Sementara itu, tampak Nathan dan Ferdi, Ayahnya tengah mengobrol di mini bar yang ada di rumahnya. Nathan duduk di bar stool, sedangkan Ferdi duduk di sofa tidak jauh dari sana. Kini, wajah keduanya benar-benar buruk setelah mendengar kabar dari Gaston jika ketua mafia itu gagal memberi pelajaran kepada Seno. Dengan perasaan yang tidak karu-karuan, putra keluarga Damanik itu meraih botol alkohol, lalu menuangkannya ke dalam gelas dan menenggaknya dengan cara bar-bar. Hal yang paling ia inginkan setelah Seno mengalami berbagai kesulitan adalah melihat Seno babak belur dan cacat seumur hidup! Namun, ternyata hal itu yang paling sulit ia lakukan. Kemampuan berkelahi Seno tidak bisa ia anggap sebelah mata, ia mengakuinya sebab pernah merasakan aura gelap dan keganasan pria itu sewaktu di rumahnya Shinta. Sebelumnya, ia pikir rencananya berjalan mulus. Bagaimana ia tidak berpikir seperti itu, yang Seno lawan adalah ketua mafia! Akan tetapi, kenyataanya itu tidak menjamin. "Organi
Mendapatkan hal itu, Shinta melotot. "Seno! Apa yang kamu lakukan?!" pekik Shinta tertahan seraya buru-buru melepaskan diri dari dekapan suaminya. Melihat respon Shinta seperti itu, Seno mengernyitkan kening. "Apa yang aku lakukan?" Seno malah bertanya balik nyaris kepada dirinya sendiri. "Empat bulan kita telah berpisah, Shinta. Kita jarang sekali bertemu. Kalau pun bertemu, hanya sebentar-sebentar saja karena kamu beralasan takut ketahuan oleh Ayah dan Ibu. Tentu saja, hal itu membuatku rindu berat padamu." Oleh sebab itu, Seno yang dipancing sedikit saja, gairahnya akan langsung bergejolak. Tidak bisa menahan diri. Di saat ini, wajah Shinta memerah merona. Meski Seno adalah suaminya, keduanya yang sudah biasa melakukan hal itu. Namun, entah kenapa, Shinta masih saja gugup dan malu-malu. Shinta pun buru-buru mengondisikan diri untuk menutupi hal itu. Lalu, ia menatap Seno tajam. "Tapi ini di rumah sakit, Seno! Di ruang ICU pula!" wajahnya tampak tegas. "A-apa kamu sudah gila?
"Papa, sakit…"Di dalam kamar inap, tampak seorang anak perempuan terbaring menyedihkan di atas ranjang.Melihat kondisi anaknya seperti itu, hati Seno yang merupakan sang Ayah dari anak perempuan itu seketika sakit bukan main.Felicia, anak perempuannya berusia 5 tahun itu mengidap penyakit gagal jantung stadium akhir.Dan langkah terakhir untuk menyelamatkan nyawanya adalah dengan operasi transplantasi jantung dan membutuhkan biaya 5 miliar.Seno yang hanya bekerja sebagai office boy, tentu tidak memiliki uang sebanyak itu.Mengusap lembut kepala anaknya, Seno berujar, "Tahan dulu ya, Nak. Papa akan usahakan cari uangnya supaya kamu bisa segera dioperasi.""Apa kalau aku dioperasi, aku sudah tidak akan merasakan sakit seperti ini lagi, Pa?" tanya Felicia parau. Sorot matanya penuh harap.Seno mengangguk seraya tersenyum getir. "Benar, sayang. Felicia sudah tidak akan merasakan sakit seperti ini lagi kalau dioperasi!"Selagi Seno tengah menguatkan juga menyemangati sang buah hati, ti
