Hi, kakak-kakak semuanya ... Maaf ya ada pemberitahuan mendadak. Pokoknya intinya buku ini udah kepanjangan Kak ... Hiks. Sebenarnya nggak masalah sih, cuma ya babnya udah banyak aja. Jadi, aku memutuskan membuat season 2. Semoga lolos sih di GoodNovel, Kakak-kakak doakan saja. Kalau udah lolos nanti juga ceritanya akan nangkring di aplikasi ini, kalaupun nggak lolos aku akan coba up di aplikasi lain. Nanti liat aja pengumuman selanjutnya di kolom komentar bab ini. Biasanya sih dari awal mengajukan hingga lolos butuh waktu sekitar dua mingguan. Ya, kakak-kakak tunggu aja sekitar tiga mingguan soalnya takutnya dua minggu belum beres walaupun biasanya sih nunggu lolos cuma dua minggu, tapi balik lagi waktu ditentukan oleh antrian karena bukan cuma aku penulis yang mengirim naskah. Mohon pengertiannya. ^^ Pokoknya buat Kakak-kakak yang masih sangat penasaran pada kelanjutan kisahnya Amelia dan Erland silakan ditunggu ya prosesnya ...
“Kau berat sekali!” Amelia sedang melangkah tertatih kala memapah seorang pria tinggi besar yang memiliki napas berbau alkohol. “Kau yang terlalu ringan, sayang!” Kerlingan serta senyuman nakal si pria. “Kita tidak saling mengenal. Jangan panggil aku sayang!” kesal Amelia bersama napas terengah. Segera, tubuh si pria dijatuhkan ke atas ranjang di dalam hotel karena Amelia menemukan si pria sempoyongan di bar tidak jauh dari hotel mewah ini. “Menyebalkan sekali. Anehnya aku yang harus bertanggung jawab membawamu kesini!” ocehan Amelia saat menggunakan apron bar karena sedang dalam penyamaran memata-matai wanita yang dicurigai memiliki hubungan gelap dengan kekasihnya. “Kau adalah pelayan di bar, tidak ada salahnya mengantarku.” Senyuman genit si pria yang setengah sadar. “Sebenarnya aku sedang menyamar, kamu harus tahu itu!” Kedua lengan Amelia dilipat di depan dada bersama tampilan wajah sedikit kacau. Tiba-tiba saja pria ini memiliki tenaga untuk bangkit hanya untuk menarik tangan
Amelia terbang ke luar negeri bersama seorang bibi dan asisten pribadi utusan dari orangtuanya. Selama di sana, wanita ini kuliah dengan lancar, tetapi semakin lama perutnya semakin buncit. “Bibi dan Kak Amanda jangan katakan apapun pada mama dan papa ya kalau sebenarnya Amei hamil.” Kedua wanita yang dibawa Amelia hanya saling menatap bingung hingga Amelia kembali berkata, “Amei akan melahirkan anak ini, Amei tidak akan membunuhnya karena anak ini tidak memiliki dosa apapun.” “Iya Mei, tapi bagaimana dengan sekolah kamu?” tanya wanita bernama Amanda yang usianya lima tahun lebih tua dari Amelia jadi dia sudah menganggapnya sebagai kakak. “Gampang. Pokoknya kalian harus kerjasama, tidak boleh ada yang membocorkan rahasia ini!” Hingga detik ini Amelia tidak mengetahui kehidupan pria bernama Erland, apakah dia manusia berada seperti dugaannya atau hanya anjing jalanan yang disewa seorang wanita kaya karena bar ekslusif itu dipenuhi oleh organisasi hitam. Tatapan wanita ini mengarah pa
Amelia membawa Kenzo tidak tentu arah. “Mana mungkin mama buang Kenzo, kalau mama sejahat itu sudah dari dulu mama lakukan.” Wanita ini mengendarai mobilnya sendiri. “Aku harus mencari Erland dan menceritakan semuanya!” Namun sebelum mencari Erland, Amelia harus mencari ibu asuh untuk Kenzo karena Sopia hanya memberikan waktu sampai besok. “Aku membutuhkan bantuan Kak Amanda.” Panggilan di udara dihubungkan pada Amanda yang masih berada di dalam kediamannya karena selama ini wanita itu adalah asisten pribadi Sopia. “Bantuan apa Mei, kalau bisa membantu aku akan membantu.” “Tolong carikan ibu asuh buat Kenzo, siapapun itu walau saudara Kak Amanda.” “Bagaimana ya Mei. Semua saudara aku bekerja, tidak ada yang diam di rumah.” “Seorang saja sudah cukup kak.” “Justru itu, tidak ada seorang pun,” sesal Amanda karena justru di saat paling genting dirinya tidak bisa membantu Amelia dan Kenzo. “Kak Amanda punya kenalan kan, tolong carikan, siapapun, asalkan orang itu berpengalaman mengur
