Tengah hari datang, pria kepercayaan Adhinatha menghubungi Amelia saat nona muda sedang duduk di sisi ibunya. “Ma, Amei mau terima telepon dulu.” Amelia segera menyingkir sejauh mungkin dari persekitaran ibunya. “Ada apa?” “Saya sudah menemukan si pelaku!” “Apa, siapa?” Excited Amelia. “Sahabat Nona sendiri.” Berat, pria ini mengatakannya, tetapi inilah kenyataan. “Apa, jangan mengada-ngada!” “Nona bisa datang kesini, memeriksa sendiri.” Santai pria ini. Tentu saja kebingungan mencambuk hati dan pikiran Amelia. “Tidak mungkin Nitara. Bagaimana dia menggeruk dana perusahaan padahal jabatannya jauh dari keuangan, terus Nitara juga karyawan baru yang pasti tidak banyak tahu tentang perusahaan. Yang terpenting kita bersahabat!” Di titik ini tidak mungkin Amelia menghakini sahabatnya sendiri, tetapi akhirnya dirinya memutuskan pergi. “Ma, Amei ada perlu sebentar di perusahaan,” ragunya karena Sopia sudah melarangnya kemanapun. “Ada perlu apa, sangat penting?” “Ada dokumen yang haru
William sedang berada jauh dari kebisingan, pria ini memilih berkemping untuk mendinginkan pikiran dan mencoba menghapus penyesalan serta dosa-dosanya pada Nitara, tetapi karena bawahan Bagaswara menemukannya, maka waktu dan tempatnya terganggu. Dengan kesal, dia berdiri dari ujung batu yang sejak tadi didudukinya. “Pergilah!” usirnya sangat frontal. “Maaf, Tuan. Tuan Bagaswara memerintahkan saya mencari tuan muda,” santun pria tinggi besar yang dipaksa keadaan. Maka, dirinya berpenampilan selayaknya orang berkemping karena William sudah tiba di puncak gunung seorang diri. “Beri tahu papa, aku di sini!” tegas William, kemudian matanya memicing tajam bak pisau es yang dingin, “tapi jangan memaksaku kembali!” “Tidak, Tuan.” Pria ini mendirikan tenda tidak jauh dari William karena mustahil rasanya menuruni gunung, itu percuma, pria ini tidak akan sampai ke kaki gunung dalam waktu dua jam sebelum gelap. William kembali merenung, tetapi saat gelap dirinya terlatih menyalakan api menggu
William menarik udara dengan frustasi. “Pa, niat William datang kesini karena ingin menenangkan diri dari kesalahan William. Bagaimana bisa tiba-tiba William menikahi Nitara!”“Wanita itu sangat licik, pasti dia menggodamu, itu juga yang dia lakukan pada Erland!” tukas Bagaswara penuh kebencian. “Papa salah. Amei tidak pernah menggoda William.” “Tidak ada yang tahu, dan saat itu kamu bilang kamu mabuk yang artinya tidak mengingat apapun!” William menyadari jika akan sangat membuang waktunya saat berdebat dengan sang ayah. “Intinya William ingin menyendiri dulu.” “Tadi pagi Nitara datang ke rumah, dia mencemaskan kamu. Apa kamu tega mendiamkannya?” Bagaswara sedang mencoba memancing putranya. “William merasa sangat jahat kalau bersama Nitara padahal baru saja mengkhianatinya.” “Nitara tidak akan tahu. Kamu juga harus memastikan Amelia tidak akan bicara!” “Bukan tentang itu, Pa.” Saat ini William penat karena ayahnya sulit mengerti dirinya. Bagaswara membuang udara pendek nan di
