Aku masih gemetaran saat Mbok Yem menuntunku duduk di kursi makan dengan Keanu kuletakkan di pangkuan. Sementara Mbak Yuni segera datang mengambilkanku segelas air putih yang segera diminumkan oleh Mbok Yem padaku."Udah santai aja, dia memang gitu orangnya," ujar Mas Tirta yang sejak tadi memperhatikan kejadian yang menimpaku tanpa bergeming dari kursi makannya.Entah mimpi apa semalam, hingga hari ini aku dimarahi habis-habisan oleh orang yang bahkan belum pernah kukenal.Beberapa menit yang lalu, saat akhirnya aku tergopoh menghampiri Keanu yang sedang berada di dalam gendongan seorang lelaki yang tiba-tiba datang berteriak-teriak ke dapur, saat itulah aku kena omel habis-habisan olehnya."Kamu ibunya?" tanya lelaki yang berdiri dengan angkuh di hadapanku itu."Iy-iya, Mas," jawabku gugup.
"Jadi gimana, mau Kamu lanjutin atau tidak?" tanya Mbak Luna saat akhirnya kuceritakan padanya apa yang telah terjadi keesokan harinya."Nggak tau, Mbak. Aku masih bingung juga ini," ucapku sambil menggaruk-garuk kepala dan nyengir kuda. Mbak Luna nampak terdia. Sejenak seperti sedang berpikir."Kenapa nggak diterima aja, Ray? Siapa tau si Galih itu berjodoh lho sama Kamu."Mendengar kalimat kakakku itu aku segera tertawa keras."Ah, mana mungkin Mbak. Kasta kita aja tuh jauh bedanya. Ngimpi kali ya?""Kasta? Kamu kira kita lagi di jaman majapahit? Aneh-aneh aja Kamu ini." Mbak Luna menoyor mukaku gemas."Nggak mungkin, Mbaaakk. Orang kaya kayak mereka bisa suka sama kita yang miskin ini. Hahah ...." lagi-lagi aku tertawa remeh."Lah, jodoh nggak ada yang tau lho, Ray.
"Kelihatan fresh banget hari ini Kamu, Ray," goda Mas Gilang saat menjemputku dan Keanu pagi itu."Iya Mas, habis refreshing kemarin seharian. Lumayan," kataku malu-malu.Ternyata, Mas Gilang juga memperhatikan penampilanku pagi ini. Seperti ibu dan bapak tadi yang juga mengomentari dandananku."Cantik banget hari ini," kata ibu, yang lalu di iyakan oleh bapak."Emang biasanya apa nggak cantik, Bu?" tanyaku sewot."Ya cantik, tapi beda ya Pak si Raya hari ini?" Ibu menoleh ke bapak minta dukungan."He em," sahut bapak singkat."Tuh kan, apa ibu bilang. Benar kan?" Aku cuma tertawa kecil menanggapi mereka."Gimana Ray kerjaanmu lancar?" tanya ibu. Aku memang tidak mengatakan detil tentang pekerjaanku pada mereka. Aku hanya mengatakan ba
Saat dari hari ke hari Keanu nampak semakin akrab dengan Mas Galih, aku masih tetap sama. Pria itu seperti menganggapku tak ada. Bahkan saat aku harus menungguinya makan setiap kali dia makan minta ditemani Keanu hari-hari berikutnya, menawariku pun tidak.Namun ada satu hal yang membuatku sedikit bangga dengan kemajuan tugasku. Dan itu karena beberapa hari ini Mas Galih sudah mulai banyak beraktifitas di luar kamarnya.Terkadang dia berada di halaman bermain bersama Keanu, atau mengajaknya mandi bersama di kolam renang pekarangan belakang. Terkadang juga hanya menonton acara kartun di ruang santai.Seperti hari ini, dia tiba tiba muncul di dapur dan menyuruhku membawa Keanu ke depan."Kemana, Mas?" tanyaku sambil mengikuti langkah panjangnya menuju keluar rumah. Lalu kemudian dia berbelok ke garasi menuju sebuah mobil warna hitam yang terparkir di salah
