"Jika ingin tahu, lakukan hal yang seperti tadi," balas Karan tanpa menoleh."Kamu menantangku?""Iya. Lakukan, goda aku melebihi yang tadi. Dan aku tidak akan berhenti meski kamu memohon," Karan memberi tahu.Arcelia tertawa, ia tidak mungkin mengulang kembali hal berbahaya itu. "Apa ayah meminta agar kamu menceraikan aku?""Tidak."Arcelia pun mengangguk percaya. "Memang tidak mungkin. Dia sangat menyukaimu yang rajin kerja dan memiliki segalanya," ujar Arcelia."Tidak seperti itu juga," timpal Karan."Terserah, aku tau kamu sedang memancing aku agar semakin penasaran lalu melakukan hal seperti tadi."Keduanya kembali diam. Arcelia yang sibuk dengan pikirannya sendiri, sementara Karan tenggelam dalam pekerjaannya. Hingga menjelang waktu makan siang, Bunga masuk untuk memberi tahu jadwal Karan.Usai Bunga keluar, Karan menarik tangan Arcelia yang tengah rebahan. "Bisakah gunakan mulutmu, Karan? Jangan asal menarik orang!" Sewot Arcelia.Karan mendekatkan wajahnya, namun Arcelia sege
"Dia seseorang yang aku anggap kakak. Hanya itu hubungan kami, kakak dan adik," jelas Arcelia.Karan tidak puas dengan jawaban Arcelia. Beberapa detik Karan terdiam mencoba berpikir positif namum tidak bisa, itu tidak masuk akal, Karan tidak bisa mempercayai itu."Karan, obati dulu lukamu," lanjut Arcelia.Karan menggeleng. "Bagaimana bisa kamu mengenal dia?""Iya kenal saja, aku dan kak Ethan teman, emm, bukan aku dianggap adik, makanya dia marah melihat itu. Dia-" Arcelia menghentikan ucapannya."Dia apa, Arche?" Karan menatap Arcelia dengan tatapan menuntut."Apa ini sangat penting bagimu?" tanya Arcelia.Karan pun mengangguk. "Bagaimana bisa seorang suami di hajar laki-laki lain, karena menyentuh istrinya sendiri. Ini tidak masuk akal, bagaimana bisa kamu mengenal orang seperti dia?"Arcelia tersenyum lebar. "Akhirnya kamu merasakan apa yang aku rasakan, Karan.""Apa maksudmu?" tanya Karan bingung."Aku dikejutkan oleh banyaknya kepribadianmu. Kita sama-sama tidak masuk akal bukan
Hari ini pun, Karan tetap membawa Arcelia ke kantor. Meski beresiko, Karan tidak bisa menahan rasa penasarannya tentang siapa Arcelia sebenarnya. Karan, berharap cara ini akan mengungkap siapa Arcelia."Arche, aku ingin makan," pinta Karan."Kamu baru saja sarapan, tidak usah membuatku sibuk dengan cara yang tidak penting, Karan," sinis Arcelia."Aku ingin memakanmu," kekeh Karan."Makan saja itu laptopmu!""Aku sungguh ingin makan, Arche. Bawakan aku cemilan," pintanya memaksa.Arcelia menghela napas berat, inilah pekerjaan yang Karan berikan. Mengurus laki-laki itu seperti mengurus balita. Namun, Karan memberikan bayaran yang sangat besar untuk Arcelia. Yang mana membuat gadis itu seperti merasa bekerja sungguhan."Apa yang mau dimakan?" tanya Arcelia sembari menatap banyaknya cemilan yang tersedia."Apa saja, yang penting enak."Arcelia membawa beberapa bungkus cemilan, kemudian meletakkan di atas meja kerja Karan."Jangan pergi dulu. Aku tidak mungkin bisa makan sendiri, lihat jar
