekali, suaminya lebih membela wanita yang lain dibandingkan dirinya yang masih berstatus Istri sah Ryan.Mata Tania mengembun dengan bulir-bulir air mata yang siap tumpah. Badannya bergetar, karena emosi, sementara dadanya merasakan pedih yang teramat sangat.“Saya mengerti, Tuan! Maaf, sudah hampir membuat celaka kekasih Anda, Tuan!” sahut Tania dengan suara yang tercekat.Ryan terkejut mendengar nada suara Tania yang terdengar kalah.
Ryan tertawa dengan nyaring mendengar apa yang dikatakan oleh Robby. “Kau pikir kamu sangup membayarnya? Tania itu tidak ternilai, ia terlalu berharga untuk saya. Dan saya tidak akan melepaskannya demi apapun juga!”Ryan melayangkan tatapan tajam menusuk ke arah Robby. Wajahnya terlihat serius tidak ada kesan becanda ataupun kompromi dengan apa yang barusan ia katakan.Robby terdiam, ia tidak mengira tanggapan Ryan begitu keras. Namun, ia menganggap apa yang dikatakan oleh sahabatnya itu, bagaikan buih di tengah lautan, karena Tania tidak mendengar dan mengetahuii apa yang harusnya ia dengar.“Sungguh menggelikan! Kamu pikir Tania akan percaya dan mau dengan mudah kembali kepadamu, setelah apa yang barusan kamu lakukan kepadanya? Bermimpilah, Ryan, kalau Tania akan muncul di depan pintu rumahu!” ejek Robby.Robby berjalan meninggalkan Ryan yang terpaku di tempatnya berdiri. Ia memasuki mobil yang terparkir tidak jauh dari tempatnya tadi bertengkar dengan Ryan.Duduk di balik kemudi Ro
Mala menjadi gemetar ketakutan, lebih karena terkejut sebenarnya. Pemukul kasur yang ada di tangannya jatuh mengenai kaki, tetapi ia tidak mempedulikan rasa sakit. “Tu-Tuan, Ryan! Apa maksud Tuan bertanya, seperti itu? Nyonya Tania belum pulang dari pesta bersama dengan tuan Robby.”Ryan menyalakan lampu yang ada di koridor lantai dua, sehingga tempat itu menjadi terang. Diamatinya dengan lekat wajah Mala, untuk mengetahui, apakah wanita itu berbohong kepadanya.“Hmm, apakah Istri saya ada menghubungimu?” Tanya Ryan dingin.Mala menggelengkan kepala. Ia merasa kebingungan dengan apa yang sudah terjadi, sehingga membuatnya memberanikan diri untuk bertanya kepada Ryan.“Maaf, Tuan! Apa yang terjadi dengan, Nyonya Tania? Apakah Nnyonya dalam bahaya?” Tanya Mala dengan suara bergetar menahan rasa haru memikirkan istrinya.Ryan tidak menjawab pertanyaan dari Mala, ia membalikkan badan berjalan menuruni tangga. Sekarang satu tempat lagi yang mungkin dituju oleh Tania.Masuk mobil Ryan langs
“Kamu begitu cerewet di pagi hari hanya membuat kepala saya tambah sakit saja!” balas Ryan.Ia berjalan menuju kamar mandi, lalu menutup pintunya dengan kasar hingga menimbulkan bunyi berdebum yang nyaring.Dinyalakannya air pancuran dengan suhu dingin, lalu ia berdiri di bawahnya dan membiarkan seluruh badan dari kepala sampai kaki diguyur air dingin, tersebut.Ia teringat dengan wajah Tania yang kecewa, karena melihatnya dalam keadaan mabuk. Ia mabuk, karena merasa bersalah dan kehilangan Tania.Dimatikannya air pancuran, setelah badannya terasa kedinginan. Dengan berbalutkan handuk di pinggang, Ryan berjalan keluar dari kamar mandi. Ia melototkan mata, begitu dilihatnya Robby yang berbaring nyaman di atas sofa panjang di kamarnya.“Apa yang kau lakukan dengan berbaring di situ?” tegur Ryan galak.Robby malas-malasan bangun dari berbaringnya, sambil menggeliat. “Memastikan, kalau kamu baik-baik saja, setelah menyesal kehilangan Tania.”Tatapan Robby tertuju ke tangan Ryan yang terli
Tania menatap tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Ia pun berbisik kepada Ryan. “Sekarang kamu harus mengatakan kepadaku siapa sebenarnya pria itu?”Ryan mengikuti arah tatapan Tania dengan tenang, ia pun berkata, “Dia adalah pria yang memang seharusnya bertangggung jawab kepada Ades karena ia ayah dari bayi yang dikandungnya.”Ia juga menambahkan kalau dirinya memang menyewa orang untuk mencari keberadaan pria itu. Dan pencariannya hampir saja gagal, tetapi beberapa jam sebelum acara ini berlangsung dirinya berhasil mendapatkan informasi tentang keberadaan pria itu.“Sungguh suatu keberuntungan ia datang tepat waktu dan membebaskanmu dari keharusan menjadi pasangan Ades,” sahut Tania.Suara tawa lolos dari bibir Ryan, ia mengatakan keberuntungan baginya. Akan tetapi, ia tidak mengatakan kepada istrinya ada harga yang harus ia bayar agar pria itu mau menikahi Ades. Namun, demi menjaga harga diri pria itu, ia tidak akan menceritakan kepada siapa pun juga termasuk Tania.Keduanya me
