"Ya ampun, maaf aku tidak sengaja, Karan."Arcelia beranjak dari duduknya, gadis itu menghampiri Karan yang masih terlentang di atas karpet, Arcelia merasa sedikit panik sebab kepala Karan sempat membentur kaki meja.Kedua mata Karan mengerjap kala melihat dari bawah, Arcelia yang berdiri hingga dapat melihat sesuatu yang tertutup.Arcelia menunduk menggeserkan meja. Lalu gadis itu ikut berbaring di atas karpet. "Lebih baik kita berbaring di sini saja."Karan masih terdiam memikirkan apa yang baru saja dirinya lihat."Karan!" Arcelia memanggil nama Karan untuk kedua kalinya karena laki-laki itu diam saja."Putih," ucap Karan spontan."Apa yang putih?"Karan sedikit gelagapan, laki-laki itu lantas menggeleng. "Tadi aku lihat putih-putih yang terbang," katanya bohong."Kamu mau menakutiku? Aku sama sekali tidak takut dengan hal seperti itu, Karan. Manusia lebih mengerikan dari pada hantu."Berdehem pelan, kedua mata Karan sedikit melirik ke arah bawah. Yang tentu mendapat pemandangan p*
Karan melanjutkan langkahnya, tidak perduli dengan segala umpatan yang dikatakan oleh Mona."Karan! Aku tidak akan memberikan kamu menghancurkan Bryan!" Teriak Mona penuh amarah.Selama ini, hidup Karan seperti permainan bertahan hidup dalam hutan rimba. Keadaan memaksa Karan untuk menjadi tangguh, saat masih kelas 1 SMP, Karan kehilangan mama tercintanya. Selepas mamanya meninggal pun, Karan mengalami beberapa kali percobaan pembunuhan, hingga ia kehilangan sahabatnya yang menyelamatkan dirinya.Meninggalnya mama Karan penuh dengan kejanggalan, namun saat itu, Karan masih terlalu kecil untuk mengungkap semua itu, apa lagi papa Budi sengaja menutup kasus kematian istrinya, Karan tidak bisa melakukan apa-apa.Usai mengetahui penyebab kematian sang mama, pada saat itu juga Karan berjanji akan membalas semua perbuatan papa Budi serta Mona terhadap mamanya."Mari kita lihat bagaimana Tuhan akan memberi keadilan," gumam Karan.Tiba di dalam kamar, Karan membaringkan Arcelia di atas tempat
Karan segera bangun, laki-laki itu berlari mendahului Arcelia, jemarinya dengan gesit mengunci pintu lalu melemparnya sembarang."Arche, kalau kamu ingin pulang besok saja, ya. Aku akan mengantarmu, kita akan menginap dirumahmu," kata Karan dengan hati-hati.Arcelia lantas menjatuhkan dirinya di atas lantai, gadis itu menangis tersedu-sedu. Sakit karena cinta sungguh sangat menyiksa. Arcelia ingin memukuli Karan secara habis-habisan namun, bukan itu juga yang hatinya inginkan."Cintamu memang bohong, kamu benar-benar ingin mengembalikan aku pada orang tuaku," racaunya. Perasaan Arcelia sangat kacau.Mengusap wajahnya secara kasar, Karan sungguh bingung menghadapi Arcelia dalam mode seperti ini. Yang ada hanya semakin salah paham jika Karan semakin menjelaskan.Karan berjongkok hendak memeluk Arcelia."Jangan menyentuhku!" Bentak Arcelia. Yang mana membuat Karan semakin frustasi.Seklebat ucapan sang ayah mertua muncul pada ingatan Karan."Karan, Arcelia memiliki sisi yang sangat rapuh
Tersenyum tipis, kakek pun menggeleng. "Mereka baru saja menikah, Kek. Karan terlalu berlebihan," ujar Budi. "Berlebihan?" tanya kakek. "Iya, Arcelia tidak terjun ke dalam dunia bisnis tapi Karan malah memberikan saham yang begitu penting padanya," jelas Budi. Kakek menatap Karan yang diam dengan wajah datarnya. Sementara Arcelia terlihat biasa saja, gadis itu malah memandangi menu sarapan yang terlihat tidak sabar untuk sarapan. 'Sekarang aku tidak perduli dengan perdebatan saham itu, rasa kecewa dan menangis semalam membuat aku menjadi sangat lapar.' "Itu hak Karan. Mari kita mulai sarapan," tukas kakek. Mendengar itu, Arcelia lantas tersenyum. "Tapi, Ayah. Lebih baik jika itu diberikan-" "Budi, tidak baik berdebat di depan makanan, sarapan saja dulu. Setelah itu kamu bisa berkeluh kesah, tapi tidak di sini," kata kakek tegas. Menghembuskan napas kasar, Budi hanya bisa menurut. Sarapan dimulai dengan keheningan, diantara mereka semua, hanya Arcelia yang menikmati sarapan i
