แชร์

Topeng Kematian

ผู้เขียน: eyes0cream
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2024-07-02 12:31:10

Lorong hotel terasa lebih sunyi dari seharusnya. Hanya langkah Detektif Otero dan Alphonse yang menggema saat mereka mendekati kamar 207—tempat Marilyn Cass ditemukan tidak bernyawa. Tanpa banyak bicara, Detektif Otero mengeluarkan lencananya dan menunjukkannya pada dua petugas polisi yang berjaga di luar kamar. Salah satu petugas mengangguk, mengangkat sedikit garis polisi yang membentang di ambang pintu, lalu membiarkan mereka masuk.

“Seperti yang kau lihat. Situasinya seperti ini,” ujar Detektif Otero, suaranya terbungkus dalam ketenangan.

Bau khas bahan kimia dan kematian menyambut mereka begitu melewati ambang pintu. Kilatan lampu kamera forensik membelah kegelapan ruangan, menciptakan bayangan-bayangan tajam di dinding berwarna krem. Para petugas bergerak dalam keheningan profesional, mengumpulkan bukti tanpa membiarkan emosi mengintervensi. Di samping tempat tidur, sebuah kantong mayat berwarna hitam tergeletak dengan ritsleting yang tertutup rapat.

“Ada perkembangan?” tanya Detektif Otero tegas pada salah satu petugas forensik.

“Belum ada temuan signifikan,” jawab petugas itu, suaranya sedikit teredam di balik masker. Sekilas, matanya melirik ke arah Alphonse sebelum kembali fokus pada Detektif Otero.

Detektif itu sedikit mengangguk sebelum berkata, “Alphonse Magnus, detektif konsultan yang kusebutkan tadi. Biarkan dia melihat kondisi korban.”

Setelah mendengar perintah Detektif Otero, petugas forensik itu ragu sejenak sebelum akhirnya memberi isyarat dengan dagunya ke arah kantong mayat di samping tempat tidur.

“Silakan,” ujarnya singkat.

Alphonse tidak langsung bergerak. Pandangannya menyapu ruangan, menangkap detail-detail kecil—cara tirai dibiarkan sedikit terbuka, sekuntum mawar merah yang kelopaknya mulai layu di atas meja rias yang tampak rapi kecuali satu laci yang sedikit terbuka, dan sepatu hak tinggi yang tergeletak tidak berpasangan di dekat sofa. Ketika pikirannya mulai kembali ke dunia nyata, indera penciuman Alphonse segera mencium aroma samar lavender yang masih tertinggal di udara.

Detektif Otero memperhatikannya sejenak sebelum bertanya, “Apa yang ada di kepalamu?”

Alphonse mendekati kantong mayat, menekuk satu lutut, dan menatap ritsleting yang tertutup rapat. “Beri aku waktu satu menit.” Suaranya pelan, hampir seperti gumaman.

Petugas forensik bertukar pandang dengan Detektif Otero sebelum akhirnya berjongkok dan perlahan membuka ritsleting kantong mayat. Suara gesekannya terdengar tajam di antara kesunyian ruangan. Dan di sanalah dia—Marilyn Cass.

Mata wanita itu terbuka lebar, seolah membeku dalam momen terakhir yang dipenuhi ketakutan. Mulutnya menganga dengan lidah menjulur kaku. Sheet mask masih melekat di wajahnya. Lapisan tipis itu menyisakan bekas lipstik di bawahnya yang membaur dengan riasan mata yang mulai luntur.

Alphonse merogoh saku mantelnya, mengeluarkan sepasang sarung tangan silikon. Jari-jarinya berhenti sejenak sebelum dia memakainya, seolah memberi waktu pada pikirannya untuk mencerna gambaran yang ada di hadapannya. Lalu, dengan gerakan perlahan, tangannya mulai memeriksa tubuh Marilyn.

“Katakan padaku,” ucap Alphonse dengan nada serius. Matanya tidak lepas dari wajah Marilyn. “Apa yang akan kau lakukan sebelum memakai sheet mask?”