“Ryan, apa yang kamu lakukan? Bukankah seharusnya yang kau selipkan cincin di jari wanita itu,” desis Marsya menahan marah.Ryan hanya melirik sekilas ia kembali melihat ke tamu undangan yang hadir. Senyum tipis terbit di sudut bibirnya saat ia melihat seseorang yang ia cari. Ia memberikan kode kepada orang tersebut untuk berjalan naik ke atas panggung.Ryan mengangkat tangan Tania memperlihatkan jari yang tersemat cincin kawin. “Wanita cantik ini adalah istri saya kami telah menikah selama beberapa bulan lamanya. Istri saya bernama Tania dan sekrang ini ia sedang mengandung anak kami.”Tania sangat terkejut mendengar penuturan Ryan. Ia tidak mengira kalau pria itu akan mengumumkan pernikahan mereka. Hal yang selama ini hanya ia bayangkan saja dan tidak pernah terpikir akan terwujud.“Ryan! Ka-kamu tidak menyesal, bukan dengan mengumumkan hal ini?” Tanya Tania dengan wajah bahagia penuh haru.Ryan mengangguk, ia mengecup kening Tania sekilas. Kemudian menoleh kepada Ades yang terlihat
“Jangan dipikirkan apa yang kukatakan! Percayalah seetelah malam ini semua akan menjadi berbeda untuk kita semua. Memang akan ada yang terluka dan berseddih pada malam ini tetapi itu semua sudah menjadi resiko yang harus diterima.” Ryan menggamit tangan Tania keluar kamar.Tania hanya bisa terdiam saja, tetapi tidak dengan hati dan pikirannya. Ia tidak mengatakan kepada Ryan kalau ia merasa dirinyalah yang akan sakit hati dan bersedih itu. Sementara, untuk Ades ia akan tertawa bahagia di atas lukanya.Ryan menggenggam erat tangan Tania yang dingin dan berkeringat. Ia mencoba untuk memberikan ketenangan kepada Tania, tetapi istrinya itu rupanya masih saja gugup dan tegang.“Santailah, Tania! Yang bersama denganku adalah kau, bukan Ades.” Bisik Ryan.Tania melirik suaminya itu sekilas dengan wajah terlihat tegang, “Untuk saat ini kau memang bersama denganku, tetapi bisa saja situasinya berubah. Kau membuatku berada dalam situasi tanpa kepastian.”Keduanya masuk mobil pribadi Ryan dan dud
Tubuh Tnia bergetar hebat seandainya tidak dipegangi leh Ryan, ia akan jatuh ke lantai. “Kau sukses membuat saya terkejut. Apakah begitu penting kehadiranku di sana? Di saat posisiku hanyalah sebagai upik abu selama ini.”Ryan memegang dagu Tania untuk menatap matanya, biar wanita itu melihat kesungguhan di sana. “Kehadiranmu sangat penting! Kau bukanlah upik abu, tetapi istriku. Dan tidak ada yang akan bisa mengubah kenyataan itu.”Denyut nadi di leher Tania bergerak naik turun dengan cepat. Ia merasa sulit untuk menelan ludah karena tatapan yang begitu intens dari Ryan mempengaruhinya.“Baiklah, saya akan ikut denganmu. Semoga saja kau tidak akan membuatku menyesali keputusan ini,” sahut Tania.Rasa lega terpancar di wajah Ryan, ia begitu senang Tania bersedia juga ikut. Sekarang ia hanya tinggal mengurus ijin keluar dari rumah sakit. Semoga saja dokter mengijinkan kalau tidak ia akan membawa Tania dengan cara apa pun juga untuk pergi bersama dengannya.Beberapa jam berlalu Tania ke
Suara Ryan lamat-lamat dapat ditangkap oleh telinga Tania. Ia membenarkan apa yang dikatakan oleh suaminya. “Katakanlah apa yang kau maksud jangan buat aku menjadi penasaran.” Perlahan Tania membuka mata.Ryan terkejut, ia tidak menduga kalau Tania akan terbangun dari tidurnya. Namun, ia juga merasa senang karena tidak perlu menunda apa yang harus dikatakannya.“Kau akan ikut besok malam untuk menghadiri acara pertunanganku dengan Ades! Kau ikuti saja apa yang kukatakan dan berdiri di sampingku. Apapun yang terjadi kita akan tetap bersama setelah malam itu,” ucap Ryan.Ia memandangi Tania dengan matanya yang menyorot lembut. Ada ketulusan juga janji kesetiaan di sana yang membuat Tania tertegun.“Jujur, Ryan permintaanmu begitu mengejutkan! Bagaimana mungkin kau bisa menawarkan ide yang begitu tidak berperasaan itu kepadaku? Kau memintaku untuk hadir dalam pesta pertunanganmu sebagai apa? Karena kau tidak pernah mengenalkanku secara resmi sebagai istrimu.” Tania menatap Ryan dengan so
