“Apa kamu senang selalu bersama Rainer?” ucap seorang wanita yang sejak tadi sudah menunggu Camelia keluar dari bilik toilet.
Camelia berjalan menuju wastafel lalu mencuci tangan sebelum menanggapi wanita itu.“Selalu katanya? Aku baru 24 jam bersama Rainer dia bilang selalu, apa dia sengaja mengejekku? Dasar wanita ulat bulu,” monolog Camelia dalam hati seraya melirik Agnes yang berdiri tak jauh darinya melalui cermin besar yang ada di atas wastafel.Merasa diacuhkan oleh Camelia, wanita itu kembali berkata, “Jangan senang dulu, karena Rainer pasti akan segera menceraikanmu. Jadi aku akan sedikit membiarkanmu dekat dengannya, baik sekali bukan?”“Baguslah kalau memang seperti itu. Aku sangat menantikannya perceraian ini, syukur-syukur kamu bisa membantuku untuk segera bercerai dari Rai, tetapi sepertinya dia tidak ingin cerai dariku tuh,” balas Camelia dengan setengah mengejek Agnes lalu membuang tisu ke tong sampah dan berjalan melewati wanita iCamelia berjalan keluar dari restoran dengan tergesa, muak rasanya melihat suami dan kekasihnya.“Bu Lia mau kemana?” tanya Levi menghadang langkah wanita itu.“Pergi!” jawab Camelia tanpa mempedulikan Levi.Levi langsung mencekal tangan Camelia. Sontak wanita itu menghentikan langkah, melihat ke arah asisten pribadi suaminya dan juga tangan yang mencekal tangannya itu secara bergantian.“Maafkan saya, Bu.” Levi langsung melepas cekalan tangannya. Canggung.“Jangan halangi aku. Aku malas berurusan dengan Rai dan si ulat bulu,” ucap Camelia.Levi mengernyitkan keningnya, belum mengerti maksud perkataan Camelia.“Tapi, Bu–.” Camelia langsung mengibaskan tangan, tanda menyuruh Levi untuk tidak banyak bicara dan protes.Camelia berjalan menuju jalan raya dan Levi masih mengekor. “Kenapa mengikutiku?” Pria itu terlihat gugup, yang terpatri dalam otaknya hanya tidak boleh membiarkan Camelia kabur s
Daniel adalah pengacara muda yang karirnya sedang menanjak, tempatnya bekerja pun tidak main-main. Firma hukum yang terkenal sering memenangkan kasus.“Di tempatku bekerja ada satu pengacara yang handal dalam urusan perceraian, besok akan aku pertemukan denganmu. Aku akan buatkan janji lebih dulu,” ujar Daniel.“Terima kasih, Daniel.” “Pastikan alasanmu bercerai masuk akal.”“Memang ada alasan bercerai tidak masuk akal? Sudah jelas-jelas suamiku itu memiliki simpanan, masih kurang jelas apa?” terang Camelia.“Akhirnya matamu terbuka juga,” sahut Maura.Camelia berdecak, tetapi tidak menampik. Dulu dirinya memang bodoh dan menutup mata tentang hal itu, yang ada dalam pikirannya hanya membuat Rainer jatuh cinta, maka semua akan beres.Setelah berbincang sebentar, Daniel memutuskan untuk kembali bekerja dan membiarkan dua wanita itu menikmati waktu bersama.Camelia menceritakan kejadian yang baru saja dialaminya p
Camelia memandang pria keriput yang ada di depannya. Sungguh dirinya tidak suka mendapatkan pertanyaan seperti itu, sebab sulit sekali mencari jawaban yang tepat. Bisa saja dia langsung mengatakannya dengan gamblang, tetapi tidak ingin membuat luka di hati pria sepuh itu.“Kakek, apa aku boleh menyampaikan isi hatiku?” tanya Camelia.Dia pun memberanikan diri bertanya seperti itu, sebab keputusannya bercerai dari Rainer sudah bulat.“Tentu saja, memangnya untuk apa aku memanggilmu jika bukan untuk itu? Katakan saja apa yang ada di hatimu, tidak perlu khawatirkan aku. Aku tahu sebagai orang yang lebih muda kamu pasti lebih memilih untuk menjaga hatiku,” ucap Kakek Wijaya panjang lebar.Ini bukan kali pertama Camelia berbincang santai seperti ini dengan Kakek Wijaya, tetapi rasanya masih sulit jika membicarakan perceraian, mengingat kondisi pria itu akhir-akhir ini sedang tidak baik.“Kenapa malah diam?” Pertanyaan itu membuat Camelia ters
