Share

The Silent Pursuit

Author: eyes0cream
last update Last Updated: 2025-04-22 12:48:51

Tiga bulan yang lalu

Lilin-lilin beraroma mur perlahan mencair. Cahayanya memantul lembut di atas meja marmer, menciptakan bayang-bayang yang menggoda. Tirai sutra merah tua berayun pelan di tiupan angin malam. Di tengah ruangan yang temaram, Ratu Merelda dari Kerajaan Eilvareth bersandar santai di ranjang berkanopi.

Tubuhnya dibalut gaun tidur tipis berwarna anggur tua yang memeluk setiap lekuk tubuhnya dengan elegan, membentuk siluet yang memikat. Gaun tidurnya yang terlepas sedikit dari bahu memamerkan kulit halusnya yang berkilau di bawah cahaya lilin. Kontur tubuhnya terlihat begitu memikat, seakan mengundang untuk lebih dekat. Dia tahu dirinya cantik—dan lebih dari itu, dia tahu betul bagaimana menggunakan kecantikannya.

Di sampingnya, seorang pria bertubuh tinggi dan kekar dengan rambut keperakan berdiri menghadap jendela terbuka. Punggungnya penuh bekas luka perang bertahun-tahun, namun goresan yang baru itu lebih mendalam, lebih intim—sebuah jejak gairah yang tidak terucapkan
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • BAYANGAN DI BALIK WARISAN   Terperangkap

    Mobil Jesse Fox berguncang lebih keras saat ban depan yang ditembak terus kehilangan tekanan. Setir digerakkan dengan cepat, hampir tidak memberi waktu bagi Jesse untuk bernapas. Mata tajamnya menatap jalanan yang semakin sempit, dan dalam sekejap, dia tahu bahwa hanya sedikit ruang yang tersisa untuk melarikan diri.Di kursi belakang, Alphonse menahan napas. Valerie di pelukannya, matanya terpejam, tubuhnya terhimpit oleh pelukan Alphonse. Meski keadaan semakin gawat, Alphonse tetap menjaga kewaspadaan, matanya mengawasi setiap gerakan yang ada di luar sana. Mereka dikejar oleh dua motor yang semakin dekat, dan suara knalpot yang menggelegar membuat suasana semakin mencekam."Jesse, kita harus segera keluar dari sini!" teriak Alphonse.Jesse tidak menjawab. Dia hanya memusatkan perhatian penuh pada setir. Tapi, dengan setiap detik yang berlalu, jalanan terasa semakin sempit. Dua motor itu semakin dekat. Tembakan terus dilontarkan, mengarah tepat ke mobil mereka. Kaca anti peluru mung

    Last Updated : 2025-04-23
  • BAYANGAN DI BALIK WARISAN   The Bloody Fang, Kael Thorne

    Dengan gigi terkatup dan tatapan membara, Alphonse berbalik menghadap pria bersenjata itu. Tangan kirinya sudah menahan darah yang mengalir dari bahu kanannya. Valerie menatap dengan napas tercekat. Tubuhnya setengah berdiri dari balik perlindungan mobil, mata membelalak melihat Alphonse yang tetap berdiri meski darah terus menetes.Alphonse tahu satu hal—jika dia diam, semuanya akan berakhir di sini.Dengan tangan kiri yang masih bisa digerakkan, dia meraih kembali tongkat setrum dari tanah. Darah dari bahu kanannya mengalir makin deras, tapi sorot matanya tidak goyah. Langkahnya pelan, mantap, seolah rasa sakit itu tidak berarti apa-apa.Ardent Blades yang bersenjata itu memasang kembali bidikannya, tapi Alphonse tidak memberinya waktu. Begitu senapan itu sedikit bergeser, Alphonse menerjang. Bahu kanannya seketika terasa seperti disayat bara api, tapi dia paksa tubuhnya bergerak.Dengan hentakan cepat, dia mengayunkan tongkat setrum ke arah pistol—zzt!Sentakan listrik meledak di u