Detektif Otero mengerjapkan mata, lalu melirik sekilas ke arah Alphonse, seolah memastikan bahwa pertanyaan itu memang ditujukan padanya. “Aku bahkan tidak tahu bagaimana cara kerja benda itu,” gumamnya, sebelum menambahkan, “Well, tapi Isabel sering memakainya.”

Alphonse mendesah pelan, tapi sudut bibirnya sedikit tertarik—hampir seperti senyum tipis. Dia menoleh sekilas ke arah Detektif Otero sebelum kembali menatap wajah Marilyn Cass.

“Mendekatlah,” pintanya tegas. “Lihat wajahnya baik-baik. Apa yang berbeda dibandingkan wajah adikmu saat dia memakai sheet mask?”

Detektif Otero menuruti perintah Alphonse, mendekat dan memeriksa wajah Marilyn Cass dengan seksama. Mata coklat tuanya menatap lekat setiap detail, berusaha mencari sesuatu yang terasa... janggal.

Lalu, dia mengerutkan kening. Hening sesaat. Kemudian, seolah baru menyadari sesuatu, dia bersiul pelan. "Tunggu... Isabel selalu membersihkan wajahnya sebelum memakai sheet mask.”

Alphonse mengangguk, matanya kembali tertuju pada wajah korban dengan sorot iba yang samar, lalu dia berkata, “Seseorang memasangkan masker ini tanpa membersihkan wajah korban, mungkin setelah dia membunuhnya.”

Detektif Otero menyipitkan mata. “Kau yakin? Maksudku, bisa saja Marilyn Cass memang tidak sempat membersihkan wajahnya.”

Alphonse menarik napas pelan, lalu menunjuk bagian tertentu di wajah korban. “Kalau dia memang berniat memakai masker ini sendiri, wajahnya pasti sudah bersih. Tapi lihat ini.” Jemarinya, terbungkus sarung tangan silikon, melayang di atas dagu Marilyn Cass. “Masih ada sisa foundation dan lipstik di bawah masker. Itu bukan sesuatu yang kau abaikan kalau kau terbiasa memakai ini.”

Detektif Otero berjongkok sedikit lebih dekat, “Tapi mungkin dia hanya malas membersihkan wajahnya. Kau tahu, orang bisa saja tertidur tanpa menghapus riasan.”

“Kau bilang sendiri tadi,” kata Alphonse datar. “Isabel sering memakai sheet mask. Apa dia pernah melakukannya tanpa membersihkan wajahnya dulu?”

Otero membuka mulutnya, seolah ingin membantah, tapi lalu mengerjapkan mata dan menghembuskan napas. “...Tidak.”

“Seseorang memasangkan masker ini setelah dia mati,” gumamnya. Alphonse berdiri, melepas sarung tangan silikonnya, dan menoleh ke arah si petugas forensik. “Bersihkan riasan di area lehernya, dan kita akan tahu bagaimana cara pelaku membunuhnya.”

Petugas forensik berhenti sejenak, menatap Alphonse dengan ekspresi sedikit bingung. “Kami sudah tahu penyebab kematiannya. Strangulasi.”

Detektif Otero melirik Alphonse, seolah menunggu reaksinya. “Nah, kau dengar sendiri,” katanya santai sambil menyilangkan tangan di dada. “Kasusnya jelas, bukan?”

Namun, Alphonse tidak bergeming. Tatapannya tetap tertuju pada Marilyn Cass. “Kau sempat mengatakan jika ini adalah kasus bunuh diri terencana. Aku nggak berpikir begitu,” ucapnya tajam. “Dan kita akan membuktikannya setelah melihat apa yang ada di balik riasan di lehernya.”

Detektif Otero mengernyit. “Apa maksudmu?”

Alih-alih langsung menjawab, Alphonse menggeser pandangannya ke arah petugas forensik, lalu ke Detektif Otero. “Jika seseorang menjeratnya dengan tali, akan ada bekas jeratan mendatar berwarna merah kecoklatan yang bersambung di leher.” Dia menarik napas pendek, memberi jeda sejenak sebelum melanjutkan. “Tapi jika dia mati karena gantung diri, tanda jeratannya akan miring dan terputus.”

