Mala menundukkan kepala, ia merasa malu dan tidak nyaman kepada Tania. “Maaf, Nyonya! Saya sudah terikat janji dengan tuan Ryan, untuk selalu mengabarkan keadaan Anda. Tolong, biarkan saya menjalankan tugas saya, saya juga akan menjadi pelayan, sekaligus teman Anda di rumah ini.”Tania menatap ke arah luar dengan pandangan yang kosong. Ia tidak mengerti dengan sikap Ryan. Mengapa ia meminta kepada orang lain untuk menggantikan tugasnya, padahal ia sendiri bisa melakukannya.‘Mengapa ia masih peduli kepada saya, sekaligus membenci untuk berada dekat dengan saya? Apa karena ia sadar, kalau kami bersama yang ada kami hanya akan selalu bertengkar saja?’ batin Tania.‘Saya akan membawa makanan ke gazebo yang ada di taman depan, agar Nyonya bisa makan, sambil menikmati pemandangan taman bunga yang indah,’ ucap Mala, setelah selama beberapa saat hening.Ia menolehkan kepala, ketika didengarnya suara langkah kaki Mala yang berjalan menjauh. Ia ingin membenci Mala, karena begitu setia kepada R
Ryan melototkan mata kepada Robby, ia melayangkan tamparan ke pipi sahabatnya itu. “Berani kamu melakukannya, persahabatan kita berakhir!”Robby mengusap pipipnya bekas ditampar Ryan. Ia memasang wajah kesal kepada pria yang masih berstatus sebagai sahabat, sekaligus bosnya itu. Dengan nada suara tegas Robby mengingatkan kepada Ryan untuk tidak menaruh curiga kepadanya.Yang hanya membuat ia merasa jengkel, karena tidak dipercaya. Dirinya tidak mungkin memakan sahabat sendiri, karena ia merasakan bagaimana berartinya persahabatan mereka selama ini.Ryan menjauhkan badan dari Robby dikibaskannya jas yang ia pakai seolah terkena kotoran. Melihat ulah Ryan, Robby tidak merasa tersinggung. Ia justru tertawa kecil.“Apakah kau tidak akan meminta maaf, kepada saya? Karena sudah menuduh hal yang tidak benar.” Robby melayangkan tatapan tajam kepada Ryan dengan tangan dilipat di depan dada.Ryan mendengus mendengarnya, ia menutup mulut tidak mengucapkan sepatah kata pun. Ia tidak akan meminta
Tania menjadi semakin gugup saja, bukan karena siapa yang datang menjemputnya. Ia sudah tahu pastilah Robby hanya saja ia memikirkan kemungkinan akan bertemu kembali dengan Ryan, setelah mereka berpisah.“Iya, saya akan segera keluar.” Tania menarik napas dalam-dalam, lalu menghembuskannya dengan keras.Ia berjalan keluar kamar dengan rasa gugup yang tidak dapat disembunyikannya, seperti pada saat ia dan Ryan melakukan janji kencan pertama mereka.Suar siulan terdengar pada saat Tania berada di tengah anak tangga. Pipinya menjadi bersemu merah, karena merasa malu.“Gila, Tania! Kamu begitu memukau memanjakan mata yang melihat. Ryan pasti menyesal sudah meninggalkanmu. Kamu pasti membuat matanya melotot lihat saja nanti, ia pasti akan berusaha untuk mendekaktimu. Saya berani bertaruh untuk hal itu.” Robby mengulurkan tangan ke arah Tania.Dengan wajah merona tersipu malu Tania menyambut uluran tangan Robby. Wajahnya semakin merah saja, ketika Robby mengecup jarinya di bibir.“Ryan yang
“Iya, saya tidak akan menangis karenanya. Terima kasih, sudah menguatkan saya.” Tania mengulas senyum tipis kepada Ryan.Pada akhirnya, ia berhasil juga membuka suara, setelah pandangannya ia aihkan dari melihat Ryan. Ia menggenggam jemari Robby dengan erat sebagai penopang, agar ia tidak limbung.“Tolong! Bawa saya menjauh dari pandangan Ryan.” Bisik Tania.Robby menundukkan kepala dan berbisik tepat di telinga Tania. Ia akan memberikan pelajaran kepada Ryan dan membuat sahabatnya itu termakan ulahnya sendiri.Ia sengaja mendekatkan bibir di telinga Tania, yang kalau dilihat dari posisi Ryan akan terlihat, seperti ia sedang mencium wanita itu.Dibawanya Tania untuk duduk di depan meja yang disusun dalam bentuk melingkar. Robby berkata dengan pelan. “Kamu harus tenang Ryan berjalan ke arah meja kita bersama dengan teman wanitanya.”Tubuh Tania menjadi kaku, tangannya bergetar. Ia tidak habis pikir mengapa juga Ryan mendatanginya? Apa suaminya itu hendak memamerkan wanita yang menjadi