Tio mulai mencari tahu kabar William, ternyata benar kata Cristy. “Dia kemana?” panik mulai menyerang, tetapi segera dihapus saat akal sehatnya mengatakan jika dirinya harus menemui Amelia, berharap wanita itu tidak ikut menghilang. Namun baru saja kendaraannya hendak masuk ke area halaman perusahaan, ternyata Amelia baru saja keluar dari dalam mobil yang sudah terparkir lebih dulu, itu bagus, tapi wanita itu tidak sendiri, dirinya bersama Sopia. “Akh, sial. Bagaimana aku mendekati Amelia, berbicara panjang kalau mamanya jadi bodyguard!” Tio merasa kedatangan menjadi sia-sia, tetapi tidak sepenuhnya karena setidaknya dirinya tahu jika Amelia baik-baik saja walau tidak dapat menanyakan apapun tentang William. “Harusnya Mama tidak usah ikut,” ucap lembut Amelia kala melangkah beriringan bersama Sopia yang tampak sangat galamour. Kedatangan mereka segera disambut hangat oleh satpam. “Tidak ada salahnya kan, Mama melihat perusahaan setelah ditinggalkan cukup lama.” Wajah Sopia terangk
Tali diraih, pria ini mengulurkannya pada William setelah yakin mengikatnya dengan kuat pada batang pohon besar. “Tuan, panjatlah!” lantangnya karena panik. Nyawa William adalah tanggung jawabnya, itu yang diamanahkan Bagaswara padanya. Tangan kiri William mengulur, kemudian tangan kanannya juga ikut bertumpu pada satu titik. Kaki-kaki kuatnya menopang tubuh sangat komputen demi menyelamatkan nyawanya karena Kenzo membutuhkan kehadirannya. Cukup sulit dan sangat mendebarkan sekaligus memakan waktu di luar perkiraan, pendakian yang dilakukan William adalah hal paling ektream yang tidak pernah dilakukan semasa hidupnya. Akhirnya tubuh William tiba di sisi bawahan Bagaswara, napas kedua pria ini terengah. Saat ini tatapan kosong William mengarah pada langit. ‘Terimakasih sudah memberikan kesempatan untukku bersama Kenzo.’ “Tuan, sebaiknya kita memanggil helicopter.” Pria ini tidak ingin mendapatkan masalah mendebarkan untuk kedua kalinya. Maka, Benda terbang itu dipanggil menggunakan
Pada jam makan siang William menemui Amelia. “Aku tidak suka kamu melakukan hal ini pada Nitara!” Suaranya terjaga, tetapi tatapannya sangat menusuk. “Melakukan apa? Meliburkan Nitara? Aku melakukannya untuk menjaga Nitara juga. Sekarang perusahaan sedang dihebohkan, mereka semua menyebut Nitara sebagai pelaku, apa aku setega itu membiarkan sahabatku sendiri menjadi bahan pergunjingan.” “Seharusnya sejak awal tuduhan itu tidak mengarah pada Nitara.” “Aku tidak tahu kenapa itu bisa terjadi. Sekarang papa sedang menyelidiki, papa bilang sudah menemukan titik terang, hanya saja belum memiliki cukup bukti.” “Lalu apa setelah pelaku sebenarnya ditemukan kamu akan kembali mempekerjakan Nitara?” Tatapan William memicing. “Tentu saja. Papa juga tidak percaya Nitara pelakunya.” William membuang wajahnya sesaat, jadi Amelia melanjutkan kalimatnya, “Sejujurnya, kepergianmu yang bertepatan dengan kasus ini membuatku pernah meragukan kalian.” Kalimat ini membuat si pria kembali menatapnya.