Petugas forensik ragu sejenak, lalu melirik Detektif Otero seolah meminta persetujuan. Detektif itu menghela napas panjang. “Baiklah, lakukan saja.”

Sebelum petugas bergerak, Alphonse menambahkan dengan tenang, “Anda pasti juga tahu. Lokasinya akan berbeda. Jeratan akibat pembunuhan biasanya berada di bawah tiroid. Tapi kalau benar bunuh diri—” dia mengangkat dagu sedikit, meniru posisi korban yang tergantung, “—tandanya ada di antara dagu dan laring.”

Detektif Otero menghela napas panjang sambil memijat pelipisnya. Dia tidak suka ke mana arah percakapan ini menuju. Jika Alphonse benar, maka kasus ini tidak sesederhana yang dia harapkan. Tidak ada kepuasan menutup perkara dengan cepat, tidak ada laporan singkat yang mudah dicerna. Justru sebaliknya, akan ada lebih banyak pertanyaan, lebih banyak kemungkinan, dan tentu saja lebih banyak pekerjaan.

“Aku benci saat kau mulai menjelaskan hal-hal seperti ini,” gumamnya. Dia menatap Alphonse dengan ekspresi jengkel dan pasrah.

Petugas forensik akhirnya mengangguk dan mulai membersihkan riasan di leher Marilyn Cass dengan kapas yang dibasahi larutan pembersih. Butuh beberapa detik sebelum warna kulit asli di bawahnya mulai terlihat. Detektif Otero mengamati dengan napas tertahan. Namun, saat bekas jeratan itu akhirnya tampak jelas di bawah cahaya putih ruangan, sesuatu di dalam dirinya menegang.

Alphonse mencondongkan tubuh sedikit, matanya menyipit tajam. Lalu, dengan suara yang nyaris berbisik, dia berkata, “Kau lihat ini? Ini bukan strangulasi biasa… Marilyn Cass dibungkam karena dia tahu terlalu banyak."

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทที่เกี่ยวข้อง

  • BAYANGAN DI BALIK WARISAN   Senjata Pembunuhan

    Dua bulan yang laluNARASI ALPHONSEHal pertama yang kupikirkan saat wanita itu memasuki kantorku?Aku lebih baik tidur siang.Hujan turun dengan malas di luar, menambah kesan muram pada ruangan yang sudah cukup berantakan—tumpukan dokumen berserakan di meja dan lantai. Aku bisa saja pura-pura nggak mendengar ketukan di pintu, tapi sayangnya, tamu tak diundang ini nggak cukup tahu diri untuk pergi begitu saja.Wanita itu berhenti di ambang pintu, ragu sejenak sebelum akhirnya melangkah masuk. Matanya menyapu sekeliling ruangan—langit-langit yang mengelupas, meja berantakan, kursi yang tampak lebih cocok untuk rumah duka daripada kantor detektif swasta. Rahangnya mengatup. Lalu, dengan gerakan sedikit kaku, dia menggeser kursi tanpa benar-benar meminta izin. Dia duduk dengan tangan mencengkeram liontinnya sesaat tanpa sadar.Aku sudah bisa menebak tipe orang seperti ini: bahu menegang, jemari mencengkeram tali tas seolah-olah itu satu-satunya yang bisa menyelamatkannya. Ah, klien yang

