Daru memijat pangkal hidungnya lelah. Pemberitaan tentang dirinya dan sang mantan istri masih terus ramai di media.
Apa sih mau mantan istrinya itu?? Bukankah mereka sudah sepakat untuk berpisah? Mengapa malah bikin heboh khalayak luas?? Terlebih malah dirinya yang dicap jelek orang-orang karena tidak mau berkorban demi kebahagiaan anak mereka.
Evan Rahadian Bratadikara... Anak lucunya yang berusia lima tahun itu.
Bukannya Daru ingin egois, tapi untuk apa pernikahan dipertahankan jika tak ada cinta untuk Rebecca. Bukankah anaknya akan lebih kasihan lagi jika hidup di dalam kepura-puraan?
"Papa!"
Daru langsung menjauhkan tangannya dari pangkal hidung yang sejak tadi dipijatnya itu. Wajahnya sumringah saat sang jagoan menghampirinya dengan membawa mainan robot-robotan di tangannya.
"Hai, Boy!" Daru langsung menangkap tubuh mungil itu, lalu memangku anak tersayangnya, kebanggaannya. Terima kasih untuk Rebecca, yang telah melahirkan anak setampan ini.
Daru memperhatikan wajah sang anak yang duduk menyamping di pangkuannya. Hidung dan bibir sang anak sangat mirip dengannya.
Pria ini mengusap sayang rambut tebal Eva. "Kenapa bangun?"
"Papanya enggak ada!"
Daru tertawa renyah melihat wajah merajuk anak manjanya ini. Anaknya selalu seperti ini, akan terbangun dari tidur jika Daru tak ada di sampingnya dalam waktu yang lama. Makanya sebisa mungkin, Daru akan tiba di rumah tidak lebih dari pukul delapan malam, kecuali jika ada pekerjaan yang mau tak mau membuatnya lembur bahkan sampai pagi.
"Ya udah, sekarang tidur lagi ya, Boy... Papa juga mau tidur. Lagian juga, besok Evan sekolah kan?" Daru langsung bangkit dari duduk, lalu menggendong sang anak menuju kamar pribadinya. Walaupun Evan sudah punya kamarnya sendiri yang berada tepat di samping kamar Daru, tapi anak itu lebih sering tidur bersama sang papa.
"He em... Papa sama Mami yang anterin aku ya?" tanya sang anak yang sudah merangkul leher Daru dengan mainan robot yang masih berada di tangannya.
Daru berhenti melangkah. Senyum yang tadi terbit luntur seketika. Apakah anaknya sekeras ini ingin agar Daru dan Rebecca kembali bersama?
Daru meredakan tenggorokan yang tak gatal, lalu kembali melangkah. Pria ini kembali memasang senyum, kali ini senyum dipaksakan.
"Mami lagi banyak kerjaan. Mungkin, besok Mami ikut jemput Evan pulang sama Papa."
"Yeyyy!! Kita jallan-jallan dullu ya, Papa, besok pas aku pullang sekollah!" Sumringah Evan, yang dibalas Daru tawa geli dan anggukan kepala.
Dalam hati, Daru merasa enggan menghubungi Rebecca. Pria ini masih kesal oleh ulah Rebecca yang menurutnya sembarangan itu. Tapi kalau tidak, kasian anaknya yang sudah berharap lebih.
***
"Mama!"
Zeta melambaikan tangan sambil sumringah saat sang anak berlari ke arahnya sambil menggendong tas punggung bergambar barbie.
Setelah sang anak sampai di depannya, Zeta menumpukan lutut di atas tanah, lalu mengusap sayang keringat yang membanjiri dahi sang anak.
"Maaf Mama telat."
"Enggak apa-apa. Aku ditemenin sama temen akuh." Misha menunjuk bocah laki-laki yang berjalan menghampiri mereka dengan seorang pria dewasa di sebelah bocah itu yang menggandeng tangan sang bocah laki-laki.
Zeta mengulas senyum lembut ke arah sang bocah, lalu mengalihkan pandangan ke arah pria di samping teman anaknya itu.
Deg...
Senyum Zeta luntur seketika, saat melihat wajah itu. Wajah yang semalam menjadi pemberitaan hangat di mana-mana bahkan sampai sekarang.
Jantung Zeta berdetak sangat kencang seperti habis mengikuti lomba lari maraton.
Pria itu... pria yang tak pernah dilihatnya selama hampir sepuluh tahun, kini berdiri di hadapannya?
