Wajah pucat dua manusia itu nampak saling berpandangan di depan toilet lantai 5 gedung kantornya."Apa tadi itu benar Raya?" Arman bertanya seperti bergumam pada diri sendiri."Iya, memang itu mantan istri Kamu. Aku kan sudah pernah bilang waktu itu. Aku pernah bertemu dengannya di mall bersama Pak Galih. Tapi Kamu nggak percaya, Man," kata Anggi mengingatkan."Ya nggak mungkin percaya lah, Raya nggak mungkin kenal sama Pak Galih. Pak Galih itu kan anaknya pemilik perusahaan ini, Gi.""Tapi gimana kenyataannya? Dia disini kan sekarang? Kalau bukan karena Pak Galih yang bawa dia kesini, siapa lagi?""Raya simpanannya Pak Galih. Pasti itu," kata Arman bersungut."Simpanan? Simpanan apa, Man? Pak Galih itu sudah cerai lama. Dia nggak punya istri. Mantan istrimu itu calon istrinya dia? Ngerti nggak sih
Sepanjang perjalanan pulang, aku terus saja bertanya-tanya dalam hati, bagaimana mungkin Mas Galih seperti bisa tahu segala hal tentang masa laluku? Sampai dengan detail dia bisa melakukan apapun pada siapa yang telah menyakitiku. Apakah Mas Gilang yang memberitahukan semua padanya?"Mas." Aku mencoba untuk mengajaknya bicara saat kami sudah sampai di rumah. Aku sengaja mengikutinya masuk ke kamar tanpa peduli apakah dia suka atau tidak. Karena biasanya dia akan selalu menghindari untuk berada di dalam kamar berdua denganku kecuali saat malam tiba. Mendengar panggilanku dia nampak menghentikan langkah, dan berbalik badan. Dari raut mukanya, sepertinya dia kaget aku sudah berada di belakangnya."Ada apa?" katanya memicingkan mata ke arahku."Boleh aku tanya sesuatu?" pintaku dengan hati-hati."Tentang apa?""Mas Galih tau
Seperti biasa, lelaki gagah dengan garis wajah tegas dan berwibawa yang mewarisi rupa sang ayah itu sibuk di ruang kerjanya malam ini. Tak beda dengan malam-malam sebelumnya, sejak menyandang lagi status sebagai seorang suami, Galih Rengga Atmaja lebih banyak menghabiskan waktunya di ruang kerja saat malam tiba. Dia akan memperkirakan saat istrinya sudah terlelap tidur, baru kemudian dia akan membaringkan diri di ranjang mereka yang besar dan nyaman itu.Hanya itu saja yang dia lakukan selama semingguan lebih ini. Memandangi sejenak wajah istrinya yang sudah terlelap dari sisi tempat tidur sebelum akhirnya dia pun terbang ke alam mimpi.Sebagai lelaki, tentu saja Galih sangat ingin menyentuhnya. Naluri kelelakiannya tak bisa memungkiri bahwa lelaki itu begitu menginginkan kehangatan bersama seorang wanita saat malam tiba. Namun, sifat egonya yang tinggi dan trauma mendalam mengalahkan itu semua. Galih adalah lel
"Mau kemana, Raya?"Kudengar suara Papa Farhan dari arah serambi saat aku sedang melangkah tergesa melewati ruang tengah. Saat aku menoleh, kulihat papa mertuaku itu sedang berbincang dengan Mas Gilang di kursi serambi. Lalu kusempatkan diri untuk menghampiri mereka sebentar."Kok buru-buru mau kemana?" tanya orang tua itu lagi saat aku sampai di tempat mereka."Ini Pa, mau ke kantor," ucapku sambil menunjukkan lunch bag yang sedang kutenteng."Apa itu?" Lelaki tua itu membulatkan mata ke arahku."Makan siang buat Mas Galih, Pa," kataku malu-malu. Terdengar Papa Farhan terkekeh, sementara Mas Gilang menutupi mulut menyembunyikan senyumannya."Kenapa? Apa tidak boleh mengantarkan makanan ke kantor ya, Pa?" tanyaku keheranan. Melihatku kebingungan papa pun menghentikan tawanya. 