Tania terperangah mendengar apa yang dikatakan oleh Robby. “Apa maksudmu dengan berkata, seperti itu? Saya tidak mau merusak persahabatanmu dengan Ryan.”Robby mengusap pelan punggung tangan Tania. Dengan lembut ia meminta kepada Tania untuk percaya kepadanya. Persahabatan antara dirinya dan Ryan tidak akan rusak. Justru sahabatnya itu malah akan bersyukur sudah disadarkan, kalau Tania berharga bagi Ryan.Tania yang tidak tahu apa yang direncanakan oleh pria itu menerima saja, karena ia sudah tidak banyak berharap lagi terhadap hubungannya dengan Ryan.“Saya akan mengambilkanmu makanan. Kamu tetap duduk saja di sini.” Robby bangkit dari duduknya berjalan menuju buffet yang menyajikan aneka makanan.Diambilkannya nasi dengan lauk daging untuk mereka berdua juga salad buah. Ketika sedang meletakkan nasi di piring, ia didekati oleh Ryan yang tiba-tiba saja sudah berdiri di sampingnya.“Apa yang kamu bisikkan kepada Tania tadi? Jangan mencoba untuk mencari kesempatan, karena kamu tentu me
Mata Tania menyala, karena emosi ia tidak dapat lagi menahan dirinya. Tangan Tania terangkat hendak melayangkan tamparan ke wajah Ades. “Kamu wanita cantik berhati busuk!”Sebuah tangan besar dan kokoh menahan tangan Tania, sehingga tidak berhasil menyentuh wajah Ades.“Apa yang coba kamu lakukan dengan bersikap kasar, seperti itu? Di sini bukan tempatnya orang-orang bar-bar yang tidak memiliki etika,” ucap Ryan dengan gigi yang digemeretakkan.Tania mendongak memandang Ryan dengan tatapan yang menyala, karena amarah bercampur sakit hati. Sungguh tega sekali, suaminya lebih membela wanita yang lain dibandingkan dirinya yang masih berstatus Istri sah Ryan.Mata Tania mengembun dengan bulir-bulir air mata yang siap tumpah. Badannya bergetar, karena emosi, sementara dadanya merasakan pedih yang teramat sangat.“Saya mengerti, Tuan! Maaf, sudah hampir membuat celaka kekasih Anda, Tuan!” sahut Tania dengan suara yang tercekat.Ryan terkejut mendengar nada suara Tania yang terdengar kalah.
Ryan tertawa dengan nyaring mendengar apa yang dikatakan oleh Robby. “Kau pikir kamu sangup membayarnya? Tania itu tidak ternilai, ia terlalu berharga untuk saya. Dan saya tidak akan melepaskannya demi apapun juga!”Ryan melayangkan tatapan tajam menusuk ke arah Robby. Wajahnya terlihat serius tidak ada kesan becanda ataupun kompromi dengan apa yang barusan ia katakan.Robby terdiam, ia tidak mengira tanggapan Ryan begitu keras. Namun, ia menganggap apa yang dikatakan oleh sahabatnya itu, bagaikan buih di tengah lautan, karena Tania tidak mendengar dan mengetahuii apa yang harusnya ia dengar.“Sungguh menggelikan! Kamu pikir Tania akan percaya dan mau dengan mudah kembali kepadamu, setelah apa yang barusan kamu lakukan kepadanya? Bermimpilah, Ryan, kalau Tania akan muncul di depan pintu rumahu!” ejek Robby.Robby berjalan meninggalkan Ryan yang terpaku di tempatnya berdiri. Ia memasuki mobil yang terparkir tidak jauh dari tempatnya tadi bertengkar dengan Ryan.Duduk di balik kemudi Ro
Mala menjadi gemetar ketakutan, lebih karena terkejut sebenarnya. Pemukul kasur yang ada di tangannya jatuh mengenai kaki, tetapi ia tidak mempedulikan rasa sakit. “Tu-Tuan, Ryan! Apa maksud Tuan bertanya, seperti itu? Nyonya Tania belum pulang dari pesta bersama dengan tuan Robby.”Ryan menyalakan lampu yang ada di koridor lantai dua, sehingga tempat itu menjadi terang. Diamatinya dengan lekat wajah Mala, untuk mengetahui, apakah wanita itu berbohong kepadanya.“Hmm, apakah Istri saya ada menghubungimu?” Tanya Ryan dingin.Mala menggelengkan kepala. Ia merasa kebingungan dengan apa yang sudah terjadi, sehingga membuatnya memberanikan diri untuk bertanya kepada Ryan.“Maaf, Tuan! Apa yang terjadi dengan, Nyonya Tania? Apakah Nnyonya dalam bahaya?” Tanya Mala dengan suara bergetar menahan rasa haru memikirkan istrinya.Ryan tidak menjawab pertanyaan dari Mala, ia membalikkan badan berjalan menuruni tangga. Sekarang satu tempat lagi yang mungkin dituju oleh Tania.Masuk mobil Ryan langs