Karan tertawa pelan meski lehernya tercekik, ekspresi Arche yang marah malah terlihat lucu baginya, posisi yang seperti ini juga membuat otak Karan membayangkan hal yang berbau dewasa. "Kamu memang pandai," puji Karan. Keduanya mengabaikan sekertaris Karan yang tadi nyaris saja masuk ke dalam."Musnah saja kamu, Karan! Ucapanmu memang benar-benar berbahaya dan tidak patut dipercaya!" Sewot Arcelia sembari menekan leher Karan karena lagi-lagi gadis itu merasa ditipu.Karan pun terbatuk-batuk akibat leher yang ditekan oleh Arcelia. "Berhenti, Arche. Kamu bisa jadi janda jika membunuhku.""Masa bo*d*h! Aku sudah kehilangan kesabaran mengahadapimu!"Sementara di luar, Bunga yang merupakan sekertaris Karan tengah mencoba mencegah seseorang yang hendak bertamu. "Maaf, Pak. Mungkin siang nanti baru bisa menemui pak Karan. Untuk saat ini, beliau sedang tidak bisa diganggu."Abbas, laki-laki paruh baya itu menggeleng, sebab tadi beliau sempat mendengar perdebatan mereka. "Tapi ini hal yang me
"Minumlah." Arcelia meletakkan satu cup kopi yang ia beli di atas meja kerja Karan.Bukannya mengambil kopi, telapak tangan Karan malah mengambil tangan Arcelia. "Apa setelah tidak berhasil mencekik aku. Kamu menaburkan sesuatu ke dalam kopi itu?" tanya Karan penuh selidik."Aku tidak sepicik itu. Kalau takut tidak usah diminum," sewot Arcelia. Gadis itu mencoba melepaskan tangannya."Bagaimana kalau kamu minum lebih dulu?" "Lepaskan tanganku dulu," pinta Arcelia. Gadis itu tidak mau jatuh pada jebakkan Karan lagi."Apa memegang tangan juga tidak boleh? Aku tidak mau melepaskannya." Karan lantas berdiri, satu tangannya menyuapi Arcelia supaya meminum kopi itu.Arcelia yang lelah berdebat menurut saja. Namun belum sempat gadis itu menelannya, Karan lebih dulu menempelkan b*b*rnya pada b*b*r Arcelia.Kedua mata Arcelia melotot karena terkejut, gadis itu mencoba mendorong d*d* karan. Akan tetapi percuma, Karan dengan tekadnya yang menguasai Arcelia saat ini.Seperti tidak ada puasanya,
"Jika ingin tahu, lakukan hal yang seperti tadi," balas Karan tanpa menoleh."Kamu menantangku?""Iya. Lakukan, goda aku melebihi yang tadi. Dan aku tidak akan berhenti meski kamu memohon," Karan memberi tahu.Arcelia tertawa, ia tidak mungkin mengulang kembali hal berbahaya itu. "Apa ayah meminta agar kamu menceraikan aku?""Tidak."Arcelia pun mengangguk percaya. "Memang tidak mungkin. Dia sangat menyukaimu yang rajin kerja dan memiliki segalanya," ujar Arcelia."Tidak seperti itu juga," timpal Karan."Terserah, aku tau kamu sedang memancing aku agar semakin penasaran lalu melakukan hal seperti tadi."Keduanya kembali diam. Arcelia yang sibuk dengan pikirannya sendiri, sementara Karan tenggelam dalam pekerjaannya. Hingga menjelang waktu makan siang, Bunga masuk untuk memberi tahu jadwal Karan.Usai Bunga keluar, Karan menarik tangan Arcelia yang tengah rebahan. "Bisakah gunakan mulutmu, Karan? Jangan asal menarik orang!" Sewot Arcelia.Karan mendekatkan wajahnya, namun Arcelia sege
"Dia seseorang yang aku anggap kakak. Hanya itu hubungan kami, kakak dan adik," jelas Arcelia.Karan tidak puas dengan jawaban Arcelia. Beberapa detik Karan terdiam mencoba berpikir positif namum tidak bisa, itu tidak masuk akal, Karan tidak bisa mempercayai itu."Karan, obati dulu lukamu," lanjut Arcelia.Karan menggeleng. "Bagaimana bisa kamu mengenal dia?""Iya kenal saja, aku dan kak Ethan teman, emm, bukan aku dianggap adik, makanya dia marah melihat itu. Dia-" Arcelia menghentikan ucapannya."Dia apa, Arche?" Karan menatap Arcelia dengan tatapan menuntut."Apa ini sangat penting bagimu?" tanya Arcelia.Karan pun mengangguk. "Bagaimana bisa seorang suami di hajar laki-laki lain, karena menyentuh istrinya sendiri. Ini tidak masuk akal, bagaimana bisa kamu mengenal orang seperti dia?"Arcelia tersenyum lebar. "Akhirnya kamu merasakan apa yang aku rasakan, Karan.""Apa maksudmu?" tanya Karan bingung."Aku dikejutkan oleh banyaknya kepribadianmu. Kita sama-sama tidak masuk akal bukan