"Aku Andin, Kak. Adiknya Kakak!" ucap wanita bernama Andin itu dengan mata berkaca-kaca, suara dan bibirnya bergetar. Mengamati penampilan Seno dari atas kepala hingga ujung kaki, dia kemudian menambahkan, "Pasti, Papa, Mama, akan sangat senang mengetahui hal ini!" Seno terperanjat! Wanita ini mengaku sebagai adiknya? Mencerna dalam sepersekian detik omongan wanita itu. Lalu, Seno menggeleng. Tidak percaya dengan apa yang barusan dikatakannya. "Jangan bercanda, Nona! Aku tidak memiliki adik. Nona salah orang!" ujar Seno sambil menuding muka Andin. "Aku tidak mungkin salah orang! Kamu adalah Kakakku!" sergah Andin penuh keyakinan. Tanpa membalas perkataan wanita itu, Seno buru-buru menyingkir dari hadapannya dan kembali berjalan menuju kamar inap anaknya. Melihat Seno pergi meninggalkannya, Andin panik dan langsung menghadang jalan Seno. Berdiri di hadapan Seno, Andin meraih kedua tangan pria itu. "Aku paham mengapa Kakak tidak langsung percaya. Tapi, kenyataanya memang seper
"Ini bukti suratnya!" petugas rumah sakit itu menyodorkan surat yang dimaksud kepada Seno dengan kasar. Setelah membaca surat itu sebentar, Seno kembali menatap petugas rumah sakit itu dengan rahang mengeras dan lalu berujar, "Baik. Akan kulunasi sekarang semua tunggakannya selama satu minggu dengan menggunakan kartu ini!" Usai berkata, Seno mengeluarkan kartu hitam dari dalam saku jaketnya dan meletakannya di atas meja. Seketika mata petugas rumah sakit itu melebar! Bukan kah itu black card? Akan tetapi, mengingat Seno yang menunggak biaya, membuatnya berpikir kalau pria itu adalah orang miskin! Petugas rumah sakit itu pun buru-buru mengkondisikan diri. Dan yang terjadi selanjutnya adalah tawa menghina darinya menggelegar. "Kau mau membayar dengan menggunakan kartu mainan itu?" cibirnya. Seketika wajah Seno berubah. Kartu hitam itu katanya adalah kartu mainan? "Sebaiknya anda coba gunakan terlebih dahulu untuk melakukan pembayaran sebelum anda berkata seperti itu–" "Tidak
Alhasil, Seno menjadi pusat perhatian. Kini, semua orang memperhatikannya, terkejut karena pria yang barusan diremehkan dan dianggap miskin itu memiliki kartu hitam yang merupakan kartu sakti orang-orang kaya. Ada yang menduga-duga identitas asli pria tersebut selagi memandangnya kagum, tapi ada juga yang belum bisa menerima fakta itu. Namun, Seno sama sekali tidak peduli. Ia saja juga sama terkejutnya seperti mereka. Ia begitu tidak menyangka kalau kartu hitam itu bisa digunakan. Dengan kata lain, kartu hitam itu asli! Di saat ini, Seno mengerjap tatkala semua perkataan wanita tadi tiba-tiba saja terlintas di benaknya yang membuat kepalanya seketika dipenuhi banyak pertanyaan. Namun, Seno buru-buru menghalaunya sebab perasaan haru langsung menggantikannya. Itu berarti ia sudah tidak akan dipusingkan dengan mencari uang ke mana lagi setelah ini. Felicia tentu saja akan segera dioperasi dan sembuh. Sementara itu, Darren dan petugas rumah sakit itu tiba-tiba tersadar. Begitu terin
Nina tersenyum miring ke arah Seno sembari melipat tangan di depan dada. "Kamu pulang karena tidak berhasil mendapatkan uangnya, 'Kan? Berubah pikiran mau tanda tangan, benalu?" cibir Nina. Darius, seraya tergelak menimpali, "Cih! Berlagak menolak bercerai dengan Shinta! Tapi apa? Ujung-ujungnya kau menjilat ludahmu sendiri, akhirnya datang kepada kami hendak bersujud meminta uang untuk operasi Felicia!" Sementara itu, Shinta di tempatnya terbeliak. Lalu, ia menggigit bibir. Kentara cemas. Apakah yang dikatakan kedua orang tuanya barusan itu benar? Jika Seno pulang karena setuju bercerai dengannya? Kala memikirkan hal itu, Shinta menundukan kepala. Wajahnya berubah lesu. Kemudian, Shinta meremas ujung roknya, tiba-tiba saja ia merasa tak rela... Sebenarnya, ia bersikap seakan setuju untuk bercerai dengan Seno sekaligus mendesak suaminya itu sebab paksaan dari kedua orang tuanya demi mendapatkan biaya operasi Felicia. Di saat ini, Ronald bangkit dari tempat duduknya dan berjal
