Arcelia pun sama terkejutnya dengan Karan, saat kedua matanya melihat seseorang yang sedang duduk dengan senyum mengembang sembari menatapnya."Karan, Ethan bilang ingin meminta maaf atas kesalah pahamannya kemarin," kata Kakek.Karan masih menatap tajam terhadap Ethan, sementara Ethan sudah merubah ekspresi setelah melihat Arcelia."Kakek, mengenalnya?" Tanya Karan.Kakek lantas mengangguk. "Dia anak muda berbakat yang ramah dan rendah hati, kakek memang belum terlalu lama mengenalnya, tapi dia begitu baik. Kakek rasa dia akan cocok jika menjadi temanmu, mengingat kamu yang tidak punya banyak teman, Ethan juga mirip-""Tidak, Kek. Aku tidak membutuhkan teman." Karan memotong ucapan sang kakek. Memang, Ethan sedikit mirip dengan salah satu sahabatnya yang telah meninggal."Sayang sekali Bryan belum pulang. Bryan bisa menjadi partner yang baik untuk pekerjaan atau teman. Dia mudah bergaul, Ethan," timpal Mona dengan senyum ramah. Wanita itu selalu mencari peluang keuntungan disetiap ke
Bahkan sampai di dalam kamar pun bibir keduanya masih dalam posisi yang sama saling menyesap, seakan enggan untuk saling melepaskan.Perlahan, Karan membaringkan Arcelia di atas kasur. Sejenak laki-laki itu melepaskan b*b*r Arcelia supaya gadis itu mengambil napas yang mulai tersengal. Lalu kembali melanjutkannya.'Aku tidak akan melepas Arcelia dan tidak akan membiarkannya pergi.' b*b*r Karan kembali bermain, menikmati rasa manis yang membuatnya nyaman juga ketagihan.Tiba-tiba, Arcelia mendorong wajah Karan, lalu gadis itu menyembunyikan wajahnya pada d*d* bidang laki-laki itu.'Ya ampun apa yang telah merasukiku? Mengapa aku bisa terbuai dan melakukannya sepanas itu. Itu pasti bukan aku!' Arcelia memarahi dirinya sendiri setelah kesadarannya kembali, gadis itu menggelengkan kepala beberapa kali, membuat Karan merasa geli. "Apa kamu mulai menyukainya, hm?" Bisik Karan."Mungkin aku khilaf." Arcelia menjawab asal. Saat Karan hendak mengubah posisi untuk berbaring, kedua tangan Arce
Arcelia memperhatikan Karan yang tengah fokus mempimin rapat. Gadis itu merasa Karan memang sangat aneh. Bisa-bisanya laki-laki itu melibatkan dirinya dalam rapat itu.Dan yang lebih lagi, Karan menggunakan namanya dalam projects yang Arcelia sendiri tidak tahu menahu tentang hal itu."Apa kamu berencana membuatku menjadi wanita karir? Jika begitu, jangan berharap, Karan. Itu tidak akan mungkin," kata Arcelia setelah selesai rapat.Karan menggeleng. "Bukankah kamu ingin membuatku menjadi gelandangan jika memaksamu untuk melayaniku? Tidak perlu repot-repot. Aku memasukkanmu kedalam jajaran salah satu pemegang saham," kata Karan dengan enteng.Kedua mata Arcelia membola, tidak percaya dengan apa yang dilakukan oleh Karan. "Apa kamu gila, Karan? Aku tidak mau, mengapa kamu tidak mengatakannya lebih dulu? Aku sama sekali tidak tertarik dengan itu! Lagi pula aku tidak mengerti mengenai hal seperti itu."Karan memperhatikan ekspresi wajah Arcelia. Jika wanita lain, mungkin akan berterima ka
Saat lift terbuka, Arcelia segera keluar berjalan menuju ruangan Karan. "Apa kamu juga akan menemui Karan?" tanya Arcelia pada Bryan yang mengikutinya.Bryan pun mengangguk. "Ada beberapa hal yang tidak aku pahami, aku harus menanyakan padanya. Kak Karan menyerahkan satu projects besar padaku."Keduanya pun masuk secara bersamaan, mengalihkan perhatian Karan yang awalnya fokus pada berkas.Melihat itu, rasanya Karan ingin menghancurkan laptop yang ada di depannya. Tadi pagi, ia menyaksikan Arcelia yang sarapan sembari mengobrol hangat bersama pria lain, dan sekarang melihat berjalan beriringan dengan Bryan, entah mereka dari mana hingga bisa bersama. 'Memang tidak seharusnya aku membiarkan Arcelia sebentar saja jauh dari jangkauanku.'Bryan segera duduk di kursi yang ada di depan meja kerja Karan. Sementara Arcelia sudah duduk di sofa, gadis itu memainkan ponselnya, sibuk bertukar pesan dengan Azka mengenai hal yang baru saja ia perintahkan.Usai mendapat arahan dari Karan, Bryan lant