    Last Updated : 2025-04-24
  • BAYANGAN DI BALIK WARISAN   Parting Ways

    Jumat, 22 Maret 2024/07:11 MalamLangit malam menggulung pelan seperti menyimpan sesuatu yang belum sempat jatuh. Udara di dermaga berbau asin, bercampur kabut tipis yang menyelimuti laut gelap sejauh mata memandang. Suara ombak menghantam lambung kapal kayu tua yang bergoyang perlahan. Lampu-lampu pelabuhan berkedip lemah, menciptakan bayangan panjang di antara peti-peti kayu dan tali tambat yang berserakan.Mereka berdiri diam dalam lingkaran kecil, masing-masing dibalut perban dan luka yang belum sempat sembuh benar. Uehara bersandar pada tongkat jalannya, sementara Jesse menahan napas setiap kali bergerak. Valerie memeluk dirinya sendiri, sesekali menatap langit seolah berharap bintang-bintang bisa memberi petunjuk. Alphonse menjadi satu-satunya sosok yang berdiri tegak meski bajunya masih ternoda darah kering. “Aku sudah mengatur semuanya,” katanya, suaranya tenang namun tegas. “Akan ada seseorang yang kupercaya menjemput kalian nanti. Bersembunyilah di sana untuk sementara wakt

    Last Updated : 2025-04-25
  • BAYANGAN DI BALIK WARISAN   Kabar Buruk

    Kamis, 21 Maret 2024/10:21 Malam"Kalau ini cuma kasus receh, berikan saja pada mereka yang masih percaya dunia ini adil," ujar seorang pemuda yang bersandar di ambang pintu dengan tangan terlipat di dada. Suaranya datar, nyaris malas—seolah kebodohan yang sama selalu mengetuk pintunya setiap hari.Di hadapannya berdiri seorang pria dengan tinggi rata-rata, sekitar 176 cm, dan bertubuh kokoh dengan postur yang tegap. Pria bersetelan rapi yang pas di tubuhnya itu mengenakan mantel panjang menjuntai di atas sepatunya yang dipoles.Dia mendengus mendengar komentar pemuda itu. Wajahnya mengeras sebelum akhirnya berkata, “Sekali saja, bisakah kau menjawab tanpa terdengar seperti orang putus asa?" Suara itu terdengar lebih tegas, lebih lugas—kontras dengan nada malas yang baru saja didengarnya.Pemuda itu menyeringai tipis, lalu tanpa banyak kata, dia mendorong pintu lebih lebar dan melangkah ke samping. "Masuk saja. Aku tahu kau nggak akan pergi sebelum dapat yang kau mau."Detektif Otero

    Last Updated : 2024-07-01
  • BAYANGAN DI BALIK WARISAN   Topeng Kematian

    Lorong hotel terasa lebih sunyi dari seharusnya. Hanya langkah Detektif Otero dan Alphonse yang menggema saat mereka mendekati kamar 207—tempat Marilyn Cass ditemukan tidak bernyawa. Tanpa banyak bicara, Detektif Otero mengeluarkan lencananya dan menunjukkannya pada dua petugas polisi yang berjaga di luar kamar. Salah satu petugas mengangguk, mengangkat sedikit garis polisi yang membentang di ambang pintu, lalu membiarkan mereka masuk.“Seperti yang kau lihat. Situasinya seperti ini,” ujar Detektif Otero, suaranya terbungkus dalam ketenangan.Bau khas bahan kimia dan kematian menyambut mereka begitu melewati ambang pintu. Kilatan lampu kamera forensik membelah kegelapan ruangan, menciptakan bayangan-bayangan tajam di dinding berwarna krem. Para petugas bergerak dalam keheningan profesional, mengumpulkan bukti tanpa membiarkan emosi mengintervensi. Di samping tempat tidur, sebuah kantong mayat berwarna hitam tergeletak dengan ritsleting yang tertutup rapat.“Ada perkembangan?” tanya De

