'Malaikat? Siapa dia?' Jemari Karan rasanya ingin sekali membuka pesan itu, mengecek siapa pengirim pesan yang sangat kurang ajar berani merindukan istrinya. "Ethan? Tidak mungkin, kemarin kami baru saja bertemu. Ini siapa lagi." Karan menoleh pada Arcelia yang masih berkutat menyelesaikan masakannya. "Aku benar-benar tidak mengenali kamu, siapa saja teman-teman dan orang yang dekat denganmu." Kembali menoleh pada ponsel Arcelia yang sudah menggelap. Karan menghela napas berat. "Siapa pun kamu, sekarang Arcelia adalah milikku, aku tidak akan membiarkan orang ketiga menjadi hama dalam rumah tanggaku." Beberapa menit berlalu. "Karan." Arcelia mendekat sembari membawa hasil masakannya, ia kemudian meletakkannya di atas meja. "Maaf, ya. Malah jadi kamu yang masak." Karan menatap jemarinya yang terluka, menyesal telah mengacaukan semuanya. "Aku suka memasak. Makanlah, tenang saja aku tidak menaruh udang di dalamnya," kata Arcelia sembari menyodorkan satu porsi untuk Karan, meski ber
"Karan!"Arcelia lantas berlari hendak menghampiri Karan."Berhenti, jangan mendekat, Arche.""Tapi-" Arcelia menatap disekitar Karan, pecahan gelas serta vas bunga berserakan. Yang membuat Arcelia khawatir adalah darah yang mengalir dari tangan Karan. "Aku tidak apa-apa." Karan beranjak dari posisinya. Tersenyum seolah tidak merasakan sakit meski tangannya terluka. "Jangan mendekat, kamu bisa terluka," sambung Karan.Tanpa memperdulikan pecahan kaca, Karan melewatinya untuk mendekat pada Arcelia.Sementara Arcelia, segera meminta kotak obat pada Bunga dan meminta tolong untuk membersihkan pecahan kata tersebut."Bagaimana bisa seperti ini? Darahnya keluar banyak banget." Arcelia membersihkan darah yang masih keluar."Aku ceroboh, tadi tidak sengaja menyenggol gelas dan vas bunga, niatnya mau beresin malah jadi terluka," beri tahu Karan."Udah tau tajam masih dipegang, jadi terlukakan," omel Arcelia sembari terus mengobati.Tersenyum tipis, Karan memperhatikan Arcelia yang sesekali m
Karan masih berbincang dengan seseorang menggunakan ponsel Noah, sementara Noah sendiri sudah tertidur di sofa."Sudah malam, sebaiknya kamu tidur," kata Karan berniat mengakhiri telefon."Kamu sangat kejam, Kak. Kita baru saja mengobrol setelah sekian lama meskipun dari tadi hanya aku saja yang bercerita."Menghela napas berat, Karan kembali mendengarkan celotehan orang di balik telfon itu.Sementara itu di dalam kamar, Arcelia tengah ketakutan setengah mati karena perbuatan Bryan."Sangat menyedihkan bukan? Didalam mimpi pun aku harus memaksamu." Jemari Bryan mengusap bulir bening yang terus keluar dari sudut mata Arcelia.Gerakan yang pelan, namun sangat menakutkan. Sedikit pun Bryan tidak membiarkan Arcelia bergerak."Bryan, jangan ...." Selama mengenal Bryan, Arcelia belum pernah melihat kegilaan Bryan yang seperti ini.Meski tahu tahu Bryan yang tengah mengalami patah hati, akan tetapi Arcelia tidak menyangka Bryan akan melakukan hal semacam ini padanya."Sttt ... jangan menangi