Sontak saja, semua orang terkejut bukan main lantaran apa yang dilakukan Seno pada Nathan! "Sudah gila ya kamu!" Darius berseru marah seraya bangkit dari kursinya. Nina, dengan sama marahnya menimpali, "Seno! Berani-beraninya kamu memukul Nak Nathan?! Kamu tidak tahu siapa dia, hah?!" "Wah-wah, mau cari mati kamu, Seno! Habis riwayatmu setelah ini!" seru Ronald menambahi kedua orang tuanya. "Emang tolol kamu, Seno. Yang kamu pukul itu adalah pewaris keluarga Damanik kaya raya dan berpengaruh!" Sementara itu, Shinta terdiam kaget. Menggeleng tak percaya ke arah suaminya. Itu...sungguhan Seno? Bagaimana Shinta tidak berpikir demikian, selama ini Seno tidak pernah melawan secara terbuka dan gamblang seperti saat ini! Tanpa mempedulikan Nathan yang tengah mengerang kesakitan di lantai, Seno melemparkan tatapan mematikan ke arah kedua mertua dan kakak iparnya secara bergantian. "Dia sudah berani mencium tangan Shinta dan memeluk tubuhnya, suami mana yang tidak marah saat me
Mendapatkan hal itu, Shinta melotot. "Seno! Apa yang kamu lakukan?!" pekik Shinta tertahan seraya buru-buru melepaskan diri dari dekapan suaminya. Melihat respon Shinta seperti itu, Seno mengernyitkan kening. "Apa yang aku lakukan?" Seno malah bertanya balik nyaris kepada dirinya sendiri. "Empat bulan kita telah berpisah, Shinta. Kita jarang sekali bertemu. Kalau pun bertemu, hanya sebentar-sebentar saja karena kamu beralasan takut ketahuan oleh Ayah dan Ibu. Tentu saja, hal itu membuatku rindu berat padamu." Oleh sebab itu, Seno yang dipancing sedikit saja, gairahnya akan langsung bergejolak. Tidak bisa menahan diri. Di saat ini, wajah Shinta memerah merona. Meski Seno adalah suaminya, keduanya yang sudah biasa melakukan hal itu. Namun, entah kenapa, Shinta masih saja gugup dan malu-malu. Shinta pun buru-buru mengondisikan diri untuk menutupi hal itu. Lalu, ia menatap Seno tajam. "Tapi ini di rumah sakit, Seno! Di ruang ICU pula!" wajahnya tampak tegas. "A-apa kamu sudah gila?
Sementara itu, tampak Nathan dan Ferdi, Ayahnya tengah mengobrol di mini bar yang ada di rumahnya. Nathan duduk di bar stool, sedangkan Ferdi duduk di sofa tidak jauh dari sana. Kini, wajah keduanya benar-benar buruk setelah mendengar kabar dari Gaston jika ketua mafia itu gagal memberi pelajaran kepada Seno. Dengan perasaan yang tidak karu-karuan, putra keluarga Damanik itu meraih botol alkohol, lalu menuangkannya ke dalam gelas dan menenggaknya dengan cara bar-bar. Hal yang paling ia inginkan setelah Seno mengalami berbagai kesulitan adalah melihat Seno babak belur dan cacat seumur hidup! Namun, ternyata hal itu yang paling sulit ia lakukan. Kemampuan berkelahi Seno tidak bisa ia anggap sebelah mata, ia mengakuinya sebab pernah merasakan aura gelap dan keganasan pria itu sewaktu di rumahnya Shinta. Sebelumnya, ia pikir rencananya berjalan mulus. Bagaimana ia tidak berpikir seperti itu, yang Seno lawan adalah ketua mafia! Akan tetapi, kenyataanya itu tidak menjamin. "Organi
