"Rayaaa!!!" teriak Galih menggelegar dari lantai atas.Pak Farhan yang sedang berbicara dengan Mbok Yem di dapur pun sampai kaget dibuatnya. Apalagi Raya yang pagi itu sengaja menemui Gilang untuk mengambil masakan titipan Mbak Luna untuk Raya yang di titipkan padanya.Gilang nampak tersenyum lucu saat melihat wajah Raya yang tegang karena mendengar teriakan suaminya yang sangat keras tadi, yang menggegerkan seisi rumah."Ya, Mas!" sahut Raya menjawab teriakan suaminya itu. Lalu cepat-cepat mengembalikan rantang ke tangan Gilang."Mas, tolong Mas bawain ke dapur dulu ya?" kata Raya cepat, lalu buru-buru berlari menaiki tangga rumah. Gilang terpingkal menyaksikan kekonyolan sepasang suami istri itu."Ada apa sih, Lang?" tanya Pak Farhan yang masih keheranan berjalan dari arah dapur mendekati Gilang.
"Mas, sebenarnya kita ngapain sih di sini?" Raya mendekati Galih yang baru saja mendudukkan dirinya dengan nyaman di sofa menghadapi layar TV setelah mengambil sekaleng minuman dingin dari minibar di kamar itu.Galih menoleh ke arah istrinya dengan senyuman remehnya seperti biasa."Menurut Kamu ngapain?""Nggak tau," Raya mengedikkan bahunya. Dia memang benar-benar nggak paham apa yang dilakukan Galih di tempat itu."Sekali kali Kamu tenang saja di dekatku, nggak usah banyak tanya, nurut aja, bisa kan?" tanya Galih kemudian. Kali ini wajahnya dihiasi senyum manis. Namun hanya sepersekian detik saja, pandangannya sudah beralih kembali menatap ke layar televisi datar di depannya.Raya yang menyadari usahanya bertanya hanya akan sia-sia saja, akhirnya hanya bisa diam di samping suaminya. Matanya dengan terpaksa ikut m
Bagai mimpi yang menjadi nyata, Raya yang telah hampir sebulan menjadi istri seorang Galih Rengga Atmaja akhirnya merasakan juga membuka mata dalam pelukan lelaki yang beberapa waktu lamanya hanya ada di alam mimpinya itu.Rasanya bahkan wanita itu enggan beranjak dari tempat tidur agar bisa tetap menikmati wajah suaminya yang indah itu dalam lelap tidur.Galih yang tertidur pulas di depannya bagai malaikat tak berdosa yang jauh dari sifat sombong, angkuh, dan arogan yang selama ini ditunjukkannya pada Raya.Namun hari sudah beranjak siang, dan Raya tidak ingin terus terusan tidur di siang bolong seperti ini."Mas," panggilnya lirih sambil mengusap lembut pipi sang suami.Galih yang merasakan sentuhan tangan Raya membuka matanya dan melebarkan senyum pada wanita yang akhirnya bisa dia nikmati setelah dinikahinya hampir s
"Astaghfirullah, itu siapa, Mas?" tanyaku tiba-tiba saking kagetnya.Mataku sampai terbuka lebar saat mendadak kulihat satu bayangan mencengangkan di cermin yang berada tepat di belakang Mas Arman, tempat dia melakukan video callnya denganku pagi ini.Gambar itu memang tidak terlihat terlalu besar, tapi sangat jelas sekali di penglihatanku bahwa itu adalah sosok wanita yang sedang berganti pakaian.Mas Arman, suamiku, yang saat ini katanya sedang ada tugas dinas di luar kota dan bilang sedang menginap di sebuah hotel di Surabaya ternyata bersama dengan seorang wanita di dalam sebuah kamar? Apa yang pria dan wanita lakukan di dalam satu kamar seperti itu?Sangat tidak mungkin jika kantor membiarkan karyawannya yang bukan suami istri untuk tinggal dalam satu kamar. Lagipula, mataku belum rabun. Jelas-jelas itu adalah seorang wanita yang sedang melakukan kegiatan