Arcelia pun sama terkejutnya dengan Karan, saat kedua matanya melihat seseorang yang sedang duduk dengan senyum mengembang sembari menatapnya."Karan, Ethan bilang ingin meminta maaf atas kesalah pahamannya kemarin," kata Kakek.Karan masih menatap tajam terhadap Ethan, sementara Ethan sudah merubah ekspresi setelah melihat Arcelia."Kakek, mengenalnya?" Tanya Karan.Kakek lantas mengangguk. "Dia anak muda berbakat yang ramah dan rendah hati, kakek memang belum terlalu lama mengenalnya, tapi dia begitu baik. Kakek rasa dia akan cocok jika menjadi temanmu, mengingat kamu yang tidak punya banyak teman, Ethan juga mirip-""Tidak, Kek. Aku tidak membutuhkan teman." Karan memotong ucapan sang kakek. Memang, Ethan sedikit mirip dengan salah satu sahabatnya yang telah meninggal."Sayang sekali Bryan belum pulang. Bryan bisa menjadi partner yang baik untuk pekerjaan atau teman. Dia mudah bergaul, Ethan," timpal Mona dengan senyum ramah. Wanita itu selalu mencari peluang keuntungan disetiap ke
Bahkan sampai di dalam kamar pun bibir keduanya masih dalam posisi yang sama saling menyesap, seakan enggan untuk saling melepaskan.Perlahan, Karan membaringkan Arcelia di atas kasur. Sejenak laki-laki itu melepaskan b*b*r Arcelia supaya gadis itu mengambil napas yang mulai tersengal. Lalu kembali melanjutkannya.'Aku tidak akan melepas Arcelia dan tidak akan membiarkannya pergi.' b*b*r Karan kembali bermain, menikmati rasa manis yang membuatnya nyaman juga ketagihan.Tiba-tiba, Arcelia mendorong wajah Karan, lalu gadis itu menyembunyikan wajahnya pada d*d* bidang laki-laki itu.'Ya ampun apa yang telah merasukiku? Mengapa aku bisa terbuai dan melakukannya sepanas itu. Itu pasti bukan aku!' Arcelia memarahi dirinya sendiri setelah kesadarannya kembali, gadis itu menggelengkan kepala beberapa kali, membuat Karan merasa geli. "Apa kamu mulai menyukainya, hm?" Bisik Karan."Mungkin aku khilaf." Arcelia menjawab asal. Saat Karan hendak mengubah posisi untuk berbaring, kedua tangan Arce
Arcelia memperhatikan Karan yang tengah fokus mempimin rapat. Gadis itu merasa Karan memang sangat aneh. Bisa-bisanya laki-laki itu melibatkan dirinya dalam rapat itu.Dan yang lebih lagi, Karan menggunakan namanya dalam projects yang Arcelia sendiri tidak tahu menahu tentang hal itu."Apa kamu berencana membuatku menjadi wanita karir? Jika begitu, jangan berharap, Karan. Itu tidak akan mungkin," kata Arcelia setelah selesai rapat.Karan menggeleng. "Bukankah kamu ingin membuatku menjadi gelandangan jika memaksamu untuk melayaniku? Tidak perlu repot-repot. Aku memasukkanmu kedalam jajaran salah satu pemegang saham," kata Karan dengan enteng.Kedua mata Arcelia membola, tidak percaya dengan apa yang dilakukan oleh Karan. "Apa kamu gila, Karan? Aku tidak mau, mengapa kamu tidak mengatakannya lebih dulu? Aku sama sekali tidak tertarik dengan itu! Lagi pula aku tidak mengerti mengenai hal seperti itu."Karan memperhatikan ekspresi wajah Arcelia. Jika wanita lain, mungkin akan berterima ka
Saat lift terbuka, Arcelia segera keluar berjalan menuju ruangan Karan. "Apa kamu juga akan menemui Karan?" tanya Arcelia pada Bryan yang mengikutinya.Bryan pun mengangguk. "Ada beberapa hal yang tidak aku pahami, aku harus menanyakan padanya. Kak Karan menyerahkan satu projects besar padaku."Keduanya pun masuk secara bersamaan, mengalihkan perhatian Karan yang awalnya fokus pada berkas.Melihat itu, rasanya Karan ingin menghancurkan laptop yang ada di depannya. Tadi pagi, ia menyaksikan Arcelia yang sarapan sembari mengobrol hangat bersama pria lain, dan sekarang melihat berjalan beriringan dengan Bryan, entah mereka dari mana hingga bisa bersama. 'Memang tidak seharusnya aku membiarkan Arcelia sebentar saja jauh dari jangkauanku.'Bryan segera duduk di kursi yang ada di depan meja kerja Karan. Sementara Arcelia sudah duduk di sofa, gadis itu memainkan ponselnya, sibuk bertukar pesan dengan Azka mengenai hal yang baru saja ia perintahkan.Usai mendapat arahan dari Karan, Bryan lant