"Kenapa Kamu? Bosan?" Mas Galih menatapku jengah dari kursi kerjanya. Mungkin dia risih melihatku dari tadi menggeser-geser dudukku di sofa dengan tak beraturan.Saat aku balik menatapnya dan menggeleng, dia pun segera kembali ke pekerjaannya menekuri laptop di depannya. Aku yang bingung harus melakukan apa dari tadi memang hanya duduk bersandar men-scroll layar ponselku naik turun nggak jelas dari tadi. Mungkin raut kebosanan terlihat sangat jelas di wajahku hingga membuatnya terganggu."Tidur saja kalau ngantuk. Nanti aku bangunkan kalau aku sudah selesai," katanya.Kenapa orang ini tiba-tiba jadi ribet begini? Harusnya tadi dia biarkan saja aku pulang bersama Mas Gilang. Jadi dia bisa fokus bekerja dan aku bisa tenang menunggunya di rumah. Kalau seperti ini kan justru jadi tidak nyaman buat kami berdua?"Tidur?" Keningku berkerut memandang sekeliling.
"Kalian ini benar-benar manusia-manusia menjijikkan!!"Aku kaget saat mendengar Mas Galih berbicara sangat keras."Kalian semua dipecat!!" lanjutnya kemudian, membuat semua orang yang berada di ruangan itu membelalak. Tak terkecuali tiga orang tersangka kekacauan yang tadi hanya duduk sambil menundukkan wajah di depanku dan Mas Galih."Pak, tapi bukan saya yang salah, Pak Galih. Dia yang menyerang saya lebih dulu." Lagi-lagi Anggita membela dirinya menunjuk ke arah Mirna.Belum sempat kudengar apa yang akan dikatakan suamiku untuk menjawab pembelaan Anggita, tiba-tiba wanita bernama Mirna itu bangkit dan dengan gerakan cepat menghambur ke arahku, bersimpuh di depan kakiku. Aku yang kaget sontak beringsut lebih mendekat ke Mas Galih yang juga kulihat sama kagetnya denganku."Mbak, Mbak Raya, tolong Mbak, jelaskan pada Pak
"Rayaaa!!!" teriak Galih menggelegar dari lantai atas.Pak Farhan yang sedang berbicara dengan Mbok Yem di dapur pun sampai kaget dibuatnya. Apalagi Raya yang pagi itu sengaja menemui Gilang untuk mengambil masakan titipan Mbak Luna untuk Raya yang di titipkan padanya.Gilang nampak tersenyum lucu saat melihat wajah Raya yang tegang karena mendengar teriakan suaminya yang sangat keras tadi, yang menggegerkan seisi rumah."Ya, Mas!" sahut Raya menjawab teriakan suaminya itu. Lalu cepat-cepat mengembalikan rantang ke tangan Gilang."Mas, tolong Mas bawain ke dapur dulu ya?" kata Raya cepat, lalu buru-buru berlari menaiki tangga rumah. Gilang terpingkal menyaksikan kekonyolan sepasang suami istri itu."Ada apa sih, Lang?" tanya Pak Farhan yang masih keheranan berjalan dari arah dapur mendekati Gilang.
"Mas, sebenarnya kita ngapain sih di sini?" Raya mendekati Galih yang baru saja mendudukkan dirinya dengan nyaman di sofa menghadapi layar TV setelah mengambil sekaleng minuman dingin dari minibar di kamar itu.Galih menoleh ke arah istrinya dengan senyuman remehnya seperti biasa."Menurut Kamu ngapain?""Nggak tau," Raya mengedikkan bahunya. Dia memang benar-benar nggak paham apa yang dilakukan Galih di tempat itu."Sekali kali Kamu tenang saja di dekatku, nggak usah banyak tanya, nurut aja, bisa kan?" tanya Galih kemudian. Kali ini wajahnya dihiasi senyum manis. Namun hanya sepersekian detik saja, pandangannya sudah beralih kembali menatap ke layar televisi datar di depannya.Raya yang menyadari usahanya bertanya hanya akan sia-sia saja, akhirnya hanya bisa diam di samping suaminya. Matanya dengan terpaksa ikut m