"Ambil sekarang juga, Karan." Arcelia mengulang permintaannya. Sorot matanya menunjukkan keputusan asaan.Karan tertegun, sebagai laki-laki dewasa Karan memang menginginkan hal itu."Arche, aku tahu perasaanmu sedang kacau. Sebaiknya kamu istirahat, ya. Tenanglah, tidak akan terjadi sesuatu yang buruk, kedepannya aku akan menjagamu lebih hati-hati. Bila perlu aku akan memakai jasa bodyguard.""Kamu tidak mau? Kamu pasti j*j*k padaku, kan?" tanyanya dengan air mata yang kembali mengalir.Perasaan Arcelia benar-benar terguncang, takut, merasa bersalah pada Karan. Mati-matian dirinya menolak Karan untuk tidak menyentuhnya lebih dulu.Tetapi ia malah tidak bisa melindungi diri dari pria lain. Untuk kedua kalinya, Karan menyelamatkan kehormatannya. Karan yang menjaganya, menjaga sesuatu yang memang sudah seharusnya menjadi milik Karan.Arcelia kira dirinya tidak trauma, ternyata salah, ketakutan yang mengerikan itu tidak berlaku jika berada di dekat Karan. Sentuhan Karan tidak membuatnya
Pagi hari saat matahari masih belum sepenuhnya terbit, Karan menemui Bryan dikamar laki-laki itu."Maaf, Kak. Aku memang pantas mendapatkan ini," kata Bryan sembari menunduk.Wajah yang lembam semakin memancarkan kesedihan dan penyesalan Bryan.Meski sesungguhnya Karan ingin kembali memukul Bryan, tetapi Karan menahan diri."Kamu pikir kata maaf bisa menyembuhkan trauma? Dimana otak dan akhlak baikmu yang selalu papa banggakan, Bryan?" Sinis Karan."Apa yang aku lakukan memang sangat tidak benar, Kak. Aku tidak bisa mengendalikan perasaanku, ditambah dengan pengaruh alkohol, aku salah. Maaf, karena sebenarnya selama ini aku menyimpan rasa terhadap Arcelia," terangnya.Bryan menatap wajah Karan, menunggu respon laki-laki itu atas kejujurannya, tetapi Karan sama sekali tidak terkejut. "Tidak ada orang yang bisa melarang perasaan seseorang, tetapi kamu harus sadar diri, Bryan. Sekarang Arcelia istriku, aku rasa kamu cukup waras untuk menyadari hal itu dan mengerti tentang batasan yang t
Saat ini Karan sudah siap dengan setelan kerjanya, laki-laki itu tengah membujuk Arcelia agar tetap di rumah. "Di rumah aja? Kamu bisa mengajak temanmu untuk menemani di sini. Nanti aku akan berusaha pulang lebih cepat," ujar Karan.Sedari tadi Arcelia mengatakan ingin ikut ke kantor, tetapi melihat keadaan sang istri yang masih kurang baik, membuat Karan merasa tidak tega. Andai tidak ada pertemuan penting, Karan akan lebih memilih untuk tidak berangkat kerja."Kamu nggak mau aku ikut?" Tuduh Arcelia dengan ekspresi wajah yang ditekuk.Karan lupa jika Arcelia masih dalam periode datang bulan yang artinya mood Arcelia mudah sekali jungkir balik.Segera Karan menggelengkan kepalanya serta menggerakkan kedua telapak tangan seraya tersenyum tipis, pertanda jika Arcelia salah paham. "Bukan seperti itu, nanti kamu bakal sendirian di ruang kerja, apa nggak apa-apa?""Aku sudah biasa kamu tinggal keluar, kan?" Sahut Arcelia masih dengan wajah yang tidak bersahabat.Masalahnya adalah, Karan k
Untuk pertemuan dengan klien terakhir, kali ini Arcelia ikut, pertmuan berakhir tepat jam lima sore. Saat ini keduanya berjalan menuju lobi, di sana mereka berpapasan dengan seseorang."Sial, mau ngumpet udah tanggung banget, mereka liat muka gue nggak, ya?" Laki-laki itu menutup wajahnya menggunakan map yang ia bawa."Azka," panggil Karan."Ketahuan," gumamnya seraya menurunkan map, lalu memberikan senyum lebar. "Hallo, Kakak ipar, lama tidak bertemu."Karan diam, laki-laki itu memperhatikan penampilan Azka yang tidak seperti biasanya. Remaja itu mengenakan stelan formal yang jelas terlihat mahal."Baik. Apa kamu sedang magang, bukannya kamu masih SMA?" tanya Karan.Tersenyum kikuk, Azka pun berjalan lebih mendekat. "Hutangku banyak, jadi aku latihan bekerja, Kak, lumayan lah untuk tambahan uang saku," katanya berbisik."Hutang?" Karan bertanya dengan satu alis yang terangkat. Ia semakin curiga dengan keluarga Arcelia."Aku merusak banyak mobil, itu hanya salah satu kecerobohanku. Ja