Terlihat sang pria pun terkejut luar biasa. Tatapan mereka bertemu.
"Misha, kamu mau ikut aku enggak?" tanya sang bocah laki-laki pada anak Zeta, yang membuat Zeta tersadar, lalu memutuskan tatapannya dan sang pria terlebih dahulu.
Zeta kembali berdiri, lalu memegang kedua bahu sang anak dari belakang, karena anaknya kini berhadapan dengan bocah laki-laki yang bisa Zeta yakini adalah anak dari mantannya yang brengsek ini.
"Ke mana?"
"Aku mau jallan-jallan sama Papa dan Mamiku!" seru sang bocah laki-laki heboh.
"Wahh!!! Enak!!!" Misha membalikkan tubuh ke arah Zeta, lalu menengadah kan kepala untuk menatap sang mama, tatapan penuh harap. "Boleh ikut sama Epan enggak, Ma?"
Zeta terdiam kaku beberapa saat, ketika mendengar pertanyaan sang anak. Lalu tak berapa lama, Zeta tersenyum lembut sambil mengusap rambut Misha yang diikat dua itu dengan lembut.
"Ehm... Sayang, Misha lupa ya, kalau Ayah udah nunggu mau makan siang bareng kita?"
Misha langsung membolakan matanya terkejut, karena sepertinya teringat atas apa yang baru saja Zeta katakan. Bocah perempuan ini kembali berbalik, lalu menatap temannya. "Maaf akuh lupa mau makan sama Ayahkuh di kape Mama."
"Yaaa... Ya udah, llain kalli kita jallan-jallan sama Papa Mami aku ya," ucap sang bocah, yang langsung diangguki Misha.
"Ehm, nama kamu siapa?" tanya Zeta pada teman sang anak, tanpa peduli pria yang sejak tadi berdiri di samping bocah laki-laki itu menatapnya tak berkedip.
"Evvan, Tante."
"Wah, namanya bagus banget!" seru Zeta heboh, seolah mendapat jakpot, yang dibalas Evan tawa renyah. "Makasih ya, Evan udah mau nemenin Misha sampai tante datang."
"Sama-sama, Tante. Evvan juga llagi tunggu Mami, iya kan Pa?" tanya Evan pada sang papa yang masih betah menatap Zeta yang kali ini memasang wajah tak suka ke arahnya.
Apa-apaan mantannya ini?! Menatapnya seperti tak pernah melihat wanita saja!
"Pa~" rengek Evan yang akhirnya menyadarkan Daru.
"E-eh ya, kenapa, Boy?" tanya Daru gelagapan. Sial! Dia terlalu terkejut namun terpesona secara bersamaan, saat kembali menatap wajah itu, wajah manis dengan rambut merah seperti dulu, rambut merah alami yang dimiliki mantan kekasihnya itu. Wajah sang mantan kekasih, terlihat jauh lebih dewasa dan semakin bersinar. Pakaian sederhana yang dipakai sang mantan, kaos lengan tujuh per delapan berwarna merah jambu serta celana jeans pas body, malah membuat penampilan sang mantan persis seperti anak muda yang belum mempunyai anak.
Double sial! Mengapa dia seperti pria keganjenan yang naksir sama istri orang?! Sadarlah, Daru, mantanmu sudah menikah dan punya anak!
"Tadi aku billang, kallau kita llagi tunggu Mami."
Daru kembali ke alam nyata, saat sang anak mengingatkan mengapa mereka masih ada di sekolah sang anak sejak setengah jam yang lalu.
"Mami jadi datang kan, Pa?" tanya sang anak kembali.
"Ehm... Ya--"
"Sayang~ maaf mami telat!"
Wajah Daru langsung berubah datar saat tiba-tiba sang mantan kekasih sudah berada di depannya, lalu memeluk tubuh anak mereka.
Daru berdecak kesal, karena pakaian Rebecca yang terbuka di mana-mana. Apakah wanita ini tak bisa berpakaian sopan saat bersama anak mereka?!
"Maaf aku telat, Pa..." ucap Rebecca lembut sambil menatap Daru penuh cinta.
Ingin sekali Daru mendengus kasar, namun ditahannya karena ada anak mereka.
"Ya udah ayo jalan," balas Daru datar, namun tiba-tiba, tubuh pria ini menegang karena baru teringat jika masih ada Zetaya dan anaknya di depan mereka.