Beberapa detik berlalu, Arcelia masih di posisi yang sama. Terdiam dengan bibir yang sedikit terbuka, masih sangat shock.Telapak tangan Karan terangkat, ibu jarinya mengusap pelan bibir bagian bawah Arcelia. "Ayo, lanjutkan makannya. Arche, aku tidak bisa menahan diri jika terus melihat b*b*rmu terbuka seperti ini. Seolah sedang memanggilku untuk menghabisinya," bisik Karan.Seketika kesadaran Arcelia kembali. Gadis itu hendak menepis tangan Karan yang masih setia berada di b*b*rnya. Akan tetapi mengingat sedang berada di tempat umum, Arcelia mengurungkannya.Dengan cekatan, Arcelia mengambil satu sendok makan kemudian menyuapkan pada Karan. Gadis itu tersenyum semanis. "Tolong ingat tempat. Aku sungguh tidak memiliki wajah ketika bersamamu, Karan. Apa kamu benar-benar tidak memiliki urat malu?" geram Arcelia sangat pelan.Apa yang dikatakan sangat jauh berbeda dengan senyum yang ditampilkannya.Karan menerima suapan itu dengan senyum tipis tetapi terlihat kepuasan pada raut wajahnya
"Ya ampun, maaf aku tidak sengaja, Karan."Arcelia beranjak dari duduknya, gadis itu menghampiri Karan yang masih terlentang di atas karpet, Arcelia merasa sedikit panik sebab kepala Karan sempat membentur kaki meja.Kedua mata Karan mengerjap kala melihat dari bawah, Arcelia yang berdiri hingga dapat melihat sesuatu yang tertutup.Arcelia menunduk menggeserkan meja. Lalu gadis itu ikut berbaring di atas karpet. "Lebih baik kita berbaring di sini saja."Karan masih terdiam memikirkan apa yang baru saja dirinya lihat."Karan!" Arcelia memanggil nama Karan untuk kedua kalinya karena laki-laki itu diam saja."Putih," ucap Karan spontan."Apa yang putih?"Karan sedikit gelagapan, laki-laki itu lantas menggeleng. "Tadi aku lihat putih-putih yang terbang," katanya bohong."Kamu mau menakutiku? Aku sama sekali tidak takut dengan hal seperti itu, Karan. Manusia lebih mengerikan dari pada hantu."Berdehem pelan, kedua mata Karan sedikit melirik ke arah bawah. Yang tentu mendapat pemandangan p*
Karan melanjutkan langkahnya, tidak perduli dengan segala umpatan yang dikatakan oleh Mona."Karan! Aku tidak akan memberikan kamu menghancurkan Bryan!" Teriak Mona penuh amarah.Selama ini, hidup Karan seperti permainan bertahan hidup dalam hutan rimba. Keadaan memaksa Karan untuk menjadi tangguh, saat masih kelas 1 SMP, Karan kehilangan mama tercintanya. Selepas mamanya meninggal pun, Karan mengalami beberapa kali percobaan pembunuhan, hingga ia kehilangan sahabatnya yang menyelamatkan dirinya.Meninggalnya mama Karan penuh dengan kejanggalan, namun saat itu, Karan masih terlalu kecil untuk mengungkap semua itu, apa lagi papa Budi sengaja menutup kasus kematian istrinya, Karan tidak bisa melakukan apa-apa.Usai mengetahui penyebab kematian sang mama, pada saat itu juga Karan berjanji akan membalas semua perbuatan papa Budi serta Mona terhadap mamanya."Mari kita lihat bagaimana Tuhan akan memberi keadilan," gumam Karan.Tiba di dalam kamar, Karan membaringkan Arcelia di atas tempat
Karan segera bangun, laki-laki itu berlari mendahului Arcelia, jemarinya dengan gesit mengunci pintu lalu melemparnya sembarang."Arche, kalau kamu ingin pulang besok saja, ya. Aku akan mengantarmu, kita akan menginap dirumahmu," kata Karan dengan hati-hati.Arcelia lantas menjatuhkan dirinya di atas lantai, gadis itu menangis tersedu-sedu. Sakit karena cinta sungguh sangat menyiksa. Arcelia ingin memukuli Karan secara habis-habisan namun, bukan itu juga yang hatinya inginkan."Cintamu memang bohong, kamu benar-benar ingin mengembalikan aku pada orang tuaku," racaunya. Perasaan Arcelia sangat kacau.Mengusap wajahnya secara kasar, Karan sungguh bingung menghadapi Arcelia dalam mode seperti ini. Yang ada hanya semakin salah paham jika Karan semakin menjelaskan.Karan berjongkok hendak memeluk Arcelia."Jangan menyentuhku!" Bentak Arcelia. Yang mana membuat Karan semakin frustasi.Seklebat ucapan sang ayah mertua muncul pada ingatan Karan."Karan, Arcelia memiliki sisi yang sangat rapuh