Hari yang dimaksud akhirnya tiba, sejak siang tadi Camelia sudah melakukan berbagai treatment untuk persiapan datang ke acara pesta ulang pernikahan pasangan Adiwangsa di sebuah salon terbaik. Kini wanita cantik itu sudah siap dengan gaun pesta dan riasan natural. Sungguh memesona. Sayangnya, pria yang bertanggung jawab mengajaknya tak kunjung datang.“Maaf, Bu Lia saya sedikit terlambat,” ujar Levi yang baru saja datang bersamaan dengan asisten pribadi Kakek Wijaya–Lukman.Pria berumur kurang lebih 40 tahun itu mengangguk hormat begitu pun dengan Camelia dan Levi.“Ada apa gerangan Pak Lukman sampai datang kemari?” tanya Camelia. Wanita itu bahkan tidak sempat membalas pernyataan Levi.“Saya diperintahkan oleh Tuan Besar Wijaya untuk menjemput dan mendampingi Anda di pesta ulang tahun pernikahan Adiwangsa, Nyonya Muda.”Camelia dan Levi saling pandang. “Rainer pasti pergi bersama wanita itu kan, Pak Levi? Itu sebabnya
Rainer segera turun dari panggung setelah menyelesaikan pembicaraan yang hanya sekedar basa-basi itu.“Rai, ayo kita cari minuman,” ajak Agnes.Keduanya pun kembali membaur bersama dengan tamu undangan yang lain.Tiba-tiba saja keriuhan terjadi, membuat pusat perhatian tertuju ke arah pintu masuk. Pandangan Rainer dan Agnes pun ikut tertuju pada keriuhan tersebut. Beberapa saat kemudian mata coklat gelap Rainer menangkap sosok yang sangat dia kenal. Camelia.Camelia cantik dan anggun itu seketika menjadi pusat perhatian. Untung saja semasa sekolah dan kuliah dia adalah orang yang aktif dalam berorganisasi serta menjadi pusat perhatian. Jadi untuk menghadapi hal seperti ini, Camelia tidak perlu gugup apalagi panik.Tak sedikit orang yang hadir di pesta tersebut bertanya-tanya siapa wanita yang datang bersama Lukman. Wajah Camelia memang asing di kalangan pergaulan para konglomerat.“Pak Lukman, alangkah baiknya jika kita menyapa p
Camelia baru saja turun dari panggung, tiba-tiba sebuah seruan riang memanggil namanya.“Tante Camelia!” Camelia melihat ke arah sumber suara, pria kecil dengan setelan tuxedo yang senada dengan Danar.“Halo, Clay!”Gadis itu berjongkok menyamakan tinggi dengan Clay.“Kenapa Tante bisa ada di sini? Apa Papi yang mengajak Tante?” tanya anak kecil itu.Camelia menoleh ke atas melihat Danar.“Oh, tidak Clay, Tante mewakili Kakek untuk menghadiri pesta ini,” jawab Camelia.“Oh, aku pikir Tante sudah lebih akrab dengan Papi,” ujar anak itu. Camelia hanya bisa tersenyum lalu kembali berdiri.Camelia tidak menyangka jika dua pria yang baru-baru ini dia temui ternyata menyandang nama Adiwangsa. Entah jalan apa yang sedang Tuhan tunjukan padanya, tetapi kebetulan ini sangat luar biasa.Pria kecil itu kemudian mengajak Camelia untuk menikmati hidangan pembuka yang sudah tersaji. Danar pun mengekori Camelia dan Clay di belakang.Entah apa magnet apa yang ada dalam tubuh Camelia hingga anak keci