"Ehm... Ma-Mamanya Misha, saya... saya permisi dulu ya," ucap Daru canggung, yang hanya dibalas sang mantan anggukan singkat dengan wajah datar. Daru mengalihkan pandangan ke arah bocah perempuan berambut merah, rambut yang mirip dengan mantannya. Sebenarnya sejak tadi Daru sudah memperhatikan rambut teman anaknya itu. Rambut merah yang sangat jarang dimiliki penduduk asli negara ini. Rambut yang mengingatkannya pada sang mantan. Dan benar saja, ternyata teman anaknya adalah anak dari mantan kekasih yang pernah disakitinya itu.
"Om pulang dulu ya," ucap Daru sambil tersenyum lembut, lalu mengusap sayang rambut anak mantan kekasihnya.
"Makassihh ya, Om, udah temenin akuh."
"Sama-sama, Sayang."
"Pa, ayo, sepertinya Evan sudah tidak sabar ingin bermain dengan kita," ucap Rebecca dengan nada manja. Wanita ini menatap penampilan Zeta dari atas sampai bawah, lalu senyum meremehkan terbit dari bibirnya.
"Saya pikir tadi Anda itu babysitter temannya Evan. Ternyata mamany--"
"Kamu sebaiknya ajak Evan ke mobil lebih dulu, Becca!" sentak Daru tak suka. Mantan istrinya ini masih saja suka menghina orang terang-terangan sejak dulu.
Rebecca memelototkan matanya tak terima, namun langsung mengikuti ucapan mantan suaminya itu, karena wajah Daru terlihat tak bersahabat saat ini.
Setelah kepergian Rebecca dan Evan, Daru kembali menatap Zeta, kali ini dengan tatapan permohonan maaf.
"Maaf, Becca gak berma--"
"Gak masalah, Papanya Evan. Saya sudah biasa dibilang seperti ini hanya karena saya tidak suka pakai pakaian rapi untuk jemput anak saya. Kalau begitu, saya permisi dulu ya, karena Ayahnya Misha sepertinya sudah menunggu kami. Terima kasih karena sudah menemani anak saya. Selamat siang, Papanya Evan," ucap Zeta panjang lebar sambil menyunggingkan senyum formal walaupun hatinya kesal bukan main karena ucapan sinis mantan istri dari mantan kekasihnya ini. Wanita ini segera berbalik menuju ke arah parkiran motor sambil menggandeng tangan anaknya.
"Sialan tuh cewek! Apa salahnya aku pakai baju seadanya kayak gini?! Mentang-mentang ini sekolah mahal, terus aku harus jemput anakku pakai baju kebaya dan rambut disanggul kayak mau kondangan? Atau aku harus pakai baju kurang bahan kayak dia tadi? Cih! Aku nyesel semalem puji-puji dia cantik! Gak taunya, muka gak sebanding sama hati dia yang busuk!" gerutu Zeta di sela langkah kakinya.
"Apa, Ma?"
Zeta langsung menghentikan langkah dan gerutuannya, karena tersadar jika dirinya tidak sedang sendiri. Bodoh! Mengapa dia lupa, kalau anaknya ada di sini.
"Ma-mama gak ngomong apa-apa kok, Sayang. Ya udah yuk, Nak, Ayah pasti udah nunggu." Zeta kembali melanjutkan langkahnya, kali ini sambil menanyakan berbagai kegiatan yang dilakukan anaknya di sekolah.
Sementara itu, Daru menatap punggung indah wanita itu yang semakin menjauh dari pandangan. Pria ini menghela napas berat.
"Aku senang kamu baik-baik aja, Aya..." lirih Daru dengan jantung berdetak kencang. "Semoga kamu bahagia..." lirih Daru kembali, kali ini dengan hati yang nyeri.
"Sh*t!" umpat Daru tiba-tiba. Mengapa dia harus merasa nyeri melihat Zeta bahagia bahkan sudah berkeluarga? Bukankah dia yang salah karena dulu melepas Zeta?
"Berengsek!" umpat Daru kembali sambil menyugar rambutnya frustasi.