Bagai mimpi yang menjadi nyata, Raya yang telah hampir sebulan menjadi istri seorang Galih Rengga Atmaja akhirnya merasakan juga membuka mata dalam pelukan lelaki yang beberapa waktu lamanya hanya ada di alam mimpinya itu.Rasanya bahkan wanita itu enggan beranjak dari tempat tidur agar bisa tetap menikmati wajah suaminya yang indah itu dalam lelap tidur.Galih yang tertidur pulas di depannya bagai malaikat tak berdosa yang jauh dari sifat sombong, angkuh, dan arogan yang selama ini ditunjukkannya pada Raya.Namun hari sudah beranjak siang, dan Raya tidak ingin terus terusan tidur di siang bolong seperti ini."Mas," panggilnya lirih sambil mengusap lembut pipi sang suami.Galih yang merasakan sentuhan tangan Raya membuka matanya dan melebarkan senyum pada wanita yang akhirnya bisa dia nikmati setelah dinikahinya hampir s
"Mas, sebenarnya kita ngapain sih di sini?" Raya mendekati Galih yang baru saja mendudukkan dirinya dengan nyaman di sofa menghadapi layar TV setelah mengambil sekaleng minuman dingin dari minibar di kamar itu.Galih menoleh ke arah istrinya dengan senyuman remehnya seperti biasa."Menurut Kamu ngapain?""Nggak tau," Raya mengedikkan bahunya. Dia memang benar-benar nggak paham apa yang dilakukan Galih di tempat itu."Sekali kali Kamu tenang saja di dekatku, nggak usah banyak tanya, nurut aja, bisa kan?" tanya Galih kemudian. Kali ini wajahnya dihiasi senyum manis. Namun hanya sepersekian detik saja, pandangannya sudah beralih kembali menatap ke layar televisi datar di depannya.Raya yang menyadari usahanya bertanya hanya akan sia-sia saja, akhirnya hanya bisa diam di samping suaminya. Matanya dengan terpaksa ikut m
"Rayaaa!!!" teriak Galih menggelegar dari lantai atas.Pak Farhan yang sedang berbicara dengan Mbok Yem di dapur pun sampai kaget dibuatnya. Apalagi Raya yang pagi itu sengaja menemui Gilang untuk mengambil masakan titipan Mbak Luna untuk Raya yang di titipkan padanya.Gilang nampak tersenyum lucu saat melihat wajah Raya yang tegang karena mendengar teriakan suaminya yang sangat keras tadi, yang menggegerkan seisi rumah."Ya, Mas!" sahut Raya menjawab teriakan suaminya itu. Lalu cepat-cepat mengembalikan rantang ke tangan Gilang."Mas, tolong Mas bawain ke dapur dulu ya?" kata Raya cepat, lalu buru-buru berlari menaiki tangga rumah. Gilang terpingkal menyaksikan kekonyolan sepasang suami istri itu."Ada apa sih, Lang?" tanya Pak Farhan yang masih keheranan berjalan dari arah dapur mendekati Gilang.
"Kalian ini benar-benar manusia-manusia menjijikkan!!"Aku kaget saat mendengar Mas Galih berbicara sangat keras."Kalian semua dipecat!!" lanjutnya kemudian, membuat semua orang yang berada di ruangan itu membelalak. Tak terkecuali tiga orang tersangka kekacauan yang tadi hanya duduk sambil menundukkan wajah di depanku dan Mas Galih."Pak, tapi bukan saya yang salah, Pak Galih. Dia yang menyerang saya lebih dulu." Lagi-lagi Anggita membela dirinya menunjuk ke arah Mirna.Belum sempat kudengar apa yang akan dikatakan suamiku untuk menjawab pembelaan Anggita, tiba-tiba wanita bernama Mirna itu bangkit dan dengan gerakan cepat menghambur ke arahku, bersimpuh di depan kakiku. Aku yang kaget sontak beringsut lebih mendekat ke Mas Galih yang juga kulihat sama kagetnya denganku."Mbak, Mbak Raya, tolong Mbak, jelaskan pada Pak
"Kenapa Kamu? Bosan?" Mas Galih menatapku jengah dari kursi kerjanya. Mungkin dia risih melihatku dari tadi menggeser-geser dudukku di sofa dengan tak beraturan.Saat aku balik menatapnya dan menggeleng, dia pun segera kembali ke pekerjaannya menekuri laptop di depannya. Aku yang bingung harus melakukan apa dari tadi memang hanya duduk bersandar men-scroll layar ponselku naik turun nggak jelas dari tadi. Mungkin raut kebosanan terlihat sangat jelas di wajahku hingga membuatnya terganggu."Tidur saja kalau ngantuk. Nanti aku bangunkan kalau aku sudah selesai," katanya.Kenapa orang ini tiba-tiba jadi ribet begini? Harusnya tadi dia biarkan saja aku pulang bersama Mas Gilang. Jadi dia bisa fokus bekerja dan aku bisa tenang menunggunya di rumah. Kalau seperti ini kan justru jadi tidak nyaman buat kami berdua?"Tidur?" Keningku berkerut memandang sekeliling.