Sekuat jiwa dan raga Karan berusaha mengurung hasratnya, apa lagi mengingat kejadian mengenaskan kemarin malam. Kini karan memilih mengangkat Arcelia ke atas pangkuanya dengan posisi Arcelia yang membelakanginya. Laki-laki itu kemudian menjatuhkan dagunya pada bahu sang istri."Dongeng time," katanya sebelum memulai bercerita.Dalam diam, Arcelia mengamati pergerakan Karan. Dirinya baru menyadari jika Karan tergolong sedikit romantis dan manis meski terkadang berakhir konyol dan kacau."Hm, cepat ceritakan.""Aku tidak mengerti mama dan papa menikah berdasarkan karena apa. Yang aku tau, papa berhianat dari mama. Papa menjalin hubungan dengan tante mona hingga menghasilkan Bryan.""Jadi dia adik tirimu, makanya kamu membencinya?""Aku tidak membencinya," sanggah Karan."Tidak membencinya tapi ingin melihatnya hancur," cibir Arcelia.Sejenak Karan terdiam, ia berpikir sejak kapan ia jadi kesala pada Bryan, sungguh niat awalnya mengambil Arcelia untuk membuat Mona dan sang papa sakit ha
Perkelahian sengit pun terjadi, Aarav benar-benar serius setiap melayangkan serangannya.Kedua laki-laki dewasa itu sudah mendapat lebab di masing-masing bagian tubuh.'Untuk orang yang sangat sibuk mengurus perusahaan raksasa, dia cukup tangguh,' batin Karan.Buk! Karan lengah, wajahnya terkena tinju keras oleh Aarav."CK. Lemah begini jadi suami Arcelia," ejek Aarav mulai menyerang mental Karan.Mulai mengurangi rasa sopan, Karan pun membalasnya, "Meski lemah. Setiap aku pernah menjadi penyelamat istriku." Ingat mental Karan tidak selemah itu."Cih. Sudah lemah, sombong pula. Kau memang menyelamatkannya, tetapi tetap saja akulah hidupnya," ucap Aarav semakin menjadi-jadi.'Sepertinya dia memang tidak beres. Mana ada seorang kakak mengatakan hal seperti itu. Baiklah akan aku buat sadar dengan pukulan ini.'Karan pun berhasil memukul wajah Aarav. "Jelas posisi kita berbeda. Kamu kakaknya, dan aku suaminya yang sekarang bertahta dihati Arcelia. Kamu memiliki batasan, sementara aku ti
Dahi Arcelia berkerut karena mendengar pertanyaan Karan. "Mengapa bertanya seperti itu?""Tidak apa-apa. Hm. Dia sangat positif, ya?"Arcelia terkekeh. "Apa kamu cemburu dengan kakak iparmu sendiri?""Sedikit, kamu terlihat sangat manja padanya."Arcelia tidak habis pikir dengan apa yang Karan katakan, Karan terlalu berlebihan. "Karan. Kak Aarav itu kakak kandungku, kamu memiliki aliran darah yang sama, begitu juga dengan Azka.""Aku lega mendengarnya. Tapi, apa kalian memang sedekat itu?"Arcelia lantas mengangguk. "Jangan berpikir macam-macam. Kami benaran kakak beradik. Kak Aarav adalah malaikat dalam hidupku, aku harap kamu juga bisa dekatnya, layaknya kakak adik."'Tatapanya saja seperti laser padaku. Aku tidak yakin bisa menjadi ipar yang rukun dengannya.' Karan membatin."Dia melarang untuk tidak menggangu waktu kalian. Apa itu tidak terlalu kejam? Aku kan suamimu.""Kami jarang sekali bertemu. Apa lagi semenjak aku pindah ke sini, aku dan kak Aarav bertemu hanya sekitar setah