Perbuatan Rainer jelas terlihat di padangan mata Agnes yang sejak tadi mengawasi mereka berdua, hati wanita itu pun merasakan sakit dan kecewa. Bagaimana bisa orang yang tidak mencintai mencium seorang wanita dengan begitu lembut?“Rainer! Kamu–.” Agnes kehabisan kata-kata, dia memilih kembali masuk ke pesta untuk menenangkan diri dari gemuruhnya api cemburu.“Camelia. Kenapa kamu selalu saja menjadi penghalang dalam hidupku?” gumam Agnes dengan menahan amarah.Rainer melepas pagutan bibirnya, napas terengah pelan, entah mengapa bibir Camelia seakan menjadi candu baginya.“Dengarkan aku Camelia, kamu tidak akan mudah lepas dariku jika alasanmu bercerai adalah untuk pria lain,” bisik Rainer.“Coba saja jika kamu bisa kabur dariku, karena kamu pasti akan memohon untuk kembali padaku.”Buugghhh. Sebuah tinju mendarat di perut Rainer. Rainer yang terkejut sontak melepaskan kunciannya. Rupanya tinju yang dilayangk
Belum sempat Camelia mendengar jawaban Rainer, dia kembali tak sadarkan diri.“Lia, hei Camelia!”“Pak Lukman, cepat!” titah Rainer dengan panik.Hanya tinggal sedikit saja hingga mereka sampai di rumah sakit, tetapi Camelia sudah tak sadarkan diri. “Lia, Camelia!”Sesampainya di rumah sakit, Lukman segera berlari meminta bantuan. Camelia segera mendapatkan penanganan.“Tuan Muda, sebaiknya Anda berganti pakaian lebih dulu, saya yang akan menunggu Nyonya Muda. Jangan sampai Anda juga sakit karena harus merawat Nyonya Muda,” ujar Lukman setengah menggoda.Rainer hanya melirik sekilas, untung saja mereka datang ke rumah sakit menggunakan mobilnya, baju ganti dan segala macam selalu tersedia di sana.Saat kembali ke IGD, Camelia telah selesai ditangani, pakaiannya pun telah diganti. Sekarang hanya tinggal mengurus untuk keperluan rawat inap. Kondisi Camelia lemah, mungkin karena trauma yang dialaminya waktu kecil.
Senyum Daisy mengembang begitu sosok Camelia melangkah masuk ke ruang utama. Tanpa banyak basa-basi, wanita paruh baya itu langsung menariknya dalam pelukan hangat. Aroma khas teh melati bercampur dengan wangi lembut kain yang dikenakan Daisy, menciptakan suasana nyaman yang sudah lama tidak dirasakan Camelia.“Kamu semakin kurus,” komentar Daisy begitu mereka saling melepaskan pelukan, matanya mengamati Camelia dengan sorot khawatir.Camelia hanya tersenyum tipis, mengabaikan komentar itu. Tubuhnya memang sedikit lebih ringan belakangan ini, tapi bukan itu yang penting sekarang. Dia mengikuti langkah Daisy ke ruang santai.“Akhirnya urusanmu dengan wanita bernama Amanda itu selesai juga,” ujar Daisy.Seluruh keluarga Wijaya memang tahu apa yang sempat dialami oleh Camelia tidak terkecuali Daisy. Bahkan Kakek Wijaya dan Yasa Wijaya–ayah mertua Camelia sempat menawarkan bantuan.“Iya, Bu. Akhirnya selesai. Aku lelah sekali,” balas Camelia.Keduanya berbincang tentang kesehatan Camelia,
“Entahlah, aku tidak yakin, aku hanya merasa ada seseorang yang mengawasiku,” jujur Camelia, lalu berjalan menuju mobilnya, diikuti oleh Anne. “Sudah berapa lama kamu merasa diawasi?” tanya Danar seraya menyamakan langkah dengan Camelia. “Entahlah. Aku juga tidak yakin. Tidak perlu khawatir. Aku masih bisa menanganinya, kalau begitu aku pulang dulu,” balas Camelia lalu masuk ke dalam mobil tanpa memberi kesempatan pada Danar untuk menanggapi. Danar jelas tidak akan tinggal diam, dia pun menghubungi seseorang untuk mengawasi Camelia. Dia tidak ingin kejadian di Singapura terulang lagi. Apalagi sekarang belum diketahui kebenaran Rainer masih hidup atau tidak. Siapa tahu musuh-musuh suami Camelia itu masih mengincar Camelia. “Apa kita perlu ke rumah sakit, Camelia? Aku lihat kondisimu tidak baik-baik saja,” tanya Anne memecah keheningan di dalam mobil. “Tidak perlu, Anne. Kita langsung pulang saja,” jawab Cameli