Amelia meninggalkan kediaman Bagaswara setelah menyuapi Kenzo sekaligus menidurkannya. William sudah menawarkan makan malam bersama sebagai pormalitas saja karena ayahnya tidak akan menyetujui itu, tetapi Amelia memang menolaknya. Dirinya berpikir jika seorang Amelia bukanlah Nitara jadi tidak perlu mendapatkan perlakukan spesial, cukup leluasa menemui Kenzo itu sudah sangat memuaskan. Namun, tidak begitu jauh dari kediaman Bagaswara, sebuah mobil mencegah laju mobil yang dikendarai Amelia. Itu adalah Tio. “Mei, jelaskan semua ini padaku!” Tiga buah foto ditunjukan bahkan sebelum Amelia meninggalkan jok mobil. Foto pertama saat Amelia dan William membawa Kenzo dari panti asuhan, lalu foto tadi siang dan yang terakhir adalah foto terbaru saat mobil Amelia memasuki halaman rumah Bagaswara. Jelas Amelia terkesiap dalam. “Kamu mengikutiku!” Alih-alih memberikan penjelasan, wanita ini dibuat naik pitam karena merasa privasinya terancam. “Sebenarnya tidak sengaja aku melihat kaliam memba
Adhinatha mengangkat satu alisnya. “Negosiasi bagaimana maksud Tuan?” Suasana ini masih diisi dengan atmosfer formal sebagaimana sesama pebisnis walau Bagaswara mengikisnya perlahan. “Saya akan menutupi semua dana yang hilang, tetapi setelahnya segera lepaskan Nitara.” Tatapannya membidik, menandakan jika kalimat Bagaswara bukan hanya isapan jempol. “Saya mohon maaf, Tuan.” Adhintha tetap memertahankan prinsipnya, tetapi tidak melepaskan sikap formalnya, “walaupun Anda bisa mengganti semua dana yang hilang, tetapi bukan itu yang saya inginkan dan kami harapkan. Kami sedang berusaha mencari pelaku yang sebenarnya. Jika kasus ini ditutup begitu saja mungkin kejadian serupa bisa terulang karena palakunya bebas tanpa sayarat.” Rupanya Bagaswara salah menilai Adhinatha, pria di hadapannya sangat mematuhi kaidah kehidupan terutama berbisnis maka, suap menyuap bukan gayanya. Hal ini cukup membanggakan karena kerjasama mereka dijamin lancar dan bebas hambatan, tetapi untuk masalah pribadi
“Eu ... lumayan. Tidak salah kan, Zeel berdekatan sama tantenya.” Saat ini jantung Amelia mulai tidak tenang karena mungkin dirinya salah telah membicarakan hal ini dengan Erland. “Tidak, tidak salah sama sekali. Yang salah adalah jika terlalu dekat. Jangan sampai Zeel menganggap Tara sebagai ibunya. Kamu tahu sendiri seorang bayi akan mengenali aroma ibunya, jika Tara terlalu dekat dan sering berdekatan dengan Zeel bukankah ada kemungkinan Zeel akan nyaman dengan tubuh Tara dan salah mengenali aroma tubuh tantenya sebagai aroma tubuh ibunya.” Tatapan Erland sangat serius kala membahas hal yang tidak disukainya. “I-ya. Tapi itu tidak akan terjadi.” Senyuman hambar Amelia yang mulai gagap hingga Erland mampu membaca hal tidak beres, tetapi dia tidak akan menginterograsi Amelia karena tidak seharusnya seorang istri yang telah melahirkan anak-anaknya mendapatkan pertanyaan memojokan. Justru Erland memberikan kecupan hangat di dahi Amelia. “Beristirahatlah ..., tapi aku tinggal sebenta
Amanda kembali pada Amelia, tetapi tidak mengatakan apapun walaupun mungkin keputusannya kurang tepat. “Kak?” sapa Amelia yang melihat kebingungan di wajah Amanda, “ada apa? Kakak lagi bingung ya, kenapa? Eh, tapi bukan Amei mau ikut campur ya Kak. Hihi ... tapi Kakak bisa berbagi apapun kok sama Amei. Jangan sungkan.”Amanda mendesah. “Iya, ada hal yang membuat Kakak bingung. Apa itu terlihat sangat jelas?” Bukan hanya raut wajahnya saja yang mengatakan isi hatinya, tetapi juga tatapan matanya.Amelia terkekeh sebelum berkata, “Iya Kak, terlihat sangat jelas. Apalagi kita sudah sangat dekat, jadi sepertinya Amei bisa melihat hal sekecil apapun dari Kakak. Hihi ....” Kekeh kecilnya ditambahkan, kemudian memandangi Amanda penuh peduli, “Apa itu, Kak? Cerita saja sama Amei. Jangan sungkan.”Amanda kembali mendesah. “Itu ... tentang hal besar Mei. Kakak masih memikirkannya karena Kakak tidak yakin apa prasangka Kakak benar. Tapi ... Kakak rasa memang benar.”“Ikuti saja kata hati Kakak,