    ปรับปรุงล่าสุด : 2024-07-03
  • BAYANGAN DI BALIK WARISAN   Luka Tembak

    Ketika Alphonse dan Detektif Otero melangkah keluar kamar 207, langkah kaki nyaris tidak terdengar terhenti di ujung koridor. Sekilas, Alphonse menangkap bayangan samar yang lenyap di balik tikungan. Udara terasa lebih berat, seolah ada mata tak terlihat yang mengintai dari kegelapan.Tanpa ragu, Alphonse bergegas mengejar. Namun, saat tiba di tikungan, hanya kesunyian yang menyambutnya—sampai suara pintu di kejauhan tertutup pelan. Terlalu pelan. Terlalu disengaja.Detektif Otero menyusul, napasnya sedikit tersengal. “Ada apa?”Alphonse tetap memandang lurus ke deretan pintu hotel yang tertutup rapat. Rahangnya mengencang. “Kau nggak melihatnya?” bisiknya tajam.Detektif Otero mengernyit dan menyapu pandangannya ke koridor yang sunyi. "Melihat apa?" tanyanya, suaranya lebih rendah dari biasanya.Alphonse tidak segera menjawab. Dia melangkah perlahan ke depan, telinganya menangkap setiap suara sekecil apa pun. Koridor terasa terlalu tenang, terlalu bersih—seolah seseorang baru saja me

    ปรับปรุงล่าสุด : 2024-07-04
  • BAYANGAN DI BALIK WARISAN   Pertunjukan Graphology Alphonse

    Keheningan menyelimuti ruangan sesaat setelah Alphonse mengucapkan kata-katanya. Detektif Otero menatapnya dengan tajam, lalu beralih ke kertas yang dipegangnya. “Kau tahu siapa yang menulis ini?”Alphonse meraih sepasang sarung tangan baru dari sakunya, lalu mengambil kertas itu dengan hati-hati. Matanya menyapu baris tulisan yang terburu-buru namun tetap terkendali. Dia menghela napas pelan. “Aku tahu tipe orangnya.”Petugas forensik itu bersedekap, masih tampak belum sepenuhnya yakin. “Jadi Anda bisa menggambarkan seseorang hanya dari caranya menulis?”Alphonse meliriknya sekilas, lalu tersenyum tipis. “Tidak. Bukan menggambarkan, tapi saya bisa mempersempit kemungkinan.” Dia membalikkan kertas itu, seolah mencari sesuatu di baliknya. “Dan dalam kasus ini, saya cukup yakin penulisnya adalah seorang wanita paruh baya yang terbiasa berada di posisi otoritas, tapi sedang kehilangan kendali.”Detektif Otero menatapnya dalam diam, lalu berkata pelan, “Jelaskan semuanya padaku.”Alphonse

    ปรับปรุงล่าสุด : 2024-07-08
  • BAYANGAN DI BALIK WARISAN   Liontin yang Hilang

    16 menit sebelumnyaDingin. Bukan hanya dari pendingin ruangan yang terus berembus, tapi juga dari sesuatu yang lebih halus, lebih menusuk. Kamar tempat korban ketiga ditemukan masih dipenuhi aroma khas bahan kimia forensik dan sisa-sisa kematian yang menempel di udara. Cahaya lampu putih dingin menusuk setiap sudut kamar, mengukir bayangan tajam di dinding.Dr. Clara Donovan berdiri dengan tangan bersedekap di samping tempat tidur, matanya fokus pada seprai yang terlihat sedikit berantakan. Di sebelahnya, seorang petugas forensik, Langston, sedang membungkuk. Dia mencermati sesuatu dengan senter UV.“Aku menemukan sesuatu yang aneh,” gumam Langston sambil menyipitkan mata. Tangannya yang bersarung lateks mencubit untaian serat halus dari kain seprai dengan pinset. Dia mengangkatnya ke arah cahaya, membiarkan serat itu berkilau samar di bawah lampu. “Warnanya sedikit lebih kusam, dan teksturnya terasa lebih kasar, seperti bahan sintetis.”Dr. Clara meraih pinset dari kotak peralatan f

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-14
  • BAYANGAN DI BALIK WARISAN   Intravenous Injection

    Lima tahun yang laluNARASI ALPHONSE"Intravenous injection," kata mère, suaranya selembut beludru yang membungkus mata pisau. "Metode yang paling efisien untuk mengantarkan zat langsung ke dalam aliran darah. Cepat, presisi, tanpa hambatan."Udara di dalam ruangan ini lebih dingin daripada tempat-tempat lain di Wisteria Manor. Nggak ada wangi lavender atau teh chamomile seperti di ruang duduk, hanya bau antiseptik yang bersih—terlalu bersih, seperti sepotong logam yang baru diasah.Mère—atau yang biasa dipanggil orang ‘Lady Viscaria’, duduk dengan anggun di kursi tinggi, dia mengenakan gaun biru pucat yang lembut berkilau di bawah lampu putih. Cahaya itu nggak cukup terang untuk membuat silau, tapi cukup kejam untuk memperlihatkan semua yang ada di ruangan tanpa belas kasihan—termasuk set alat kedokteran di atas meja logam di antara kami.Diangkatnya jarum itu sedikit dan diputarnya perlahan, sehingga refleksi cahaya menari di permukaannya. "Namun, tidak semua orang memiliki tangan y