“Dengarkan perintah papa kamu.” Sopia segera memihak Adhinatha. “Tapi Kenzo gimana Ma, besok hari terakhir Amei sama Kenzo.” Amelia mencoba meminta kebijakan dari orangtuanya. “Mama memberikan waktu sampai besok bukan berarti kamu yang harus menyingkirkan Kenzo. Papa punya banyak antek-antek untuk apa bersusah payah.” Sopia masih mempertahankan sikap tidak pedulinya pada si balita. Selain itu, wanita ini ingin Amelia tetap fokus pada dirinya sendiri demi membangun masa depan cerah. “Pokoknya besok Amei harus menghabiskan waktu sama Kenzo. Amei janji kok tidak akan bawa Kenzo pulang, tapi izinkan Amei yang pilih orang untuk menjadi ibu asuh Kenzo!” Saat ini Amelia memberanikan diri memerotes pada keputusan ayah dan ibunya demi sang buah hati. Namun, sikap Amelia membuat Adhinatha menatap sengit. “Sejak kapan kamu jadi pembangkang!” Saat ini Amelia dibuat tidak tenang sebagaimana seorang anak yang mendapatkan teguran dari ayahnya, tetapi semua yang dilakukannya selalu demi Kenzo. “
Amelia ditemukan setelah mobilnya memasuki kota kelahirannya. Maka, segera wanita ini dihadapkan pada Adhinatha dan Sopia. “Dari mana saja?” tanya wanita ini dengan santai walau tatapannya tetap mengandung kekecewaan. “Menitipkan Kenzo ke panti asuhan.” Wajah Amelia sedikit menunduk guna menyembunyikan kebohongannya. “Panti asuhan mana?” Sopia masih menatap lurus ke arah putrinya. “Mama dan papa tidak perlu tahu yang penting kan Kenzo tidak di sini, itu kan yang mama dan papa mau.” Hampir saja air matanya jatuh jika Amelia tidak mati-matian menahannya. Adhinatha membuang udara pendek. “Iya sudah, kamu siap-siap lalu ikut papa.” Maka, hari ini Amelia disibukan dengan sederet kegiatan yang dikenalkan Adhinatha sebagai jalan masa depan menuju kesuksesannya. Namun, karena berjauhan dengan buah hatinya maka wanita ini sering tidak fokus hingga membuat Adhinatha memberikan teguran kecil. “Kalau kamu bekerja seperti ini, papa yakin tidak akan ada orang hebat yang melirik, bahkan kamu
Amelia tidak bisa berhenti begitu saja, dirinya mencoba mencari informasi dari pihak lain yaitu pedagang kaki lima yang tidak jauh dari kediaman Erland. “Pak, maaf bertanya. Rumah yang banyak benderanya itu rumah siapa ya pak?” “Kalau itu sih rumahnya pengusaha paling hebat neng. Masa neng tidak tahu,” jawaban yang diberikan bapak-bapak ini. “Rumah pengusaha paling hebat.” Amelia tercengang karena ternyata benar dugaannya jika Erland bukanlah orang sembarangan. “Iya neng. Terhebat di negara kita!” “Heuh!” Amelia semakin tercengang saja selama beberapa saat, kemudian terduduk lesu di bangku kayu. “Papa dan mama tidak bisa menerima Kenzo, apalagi keluarganya Erland.” Maka, Amelia kembali ke rumahnya tanpa semangat. “Mei, ada apa?” bisik Amanda kala dirinya sedang tidak berada di bawah perintah Sopia. “Erland putra dari seorang pengusaha hebat di negara ini. Apa menurut Kak Amanda, keluarga Erland akan menerima Kenzo?” “Kalau itu aku juga tidak tahu ....” Amanda ikut terbawa dalam