“Kenapa hanya menunggu di sini? Harusnya kamu masuk dan memastikan keadaannya,” ucap Camelia. Danar. Pria itu sudah menunggu di parkiran bersama Reno. Sebelum menjawab, pria itu hanya tersenyum lembut. Meskipun ucapan Camelia terdengar seperti sebuah sindiran. “Aku baru saja datang, dan hanya ingin bertemu denganmu.” Camelia menarik sebelah sudut bibirnya dan mengangguk. “Mau makan siang bersama? Biar mobilmu Anne yang bawa,” tawar Danar. Terlihat Camelia menoleh pada asisten pribadinya, dan Anne pun mengangguk. “Baiklah,” jawab Camelia. Semua sudah selesai, mungkin ini saatnya mereka meluruskan semua yang sempat menjadi benang kusut. “Kamu bisa pergi bersama Anne, Reno,” titah Danar pada asistenya, dan pria itu hanya mengangguk. Setelah itu, Danar segera memacu kendaraannya keluar dari parkiran gedung pengadilan itu. Hanya keheningan yang menyelimuti ked
“Pak, pengacara Nyonya Amanda kembali menghubungi,” ujar Reno di sela-sela dia melaporkan pekerjaannya.“Untuk apa lagi mereka terus menghubungi? Bukankah semuanya sudah jelas,” balas Danar dengan malas.Reno terlihat sedikit ragu-ragu sebelum akhirnya mengutarakan pendapatnya.“Menurut saya, Anda setidaknya mengunjungi Nyonya Amanda.”Wajah Danar masih datar, tetapi dalam tempurung kepalanya dia memikirkan hal yang sama.Langkah kaki terdengar berat saat Danar melewati lorong sempit yang berbau lembab. Pikirannya berputar, penuh dengan ketidakpastian. Dia tahu alasan mengapa akhirnya memutuskan untuk datang ke sini, namun rasa enggan tidak bisa ditepis. Reno telah berkali-kali menyampaikan pesan dari pengacara Amanda, setiap kali menyisipkan nada memohon seolah-olah hidup Amanda bergantung sepenuhnya pada satu keputusan dari Danar.Saat tiba di ruangan pertemuan, Amanda sudah menunggu di balik kaca tebal yang memisahkan ked
Danar memandangi layar laptopnya, grafik keuangan Adiwangsa Grup terpampang dengan stabilitas yang perlahan kembali. Efek dari ulah Amanda memang sempat menggoyahkan beberapa cabang bisnis, tapi semua mulai terkendali. Sekalipun dia tidak ingin mengakuinya, Amanda harus menanggung hukuman atas perbuatannya. Wanita itu telah menempatkan perusahaan dan keluarganya dalam posisi sulit yang tidak bisa ditoleransi.Danar mengangkat interkom yang berada di dekatnya memberi perintah pada asisten pribadinya untuk datang ke ruangan. Pria itu menyandarkan tubuh ke sandaran kursi, matanya tajam menatap layar tablet yang ada di tangan. Beberapa laporan mengenai aktivitas terakhir Amanda muncul di sana, membuat rahangnya mengencang.Beberapa saat kemudian, pria tampan dengan setelan jas mahal masuk ke dalam ruangan Danar.“Ada yang bisa saya bantu, Pak?”"Reno, tentang Ryo," kata Danar tanpa memalingkan pandangan dari layar datar yang dipegangnya, "ap