Hari ini pun, Karan tetap membawa Arcelia ke kantor. Meski beresiko, Karan tidak bisa menahan rasa penasarannya tentang siapa Arcelia sebenarnya. Karan, berharap cara ini akan mengungkap siapa Arcelia."Arche, aku ingin makan," pinta Karan."Kamu baru saja sarapan, tidak usah membuatku sibuk dengan cara yang tidak penting, Karan," sinis Arcelia."Aku ingin memakanmu," kekeh Karan."Makan saja itu laptopmu!""Aku sungguh ingin makan, Arche. Bawakan aku cemilan," pintanya memaksa.Arcelia menghela napas berat, inilah pekerjaan yang Karan berikan. Mengurus laki-laki itu seperti mengurus balita. Namun, Karan memberikan bayaran yang sangat besar untuk Arcelia. Yang mana membuat gadis itu seperti merasa bekerja sungguhan."Apa yang mau dimakan?" tanya Arcelia sembari menatap banyaknya cemilan yang tersedia."Apa saja, yang penting enak."Arcelia membawa beberapa bungkus cemilan, kemudian meletakkan di atas meja kerja Karan."Jangan pergi dulu. Aku tidak mungkin bisa makan sendiri, lihat jar
Arcelia pun sama terkejutnya dengan Karan, saat kedua matanya melihat seseorang yang sedang duduk dengan senyum mengembang sembari menatapnya."Karan, Ethan bilang ingin meminta maaf atas kesalah pahamannya kemarin," kata Kakek.Karan masih menatap tajam terhadap Ethan, sementara Ethan sudah merubah ekspresi setelah melihat Arcelia."Kakek, mengenalnya?" Tanya Karan.Kakek lantas mengangguk. "Dia anak muda berbakat yang ramah dan rendah hati, kakek memang belum terlalu lama mengenalnya, tapi dia begitu baik. Kakek rasa dia akan cocok jika menjadi temanmu, mengingat kamu yang tidak punya banyak teman, Ethan juga mirip-""Tidak, Kek. Aku tidak membutuhkan teman." Karan memotong ucapan sang kakek. Memang, Ethan sedikit mirip dengan salah satu sahabatnya yang telah meninggal."Sayang sekali Bryan belum pulang. Bryan bisa menjadi partner yang baik untuk pekerjaan atau teman. Dia mudah bergaul, Ethan," timpal Mona dengan senyum ramah. Wanita itu selalu mencari peluang keuntungan disetiap ke
Bahkan sampai di dalam kamar pun bibir keduanya masih dalam posisi yang sama saling menyesap, seakan enggan untuk saling melepaskan.Perlahan, Karan membaringkan Arcelia di atas kasur. Sejenak laki-laki itu melepaskan b*b*r Arcelia supaya gadis itu mengambil napas yang mulai tersengal. Lalu kembali melanjutkannya.'Aku tidak akan melepas Arcelia dan tidak akan membiarkannya pergi.' b*b*r Karan kembali bermain, menikmati rasa manis yang membuatnya nyaman juga ketagihan.Tiba-tiba, Arcelia mendorong wajah Karan, lalu gadis itu menyembunyikan wajahnya pada d*d* bidang laki-laki itu.'Ya ampun apa yang telah merasukiku? Mengapa aku bisa terbuai dan melakukannya sepanas itu. Itu pasti bukan aku!' Arcelia memarahi dirinya sendiri setelah kesadarannya kembali, gadis itu menggelengkan kepala beberapa kali, membuat Karan merasa geli. "Apa kamu mulai menyukainya, hm?" Bisik Karan."Mungkin aku khilaf." Arcelia menjawab asal. Saat Karan hendak mengubah posisi untuk berbaring, kedua tangan Arce
Arcelia memperhatikan Karan yang tengah fokus mempimin rapat. Gadis itu merasa Karan memang sangat aneh. Bisa-bisanya laki-laki itu melibatkan dirinya dalam rapat itu.Dan yang lebih lagi, Karan menggunakan namanya dalam projects yang Arcelia sendiri tidak tahu menahu tentang hal itu."Apa kamu berencana membuatku menjadi wanita karir? Jika begitu, jangan berharap, Karan. Itu tidak akan mungkin," kata Arcelia setelah selesai rapat.Karan menggeleng. "Bukankah kamu ingin membuatku menjadi gelandangan jika memaksamu untuk melayaniku? Tidak perlu repot-repot. Aku memasukkanmu kedalam jajaran salah satu pemegang saham," kata Karan dengan enteng.Kedua mata Arcelia membola, tidak percaya dengan apa yang dilakukan oleh Karan. "Apa kamu gila, Karan? Aku tidak mau, mengapa kamu tidak mengatakannya lebih dulu? Aku sama sekali tidak tertarik dengan itu! Lagi pula aku tidak mengerti mengenai hal seperti itu."Karan memperhatikan ekspresi wajah Arcelia. Jika wanita lain, mungkin akan berterima ka