Beberapa detik berlalu, Arcelia masih di posisi yang sama. Terdiam dengan bibir yang sedikit terbuka, masih sangat shock.Telapak tangan Karan terangkat, ibu jarinya mengusap pelan bibir bagian bawah Arcelia. "Ayo, lanjutkan makannya. Arche, aku tidak bisa menahan diri jika terus melihat b*b*rmu terbuka seperti ini. Seolah sedang memanggilku untuk menghabisinya," bisik Karan.Seketika kesadaran Arcelia kembali. Gadis itu hendak menepis tangan Karan yang masih setia berada di b*b*rnya. Akan tetapi mengingat sedang berada di tempat umum, Arcelia mengurungkannya.Dengan cekatan, Arcelia mengambil satu sendok makan kemudian menyuapkan pada Karan. Gadis itu tersenyum semanis. "Tolong ingat tempat. Aku sungguh tidak memiliki wajah ketika bersamamu, Karan. Apa kamu benar-benar tidak memiliki urat malu?" geram Arcelia sangat pelan.Apa yang dikatakan sangat jauh berbeda dengan senyum yang ditampilkannya.Karan menerima suapan itu dengan senyum tipis tetapi terlihat kepuasan pada raut wajahnya
Perkelahian sengit pun terjadi, Aarav benar-benar serius setiap melayangkan serangannya.Kedua laki-laki dewasa itu sudah mendapat lebab di masing-masing bagian tubuh.'Untuk orang yang sangat sibuk mengurus perusahaan raksasa, dia cukup tangguh,' batin Karan.Buk! Karan lengah, wajahnya terkena tinju keras oleh Aarav."CK. Lemah begini jadi suami Arcelia," ejek Aarav mulai menyerang mental Karan.Mulai mengurangi rasa sopan, Karan pun membalasnya, "Meski lemah. Setiap aku pernah menjadi penyelamat istriku." Ingat mental Karan tidak selemah itu."Cih. Sudah lemah, sombong pula. Kau memang menyelamatkannya, tetapi tetap saja akulah hidupnya," ucap Aarav semakin menjadi-jadi.'Sepertinya dia memang tidak beres. Mana ada seorang kakak mengatakan hal seperti itu. Baiklah akan aku buat sadar dengan pukulan ini.'Karan pun berhasil memukul wajah Aarav. "Jelas posisi kita berbeda. Kamu kakaknya, dan aku suaminya yang sekarang bertahta dihati Arcelia. Kamu memiliki batasan, sementara aku ti
Dahi Arcelia berkerut karena mendengar pertanyaan Karan. "Mengapa bertanya seperti itu?""Tidak apa-apa. Hm. Dia sangat positif, ya?"Arcelia terkekeh. "Apa kamu cemburu dengan kakak iparmu sendiri?""Sedikit, kamu terlihat sangat manja padanya."Arcelia tidak habis pikir dengan apa yang Karan katakan, Karan terlalu berlebihan. "Karan. Kak Aarav itu kakak kandungku, kamu memiliki aliran darah yang sama, begitu juga dengan Azka.""Aku lega mendengarnya. Tapi, apa kalian memang sedekat itu?"Arcelia lantas mengangguk. "Jangan berpikir macam-macam. Kami benaran kakak beradik. Kak Aarav adalah malaikat dalam hidupku, aku harap kamu juga bisa dekatnya, layaknya kakak adik."'Tatapanya saja seperti laser padaku. Aku tidak yakin bisa menjadi ipar yang rukun dengannya.' Karan membatin."Dia melarang untuk tidak menggangu waktu kalian. Apa itu tidak terlalu kejam? Aku kan suamimu.""Kami jarang sekali bertemu. Apa lagi semenjak aku pindah ke sini, aku dan kak Aarav bertemu hanya sekitar setah