Kini semuanya berkumpul, duduk di ruang keluarga termasuk Azka.Semua rasa penasaran Karan telah terjawab. Ethan satu circle dengan kakak Arcelia yang bernama Aarav. Dan Karan yakin masih ada lagi orang-orang luar biasa yang mengenal bahkan dekat dengan Arcelia mengingat seorang Aarav adalah kakaknya.Dengan rumah yang bisa dibilang sederhana untuk ukuran konglomerat seperti orang tua Arcelia, orang di luar sana pasti tidak akan menyangka jika keluarga yang berada di dalamnya adalah sultan. Bahkan Karan sendiri sempat menganggap Arcelia kalangan biasa.'Mereka sangat pandai menyembunyikan jati diri. Tidak aku sangka ternyata aku telah menikahi seorang putri.'"Kalian akan menginap, kan?" Tanya Abbas, ayah Arcelia.Arcelia lantas menoleh, ia belum membicarakan ini dengan Karan. "Jika Arcelia menginginkannya. Kami akan menginap, Ayah," jawab Karan.Arcelia mengangguk. "Kita menginap."Abbas tersenyum senang. "Karan, kamu belum mengenal putra pertamaku. Saat kalian menikah dia tidak bis
"Aku benar-benar merindukanmu," katanya kemudian kembali memeluk Arcelia setelah mencium pucuk kepala gadia itu."Bukankah kamu sangat sibuk? Suatu keajaiban kamu pulang," ucap Arcelia.Laki-laki itu memasang wajah sedih. "Dari kata-katamu sepertinya kamu tidak meringankan aku, ya." Arcelia terkekeh pelan, ia kemudian membalas pelukan laki-laki itu. "Mana mungkin aku tidak merindukanmu."Di tempatnya, Noah menahan Karan sekuat tenaga. Laki-laki itu selalu melontarkan kata mutiara supaya Karan tenang."Lihat! Gunakan otak cerdasmu. Kali ini Arcelia memeluknya!" Geram Noah.Karan terdiam membantu, ia seakan dalam mimpi, kebahagiaan yang baru terjadi kini seakan lenyap begitu saja dengan pemandangan yang mengerikan di depan sana.Arcelia mengurai pelukannya, ia tatap laki-laki di depannya dengan senyum yang begitu lebar. "Sekarang mana hadiah untukku?"Laki-laki itu mencibir, kemudian berpura-pura merajuk. "Apa kamu hanya mengharap hadiah dariku?""Tidak sih. Tapi sepertinya kurang leng
Dari balik kaca besar lantai dua, tepatnya di dalam kamar. Mona berdiri,. pandangannya menatap ke bawah di mana ada Arcelia yang tengah mengobrol dengan kakek."Sayang sekali wanita itu tidak berada dipihakku. Keberaniannya akan sangat menguntungkan jika saja Bryan tidak terlambat menjeratnya."Mona akui, sisi berani dan tegas Arcelia sangat cocok untuknya. Akan tetapi karena di kubu yang berbeda dan selalu membuat dirinya naik pitam membuat Mona saat ini begitu geram pada Arcelia."Sekarang kamu masih bisa tertawa dengan pak tua itu. Tunggu saja tanggal mainnya," gumamnya dengan tatapan sinis dan kebencian.Sementara itu di taman bunga.Arcelia tengah menemani kakek meminum teh."Terimakasih Arcelia," ucap Kakek."Untuk apa, Kek? Aku tidak melakukan apa pun," kata Arcelia bingung.Tersenyum tipis, mata tua kakek menatap bunga yang bermekaran di depan mereka. "Kamu telah membuat Karan berwarna dan segar seperti bunga-bunga itu."Terkekeh pelan, Arcelia menggeleng. Dirinya tidak merasa
Arcelia terdiam, dalam benaknya menghitung beberapa teman serta mengingat semua sikap prilaku mereka terhadap dirinya.Sementara itu, Karan menunggu dengan penuh harap."Sepertinya tidak ada yang berlebihan. Diantara mereka memang Bryan yang bersikap sangat perhatian," ucap Arcelia.Karan menghela napas kecewa. Ia pikir akan mendengar cerita tentang malaikat. 'Kalau seperti itu. Apa si malaikat ini orang yang terobsesi dengan Arcelia. Apa mungkin seperti yang Noah bilang kalau yang dimaksud nama malaikat, malaikat pencabut nyawa?'---Esok hari.Arcelia yang suka dengan kegiatan memasak, pagi ini hendak membuat bekal untuk Karan.Dari ambang pintu dapur, ia melihat Mona yang tengah memberi tahu para pekerja untuk memasak."Kalau dilihat sih kayak orang bener, nggak taunya monster," batin Arcelia.Ia mempertahatikan setiap pergerakan Mona, siapa tahu wanita itu akan menyisipkan bubuk aneh ke dalam bahan makanan, sejenis r4cvn, mungkin?"Jangan pakai itu. Bryan tidak suka." Terdengar su