Melihat hal itu, dua pengawal Gaston langsung merangsek menyerang dengan tangan kosong. Meski bisa dibilang, dua pengawal itu memiliki kemampuan di atas preman-preman itu. Tapi, Seno yang masih dalam kondisi prima dan baik-baik saja, dapat menghabisinya dengan waktu yang relatif sebentar. Seno mengakhiri pertarungan tersebut dengan kombinasi pukulan dan tendangan mematikan. Alhasil, dua pengawal itu terkapar di aspal bersama yang lainnya. Sebab semua anak buahnya telah habis dibantai Seno, tidak ada yang tersisa kecuali dirinya, Gaston pun terpaksa turun tangan untuk segera menyelesaikan tugas dari Nathan. Seraya berteriak, Gaston merangsek menyerang. Plak! Plak! Seno langsung melayaninya, menepis dan menghindar. Selain itu, Seno ikut meningkatkan kecepatan mengimbangi lawannya yang seorang ketua mafia. Lantas ia balas merangsek. Beberapa saat kemudian, hal yang tidak diduga terjadi ; Gaston terdesak! Tinju Seno menghantam perut Gaston yang membuatnya terbanting. Mendapatkan
Para preman itu membawa parang di tangan masing-masing. Mereka berasal dari organisasi mafia bernama Parang Api. Organisasi mafia itu cukup disegani dan namanya sudah dikenal luas. Bahkan, masuk ke dalam organisasi mafia paling kuat dan ditakuti di kota Eldoria meski berada di bawah. Dalam setiap aksi-aksinya, mereka selalu menggunakan parang. Hal itu akhirnya menjadi identitas sekaligus lambang organisasi. Itu sebabnya organisasi mafia itu dinamakan Parang Api. Gaston sendiri merupakan ketua organisasi tersebut. "Kau yang bernama, Seno?" tanya Gaston sang ketua dengan dingin seraya menghisap rokoknya. Dengan berani dan kurang ajarnya, ketua mafia organisasi Parang Api itu menyemburkan asap rokok ke wajah Seno. Mendapatkan hal itu, Seno buru-buru memalingkan muka. Tentu untuk menghindari asap rokok tersebut. Seno langsung menyadari situasinya saat ini yang disebut lebih parah daripada apa yang ia alami sebelumnya. Tidak perlu bertanya-tanya, Seno langsung tahu kalau
Aji terdiam. "Bagus lah kalau kau langsung berpikir demikian. Aku itu heran padamu, Seno. Sudah miskin, tidak punya backingan kuat, tapi berani menyinggung seorang konglomerat! Kau sudah bosan hidup atau bagaimana sih?!" Sindirnya menohok. "Ini akibatnya kalau kau berani macam-macam dengan orang kaya dan berpengaruh, dalam sekejab, hidupmu akan dibuat menderita dan kau akan kehilangan segalanya!" Tanpa Aji menyebutkan nama seseorang yang telah menyuruhnya, Seno yakin seratus persen jika perintah itu datang dari Nathan. Kini wajah Seno mengeras sambil menatap Bossnya dengan tajam. "Tidak kah anda berpikir bahwa apa yang anda lakukan itu sungguh tercela? Bagaimana kalau seandainya anak anda lah yang berada di posisi saya saat ini?" Aji merespon remeh perkataan Seno. "Apa yang aku lakukan itu sudah biasa dilakukan oleh orang-orang dan jangan jual kesedihanmu di depanku, karena itu tak akan mempan sama sekali! Percuma!" Membusungkan dada, Aji lanjut bicara, "Dan anakku tak aka
Selagi Seno berpikir tentang apa yang terjadi, sebuah suara memanggil namanya terdengar. Panggilan itu membuat Seno menoleh ke arah sumber suara. Tampak penghuni kos lain tengah berjalan menghampirinya. "Kau disuruh pemilik kos untuk menemuinya di bawah, Sen," kata penghuni kos itu. Tanpa banyak tanya, Seno mengangguk dan segera turun ke bawah. Kamar kos Seno berada di lantai dua. "Kenapa barang-barang kami dikeluarkan semua dan dibiarkan terongok begitu saja di luar?!" tanya Seno heran sekaligus terkejut begitu tiba di hadapan sang pemilik kos yang merupakan seorang wanita paruh baya. Mendengar itu, Ibu pemilik kos hanya menatap Seno sinis seraya menghisap rokoknya. Seno lanjut berkata, "Bukan kah aku tidak pernah menunggak? Dari awal aku ngekos di sini, lancar pembayarannya?" "Kamu memang tidak pernah menunggak. Selalu lancar pembayarannya. Tapi, ada orang lain yang mau menempati kamar kosmu itu!" Seno mengernyitkan kening. "Bukan kah masih ada kamar lain yang koso