Kini semuanya berkumpul, duduk di ruang keluarga termasuk Azka.Semua rasa penasaran Karan telah terjawab. Ethan satu circle dengan kakak Arcelia yang bernama Aarav. Dan Karan yakin masih ada lagi orang-orang luar biasa yang mengenal bahkan dekat dengan Arcelia mengingat seorang Aarav adalah kakaknya.Dengan rumah yang bisa dibilang sederhana untuk ukuran konglomerat seperti orang tua Arcelia, orang di luar sana pasti tidak akan menyangka jika keluarga yang berada di dalamnya adalah sultan. Bahkan Karan sendiri sempat menganggap Arcelia kalangan biasa.'Mereka sangat pandai menyembunyikan jati diri. Tidak aku sangka ternyata aku telah menikahi seorang putri.'"Kalian akan menginap, kan?" Tanya Abbas, ayah Arcelia.Arcelia lantas menoleh, ia belum membicarakan ini dengan Karan. "Jika Arcelia menginginkannya. Kami akan menginap, Ayah," jawab Karan.Arcelia mengangguk. "Kita menginap."Abbas tersenyum senang. "Karan, kamu belum mengenal putra pertamaku. Saat kalian menikah dia tidak bis
"Aku benar-benar merindukanmu," katanya kemudian kembali memeluk Arcelia setelah mencium pucuk kepala gadia itu."Bukankah kamu sangat sibuk? Suatu keajaiban kamu pulang," ucap Arcelia.Laki-laki itu memasang wajah sedih. "Dari kata-katamu sepertinya kamu tidak meringankan aku, ya." Arcelia terkekeh pelan, ia kemudian membalas pelukan laki-laki itu. "Mana mungkin aku tidak merindukanmu."Di tempatnya, Noah menahan Karan sekuat tenaga. Laki-laki itu selalu melontarkan kata mutiara supaya Karan tenang."Lihat! Gunakan otak cerdasmu. Kali ini Arcelia memeluknya!" Geram Noah.Karan terdiam membantu, ia seakan dalam mimpi, kebahagiaan yang baru terjadi kini seakan lenyap begitu saja dengan pemandangan yang mengerikan di depan sana.Arcelia mengurai pelukannya, ia tatap laki-laki di depannya dengan senyum yang begitu lebar. "Sekarang mana hadiah untukku?"Laki-laki itu mencibir, kemudian berpura-pura merajuk. "Apa kamu hanya mengharap hadiah dariku?""Tidak sih. Tapi sepertinya kurang leng
Dari balik kaca besar lantai dua, tepatnya di dalam kamar. Mona berdiri,. pandangannya menatap ke bawah di mana ada Arcelia yang tengah mengobrol dengan kakek."Sayang sekali wanita itu tidak berada dipihakku. Keberaniannya akan sangat menguntungkan jika saja Bryan tidak terlambat menjeratnya."Mona akui, sisi berani dan tegas Arcelia sangat cocok untuknya. Akan tetapi karena di kubu yang berbeda dan selalu membuat dirinya naik pitam membuat Mona saat ini begitu geram pada Arcelia."Sekarang kamu masih bisa tertawa dengan pak tua itu. Tunggu saja tanggal mainnya," gumamnya dengan tatapan sinis dan kebencian.Sementara itu di taman bunga.Arcelia tengah menemani kakek meminum teh."Terimakasih Arcelia," ucap Kakek."Untuk apa, Kek? Aku tidak melakukan apa pun," kata Arcelia bingung.Tersenyum tipis, mata tua kakek menatap bunga yang bermekaran di depan mereka. "Kamu telah membuat Karan berwarna dan segar seperti bunga-bunga itu."Terkekeh pelan, Arcelia menggeleng. Dirinya tidak merasa
Arcelia terdiam, dalam benaknya menghitung beberapa teman serta mengingat semua sikap prilaku mereka terhadap dirinya.Sementara itu, Karan menunggu dengan penuh harap."Sepertinya tidak ada yang berlebihan. Diantara mereka memang Bryan yang bersikap sangat perhatian," ucap Arcelia.Karan menghela napas kecewa. Ia pikir akan mendengar cerita tentang malaikat. 'Kalau seperti itu. Apa si malaikat ini orang yang terobsesi dengan Arcelia. Apa mungkin seperti yang Noah bilang kalau yang dimaksud nama malaikat, malaikat pencabut nyawa?'---Esok hari.Arcelia yang suka dengan kegiatan memasak, pagi ini hendak membuat bekal untuk Karan.Dari ambang pintu dapur, ia melihat Mona yang tengah memberi tahu para pekerja untuk memasak."Kalau dilihat sih kayak orang bener, nggak taunya monster," batin Arcelia.Ia mempertahatikan setiap pergerakan Mona, siapa tahu wanita itu akan menyisipkan bubuk aneh ke dalam bahan makanan, sejenis r4cvn, mungkin?"Jangan pakai itu. Bryan tidak suka." Terdengar su