***
"Menunggu lama?""Ah tidak juga. Silahkan duduk.""Terima kasih."Daru langsung duduk di depan seorang pengacara sekaligus seniornya di salah satu kampus terkenal di Australia. Pria ini memperhatikan sekeliling cafe yang lumayan besar yang didatanginya saat ini. Hanya ada beberapa pengunjung yang sekedar memesan cake dan kopi."Cafe-nya bagus dan nyaman, Bang."Seniornya hanya memasang senyum kecil sebagai jawaban."Tapi apa selalu sesepi ini?""Kalau saat makan siang dan jam lima sore, biasanya akan kembali ramai."Daru ber-o ria sambil melihat arlojinya yang menunjukkan hampir pukul dua siang."Abang suka ke sini?""Hampir setiap hari."Daru bersiul, lalu memajukan tubuhnya ke arah sang kakak senior. "Ada yang Abang incer ya di sini?" tanya Daru me
Setelah jawaban ambigu Fahri, mereka berdua kembali berbincang hal lain, karena sepertinya Fahri tak nyaman dengan pembicaraan sebelumnya.Daru beberapa kali mencuri pandang ke arah wanita yang saat ini ada di meja kasir, wanita yang tadi mengantarkan Cappuccino buatannya yang memang enak luar biasa.Tak salah jika Fahri merekomendasikan Cappuccino buatan Zeta, karena Daru bisa langsung jatuh cinta pada varian kopi itu di sesapan pertama."Daru, sepertinya saya harus kembali ke kantor. Ada klien yang ingin bertemu setengah jam lagi.""Oh, oke Bang.""Kamu ingin pergi juga?""Saya... kayaknya saya di sini dulu deh. Cappuccino dan mille feuille-nya enak dan belum habis," ucap Daru sambil menunjuk pastry yang terkenal di Perancis itu.Fahri tertawa renyah, lalu beranjak dari duduknya. "Sudah saya bilang, Cappuccino buatan Zetaya memang
"Kak Zeta, besok aku datang siangan ya, soalnya jam 11 ada kelas. Aku lupa izin Kakak tadi.""Jadinya kamu shift siang?""Iya, Kak. Aku udah bilang Alana buat gantiin aku shift pagi.""Okay, gak pa-pa. Yang semangat ya ujiannya," ucap Zeta sambil menepuk pundak salah satu karyawan wanitanya itu."Makasih Kak Zeta cantik~""Tau aja kalau aku cantik. Hahaha..." Zeta dan sang karyawan tertawa seiring langkah kaki mereka keluar dari pintu cafe. Para karyawan lain di belakang Zeta pun ikut tertawa. Wanita dua puluh tujuh tahun ini memang terkenal humble sejak kecil. Di manapun berada, Zeta pasti langsung disukai banyak orang.Tawa Zeta luntur saat melihat seorang pria yang sejak siang betah nangkring di cafenya sampai cafe wanita berambut merah ini hampir tutup.Zeta pikir pria ini sudah pergi.Wanita ini menghentika
"Andaru!"Daru menghentikan langkah saat seseorang memanggilnya. Pria ini membalikkan tubuh sampai berhadapan dengan seseorang itu, namun dengan jarak yang tidak dekat."Kamu ke mana saja? Mama tadi ke kantor, dan kamu malah tidak ada!""Habis ketemu teman lama. Ada apa Mama ke kantor?""Lebih tepatnya mama dan Rebecca datang ke sana."Wajah Daru berubah datar mendengar nama mantan istrinya itu. "Becca? Untuk apa?""Mama mau ajak kalian makan malam.""Tolong berhenti, Ma. Ansel dan Becca tidak akan kembali bersam—""Setidaknya ingat anakmu!" potong sang mama.Mereka saling pandang beberapa saat, sampai akhirnya Daru menghela napas berat. "Ansel yakin Evan tidak akan kekurangan kasih sayang kalau itu yang Mama takutkan.""Kalau kalian kembali bersama, kasih sayang yang Ev
"Tutup?""Iya, Bu. Sudah lebih dari satu minggu yang lalu dia pulang kampung. Kalau pulang kampung suka lama, Bu, bisa satu bulan."Zeta menghela napas berat. "Tukang tambal ban lain di daerah sini gak ada lagi ya, Pak?""Ada, tapi jauh banget, di ujung jalan situ, ke depan lagi dan harus nyebrang."Zeta lagi-lagi menghela napas berat mendengar ucapan satpam yang berjaga di pos depan sekolah sang anak. Wanita ini mengalihkan pandangan ke arah Misha yang berdiri di sampingnya."Panas ya, Nak?" tanya Zeta lembut dengan sebelah tangan mengusap dahi sang anak yang sudah mengeluarkan keringat, sementara sebelah tangan lagi memegang grip stang motor matic putih kesayangannya."Enggak kok, Ma. Orang tambal bannya enggak ada ya?""Tutup, Sayang...""Mama Aya bannya kempes?"Tubuh Zeta menegang mendengar s