    Last Updated : 2024-07-02
  • BAYANGAN DI BALIK WARISAN   Senjata Pembunuhan

    Dua bulan yang laluNARASI ALPHONSEHal pertama yang kupikirkan saat wanita itu memasuki kantorku?Aku lebih baik tidur siang.Hujan turun dengan malas di luar, menambah kesan muram pada ruangan yang sudah cukup berantakan—tumpukan dokumen berserakan di meja dan lantai. Aku bisa saja pura-pura nggak mendengar ketukan di pintu, tapi sayangnya, tamu tak diundang ini nggak cukup tahu diri untuk pergi begitu saja.Wanita itu berhenti di ambang pintu, ragu sejenak sebelum akhirnya melangkah masuk. Matanya menyapu sekeliling ruangan—langit-langit yang mengelupas, meja berantakan, kursi yang tampak lebih cocok untuk rumah duka daripada kantor detektif swasta. Rahangnya mengatup. Lalu, dengan gerakan sedikit kaku, dia menggeser kursi tanpa benar-benar meminta izin. Dia duduk dengan tangan mencengkeram liontinnya sesaat tanpa sadar.Aku sudah bisa menebak tipe orang seperti ini: bahu menegang, jemari mencengkeram tali tas seolah-olah itu satu-satunya yang bisa menyelamatkannya. Ah, klien yang

    Last Updated : 2024-07-03
  • BAYANGAN DI BALIK WARISAN   Luka Tembak

    Ketika Alphonse dan Detektif Otero melangkah keluar kamar 207, langkah kaki nyaris tidak terdengar terhenti di ujung koridor. Sekilas, Alphonse menangkap bayangan samar yang lenyap di balik tikungan. Udara terasa lebih berat, seolah ada mata tak terlihat yang mengintai dari kegelapan.Tanpa ragu, Alphonse bergegas mengejar. Namun, saat tiba di tikungan, hanya kesunyian yang menyambutnya—sampai suara pintu di kejauhan tertutup pelan. Terlalu pelan. Terlalu disengaja.Detektif Otero menyusul, napasnya sedikit tersengal. “Ada apa?”Alphonse tetap memandang lurus ke deretan pintu hotel yang tertutup rapat. Rahangnya mengencang. “Kau nggak melihatnya?” bisiknya tajam.Detektif Otero mengernyit dan menyapu pandangannya ke koridor yang sunyi. "Melihat apa?" tanyanya, suaranya lebih rendah dari biasanya.Alphonse tidak segera menjawab. Dia melangkah perlahan ke depan, telinganya menangkap setiap suara sekecil apa pun. Koridor terasa terlalu tenang, terlalu bersih—seolah seseorang baru saja me

    Last Updated : 2024-07-04
  • BAYANGAN DI BALIK WARISAN   Pertunjukan Graphology Alphonse

    Keheningan menyelimuti ruangan sesaat setelah Alphonse mengucapkan kata-katanya. Detektif Otero menatapnya dengan tajam, lalu beralih ke kertas yang dipegangnya. “Kau tahu siapa yang menulis ini?”Alphonse meraih sepasang sarung tangan baru dari sakunya, lalu mengambil kertas itu dengan hati-hati. Matanya menyapu baris tulisan yang terburu-buru namun tetap terkendali. Dia menghela napas pelan. “Aku tahu tipe orangnya.”Petugas forensik itu bersedekap, masih tampak belum sepenuhnya yakin. “Jadi Anda bisa menggambarkan seseorang hanya dari caranya menulis?”Alphonse meliriknya sekilas, lalu tersenyum tipis. “Tidak. Bukan menggambarkan, tapi saya bisa mempersempit kemungkinan.” Dia membalikkan kertas itu, seolah mencari sesuatu di baliknya. “Dan dalam kasus ini, saya cukup yakin penulisnya adalah seorang wanita paruh baya yang terbiasa berada di posisi otoritas, tapi sedang kehilangan kendali.”Detektif Otero menatapnya dalam diam, lalu berkata pelan, “Jelaskan semuanya padaku.”Alphonse