Saat ini Nitara sedang menyaksikan Amelia saat bersama dengan Grizelle. Miranda sudah turun lebih dulu, tetapi wanita ini ingin menyaksikan malaikat kecil dari atas sini karena wajahnya begitu manis dan cantik dengan sentuhan kehangatan. Dia menilai jika bayi perempuan itu akan tumbuh menjadi manusia yang sangat ramah. “Sayang ...,” panggilan Miranda saat beberapa anak tangga sudah dipijaknya seiring menggendong Galaxy. “Eu-iya Ma.” Nitara segera bergegas menuju punggung Miranda. Tangga rumah ini cukup luas, bisa langsung dipijak tiga sampai empat orang sekaligus, hanya saja Nitara tetap ingin berada di belakang mertuanya dibandingkan di sisinya supaya tetap dapat menyaksikan wajah Grizelle. ‘Andai kamu menjadi anakku. Bagaimanapun caranya, jadilah anakku.’Kini, Nitara dan Miranda sudah bergabung dengan Amelia dan Sopia yang asik mengasuh Grizelle. Saat Galaxy tiba, tentunya semua orang merasa lebih bahagia. Saat ini Sopia menyisipkan kata pamitannya pada sang besan. “Saya akan pu
Saat ini hati Cristy bergetar, entah mengapa?“Astaga ... sepertinya karena aku sering bertemu Tio jadi sekalinya tidak bertemu akhirnya seperti ini. Aku memikirkannya. Ck!” Cristy tidak menyukai perasaan seperti ini, tetapi terpaksa harus menjalaninya karena sudah menjadi ketentuan alam. Wanita ini sedang merias bunga kertas di rumahnya untuk nantinya sekalian dijajakan di butik. “Tio bisa melibatkanku dalam acara amalnya, tapi aku tidak mau bukan tidak bisa melibatkan Tio dalam kegiatanku, biarkan saja dia beristirahat di masa pemulihannya.” Udara panjang dibuang.Namun, karena isi kepalanya sering mengarah pada Tio akhirnya Cristy mencoba menghubungi saat menuju butiknya. “Hi, apa kabar hari ini?” kekeh kecilnya.Di luar dugaan Cristy, karena Tio terkekeh ceria, “Aku suka mendapatkan panggilan darimu. Jadi sudah dapat disimpulkan jika aku baik-baik saja.”“Ayolah ... yang serius, jangan menggoda. Bukan waktunya!” Cristy tidak luluh karena saat ini dia sedang ingin mendengar kabar p
Bibi tidak meninggalkan kamar Amelia karena Kenzo asik bermain mobilannya di sana. Maka, saat Amelia menyelesaikan mandinya wanita ini kembali bertemu dengan anak sulungnya. “Kenzo lagi apa ... Mama jemput Zeel ya sebentar biar kalian main berdua,” kekeh bahagianya karena kehidupannya penuh warna dan cerita. Amelia segera menuju anak keduanya setelah wanita ini membersihkan diri, tetapi dia belum memompa asi, lagipula Grizelle barusaja menyusu pada Nitara, asinya juga belum terkumpul banyak, terlalu tanggung jika harus dipompa sekarang. Di ambang pintu, dia kembali menyaksikan jika Nitara bersenandung untuk putrinya walaupun Grizelle terlelap sangat nyenyak. Senyuman melengkung. “Sesayang itu Tara sama Zeel ....” Amelia merasa sosok Nitara tidak akan ditemuinya pada diri orang lain. Saat ini Galaxy menangis, maka Nitara segera menyuruh babysitter menggendong putranya sekalian menghangatkan susu. Saat ini Amelia sedikit keheranan karena seharusnya Galaxy bisa menyusu langsung pada ib