"Spaghetti Tante enaaakkkk!!!! Evvan suka!"Zeta tersenyum lebar saat mendengar teman anaknya menyukai spaghetti yang dia buat.Wanita ini mengusap sayang puncak kepala Evan. "Habisin ya.""Pasti, Tante!!"Zeta tertawa renyah, lalu pandangannya beralih ke arah sang anak yang duduk di sampingnya. "Misha mau susu?""Endak ah, Ma. Di rumah ajah nanti.""Oke, Sayang...""Bisa buatkan aku kopi seperti kemarin?"Zeta mengalihkan pandangan ke arah pria yang berada di samping Evan. Wanita ini menyandarkan punggungnya, lalu menaikkan sebelah alis sambil bersedekap. "Itu kan sudah ada di depan Anda, Papanya Evan." Zeta melirik kopi yang ada di depan mantannya itu."Tapi ini bukan buatan kamu.""Sama-sama cappucinno kok.""Rasanya beda, aku nggak suka. Aku nggak mau
"Mama, akuh mau lagi!!!""Habis itu, Evvan ya, Tante!!"Ucap dua bocah yang duduk berdampingan ini heboh."Iya-iya gantian ya."Daru tersenyum sumringah saat melihat dua malaikat cilik itu saling berebut meminta Zeta yang duduk di samping Misha menyuapi mereka. Zeta terlihat telaten dan sangat sabar menghadapi keceriwisan dua bocah yang sejak tadi bermain beragam jenis permainan di sini tanpa kenal lelah."Uhuk!""Hati-hati makannya, Evan... Minum dulu ya.""Ehm..."Setelah memberikan minum pada Evan yang tersedak makanan, Zeta mengalihkan pandangan ke arah pria yang sejak tadi duduk di depannya, karena mendengar suara yang keluar dari mulut Daru. Sejak mereka selesai memesan makanan di sebuah restoran cepat saji yang berada di area taman bermain yang mereka datangi, Daru tak pernah mengalihkan tatapannya dari w
"Maaf ya, Mas, aku lupa banget.">"Tidak apa-apa, Zetaya.""Ini sebentar lagi mau sampai rumah kok. Aku tutup dulu ya.">"Baiklah."Zetaya menjauhkan ponsel dari telinganya, setelah panggilan terputus. Wanita ini mengalihkan pandangan ke arah sampingnya, tempat di mana sang mantan kekasih mengemudi. Pria itu terlihat mengeraskan rahang, yang membuat Zeta mengernyitkan dahi bingung."Udah selesai mesra-mesraannya sama si Mas Mantan?" tanya Daru sinis. Pria ini menoleh sekilas ke arah Zeta dengan wajah dingin, yang semakin membuat Zeta tak mengerti.Bukankah tadi Daru bersikap sangat bersahabat? Bahkan mereka beberapa kali saling menertawakan karena kekonyolan yang pernah mereka lakukan di masa lalu, yang tanpa sadar membuat Zeta kembali nyaman pada sosok Daru. Tapi kini, pria itu malah terlihat menyeramkan. Apa Daru salah makan?"Mes
BAB MENGANDUNG DUA PULUH SATU PLUS-PLUS!SADAR DIRI BUAT YANG MASIH UNYU-UNYU DAN BARUNETASYES.KUPANTAUDARI JAUH NIH.YANG TETAP NEKAD BACA2 BAGIAN PALING BAWAH BAB INI, TAR KUSURUHZETANYEMBURKALIAN PAKAI KOPI RASA AIR LAUT.WWKKWKW...Happy Reading,&
BAB MENGANDUNG DUA PULUH SATU PLUS-PLUS!SADAR DIRI BUAT YANG MASIH UNYU-UNYU DAN BARUNETASYES.KUPANTAUDARI JAUH NIH.YANG TETAP NEKAD BACA2 BAGIAN PALING BAWAH BAB INI, TAR KUSURUHZETANYEMBURKALIAN PAKAI KOPI RASA AIR LAUT.WWKKWKW...Happy Reading,
"Calonnya belum datang ya?"Zeta hanya dapat tersenyum kecut saat salah satu penjaga butik tempat dirinya dan Daru akan mencari pakaian pernikahan sesuai keinginan mereka menanyakan hal yang sama lebih dari lima kali. Ingin rasanya Zeta mencongkel bola mata wanita itu, dan menarik kuat bibirnya karena senyum sinis sang penjaga butik, yang saat ini menatapnya mengejek.Tatapan seperti itu sudah hampir dua minggu lebih didapat Zeta setelah Daru mengumumkan hubungan mereka pada media. Kafenya bahkan belakangan ini ramai, hanya karena banyak yang ingin melihat dirinya, lalu menatap sin
“Bagaimana nasib Evan jika media menghujat anakmu, Becca? Menuduh anakmu sebagai anak haram setelah nanti media tahu bahwa Andaru bukan ayah kandung cucu mama. Pikirkan itu! Seandainya kamu tidak menyerahkan dirimu pada Kafka, semua ini tidak akan terjadi! Ingat, kamu yang salah di sini, karena sudah menjadi wanita murahan!” desis Mayang tajam, yang membuat kaki Rebecca lemas seperti jelly.Rebecca akui dia salah, tapi apakah kesalahan harus dilimpahkan padanya semua? Rebecca tahu dirinya bodoh karena menyerahkan diri pada Kafka. Tapi haruskah Mayang menghinanya seperti itu?