    Last Updated : 2024-07-08

Latest chapter

  • BAYANGAN DI BALIK WARISAN   Parting Ways

    Jumat, 22 Maret 2024/07:11 MalamLangit malam menggulung pelan seperti menyimpan sesuatu yang belum sempat jatuh. Udara di dermaga berbau asin, bercampur kabut tipis yang menyelimuti laut gelap sejauh mata memandang. Suara ombak menghantam lambung kapal kayu tua yang bergoyang perlahan. Lampu-lampu pelabuhan berkedip lemah, menciptakan bayangan panjang di antara peti-peti kayu dan tali tambat yang berserakan.Mereka berdiri diam dalam lingkaran kecil, masing-masing dibalut perban dan luka yang belum sempat sembuh benar. Uehara bersandar pada tongkat jalannya, sementara Jesse menahan napas setiap kali bergerak. Valerie memeluk dirinya sendiri, sesekali menatap langit seolah berharap bintang-bintang bisa memberi petunjuk. Alphonse menjadi satu-satunya sosok yang berdiri tegak meski bajunya masih ternoda darah kering. “Aku sudah mengatur semuanya,” katanya, suaranya tenang namun tegas. “Akan ada seseorang yang kupercaya menjemput kalian nanti. Bersembunyilah di sana untuk sementara wakt

  • BAYANGAN DI BALIK WARISAN   The Bloody Fang, Kael Thorne

    Dengan gigi terkatup dan tatapan membara, Alphonse berbalik menghadap pria bersenjata itu. Tangan kirinya sudah menahan darah yang mengalir dari bahu kanannya. Valerie menatap dengan napas tercekat. Tubuhnya setengah berdiri dari balik perlindungan mobil, mata membelalak melihat Alphonse yang tetap berdiri meski darah terus menetes.Alphonse tahu satu hal—jika dia diam, semuanya akan berakhir di sini.Dengan tangan kiri yang masih bisa digerakkan, dia meraih kembali tongkat setrum dari tanah. Darah dari bahu kanannya mengalir makin deras, tapi sorot matanya tidak goyah. Langkahnya pelan, mantap, seolah rasa sakit itu tidak berarti apa-apa.Ardent Blades yang bersenjata itu memasang kembali bidikannya, tapi Alphonse tidak memberinya waktu. Begitu senapan itu sedikit bergeser, Alphonse menerjang. Bahu kanannya seketika terasa seperti disayat bara api, tapi dia paksa tubuhnya bergerak.Dengan hentakan cepat, dia mengayunkan tongkat setrum ke arah pistol—zzt!Sentakan listrik meledak di u

  • BAYANGAN DI BALIK WARISAN   Terperangkap

    Mobil Jesse Fox berguncang lebih keras saat ban depan yang ditembak terus kehilangan tekanan. Setir digerakkan dengan cepat, hampir tidak memberi waktu bagi Jesse untuk bernapas. Mata tajamnya menatap jalanan yang semakin sempit, dan dalam sekejap, dia tahu bahwa hanya sedikit ruang yang tersisa untuk melarikan diri.Di kursi belakang, Alphonse menahan napas. Valerie di pelukannya, matanya terpejam, tubuhnya terhimpit oleh pelukan Alphonse. Meski keadaan semakin gawat, Alphonse tetap menjaga kewaspadaan, matanya mengawasi setiap gerakan yang ada di luar sana. Mereka dikejar oleh dua motor yang semakin dekat, dan suara knalpot yang menggelegar membuat suasana semakin mencekam."Jesse, kita harus segera keluar dari sini!" teriak Alphonse.Jesse tidak menjawab. Dia hanya memusatkan perhatian penuh pada setir. Tapi, dengan setiap detik yang berlalu, jalanan terasa semakin sempit. Dua motor itu semakin dekat. Tembakan terus dilontarkan, mengarah tepat ke mobil mereka. Kaca anti peluru mung