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-15
  • BAYANGAN DI BALIK WARISAN   Kesan Pertama Alphonse

    “Aku tidak menyangka akan mendengar kata ‘metodis’ berulang kali malam ini,” keluh Detektif Otero sambil menekan pangkal hidungnya. “Kau pikir pelakunya orang yang sama?” tanyanya pada Alphonse.Detektif konsultan itu tidak langsung menjawab. Dia terlihat sedang berpikir untuk sesaat sebelum akhirnya buka suara. “Kesimpulan yang terburu-buru hanya akan menyesatkan kita…” Tatapannya jatuh pada tubuh kaku Sansa Strand. Dia menggeleng pelan sebelum menambahkan, “meskipun kelihatannya asumsi itu terdengar begitu meyakinkan.”Dr. Clara mengetuk jarinya di layar tablet, matanya bergerak cepat membaca laporan yang tersaji. “Kami bisa melakukan tes tambahan untuk memastikan komposisi zat yang digunakan untuk melumpuhkan korban,” katanya pada akhirnya.Detektif Otero mengangguk kecil. "Ya, lakukan itu." Dia menghela napas pelan, lalu beralih ke Alphonse. “Tidak peduli sebersih apa metode pembunuhan ini, pelaku pasti ada di suatu tempat.”Alphonse meliriknya. “Dan hotel ini punya mata di setiap

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-16
  • BAYANGAN DI BALIK WARISAN   Interogasi di Ruang Kendali

    Jumat, 22 Maret 2024/00:17 MalamStefan menegang. Tatapannya terpaku pada layar, ekspresi wajahnya sulit diartikan. Perlahan, ia mundur sedikit dari monitor, seolah ingin menjaga jarak dari apa yang baru saja dilihatnya. “Dia seharusnya sudah mati,” gumamnya, hampir seperti berbicara pada dirinya sendiri.Detektif Otero menoleh cepat. “Apa maksudmu?” Nada suaranya tidak lagi santai.Alphonse tidak langsung bicara. Matanya masih tertuju pada rekaman itu, menganalisis setiap detail. Ada sesuatu di sana—sesuatu yang belum dia pahami sepenuhnya.Seorang tamu VIP yang terlihat di layar monitor itu mengenakan setelan tiga potong berwarna gelap yang terlihat mewah. Sebuah tongkat bantu jalan dengan gagang perak berkilau tergenggam di tangan kanannya—bukan karena dia membutuhkannya untuk berjalan, tetapi lebih seperti aksesori elegan dari era yang telah lama berlalu. Ujung tongkat itu menyentuh lantai dengan gerakan halus, hampir seperti ketukan kecil yang disengaja.Sebagian wajahnya tersemb

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-21
  • BAYANGAN DI BALIK WARISAN   Mata yang Merekam

    Stefan membuka pintu menuju ruang arsip di sudut ruangan. Cahaya di dalamnya redup, hanya diterangi oleh beberapa lampu kecil di langit-langit, menciptakan bayangan samar di antara rak-rak tinggi yang berisi ratusan dokumen tersusun rapi. Rak-rak logam berlapis perunggu berbaris rapi di sepanjang ruangan. Masing-masing dipenuhi map berlabel tahun dan bulan. Beberapa dokumen bertumpuk di meja, menandakan tempat itu masih sering digunakan.Detektif Otero memasukkan buku catatannya ke dalam saku dan melirik Alphonse. “Kau ikut masuk?” tanyanya.Alphonse mengangguk tanpa menjawab. Langkah mereka bergema pelan di atas lantai marmer mengilap saat mereka menyusul Stefan, yang sudah berdiri di depan salah satu rak, jemarinya dengan cekatan menelusuri label di punggung map.“Kami masih menyimpan daftar tamu dalam bentuk fisik sebagai arsip,” ujar Stefan, matanya tetap tertuju pada dokumen yang sedang ia cari. “Kadang tamu lama kembali menginap setelah beberapa tahun, dan beberapa permintaan kh