“Bi, kenapa memberi tahu adiknya bibi kalau Kenzo anaknya Amei?” protesnya disampaikan lewat panggilan di udara karena pasti bibi masih sibuk di dapur. “Bibi tidak mengatakannya, non.” “Yang benar bi ....” “Iya non, bibi berani sumpah.” Wanita ini celingak-celinguk ke persekitaran karena takut jika tuan atau nyonya mendengar percakapannya. “Tapi tadi adiknya bibi bilang, wajar seorang ibu inginkan yang terbaik untuk anaknya. Apa itu artinya kalau adiknya bibi tahu Kenzo anaknya Amei?” “Mungkin menebak dari perhatian Non Amei.” “Iya juga sih ..., hari ini Amei sering menelepon menanyakan Kenzo.” “Coba Non Amei tenang, percayakan Kenzo pada adiknya bibi, adik bibi bisa dipercaya non karena sudah berpengalaman mengurus dua anak,” nasihatnya karena menyayangi Amelia. “Iya bi, mungkin Amei terlalu over. Maaf ya bi.” “Tidak apa non ....” Kalimatnya tidak disahut Amelia karena wanita itu mendapatkan kunjungan tidak terduga dari Sopia. “Ada apa ma, kok tidak ketuk pintu? Amei kan kag
Nitara berpamitan pada Amelia, segera wanita ini meninggalkan gedung untuk menemui kekasihnya yang sudah menunggu di halaman. “Dari kapan di sini?” “Barusan sih. Gimana wawancaranya?” tanya William-putra pengusaha paling hebat di negara ini yang semalam menjadi bahan pencarian Amelia di dalam internet. “Aku keterima kerja, mulai besok aku punya jadwal di sini,” riang Nitara. “Syukurlah ..., tapi tadi papa bilang lagi, katanya papa siap menerima kamu kapanpun.” “Aku di sini saja ya ..., soalnya malu kalau bekerja di perusahaan papa kamu.” “Iya sudah.” William mengusap puncak kepala Nitara sangat lembut dan penuh kasih. Kala mereka berlalu, barulah Amelia keluar dari gedung perusahaan untuk mencari udara segar. “Pusing dan BT. Itu yang Amei rasakan di perusahaan papa. Harusnya papa biarkan Amei melakukan hobby yang dijadikan mata pencaharian!” Wanita ini duduk di kursi taman di halaman gedung. Handphone sudah dirogohnya, tetapi hanya dipandangi saja. “Kalau aku menanyakan Kenzo lag
“Eu ... lumayan. Tidak salah kan, Zeel berdekatan sama tantenya.” Saat ini jantung Amelia mulai tidak tenang karena mungkin dirinya salah telah membicarakan hal ini dengan Erland. “Tidak, tidak salah sama sekali. Yang salah adalah jika terlalu dekat. Jangan sampai Zeel menganggap Tara sebagai ibunya. Kamu tahu sendiri seorang bayi akan mengenali aroma ibunya, jika Tara terlalu dekat dan sering berdekatan dengan Zeel bukankah ada kemungkinan Zeel akan nyaman dengan tubuh Tara dan salah mengenali aroma tubuh tantenya sebagai aroma tubuh ibunya.” Tatapan Erland sangat serius kala membahas hal yang tidak disukainya. “I-ya. Tapi itu tidak akan terjadi.” Senyuman hambar Amelia yang mulai gagap hingga Erland mampu membaca hal tidak beres, tetapi dia tidak akan menginterograsi Amelia karena tidak seharusnya seorang istri yang telah melahirkan anak-anaknya mendapatkan pertanyaan memojokan. Justru Erland memberikan kecupan hangat di dahi Amelia. “Beristirahatlah ..., tapi aku tinggal sebenta
Amanda kembali pada Amelia, tetapi tidak mengatakan apapun walaupun mungkin keputusannya kurang tepat. “Kak?” sapa Amelia yang melihat kebingungan di wajah Amanda, “ada apa? Kakak lagi bingung ya, kenapa? Eh, tapi bukan Amei mau ikut campur ya Kak. Hihi ... tapi Kakak bisa berbagi apapun kok sama Amei. Jangan sungkan.”Amanda mendesah. “Iya, ada hal yang membuat Kakak bingung. Apa itu terlihat sangat jelas?” Bukan hanya raut wajahnya saja yang mengatakan isi hatinya, tetapi juga tatapan matanya.Amelia terkekeh sebelum berkata, “Iya Kak, terlihat sangat jelas. Apalagi kita sudah sangat dekat, jadi sepertinya Amei bisa melihat hal sekecil apapun dari Kakak. Hihi ....” Kekeh kecilnya ditambahkan, kemudian memandangi Amanda penuh peduli, “Apa itu, Kak? Cerita saja sama Amei. Jangan sungkan.”Amanda kembali mendesah. “Itu ... tentang hal besar Mei. Kakak masih memikirkannya karena Kakak tidak yakin apa prasangka Kakak benar. Tapi ... Kakak rasa memang benar.”“Ikuti saja kata hati Kakak,