Bibir Daru tak pernah berhenti tersenyum sejak ayah Zeta merestui hubungan mereka. Pria tampan ini masih betah bersandar pada dinding depan toilet restoran di salah satu mall besar di kota ini.Depan toilet wanita? Ya, pria ini sejak keluar dari rumah Zeta setelah meminta izin pada Setyo untuk membawa Zeta menghabiskan waktu bersama, tak pernah melepas Zeta sedetikpun. Seperti sekarang, saat sang calon istri pergi ke toilet, Daru bahkan mengikutinya layaknya anak ayam yang takut tersasar. Padahal mereka sedang makan, tapi Daru memilih meninggalkan makanan mereka, dan meminta seorang pelayan di sana untuk tak membereskan dulu meja mereka.
Zeta menguap, sesekali mengusap matanya, karena matanya masih saja lengket minta dipejamkan. Memang sih semalam wanita manis ini tidur sangat larut. Alasannya apa lagi kalau bukan hubungan yang baru kembali dibinanya dengan Daru. Sepanjang malam, Zeta tak pernah berhenti tersenyum dengan jantung berdetak kencang. Wanita ini masih tak habis pikir dengan dirinya sendiri yang berani mencium Daru lebih dulu. Padahal hanya mencium di pipi, tapi rasanya seperti melepaskan semua pakaiannya di depan Daru. Antara malu, tapi senang tak terkira. Bagaimana jika nanti wanita ini benar-benar ‘polos’ di depan Daru?Zeta segera menggelengkan kepala guna mengenyahkan pikiran tak pantas yang tiba-tiba saja hadir di kepala. Pa
"Ki-kita udah sampai di depan rumahku. Kamu... kamu masih mau pegangin tangan aku terus?" tanya Zeta menyindir, namun suaranya terdengar gugup. Wajah Zeta masih merona malu. Dirinya tak menyangka bisa kembali menjalin hubungan dengan Daru.Daru terkekeh geli sambil menatap tangan kirinya yang sejak pria ini mengemudi, bolak balik memegang tangan kanan Zeta. Pria ini mengusap sayang punggung tangan Zeta, yang membuat tubuh Zeta meremang."Aku gak lagi mimpi kan, bisa genggam tangan kamu lagi kayak gini?"
Matanya nyalang menatap Daru. Sebelah tangannya mengusap kasar bibir yang baru saja Daru nikmati. "Aku bukan wanita murahan, Ansel!" ucap Zeta tajam. Mata wanita ini berkaca-kaca."Hiks... a-aku—"Sreeet!Zeta terkejut saat Daru menarik sebelah tangannya sampai tubuh wanita ini kembali berada di dalam rengkuhan Daru.
Tubuh Zeta lemas seketika, sampai Daru langsung melangkah pasti untuk merengkuh tubuh Zeta agar wanita ini tak terjatuh. Mereka saling pandang dengan jarak sedekat ini. Napas mint Daru menerpa bibir Zeta."Kamu tidak apa-apa?" tanya Daru cemas.Zeta memperhatikan wajah Daru dengan seksama. Apakah ucapan mantannya ini bukan candaan? Tapi kalau hanya candaan, tidak mungkin wajah Daru terlihat penuh penyesalan seperti ini."Ka-kamu serius melakuk