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-21

บทล่าสุด

  • BAYANGAN DI BALIK WARISAN   Mata yang Merekam

    Stefan membuka pintu menuju ruang arsip di sudut ruangan. Cahaya di dalamnya redup, hanya diterangi oleh beberapa lampu kecil di langit-langit, menciptakan bayangan samar di antara rak-rak tinggi yang berisi ratusan dokumen tersusun rapi. Rak-rak logam berlapis perunggu berbaris rapi di sepanjang ruangan. Masing-masing dipenuhi map berlabel tahun dan bulan. Beberapa dokumen bertumpuk di meja, menandakan tempat itu masih sering digunakan.Detektif Otero memasukkan buku catatannya ke dalam saku dan melirik Alphonse. “Kau ikut masuk?” tanyanya.Alphonse mengangguk tanpa menjawab. Langkah mereka bergema pelan di atas lantai marmer mengilap saat mereka menyusul Stefan, yang sudah berdiri di depan salah satu rak, jemarinya dengan cekatan menelusuri label di punggung map.“Kami masih menyimpan daftar tamu dalam bentuk fisik sebagai arsip,” ujar Stefan, matanya tetap tertuju pada dokumen yang sedang ia cari. “Kadang tamu lama kembali menginap setelah beberapa tahun, dan beberapa permintaan kh

  • BAYANGAN DI BALIK WARISAN   Interogasi di Ruang Kendali

    Jumat, 22 Maret 2024/00:17 MalamStefan menegang. Tatapannya terpaku pada layar, ekspresi wajahnya sulit diartikan. Perlahan, ia mundur sedikit dari monitor, seolah ingin menjaga jarak dari apa yang baru saja dilihatnya. “Dia seharusnya sudah mati,” gumamnya, hampir seperti berbicara pada dirinya sendiri.Detektif Otero menoleh cepat. “Apa maksudmu?” Nada suaranya tidak lagi santai.Alphonse tidak langsung bicara. Matanya masih tertuju pada rekaman itu, menganalisis setiap detail. Ada sesuatu di sana—sesuatu yang belum dia pahami sepenuhnya.Seorang tamu VIP yang terlihat di layar monitor itu mengenakan setelan tiga potong berwarna gelap yang terlihat mewah. Sebuah tongkat bantu jalan dengan gagang perak berkilau tergenggam di tangan kanannya—bukan karena dia membutuhkannya untuk berjalan, tetapi lebih seperti aksesori elegan dari era yang telah lama berlalu. Ujung tongkat itu menyentuh lantai dengan gerakan halus, hampir seperti ketukan kecil yang disengaja.Sebagian wajahnya tersemb

  • BAYANGAN DI BALIK WARISAN   Kesan Pertama Alphonse

    “Aku tidak menyangka akan mendengar kata ‘metodis’ berulang kali malam ini,” keluh Detektif Otero sambil menekan pangkal hidungnya. “Kau pikir pelakunya orang yang sama?” tanyanya pada Alphonse.Detektif konsultan itu tidak langsung menjawab. Dia terlihat sedang berpikir untuk sesaat sebelum akhirnya buka suara. “Kesimpulan yang terburu-buru hanya akan menyesatkan kita…” Tatapannya jatuh pada tubuh kaku Sansa Strand. Dia menggeleng pelan sebelum menambahkan, “meskipun kelihatannya asumsi itu terdengar begitu meyakinkan.”Dr. Clara mengetuk jarinya di layar tablet, matanya bergerak cepat membaca laporan yang tersaji. “Kami bisa melakukan tes tambahan untuk memastikan komposisi zat yang digunakan untuk melumpuhkan korban,” katanya pada akhirnya.Detektif Otero mengangguk kecil. "Ya, lakukan itu." Dia menghela napas pelan, lalu beralih ke Alphonse. “Tidak peduli sebersih apa metode pembunuhan ini, pelaku pasti ada di suatu tempat.”Alphonse meliriknya. “Dan hotel ini punya mata di setiap