Saat ini Nitara sedang menyaksikan Amelia saat bersama dengan Grizelle. Miranda sudah turun lebih dulu, tetapi wanita ini ingin menyaksikan malaikat kecil dari atas sini karena wajahnya begitu manis dan cantik dengan sentuhan kehangatan. Dia menilai jika bayi perempuan itu akan tumbuh menjadi manusia yang sangat ramah. “Sayang ...,” panggilan Miranda saat beberapa anak tangga sudah dipijaknya seiring menggendong Galaxy. “Eu-iya Ma.” Nitara segera bergegas menuju punggung Miranda. Tangga rumah ini cukup luas, bisa langsung dipijak tiga sampai empat orang sekaligus, hanya saja Nitara tetap ingin berada di belakang mertuanya dibandingkan di sisinya supaya tetap dapat menyaksikan wajah Grizelle. ‘Andai kamu menjadi anakku. Bagaimanapun caranya, jadilah anakku.’Kini, Nitara dan Miranda sudah bergabung dengan Amelia dan Sopia yang asik mengasuh Grizelle. Saat Galaxy tiba, tentunya semua orang merasa lebih bahagia. Saat ini Sopia menyisipkan kata pamitannya pada sang besan. “Saya akan pu
Saat ini hati Cristy bergetar, entah mengapa?“Astaga ... sepertinya karena aku sering bertemu Tio jadi sekalinya tidak bertemu akhirnya seperti ini. Aku memikirkannya. Ck!” Cristy tidak menyukai perasaan seperti ini, tetapi terpaksa harus menjalaninya karena sudah menjadi ketentuan alam. Wanita ini sedang merias bunga kertas di rumahnya untuk nantinya sekalian dijajakan di butik. “Tio bisa melibatkanku dalam acara amalnya, tapi aku tidak mau bukan tidak bisa melibatkan Tio dalam kegiatanku, biarkan saja dia beristirahat di masa pemulihannya.” Udara panjang dibuang.Namun, karena isi kepalanya sering mengarah pada Tio akhirnya Cristy mencoba menghubungi saat menuju butiknya. “Hi, apa kabar hari ini?” kekeh kecilnya.Di luar dugaan Cristy, karena Tio terkekeh ceria, “Aku suka mendapatkan panggilan darimu. Jadi sudah dapat disimpulkan jika aku baik-baik saja.”“Ayolah ... yang serius, jangan menggoda. Bukan waktunya!” Cristy tidak luluh karena saat ini dia sedang ingin mendengar kabar p
Bibi tidak meninggalkan kamar Amelia karena Kenzo asik bermain mobilannya di sana. Maka, saat Amelia menyelesaikan mandinya wanita ini kembali bertemu dengan anak sulungnya. “Kenzo lagi apa ... Mama jemput Zeel ya sebentar biar kalian main berdua,” kekeh bahagianya karena kehidupannya penuh warna dan cerita. Amelia segera menuju anak keduanya setelah wanita ini membersihkan diri, tetapi dia belum memompa asi, lagipula Grizelle barusaja menyusu pada Nitara, asinya juga belum terkumpul banyak, terlalu tanggung jika harus dipompa sekarang. Di ambang pintu, dia kembali menyaksikan jika Nitara bersenandung untuk putrinya walaupun Grizelle terlelap sangat nyenyak. Senyuman melengkung. “Sesayang itu Tara sama Zeel ....” Amelia merasa sosok Nitara tidak akan ditemuinya pada diri orang lain. Saat ini Galaxy menangis, maka Nitara segera menyuruh babysitter menggendong putranya sekalian menghangatkan susu. Saat ini Amelia sedikit keheranan karena seharusnya Galaxy bisa menyusu langsung pada ib