“Akh! Mengapa sulit bagimu untuk mendengarkan permintaan maaf dan penjelasan dariku? Apakah kamu tidak tahu kalau meminta maaf bukanlah sesuatu yang mudah buatku?” Ryan melihat Tania dengan sorot kecewa.Tania memandangi langit-langit kamar, ia tahu kalau suaminya itu tidak berbohong. “Aku ingin istirahat,” sahut Tania setelah selama beberapa saat ia terdiam.Ryan mendesah dengan keras, ia sadar kalau Tania sedang menghindari dirinya. Dan dirinya tidak ingin mendesak Tania lebih jauh lagi.Ia berjalan ke arah pintu dan berhenti sebentar, sebelum keluar. “Saya akan pergi ke kantin apakah kau ingin menitip sesuatu?”“Terima kasih, untuk saat ini tidak ada,” sahut Tania.Semua keperluannya sudah disediakan oleh Jordan. Ia tidak mau membuat Ryan kecewa dan marah mengetahui hal itu.Ryan mengangguk, tetapi raut kecewa di wajah tidak ia tutupi. Ia merasa sebagai seorang suami kehadiran dan bantuannya tidak dibutuhkan Tania. Ia merasa tidak berharga sebagai lelaki di mata wanita itu.Berjala
Tania menggigit bibir mencegah ia merintih sakit. Luka tusuk di pinggangnya kembali terbuka karena Ryan yang tadi tidak sengaja memeluknya. “Kenapa kau memeluk pinggangku? Bukankah kau mengetahui saya mendapat luka tusuk di situ?”Ryan berhenti berjalan menuju pintu ruang rawat Tania. Ia membalikan badan melihat ke arah wanita itu dengan tatapan bertanya. Pandangannya kemudian beralih melihat pinggang Tania di mana pakaian rumah sakit yang dipakainya mengeluarkan bercak merah noda darah.“Kenapa kau berpikir seperti itu? Saya hanya mengetahui kalau kau menderita luka tusuk tetapi saya sama sekali tidak mengetahui itu di pinggangmu,” sahut Ryan.“Benarkah begitu? Mengapa saya tidak yakin dengan apa yang kau katakan?” Tanya Tania.Ryan tidak menyahut kecurigaan Tania, ia membuka pintu kemudian berjalan keluar memanggil dokter jaga untuk memeriksa kondisi Tania.Selang beberapa menit kemudian Ryan kembali bersama dengan dokter dan satu orang perawat. Sementara petugas medis memeriksa kon
Ryan mendengus dengan kasar, tetapi ia tidak menghiraukan ucapan Tania. Ia justru mengeluarkan ponsel menghubungi orang suruhannya. ‘Tolong, belikan saya pakaian bersih dan bawakan ke kamar rawat istriku.’Tania membuka mulut tidak percaya mendengar apa yang dikatakan oleh Ryan melalui ponsel kepada orang suruhannya. Ia tidak habis pikir dengan ulah pria itu yang tidak menghiraukan apa yang ia minta.Dipejamkannya mata berdebat dengan Ryan hanya menguras energinya saja. Dan tidur merupakan pilihan yang lebih baik dalam menghadapi pria keras kepala itu pada saat ini.Ryan melirik Tania yang kembali berbaring, ia tersenyum kecil. Dirinya memang sengaja tidak membalas ucapan istrinya itu. Dikarenakan dalam keadaan emosi bisa saja ia menuruti permintaan Tania yang nantinya akan ia sesali.Ia pun membaringkan badan di sofa kamar rawat Tania. Ia sudah lelah seharian berada di jalan hingga begitu menyentuh sofa yang empuk dirinya langsung saja tertidur.Bunyi ketukan di pintu kamar rawat Tan
Pada awalnya Ryan terkejut mendengar suara itu, tetapi dengan cepat ia dapat menguasai dirinya kembali. “Saya suami dari pasien dan saya tidak akan mencelakainya.”Ryan membalikan badan sambil mengangkat kedua tangan. Dilihatnya dua orang petugas polisi mengacungkan pistol ke arahnya.Dua orang kepercayaan Ryan juga terkejut dan mereka ikut mengangkat tangan. Ketiganya membiarkan saja ketika petugas polisi itu mendekat lalu memeriksa ketiganya.Setelah tidak menemukan tidak adanya benda tajam atau berbahaya. Petugas polisi itu pun menberikan perintah kepada ketiganya, “Tolong perlihatkan kartu identitas kalian!”Ryan dengan perlahan menurunkan tangan untuk mengambil dompet dari dalam saku celananya. Diambilnya kartu tanda penduduk kemudian ia sodorkan ke tangan petugas keamanan itu.Tania yang mendengar suara ribut membuka mata. Ia menjadi sangat terkejut ketika melihat ada petugas polisi di kamarnya. Dan juga kehadiran Ryan di tempat yang sama.“Ryan! Bagaimana kamu tahu kalau saya b