“Maaf Bu Camelia, sebelum kita tidak pernah bertegur sapa secara pribadi maupun soal pekerjaan. Ada apa sebenarnya sampai Anda mengajak saya bertemu?” tanya Ryo penuh penasaran.Siapa yang tidak tahu Camelia Agatha namanya sempat menjadi headline hampir semua surat kabar dan media elektronik. Wanita dengan karir cemerlang.“Apa benar Anda tidak tahu tujuan saya mengajak Anda bertemu? Atau hanya pura-pura tidak tahu?” tanya Camelia.Ekspresi Ryo tidak bisa berbohong. Pria itu terlihat tidak tahu apa-apa tentang tujuan Camelia menemuinya. Belum lagi urusan perusahaan yang berhasil membuatnya kelimpungan.“Saya benar-benar tidak tahu maksud Anda,” jawab Ryo.Camelia hanya tersenyum. Beberapa saat kemudian ponsel Ryo berdering, nomor asing dengan kode daerah, menandakan jika nomor itu adalah nomor kantor.Ryo meminta izin pada Camelia untuk mengangkat telepon tersebut. Betapa terkejutnya pria itu setelah orang di seberang sana memper
Amanda terperanjat saat mendengar suara Ryo yang sudah berada di dekatnya. Kehadiran pria itu bahkan tidak disadari olehnya yang sibuk dalam pikirannya.Wanita itu tampak gelagapan, terlihat sekali tidak bisa mengendalikan situasi.“Apa yang baru-baru ini kamu lakukan, Amanda?”Amanda berdehem, lalu mengambil gula dan teh, memasukkannya ke dalam cangkir, sedikit mengalihkan perhatian.“Apa maksudmu, Ryo?” tanya Amanda untuk mengurai rasa gugup. “Kamu akan bersikap seperti ini saat melakukan kesalahan, aku harap kamu tidak melakukan sesuatu yang melebihi batas,” ujar Ryo. Matanya menatap Amanda dengan tajam. Namun, dia segera meninggalkan wanita yang masih diam membisu itu menuju kamarnya.Cahaya redup dari lampu meja menerangi sudut kamar, menciptakan bayangan di dinding yang tak bisa mengalihkan pikiran Danar. Dia berdiri di samping jendela, mata menatap keluar yang gelap, tangan menggenggam ponsel, namun tidak ada pe
Camelia tidak akan diam saja, dia sengaja meminta Levi untuk mengutus orang dan mengawasi Amanda. Camelia berpura-pura menjadi orang lain dan mengajak Amanda bekerjasama. Dengan kata lain, wanita itu menjebak Amanda agar mengakui perbuatannya.Amanda sedang menunggu kedatangan seseorang di sebuah restoran. Hingga akhirnya Camelia datang.“Sedang menunggu seseorang, Nyonya Amanda?” tanya Camelia untuk sekedar basa-basi.“Bukan urusanmu,” balas Amanda dengan sengit.“Benarkah? Tapi sayangnya ini menjadi urusanku karena semua menyangkut kehidupanku,” balas Camelia lalu duduk di depan Amanda.Amanda mengernyit, menolak untuk paham kemana arah pembicaraan Camelia.“Apa maksudmu?” tanya Amanda.“Tidak perlu berpura-pura lagi. Aku tahu semuanya.”Camelia mengambil lalu meletakkan tablet di atas meja. Layar itu menampilkan serangkaian dokumen dan bukti rekaman, tentang kejahatan yang Amanda lakukan padanya.
Sebagian kertas itu lepas dari jepitannya dan berhamburan.Camelia memandang Danar dengan pandangan yang berkecamuk, kecewa, marah, sakit hati. Baru kali ini dia mendapatkan perlakuan yang begitu kasar dari pria itu.Dalam diam Camelia berjongkok, mengambil dokumen itu di lantai. Sebelum berdiri dia membaca dengan cepat dokumen itu. Hasil audit benar-benar mengarah padanya tanpa terkecuali.“Apa maksudnya ini?” ucap Camelia lirih, tetapi Danar masih bisa mendengarnya.“Jangan berpura-pura bodoh. Aku tahu kamu mencoba menghancurkan perusahaan ini!”Ucapan Danar adalah pukulan telak. Camelia menggeleng keras, mencoba menjelaskan, tetapi Danar terus memotong. Kata-katanya tajam, menyerang langsung ke inti.“Jika kamu pikir bisa mempermainkan aku seperti ini, kamu salah besar. Aku akan memastikan kamu tidak akan bisa melangkah lagi di dunia bisnis.”Camelia membeku. Jantungnya terasa seperti tidak lagi berdetak, dia memaksa