  • BAYANGAN DI BALIK WARISAN   The Silent Pursuit

    Tiga bulan yang laluLilin-lilin beraroma mur perlahan mencair. Cahayanya memantul lembut di atas meja marmer, menciptakan bayang-bayang yang menggoda. Tirai sutra merah tua berayun pelan di tiupan angin malam. Di tengah ruangan yang temaram, Ratu Merelda dari Kerajaan Eilvareth bersandar santai di ranjang berkanopi.Tubuhnya dibalut gaun tidur tipis berwarna anggur tua yang memeluk setiap lekuk tubuhnya dengan elegan, membentuk siluet yang memikat. Gaun tidurnya yang terlepas sedikit dari bahu memamerkan kulit halusnya yang berkilau di bawah cahaya lilin. Kontur tubuhnya terlihat begitu memikat, seakan mengundang untuk lebih dekat. Dia tahu dirinya cantik—dan lebih dari itu, dia tahu betul bagaimana menggunakan kecantikannya.Di sampingnya, seorang pria bertubuh tinggi dan kekar dengan rambut keperakan berdiri menghadap jendela terbuka. Punggungnya penuh bekas luka perang bertahun-tahun, namun goresan yang baru itu lebih mendalam, lebih intim—sebuah jejak gairah yang tidak terucapkan

  • BAYANGAN DI BALIK WARISAN   Pertemuan Dua Bangsawan

    Dua mobil hitam diparkir sejajar di gang sempit, membelakangi jalan raya yang langsung terhubung dengan Royal Mirage Palace. Jam menunjukkan pukul 12:17 siang, tapi mendung membuat cahaya enggan menyapa. Lampu mobil dimatikan, tapi ketegangan di dalamnya justru menyala. Senyap, namun berbahaya—seperti kabel listrik yang dibiarkan terkelupas.Di dalam mobil pertama, Valerie duduk di kursi belakang, menatap kosong ke jendela. Wajahnya tenang, nyaris datar. Dia tidak mengatakan apa-apa. Tapi, dari caranya menggenggam ujung jaket dan menarik napas pelan, terlihat jelas itu amarah dan lelah yang sudah lama menumpuk.“Harusnya sebentar lagi,” ujar Jesse Fox yang duduk di balik kemudi.Matanya yang tajam melirik jam tangan, lalu berpindah ke Valerie lewat kaca spion tengah. Saat melihat Valerie hanya mengangguk pelan, dia mengalihkan pandangan ke jalan di belakang mereka. Dia tahu mereka tidak bisa berlama-lama di sini. Tapi dia juga sadar bahwa mereka tidak bisa pergi begitu saja.Hanya sua

  • BAYANGAN DI BALIK WARISAN   Keputusan Alphonse

    Di luar Royal Mirage Palace, di tengah jalanan yang mulai padat, Officer Martinez sedang dalam perjalanan ke kantor polisi. Dia mengemudi dalam diam dengan Leo di kursi belakang mobilnya. Pria itu duduk tenang dengan tangan terborgol. Matanya menatap kosong ke luar jendela seolah semuanya telah menjauh darinya.Sedangkan di dalam hotel itu sendiri, terutama Kamar 708, para petugas forensik menyisir tiap inci kamar untuk menemukan petunjuk yang tertinggal. Lampu kilat kamera, sarung tangan lateks, dan bunyi pena di atas clipboard menyatu dalam simfoni penyelidikan yang sunyi. Aroma alkohol dan bubuk pembersih memenuhi udara, melapisi jejak tragedi dengan bau steril yang dingin.Sementara itu, di kamar eksklusif yang tenang, Alphonse dan Detektif Otero duduk berjauhan dalam hening. Masing-masing dari mereka menatap ke arah yang berbeda. Keduanya tenggelam dalam pikiran mereka sendiri, berusaha menenangkan diri setelah apa yang baru saja terjadi.“Kau tahu,” ucap Detektif Otero, memecah