Arcelia masih terdiam di tempatnya, sementara Bryan mulai melangkah masuk ke dapur dengan sepasang mata yang menatap lurus pada Arcelia.Melihat pergerakannya Bryan yang sudah melewati pintu, Arcelia lantas membuang pandangan kemudian melangkah menuju pintu.Saat keduanya hendak saling melewati, Bryan berucap, "Arche, boleh minta waktunya sebentar?"Arcelia berhenti, namun gadis itu diam saja.Bryan berbalik memposisikan diri di depan Arcelia. Reflek Arcelia sedikit melangkah mundur.Pergerakan Arcelia yang menjauh darinya membuat hati Bryan yang masih terluka bagai disiram air jeruk nipis, perih, panas dan sakit sekali.Meski hal yang Arcelia lakukan sangat wajar tetapi rasanya sungguh sangat menyakitkan.Untuk memberi ruang, Bryan mengambil satu langkah mundur. Bryan tersenyum kecut, laki-laki itu pun berucap, "Kamu tidak perlu takut, Arche. Aku hanya ingin meminta maaf untuk hal yang sangat tidak pantas yang telah aku lakukan."Arcelia mengangguk pelan, dirinya bingung harus mengat
Karan menggeleng sangat pelan, laki-laki itu kemudian berbisik, "Ikuti saja alurnya, percaya pada Arcelia, kamu dengar, kan kalau ini menyangkut nyawa. Kesehatan orang itu memang buruk, aku tahu karena pernah melakukan kerja sama dengan beliau.'Noah nyaris berdecih. 'Percaya katanya? Tadi saja jika aku tidak masuk tepat waktu dia akan memukuli laki-laki itu,' gerutu Noah dalam hati.Pertemuan mendadak itu pun berakhir usai mereka mengobrol beberapa menit. Orang tua Irena pamit lebih dulu untuk ke rumah sakit.Sementara Irena saat ini lagi-lagi bersimpuh, kali ini menghadap pada Noah. "Maaf dan terimakasih banyak. Mas dokter sungguh mulia, aku sangat berterima kasih," kata Irena."Kak Noah, maaf. Ini beneran urgent. Kebetulan Kak Noah jomblo, jadi tidak ada salahnya jika mencoba berkenalan dengan temanku ini," ucap Arcelia sedikit terdengar tidak tahu diri di telinga Noah.'Sepertinya dia tertular Karan.' Noah membatin.Noah memijit pelipisnya, ia memang menginginkan pasangan. Tetapi
Napas Karan memburu saat dari sudut pandangnya melihat seorang laki-laki tengah mencium tangan Arcelia.Usai mendorong Dewa, Karan menarik tangan Arcelia. Menaruh sang istri di belakangnya."Karan, kamu salah paham," ucap Arcelia seraya menyentuh lengan laki-laki itu."Salah paham apanya? Dia sudah kurang ajar berani menyentuhmu!" Tekan Karan menggeram. Sepasang mata sipitnya menatap tajam pada Dewa.Sedari malam ia sudah dihantui rasa takut akan kehilangan Arcelia. Setelah tadi Arcelia panik dan terburu-buru datang hanya untuk laki-laki lancang yang baru saja mencium tangan sang istri."Karan, dia-""Teman macam apa yang mencium tangan temanya, Arche?" Potong Karan. Raut wajah laki-laki itu sudah tidak bisa didefinisikan.Kombinasi marah, khawatir, ingin mengamuk menjadi satu.Dewa yang baru saja bangun dari jatuhnya lantas mendekat pada Karan. "Maaf. Anda benar-benar salah paham. Aku tadi tidak mencium tangan Arcelia, hanya sedang memohon-""Memohon agar mau denganmu?" Lagi-lagi Kar