"Apa sudah Kamu pikirkan matang-matang, Lih?" tanya Pak Farhan pada Mas Galih.Sore itu Mas Galih memintaku pulang sedikit terlambat karena katanya dia ingin membicarakan sesuatu yang penting denganku dan keluarganya.Di ruang keluarga saat ini telah duduk Pak Farhan dan Mas Tirta berhadapan denganku dan Mas Galih. Beberapa saat yang lalu Mas Galih sudah mengutarakan maksudnya untuk menikahiku karena hari ini tadi aku sudah memberikan jawaban padanya bahwa aku bersedia menikah dengannya."Sudah, dan dia juga sudah memikirkannya selama beberapa hari kemarin." Mas Galih menunjukku dengan dagunya.Dia? Kenapa masih saja dia dingin seperti itu padahal sebentar lagi dia akan menikahiku? Bahkan dia menyebutku 'Dia' bukannya namaku saja 'Raya'. Benar-benar lelaki yang aneh."Papa senang Kamu mengatakan ini, Lih. Tapi Papa akan lebih
"Bersiaplah, Kamu akan ikut aku ke kantor hari ini."Mas Galih tiba-tiba sudah ada di belakangku saat aku sedang membuatkannya kopi di dapur. Aku kaget dan seketika menoleh ke arahnya."Ada acara apa, Mas?" tanyaku keheranan."Nanti Kamu juga akan tau," katanya. Kemudian dia pun segera berlalu pergi meninggalkanku. Mbok Yem yang mendengar obrolan singkat kami di dapur itu menatapku dengan mata tuanya yang lembut. Orang tua ini memang yang paling mengerti aku di rumah ini. Dialah yang sering menasehatiku tentang hidup berumah tangga sejak seminggu terakhir, membuatku sangat nyaman seperti berada di rumah orang tuaku."Biar Mbok yang siapkan kopinya. Mbak Raya segera siap-siap saja," ucap orang tua itu. Dan aku pun menurut.Hari ini tepat seminggu aku resmi menjadi Nyonya Galih Rengga Atmaja. Dan sayangnya, di hari ke tujuh ini pun ternyata
Wajah pucat dua manusia itu nampak saling berpandangan di depan toilet lantai 5 gedung kantornya."Apa tadi itu benar Raya?" Arman bertanya seperti bergumam pada diri sendiri."Iya, memang itu mantan istri Kamu. Aku kan sudah pernah bilang waktu itu. Aku pernah bertemu dengannya di mall bersama Pak Galih. Tapi Kamu nggak percaya, Man," kata Anggi mengingatkan."Ya nggak mungkin percaya lah, Raya nggak mungkin kenal sama Pak Galih. Pak Galih itu kan anaknya pemilik perusahaan ini, Gi.""Tapi gimana kenyataannya? Dia disini kan sekarang? Kalau bukan karena Pak Galih yang bawa dia kesini, siapa lagi?""Raya simpanannya Pak Galih. Pasti itu," kata Arman bersungut."Simpanan? Simpanan apa, Man? Pak Galih itu sudah cerai lama. Dia nggak punya istri. Mantan istrimu itu calon istrinya dia? Ngerti nggak sih
Sepanjang perjalanan pulang, aku terus saja bertanya-tanya dalam hati, bagaimana mungkin Mas Galih seperti bisa tahu segala hal tentang masa laluku? Sampai dengan detail dia bisa melakukan apapun pada siapa yang telah menyakitiku. Apakah Mas Gilang yang memberitahukan semua padanya?"Mas." Aku mencoba untuk mengajaknya bicara saat kami sudah sampai di rumah. Aku sengaja mengikutinya masuk ke kamar tanpa peduli apakah dia suka atau tidak. Karena biasanya dia akan selalu menghindari untuk berada di dalam kamar berdua denganku kecuali saat malam tiba. Mendengar panggilanku dia nampak menghentikan langkah, dan berbalik badan. Dari raut mukanya, sepertinya dia kaget aku sudah berada di belakangnya."Ada apa?" katanya memicingkan mata ke arahku."Boleh aku tanya sesuatu?" pintaku dengan hati-hati."Tentang apa?""Mas Galih tau