"Arche!"Karan segera menerobos kerumunan, dengan perasaan panik dan khawatir berlari menuju Arcelia."Sakit," lirih Arcelia sembari memegangi keningnya."Coba aku lihat." Usai memeriksanya, Ethan kemudian meniup-niup kening Arcelia yang memerah akibat bola yang tadi menghantam dahi gadis itu."Sakit, Kak," lirih Arcelia sembari terisak. Satu tangan gadis itu memegangi d*d*.Keningnya yang terhantam oleh bola, namun hatinya yang terasa sakit. Arcelia masih marah terhadap Karan, akan tetapi melihat Karan dikerumuni oleh para gadis juga membuatnya kesal.Sepertinya memang benar kata mengenakan wanita bisa menyembunyikan rasa cintanya dengan rapat-rapat tetapi tidak dengan rasa cemburu."Kita ke rumah sakit se-"Ethan menghentikan ucapannya kala tubuhnya terdorong ke samping oleh Karan."Minggir!"Karan segera menangkup wajah Arcelia, seperti yang dilakukan oleh Ethan. Karan juga memeriksa dahi Arcelia dan meniupnya."Maaf, Arche. Aku tidak sengaja. Tadi aku mau melempar bola itu pada S*
Arcelia meletakkan gelas yang berisi sisa air perasan jeruk. Kedua mata gadis itu sedikit berair karena tadi tersedak."Tante mertua bikin kaget saja. Kenapa kalau aku hamil? Oh Tante mertua pasti sangat bahagia, ya mau menjadi nenek," kata Arcelia dengan senyum meledek.Mona melengos, kabar tentang kehamilan Arcelia sangat mengganggu ketenangan batinnya."Tinggal jawab saja apa susahnya, kamu hamil atau tidak?" Sewotnya.Bukanya menjawab, Arcelia malah kembali mengambil gelas yang masih tersisa air jeruk peras, kemudian meminumnya hingga habis."Ini sangat segar, apa Tante mertua mau? Biar aku bikinkan, ya."Melihat Arcelia yang begitu menikmati air jeruk asam itu membuat Mona meringis, wanita itu menganggap apa yang dilakukan oleh Arcelia adalah jawaban tersirat jika Arcelia benar-benar sedang hamil."Tidak usah." Mona lantas berbalik meninggalkan Arcelia."CK. Apa jika aku hamil akan membuatnya seketika menjadi miskin sampai setakut itu?" Decak Arcelia sembari memainkan gelas koson
"Cepat, Noah! Kenapa jalanmu seperti siput!" Bentak Karan saat Noah baru saja sampai.Tidak sabar, Karan segera menarik Noah yang masih berada di ambang pintu dengan tas besarnya.Noah yang masih mengantuk mendadak diseret pun lantas oleng terjatuh mencium lantai."Astaga, Karan. Sabar! Jika aku gegar otak siapa yang akan mengobati Arcelia!" Sewot Noah.Karan tidak perduli, dengan paksa laki-laki itu menarik satu tangan Noah agar bangun. "Tidak ada waktu untuk kamu jatuh. Cepat periksa istriku. Dia kesakitan sampai menangis! Perutnya sakit sekali katanya."Mendengar itu, Noah ikut panik. "Apa dia makan sesuatu dari tante Mona?"Noah segera menghampiri Arcelia yang masih menahan rasa sakit. Wajah gadis itu terlihat pucat sekali."Enggak tau, itu yang aku takutkan.""Arcelia, apa kamu makan sesuatu? Ada tanda-tanda seperti keracunan?" tanya Noah pada Arcelia.Arcelia menggeleng. "Aku tidak apa-apa dokter Noah. Ini sakit perut datang bulan."Noah lantas menoleh pada Karan, wajah laki-lak
Malam hari, tidak sesuai yang dijanjikan oleh Karan. Karan tidak bisa menyelesaikan pekerjaan yang menumpuk dengan cepat. [Noah, tolong bawa Arcelia ke sini.]Rencananya untuk membawa Arcelia makan malam tidak boleh gagal.[Aku sudah dalam perjalanan.]"Ya ampun, jantungku berdebar hingga tidak bisa berkonsentrasi mengerjakan ini." Telapak tangan besarnya mengusap d*d*, upaya untuk menenangkan debaran yang sangat cepat, padahal hanya makan malam tetapi banyak mengundang rasa khawatir, khawatir jika apa yang ia lakukan salah lagi.Lagi, Karan mengirim pesan pada Noah.[Kamu sudah menyiapkan tempatnya, kan? Jangan ada yang kurang. Harus sesuai dengan yang aku minta.]Karan kembali mencoba untuk berkonsentrasi menyelesaikan pekerjaan, memanfaatkan waktu yang tersisa.Akan tetapi, pikirannya tetap tertuju pada Arcelia. Tentang apa yang akan dia katakan dan bagaimana respon Arcelia. "Tidak bisa, aku tidak bisa menyelesaikan pekerjaan ini."Alhasil, Karan memanggil Bunga yang masih ada di