"Mau kemana, Raya?"Kudengar suara Papa Farhan dari arah serambi saat aku sedang melangkah tergesa melewati ruang tengah. Saat aku menoleh, kulihat papa mertuaku itu sedang berbincang dengan Mas Gilang di kursi serambi. Lalu kusempatkan diri untuk menghampiri mereka sebentar."Kok buru-buru mau kemana?" tanya orang tua itu lagi saat aku sampai di tempat mereka."Ini Pa, mau ke kantor," ucapku sambil menunjukkan lunch bag yang sedang kutenteng."Apa itu?" Lelaki tua itu membulatkan mata ke arahku."Makan siang buat Mas Galih, Pa," kataku malu-malu. Terdengar Papa Farhan terkekeh, sementara Mas Gilang menutupi mulut menyembunyikan senyumannya."Kenapa? Apa tidak boleh mengantarkan makanan ke kantor ya, Pa?" tanyaku keheranan. Melihatku kebingungan papa pun menghentikan tawanya. 
Seperti biasa, lelaki gagah dengan garis wajah tegas dan berwibawa yang mewarisi rupa sang ayah itu sibuk di ruang kerjanya malam ini. Tak beda dengan malam-malam sebelumnya, sejak menyandang lagi status sebagai seorang suami, Galih Rengga Atmaja lebih banyak menghabiskan waktunya di ruang kerja saat malam tiba. Dia akan memperkirakan saat istrinya sudah terlelap tidur, baru kemudian dia akan membaringkan diri di ranjang mereka yang besar dan nyaman itu.Hanya itu saja yang dia lakukan selama semingguan lebih ini. Memandangi sejenak wajah istrinya yang sudah terlelap dari sisi tempat tidur sebelum akhirnya dia pun terbang ke alam mimpi.Sebagai lelaki, tentu saja Galih sangat ingin menyentuhnya. Naluri kelelakiannya tak bisa memungkiri bahwa lelaki itu begitu menginginkan kehangatan bersama seorang wanita saat malam tiba. Namun, sifat egonya yang tinggi dan trauma mendalam mengalahkan itu semua. Galih adalah lel
Sepanjang perjalanan pulang, aku terus saja bertanya-tanya dalam hati, bagaimana mungkin Mas Galih seperti bisa tahu segala hal tentang masa laluku? Sampai dengan detail dia bisa melakukan apapun pada siapa yang telah menyakitiku. Apakah Mas Gilang yang memberitahukan semua padanya?"Mas." Aku mencoba untuk mengajaknya bicara saat kami sudah sampai di rumah. Aku sengaja mengikutinya masuk ke kamar tanpa peduli apakah dia suka atau tidak. Karena biasanya dia akan selalu menghindari untuk berada di dalam kamar berdua denganku kecuali saat malam tiba. Mendengar panggilanku dia nampak menghentikan langkah, dan berbalik badan. Dari raut mukanya, sepertinya dia kaget aku sudah berada di belakangnya."Ada apa?" katanya memicingkan mata ke arahku."Boleh aku tanya sesuatu?" pintaku dengan hati-hati."Tentang apa?""Mas Galih tau
Wajah pucat dua manusia itu nampak saling berpandangan di depan toilet lantai 5 gedung kantornya."Apa tadi itu benar Raya?" Arman bertanya seperti bergumam pada diri sendiri."Iya, memang itu mantan istri Kamu. Aku kan sudah pernah bilang waktu itu. Aku pernah bertemu dengannya di mall bersama Pak Galih. Tapi Kamu nggak percaya, Man," kata Anggi mengingatkan."Ya nggak mungkin percaya lah, Raya nggak mungkin kenal sama Pak Galih. Pak Galih itu kan anaknya pemilik perusahaan ini, Gi.""Tapi gimana kenyataannya? Dia disini kan sekarang? Kalau bukan karena Pak Galih yang bawa dia kesini, siapa lagi?""Raya simpanannya Pak Galih. Pasti itu," kata Arman bersungut."Simpanan? Simpanan apa, Man? Pak Galih itu sudah cerai lama. Dia nggak punya istri. Mantan istrimu itu calon istrinya dia? Ngerti nggak sih