Arcelia masih terdiam di tempatnya, sementara Bryan mulai melangkah masuk ke dapur dengan sepasang mata yang menatap lurus pada Arcelia.Melihat pergerakannya Bryan yang sudah melewati pintu, Arcelia lantas membuang pandangan kemudian melangkah menuju pintu.Saat keduanya hendak saling melewati, Bryan berucap, "Arche, boleh minta waktunya sebentar?"Arcelia berhenti, namun gadis itu diam saja.Bryan berbalik memposisikan diri di depan Arcelia. Reflek Arcelia sedikit melangkah mundur.Pergerakan Arcelia yang menjauh darinya membuat hati Bryan yang masih terluka bagai disiram air jeruk nipis, perih, panas dan sakit sekali.Meski hal yang Arcelia lakukan sangat wajar tetapi rasanya sungguh sangat menyakitkan.Untuk memberi ruang, Bryan mengambil satu langkah mundur. Bryan tersenyum kecut, laki-laki itu pun berucap, "Kamu tidak perlu takut, Arche. Aku hanya ingin meminta maaf untuk hal yang sangat tidak pantas yang telah aku lakukan."Arcelia mengangguk pelan, dirinya bingung harus mengat
Karan menggeleng sangat pelan, laki-laki itu kemudian berbisik, "Ikuti saja alurnya, percaya pada Arcelia, kamu dengar, kan kalau ini menyangkut nyawa. Kesehatan orang itu memang buruk, aku tahu karena pernah melakukan kerja sama dengan beliau.'Noah nyaris berdecih. 'Percaya katanya? Tadi saja jika aku tidak masuk tepat waktu dia akan memukuli laki-laki itu,' gerutu Noah dalam hati.Pertemuan mendadak itu pun berakhir usai mereka mengobrol beberapa menit. Orang tua Irena pamit lebih dulu untuk ke rumah sakit.Sementara Irena saat ini lagi-lagi bersimpuh, kali ini menghadap pada Noah. "Maaf dan terimakasih banyak. Mas dokter sungguh mulia, aku sangat berterima kasih," kata Irena."Kak Noah, maaf. Ini beneran urgent. Kebetulan Kak Noah jomblo, jadi tidak ada salahnya jika mencoba berkenalan dengan temanku ini," ucap Arcelia sedikit terdengar tidak tahu diri di telinga Noah.'Sepertinya dia tertular Karan.' Noah membatin.Noah memijit pelipisnya, ia memang menginginkan pasangan. Tetapi
Napas Karan memburu saat dari sudut pandangnya melihat seorang laki-laki tengah mencium tangan Arcelia.Usai mendorong Dewa, Karan menarik tangan Arcelia. Menaruh sang istri di belakangnya."Karan, kamu salah paham," ucap Arcelia seraya menyentuh lengan laki-laki itu."Salah paham apanya? Dia sudah kurang ajar berani menyentuhmu!" Tekan Karan menggeram. Sepasang mata sipitnya menatap tajam pada Dewa.Sedari malam ia sudah dihantui rasa takut akan kehilangan Arcelia. Setelah tadi Arcelia panik dan terburu-buru datang hanya untuk laki-laki lancang yang baru saja mencium tangan sang istri."Karan, dia-""Teman macam apa yang mencium tangan temanya, Arche?" Potong Karan. Raut wajah laki-laki itu sudah tidak bisa didefinisikan.Kombinasi marah, khawatir, ingin mengamuk menjadi satu.Dewa yang baru saja bangun dari jatuhnya lantas mendekat pada Karan. "Maaf. Anda benar-benar salah paham. Aku tadi tidak mencium tangan Arcelia, hanya sedang memohon-""Memohon agar mau denganmu?" Lagi-lagi Kar