  • BAYANGAN DI BALIK WARISAN   Intravenous Injection

    Lima tahun yang laluNARASI ALPHONSE"Intravenous injection," kata mère, suaranya selembut beludru yang membungkus mata pisau. "Metode yang paling efisien untuk mengantarkan zat langsung ke dalam aliran darah. Cepat, presisi, tanpa hambatan."Udara di dalam ruangan ini lebih dingin daripada tempat-tempat lain di Wisteria Manor. Nggak ada wangi lavender atau teh chamomile seperti di ruang duduk, hanya bau antiseptik yang bersih—terlalu bersih, seperti sepotong logam yang baru diasah.Mère—atau yang biasa dipanggil orang ‘Lady Viscaria’, duduk dengan anggun di kursi tinggi, dia mengenakan gaun biru pucat yang lembut berkilau di bawah lampu putih. Cahaya itu nggak cukup terang untuk membuat silau, tapi cukup kejam untuk memperlihatkan semua yang ada di ruangan tanpa belas kasihan—termasuk set alat kedokteran di atas meja logam di antara kami.Diangkatnya jarum itu sedikit dan diputarnya perlahan, sehingga refleksi cahaya menari di permukaannya. "Namun, tidak semua orang memiliki tangan y

  • BAYANGAN DI BALIK WARISAN   Liontin yang Hilang

    16 menit sebelumnyaDingin. Bukan hanya dari pendingin ruangan yang terus berembus, tapi juga dari sesuatu yang lebih halus, lebih menusuk. Kamar tempat korban ketiga ditemukan masih dipenuhi aroma khas bahan kimia forensik dan sisa-sisa kematian yang menempel di udara. Cahaya lampu putih dingin menusuk setiap sudut kamar, mengukir bayangan tajam di dinding.Dr. Clara Donovan berdiri dengan tangan bersedekap di samping tempat tidur, matanya fokus pada seprai yang terlihat sedikit berantakan. Di sebelahnya, seorang petugas forensik, Langston, sedang membungkuk. Dia mencermati sesuatu dengan senter UV.“Aku menemukan sesuatu yang aneh,” gumam Langston sambil menyipitkan mata. Tangannya yang bersarung lateks mencubit untaian serat halus dari kain seprai dengan pinset. Dia mengangkatnya ke arah cahaya, membiarkan serat itu berkilau samar di bawah lampu. “Warnanya sedikit lebih kusam, dan teksturnya terasa lebih kasar, seperti bahan sintetis.”Dr. Clara meraih pinset dari kotak peralatan f

  • BAYANGAN DI BALIK WARISAN   Pertunjukan Graphology Alphonse

    Keheningan menyelimuti ruangan sesaat setelah Alphonse mengucapkan kata-katanya. Detektif Otero menatapnya dengan tajam, lalu beralih ke kertas yang dipegangnya. “Kau tahu siapa yang menulis ini?”Alphonse meraih sepasang sarung tangan baru dari sakunya, lalu mengambil kertas itu dengan hati-hati. Matanya menyapu baris tulisan yang terburu-buru namun tetap terkendali. Dia menghela napas pelan. “Aku tahu tipe orangnya.”Petugas forensik itu bersedekap, masih tampak belum sepenuhnya yakin. “Jadi Anda bisa menggambarkan seseorang hanya dari caranya menulis?”Alphonse meliriknya sekilas, lalu tersenyum tipis. “Tidak. Bukan menggambarkan, tapi saya bisa mempersempit kemungkinan.” Dia membalikkan kertas itu, seolah mencari sesuatu di baliknya. “Dan dalam kasus ini, saya cukup yakin penulisnya adalah seorang wanita paruh baya yang terbiasa berada di posisi otoritas, tapi sedang kehilangan kendali.”Detektif Otero menatapnya dalam diam, lalu berkata pelan, “Jelaskan semuanya padaku.”Alphonse