"Assalamu'alaikum ...." kuketuk pintu rumah di sebuah gang yang masih tertutup rapat itu dengan pelan setelah memarkirkan motorku di jalan depannya yang lumayan sempit.Hari minggu, biasanya aku hanya berdiam diri di rumah saja, apalagi jika Mas Arman kebetulan sedang ada acara keluar. Selama ini aku tak terbiasa pergi tanpa ijinnya. Namun kali ini, rasa keingin-tahuanku sangat besar, hingga aku nekat menitipkan Keanu ke rumah orang tuaku hanya agar bisa bepergian sejauh 25 km dari rumahku demi mendapatkan informasi tentang suamiku.Aku tidak terlalu mengenal teman-teman kerja suamiku. Hanya tahu beberapa diantaranya dari foto-foto yang terkadang dia tunjukkan saat sedang bercerita tentang mereka. Atau terkadang jika ada yang sedang datang ke rumah untuk suatu keperluan. Itupun hanya sebatas tahu saja, tidak mengenal secara pribadi karena memang yang pernah datang ke rumah adalah teman-teman lelakinya.&nbs
Minggu sore, jika sesuai jadwal saat berpamitan waktu itu, Mas Arman seharusnya sudah pulang. Tapi ini sudah lewat dari jam 9 malam, dan Mas Arman belum juga muncul di hadapanku.Berkali-kali kucoba menghubungi ponselnya namun tak diangkat. Ah, mungkin masih di jalan, pikirku. Karena Mas Arman selalu kuwanti-wanti agar tidak menjawab telpon saat sedang naik motor.Sepuluh, dua puluh, tiga puluh, 90 menit berlalu tapi belum juga ada tanda-tanda suamiku itu akan pulang. Aku biasanya akan tahu saat motornya sudah mulai memasuki kompleks perumahan kami. Entah kenapa, tapi memang selalu begitu. Suara kendaraannya yang pasaran itu, bagi aku istrinya, tetap bisa membedakan apakah itu suara motor Mas Arman atau bukan. Mungkin karena sudah sangat terbiasa dengan cara berkendaranya yang sama selama bertahun-tahun.Sepertinya aku tertidur di kursi ruang tengah untuk beberapa s
Entah sudah berapa lama aku tak pernah lagi membuka akun facebook-ku. Sejak hidupku disibukkan dengan Keanu, anak lelaki pertamaku dengan Mas Arman, seolah aku hanya cukup bermain bersamanya saja. Jarang sekali aku berselancar di akun-akun sosmed yang aku punya seperti pada saat sebelum menikah dulu.Satu atau dua kali dalam seminggu mungkin pernah, tapi memperhatikan secara detail akun-akunku tidak pernah lagi aku lakukan. Hingga hari ini aku tergelitik untuk memeriksanya.Dulu saat pacaran, akun facebook-ku terhubung dengan milik Mas Arman dengan status 'berpacaran'. Lalu saat kami menikah, aku menggantinya dengan status hubungan 'menikah'. Dan itu sepertinya terakhir kalinya aku membuat status di aplikasi biruku itu. Berarti sudah sekitar 3 tahunan aku tak pernah lagi membuat status di sana. Selama ini lebih banyak kugunakan whatsapp untuk terhubung dengan orang-orang disekitarku dibanding aplikasi biru itu.&
Aku sedang menyuapi Keanu sore itu saat kudengar sebuah mobil berhenti di depan rumah. Beberapa saat kemudian pintu depan terdengar seperti dibuka agak kasar.Bergegas ku menuju ke ruang depan setelah menggendong anakku di pinggang."Mas, sudah pulang?" tanyaku saat melihat Mas Arman ternyata sudah duduk di kursi ruang tamu sambil melepas sepatunya.Namun dia tak menyahut. Saat kuulurkan tanganku untuk menciumnya pun dia tidak menyambutnya."Ada apa, Mas?" Aku keheranan."Minggu kemarin Kamu ke tempat Mirna?"Oops! Wah, teman Mas Arman itu ternyata sudah memberitahu suamiku tentang kedatanganku ke rumahnya."Iya, Mas. Memangnya ada apa?" Sudah terlanjur tahu, ya sudah lah mau gimana lagi."Kamu nanya apa sama dia? Aneh-aneh saja