Bibi menghampiri Amelia yang sedang bersiap-siap mandi sekalian memompa asi. “Non, sedang sibuk?” tanya santai wanita ini seiring menuntun Kenzo masuk ke dalam kamar Amelia.“Tidak Bi, ada apa, Kenzo rewel mau sama Amei?” tebak Amelia karena bibi tiba bersama putranya walaupun itu tidak aneh, Kenzo adalah tanggung jawab bibi selama dirinya dan keluarganya tidak dapat memerhatikan malaikat kecil satu ini. “Tidak Non. Bibi hanya mau bicara sebentar, apa Non Amei ada waktu?” Sedekat apapun wanita ini dengan nyonya muda Amelia, dia tetap harus mengingat posisinya, dan walaupun dirinya mendapatkan kepercayaan penuh menjaga Kenzo. Maka, sikapnya tidak pernah berlebihan, selalu di dalam batas. “Silakan, Bi ....” Amelia tidak akan pernah menolak kehadiran wanita itu. Maka, kini keduanya duduk bersebelahan di atas sofa yang sama, sedangkan Kenzo anteng bermain di karpet empuk di dekat kaki ibunya. Tidak lupa, wanita ini menjamu bibi. Jadi, keduanya meminum teh bersama. “Apa yang akan bibi bi
William dan Erland tiba bersamaan ke kediaman Bagaswara. Keduanya membawa makanan buah tangan dari restoran milik Tio hingga Amelia dan Nitara antuasias menyambut karena sudah cukup lama keduanya tidak merasakan cita rasa menu dari restoran berbintang itu. “Aku rasa Tio sukses mengguncang dunia kuliner,” kekeh Erland saat berkelakar. Amelia segera menyahut saat menyuap, “Memangnya kenapa, apa restoran Tio menjadi sangat viral?” Kekeh ditambahkan. “Aku rasa hanya Tio yang mengadakan acara amal di restoran. Itu sangat bagus, gerakan yang dilakukannya sangat bermanfaat untuk banyak orang. Apalagi untuk orang-orang jalanan karena Tio tidak pandang bulu saat memberi,” penjelasan terperinci diberikan Erland bersama pujiannya. “Ya, itu bagus sekali.” Pun, Amelia melanjutkan kalimat pujian suaminya, tetapi saat ini terdapat tatapan tidak suka Sopia.‘Kamu ini Mei. Memuji mantan pacar di hadapan suami!’ Ingin sekali segera menyampaikan kalimat itu, tetapi suasana makan tidak boleh dirusak
Sopia barusaja kembali pada sore hari karena kegiatannya hari ini bukan hanya bertemu dengan ibunya Tio saja. Wanita ini menceritakan aksi sosial pemuda itu pada Amelia, tetapi bukan berarti mengagumi, dirinya hanya merasa heran karena Tio membagikan makanan gratis sebanyak itu. Maka, Amelia menyahut sesuai dengan pandangannya. “Bagus kan, Ma. Lagian tidak aneh kok Tio berbagi. Dari dulu Tio memang begitu. Cuma yang Amei tahu tidak sebanyak dan sebesar itu sikap sosialnya.” “Sayang sih kalau menurut Mama. Terlalu mubajir.”“Ya ampun Ma ... tidak ada kebaikan yang mubajir.” Bukan mencerami ibunya, Amelia hanya sedang mengingatkan.Namun, pembahasan Sopia beralih. “Mama jadi khawatir pada pemuda itu. Bukan Mama menyumpahi, hanya saja apakah usianya masih panjang?” ceplosnya bersama keraguan karena kalimatnya cukup kasar.“Ish, Mama. Jangan bilang begitu dong!” Tentu saja Amelia langsung memerotes.“Tiba-tiba saja Mama kepikiran kesana saat mamanya Tio bercerita.” Sopia sudah bisa mene
Acara amal yang diselenggarakan Tio berlangsung sangat lancar, banyak sekali peminat, tetapi semuanya berbaris dengan rapih bahkan tidak sedikit orang yang tidak mendapatkan meja, maka pihak restoran mengemas makanannya dengan sangat rapih.Cukup lama Sopia berada di sana karena ibunya Tio mengajaknya berbicara ini dan itu termasuk menanyakan Amelia, “Bagaimana kabar Amei sekarang dan anak keduanya?”“Baik-baik saja ... Grizelle tumbuh dengan pesat,” kekeh bahagia Sopia.“Syukurlah ... saya ikut senang mendengarnya.”“Sudah beberapa hari ini Amei dan Grizelle tinggal di kediaman mertuanya, jadi kali ini saya dan suami menginap untuk melepas rindu pada kedua cucu kami,” kekeh bahagia Sopia lagi.“Pasti kalian tidak dapat berjauhan dengan cucu,” kekeh wanita ini, “andai Tio sudah menikah, kami juga akan menimang cucu,” desahnya kemudian.Sopia tersenyum kecil. “Mungkin tidak akan lama lagi.”Saat ini tanpa sengaja Jesica mendengar kalimat ibunya. Maka hatinya kembali bersedih. ‘Kalau ka