  • BAYANGAN DI BALIK WARISAN   Ledakan Emosi

    Jumat, 22 Maret 2024/11:43 SiangDetektif Otero tiba di depan Kamar 708 bersama Officer Martinez—dan seorang pria lain yang kedua tangannya diborgol. Dia mengetuk dua kali, tegas namun tidak tergesa. Beberapa detik hening berlalu sebelum pintu terbuka. Sosok yang berdiri di ambang pintu itu cukup mengejutkan dirinya. Itu bukan Alphonse yang dikenalnya.Wajah itu, biasanya dingin dan penuh sindiran, terlihat kosong. Pemuda yang ada di hadapannya itu bukan pria penuh ironi dan kontrol diri, melainkan sosok yang hancur. Matanya merah, kulit pucat, rahangnya tegang, dan ada sesuatu di dalam dirinya yang sudah patah. Detektif Otero menegang. Naluri menyala, pikirannya siaga.Da memiringkan kepala, mencoba melihat ke dalam ruangan—dan seketika itu juga matanya membelalak. Tubuh Elina tergeletak di lantai, tidak bergerak. Rambutnya berantakan—menjuntai ke depan seperti tirai yang menutupi wajahnya. Udara seolah mengental dan mengaduk perutnya hingga mual.“Sial,” gumam Detektif Otero. Dia me

  • BAYANGAN DI BALIK WARISAN   Naïveté

    Jumat, 22 Maret 2024/11:31 SiangAlphonse berdiri di depan pintu Kamar 708. Tangannya yang terangkat untuk mengetuk membeku di udara saat ponselnya berdering pelan. Jarinya bergerak ringan membuka pesan singkat dari Detektif Otero: "Semuanya sudah siap. Kami sedang dalam perjalanan."Tidak ada perubahan di wajahnya. Dia hanya melirik sejenak, lalu mematikan layar dan menyelipkan kembali ponselnya ke saku mantelnya. Pandangannya kembali jatuh pada pintu kamar Elina Hochberg, seolah menimbang kemungkinan yang sudah terlalu dikenalnya—akhir yang tidak butuh saksi.Alphonse mengetuk dengan tegas.Butuh waktu beberapa detik sebelum engsel pintu bergeser dan suara klik terdengar dari dalam. Ketika pintu terbuka setengah, Elina Hochberg berdiri di sana. Dia mengenakan gaun wol biru tua yang menyentuh lutut, rambutnya tersisir rapi, dan senyum tipis terpampang di wajahnya."Saya sudah menunggu Anda, Detektif" katanya, suara tenangnya hampir terdengar seperti nyanyian murung yang tertahan di u

  • BAYANGAN DI BALIK WARISAN   Pertemuan Rahasia

    Jumat, 22 Maret 2024/10:07 PagiHening menyelimuti ruangan seperti tirai tebal yang enggan tersingkap. Udara di Kamar 812 terasa berbeda—lebih berat, seolah waktu ikut melambat di antara ketiga orang yang berdiri di dalamnya. Suara detak jam dinding terdengar terlalu jelas, mengiris kesunyian seperti bisikan tidak kasat mata.Valerie tetap diam. Alphonse tidak bergerak. Sedangkan Miyazaki hanya menatapnya seperti pria yang menunggu pengakuan, bukan perlawanan. Tidak ada lagi suara ketukan, tidak ada langkah lain di luar. Dunia menyusut menjadi kamar ini dan segala rahasia yang terperangkap di dalamnya.“Silakan duduk,” ucap Miyazaki, menunjuk kursi di hadapannya.Dia sendiri menurunkan tubuh perlahan, lalu meletakkan tongkatnya ke sisi kursi dengan gerakan tenang. Jemarinya bertaut di atas pangkuan. Tidak ada meja, tidak ada batas—hanya dua pasang mata yang kini saling menilai. Tatapannya lembut, tapi penuh kalkulasi, seperti bidak yang sudah tahu langkah lawan sebelum permainan dimul

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status