  • BAYANGAN DI BALIK WARISAN   Luka Tembak

    Ketika Alphonse dan Detektif Otero melangkah keluar kamar 207, langkah kaki nyaris tidak terdengar terhenti di ujung koridor. Sekilas, Alphonse menangkap bayangan samar yang lenyap di balik tikungan. Udara terasa lebih berat, seolah ada mata tak terlihat yang mengintai dari kegelapan.Tanpa ragu, Alphonse bergegas mengejar. Namun, saat tiba di tikungan, hanya kesunyian yang menyambutnya—sampai suara pintu di kejauhan tertutup pelan. Terlalu pelan. Terlalu disengaja.Detektif Otero menyusul, napasnya sedikit tersengal. “Ada apa?”Alphonse tetap memandang lurus ke deretan pintu hotel yang tertutup rapat. Rahangnya mengencang. “Kau nggak melihatnya?” bisiknya tajam.Detektif Otero mengernyit dan menyapu pandangannya ke koridor yang sunyi. "Melihat apa?" tanyanya, suaranya lebih rendah dari biasanya.Alphonse tidak segera menjawab. Dia melangkah perlahan ke depan, telinganya menangkap setiap suara sekecil apa pun. Koridor terasa terlalu tenang, terlalu bersih—seolah seseorang baru saja me

  • BAYANGAN DI BALIK WARISAN   Senjata Pembunuhan

    Dua bulan yang laluNARASI ALPHONSEHal pertama yang kupikirkan saat wanita itu memasuki kantorku?Aku lebih baik tidur siang.Hujan turun dengan malas di luar, menambah kesan muram pada ruangan yang sudah cukup berantakan—tumpukan dokumen berserakan di meja dan lantai. Aku bisa saja pura-pura nggak mendengar ketukan di pintu, tapi sayangnya, tamu tak diundang ini nggak cukup tahu diri untuk pergi begitu saja.Wanita itu berhenti di ambang pintu, ragu sejenak sebelum akhirnya melangkah masuk. Matanya menyapu sekeliling ruangan—langit-langit yang mengelupas, meja berantakan, kursi yang tampak lebih cocok untuk rumah duka daripada kantor detektif swasta. Rahangnya mengatup. Lalu, dengan gerakan sedikit kaku, dia menggeser kursi tanpa benar-benar meminta izin. Dia duduk dengan tangan mencengkeram liontinnya sesaat tanpa sadar.Aku sudah bisa menebak tipe orang seperti ini: bahu menegang, jemari mencengkeram tali tas seolah-olah itu satu-satunya yang bisa menyelamatkannya. Ah, klien yang

  • BAYANGAN DI BALIK WARISAN   Topeng Kematian

    Lorong hotel terasa lebih sunyi dari seharusnya. Hanya langkah Detektif Otero dan Alphonse yang menggema saat mereka mendekati kamar 207—tempat Marilyn Cass ditemukan tidak bernyawa. Tanpa banyak bicara, Detektif Otero mengeluarkan lencananya dan menunjukkannya pada dua petugas polisi yang berjaga di luar kamar. Salah satu petugas mengangguk, mengangkat sedikit garis polisi yang membentang di ambang pintu, lalu membiarkan mereka masuk.“Seperti yang kau lihat. Situasinya seperti ini,” ujar Detektif Otero, suaranya terbungkus dalam ketenangan.Bau khas bahan kimia dan kematian menyambut mereka begitu melewati ambang pintu. Kilatan lampu kamera forensik membelah kegelapan ruangan, menciptakan bayangan-bayangan tajam di dinding berwarna krem. Para petugas bergerak dalam keheningan profesional, mengumpulkan bukti tanpa membiarkan emosi mengintervensi. Di samping tempat tidur, sebuah kantong mayat berwarna hitam tergeletak dengan ritsleting yang tertutup rapat.“Ada perkembangan?” tanya De

สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status