Bibi menghampiri Amelia yang sedang bersiap-siap mandi sekalian memompa asi. “Non, sedang sibuk?” tanya santai wanita ini seiring menuntun Kenzo masuk ke dalam kamar Amelia.“Tidak Bi, ada apa, Kenzo rewel mau sama Amei?” tebak Amelia karena bibi tiba bersama putranya walaupun itu tidak aneh, Kenzo adalah tanggung jawab bibi selama dirinya dan keluarganya tidak dapat memerhatikan malaikat kecil satu ini. “Tidak Non. Bibi hanya mau bicara sebentar, apa Non Amei ada waktu?” Sedekat apapun wanita ini dengan nyonya muda Amelia, dia tetap harus mengingat posisinya, dan walaupun dirinya mendapatkan kepercayaan penuh menjaga Kenzo. Maka, sikapnya tidak pernah berlebihan, selalu di dalam batas. “Silakan, Bi ....” Amelia tidak akan pernah menolak kehadiran wanita itu. Maka, kini keduanya duduk bersebelahan di atas sofa yang sama, sedangkan Kenzo anteng bermain di karpet empuk di dekat kaki ibunya. Tidak lupa, wanita ini menjamu bibi. Jadi, keduanya meminum teh bersama. “Apa yang akan bibi bi
William dan Erland tiba bersamaan ke kediaman Bagaswara. Keduanya membawa makanan buah tangan dari restoran milik Tio hingga Amelia dan Nitara antuasias menyambut karena sudah cukup lama keduanya tidak merasakan cita rasa menu dari restoran berbintang itu. “Aku rasa Tio sukses mengguncang dunia kuliner,” kekeh Erland saat berkelakar. Amelia segera menyahut saat menyuap, “Memangnya kenapa, apa restoran Tio menjadi sangat viral?” Kekeh ditambahkan. “Aku rasa hanya Tio yang mengadakan acara amal di restoran. Itu sangat bagus, gerakan yang dilakukannya sangat bermanfaat untuk banyak orang. Apalagi untuk orang-orang jalanan karena Tio tidak pandang bulu saat memberi,” penjelasan terperinci diberikan Erland bersama pujiannya. “Ya, itu bagus sekali.” Pun, Amelia melanjutkan kalimat pujian suaminya, tetapi saat ini terdapat tatapan tidak suka Sopia.‘Kamu ini Mei. Memuji mantan pacar di hadapan suami!’ Ingin sekali segera menyampaikan kalimat itu, tetapi suasana makan tidak boleh dirusak
Sopia barusaja kembali pada sore hari karena kegiatannya hari ini bukan hanya bertemu dengan ibunya Tio saja. Wanita ini menceritakan aksi sosial pemuda itu pada Amelia, tetapi bukan berarti mengagumi, dirinya hanya merasa heran karena Tio membagikan makanan gratis sebanyak itu. Maka, Amelia menyahut sesuai dengan pandangannya. “Bagus kan, Ma. Lagian tidak aneh kok Tio berbagi. Dari dulu Tio memang begitu. Cuma yang Amei tahu tidak sebanyak dan sebesar itu sikap sosialnya.” “Sayang sih kalau menurut Mama. Terlalu mubajir.”“Ya ampun Ma ... tidak ada kebaikan yang mubajir.” Bukan mencerami ibunya, Amelia hanya sedang mengingatkan.Namun, pembahasan Sopia beralih. “Mama jadi khawatir pada pemuda itu. Bukan Mama menyumpahi, hanya saja apakah usianya masih panjang?” ceplosnya bersama keraguan karena kalimatnya cukup kasar.“Ish, Mama. Jangan bilang begitu dong!” Tentu saja Amelia langsung memerotes.“Tiba-tiba saja Mama kepikiran kesana saat mamanya Tio bercerita.” Sopia sudah bisa mene
Acara amal yang diselenggarakan Tio berlangsung sangat lancar, banyak sekali peminat, tetapi semuanya berbaris dengan rapih bahkan tidak sedikit orang yang tidak mendapatkan meja, maka pihak restoran mengemas makanannya dengan sangat rapih.Cukup lama Sopia berada di sana karena ibunya Tio mengajaknya berbicara ini dan itu termasuk menanyakan Amelia, “Bagaimana kabar Amei sekarang dan anak keduanya?”“Baik-baik saja ... Grizelle tumbuh dengan pesat,” kekeh bahagia Sopia.“Syukurlah ... saya ikut senang mendengarnya.”“Sudah beberapa hari ini Amei dan Grizelle tinggal di kediaman mertuanya, jadi kali ini saya dan suami menginap untuk melepas rindu pada kedua cucu kami,” kekeh bahagia Sopia lagi.“Pasti kalian tidak dapat berjauhan dengan cucu,” kekeh wanita ini, “andai Tio sudah menikah, kami juga akan menimang cucu,” desahnya kemudian.Sopia tersenyum kecil. “Mungkin tidak akan lama lagi.”Saat ini tanpa sengaja Jesica mendengar kalimat ibunya. Maka hatinya kembali bersedih. ‘Kalau ka