Tiba-tiba... "Ada apa ini?!" Suara menggelegar itu sontak membuat perhatian semua orang teralihkan. Seorang suster tampak keluar dari ruang ICU tempat Felicia dirawat dan menyisir wajah orang-orang yang ada di sana. Suster itu lanjut berkata, "Mohon maaf, ini di rumah sakit. Tolong dijaga bicara dan sikapnya. Jangan membuat keributan. Karena hal itu dapat menganggu ketenangan dan kenyamanan pasien!" "Dia yang memulai duluan, Sus!" Ronald langsung menunjuk-nunjuk Seno. Mengumpankan pria tersebut. Seno terperangah. Bukan kah mereka? "Itu tidak benar, Sus! Mereka yang datang-datang langsung membuat keributan di sini!" seru Seno tak terima sambil refleks bangkit dari tempat duduknya. Hal tersebut membuat anggota keluarga Herlambang langsung menatap Seno dengan mata menyala-nyala. Ronald, dengan angkuh menatap suster itu kembali. "Anda tau tidak kami berasal dari keluarga mana? Kami itu berasal dari keluarga Herlambang, salah satu keluarga terpandang di kota ini yang pu
"Perkenalkan aku Tara, Nona." Andin langsung memperkenalkan diri dengan nama samaran sebab hendak membantu Seno. Pasti Seno tidak akan menceritakan hal yang sebenarnya kepada sang istri. "Sepertinya harus kuceritakan semuanya sekarang," sambung Seno setelah terdiam sebentar. Seketika Shinta tersadar dan kembali menatap suaminya untuk beberapa saat."Ya. Kurasa begitu. Aku butuh penjelasan sekarang!" pinta Shinta dingin seraya melipat tangan di depan dada. Lalu, Seno pun mulai menjelaskan untuk menjawab segala pertanyaan yang menumpuk di benak istrinya. Tentu saja Seno tak menceritakan perihal black card dan semua apa yang dikatakan Andin karena belum pasti. Seno boleh menghela napas lega ketika Shinta tampak menerima penjelasan darinya. Kini Shinta tengah mengamati penampilan Andin dari atas kepala hingga ujung kaki. Semua orang akan langsung setuju kalau wanita itu cantik sekali dan bertubuh seksi. Ditambah, kata anggun dan glamor adalah dua kata yang tepat untuk mengambarkan
Begitu tiba di luar rumah, Jaka langsung melempar Seno ke tanah. Di belakangnya, menyusul Darius, Ronald dan Shinta. Sedangkan Nina yang melihat itu langsung bergabung. Nathan sudah pulang. "Buat dia babak belur dan kasih hukuman sesuai permintaan tuan Darius!" titah Jaka dengan nada dingin kepada tiga anak buahnya. Seketika ketiga pengawal itu menyerang Seno secara bersamaan, sementara Jaka melangkah mundur. Hendak menonton. Tentu saja, ia tidak perlu turun tangan sebab anak buahnya saja sudah cukup. Untuk beberapa saat, perkelahian jarak dekat pun terjadi. Sesekali, saling menghindar, mengelak, menangkis dan bahkan balik menyerang. BUGH! BUGH! BUGH! Tiba-tiba, semua orang tercengang dan membeku di tempat. Bukan Seno yang babak belur seperti yang semua orang bayangkan, melainkan ketiga pengawal tersebut. Seno dapat menjatuhkan ketiga lawannya dengan waktu yang sangat singkat! Kini tubuh ketiganya pun terkapar di tanah seraya mengerang kesakitan. Di saat ini, Dar