Cristy mencoba menggendong Kenzo saat Amelia sedang memilih pakaian, wanita ini menemukan kemiripan dengan Amelia pada wajah si balita walau tidak banyak. “Mei, keponakan kamu punya matamu loh!”Amelia mengerjap kecil seiring menoleh kemudian membentuk lengkungan kecil di bibirnya. “Wajar, keponakan kan masih satu darah.”“Iya sih, cuma kan beda orangtua, tapi kok bisa mirip sekali sama mata kamu, ada sifit-sifitnya seperti orang korea.”“Kebetulan doang ....” Amelia segera memasukan beberapa pakaian pada shopping bag untuk mengalihkan perhatian Cristy, “Mau ngitung?” kekeh kecilnya.“Masa cuma segini doang Mei, kamu sewa butik aku secara khusus loh,” kelakar Cristy.“Kalau pakaian cukup sih.” Amelia mencoba menyeimbangkan pakaian Kenzo selama satu minggu tinggal bersamanya, “aku butuh sepatu, Kenzo sudah mulai belajar jalan.” Wajahnya memancarkan kebahagiaan tiada tara hingga aura keibuan melekat erat, tetapi Cristy tidak bisa mengambil kesimpulan seperti itu karena sahabatnya belum
Amelia mengerjap. “Itu keponakan aku.” Datarnya, “jadi maksud kamu menemui aku karena mau membicarakan ini? Kalau kamu punya banyak waktu, lebih baik digunakan bekerja kan, bukannya kamu juga pewaris tunggal,” sindirnya.“Papa sama mama tidak memaksa, orangtuaku membebaskan aku memilih apapun propesi yang aku mau. Mei, salah satu keinginan aku adalah menjadi suami kamu. Kamu mau, kan?” Satu tangan Amelia sudah diraih, tetapi baru saja beberapa detik sudah ditarik paksa oleh si wanita.“Jangan mengada-ngada!”“Mei ..., aku serius, aku mau mendampingi seumur hidup kamu, Mei.”“Tio. Nafsu makan aku hilang saat pertama kali lihat kamu. Jadi tolong jangan menambah buruk suasana hati aku.” Amelia mengelap mulutnya menggunakan selembar tissue saat baru saja menyeruput jus, kemudian hendak berlalu, tetapi Tio segera mencegah.“Mei, harus berapa ribu kali aku minta maaf supaya kamu memaafkan aku? Atau apa yang harus aku lakukan supaya dapat maaf dari kamu.” Tatapan Tio penuh harapan karena cin
Kedua mata William memicing. “Kenapa tiba-tiba membicarakan mereka?” curiga segera mengambang karena mungkin Amelia sudah mendengar keadaan saudara kembarnya dari Nitara. Amelia menarik udara cukup panjang. “Erland, tolong jangan sampai Nitara tahu tentang Kenzo. Aku tidak mau dia membenciku karena tahu tentang kita, apalagi kalau sampai Nitara membenci Kenzo.” Saat ini dirinya tidak menyadari jika William sempat menyebut 'Mereka' yang artinya orang selain dirinya. Pun, si pria mengatakannya tanpa sadar. William tersenyum getir karena sikap datar Amelia pada hubungan masalalunya dengan Erland. “Apa kamu tidak merasakan cemburu sama sekali?” Amelia segera mengerutkan dahinya. “Aku sedang membicarakan nasib Kenzo. Kenapa aku harus cemburu padamu dan Nitara.”“Aku selalu tidak habis pikir padahal secara biologis aku ayahnya Kenzo, begitu kan? Tapi kenapa enteng sekali kamu melepaskanku dengan wanita lain, apa benar kamu melihatku sebagai Erland?” Sebenarnya William sudah mendapatkan ja
Nitara hanya tersenyum kecil menanggapi pembahasan tentang Erland karena semakin Cristy menyebutkan nama pria itu, keadaan hatinya semakin tidak menentu hingga wanita ini lebih banyak menyahut dan mendengarkan. Kini, pembahasan Cristy beralih pada Kenzo. “Aku melihat kemiripan Kenzo sama Amei, Amei seperti ibunya saja. Hihi ....”“Mana mungkin begitu, andaipun mirip paling cuma kebetulan.” Nitara terkekeh ringan karena pergantian topik yang dilontarkan sahabatnya.“Aku juga berpikir begitu, tapi anehnya kenapa Kenzo juga punya wajah Erland!” Cristy ingin menyangkal, maka kemarin dirinya tidak mengungkapkan pemikirannya pada Amelia.“Kamu salah lihat. Mana bisa!” Nitara segera berusaha membuang pemikiran tidak jelas Cristy sebelum menjadi fitnah tidak benar. Mendengar kalimatnya Cristy tertawa renyah.“Aku memang sangat aneh, bisa-bisanya berpikir begitu. Hihi ....” Seolah Cristy berhenti memikirkan kejanggalan di matanya, tetapi sebenarnya kemiripan Kenzo dan Erland masih terbayang. K
Hari berganti, William menghubungi Amelia pagi-pagi sekali. “Ayo kita olahraga bersama.” “Kamu bercanda?” Amelia sangat tabu dengan ajakan William karena sejak awal mereka bertemu dan berbicara, pria ini tampak dingin dan datar, tetapi sekarang seakan kehangatan mulai ditunjukan. “Tidak. Aku ingin bertemu kalian.” Suara lembut William. “Heuh!” Amelia mengerjap kecil, kemudian menatap Kenzo yang sedang mengeksplor tempat tidurnya, “maksudnya?” “Kamu dan Kenzo. Bawa bayi kita.” Kalimat William ini untuk membujuk si wanita supaya membawa balita yang dikatakan Cristy sangat mirip dengan dirinya dan Erland. Pria ini ingin memastikan kemiripannya. Amelia menimbang keputusan dengan singkat seiring memandangi bingung ke arah Kenzo. “Tapi jangan bawa Kenzo sekarang, aku masih mau menghabiskan banyak waktu sama Kenzo selama mama dan papa belum pulang.” William terkekeh kecil, “Mengapa kamu terdengar begitu cemas seakan takut aku memisahkan kalian. Tenang saja, aku hanya ingin bertemu denga
Berita miring segera menyebar karena warga net menyimpulkan lain dari foto yang sudah tersebar ini, tetapi Amelia tidak mengetahui apapun. Namun, tidak sampai satu jam William segera mendapatkan laporan dari Tio. Pria yang notabene mantannya Amelia segera menghubungi. “Sedang apa kamu bersama Amei. Jangan bilang kau mendekatinya!” Darahnya segera mendidih.“Kamu tahu? Di mana kamu?” Tatapan William mengitari persekitarannya.“Aku di rumah. Sial sekali kalau sahabatku sendiri mengincar wanitaku!” rutuk kecil Tio saat menyindir.“Hei, jangan salah paham.” Santai William saat menjelaskan.“Lalu kenapa kalian bisa bersama?”“Katakan dulu, siapa yang memberi tahumu?”“Wajah seorang pria bernama William sudah menyebar di internet, periksa saja!”“Apa!” William segera memutus panggilan untuk memeriksa kabar tentang dirinya. Ternyata benar, wajahnya bersama Amelia dan Kenzo terpampang jelas di sana. “Sialan!”“Ada apa?” Amelia kembali menggendong Kenzo karena putranya sudah kelelahan dan bers
Di ruangan dengan penerangan minim, seorang pria mulai menunjukan reaksinya. Jemarinya bergerak. Erland mulai mendapatkan kesadarannya kembali, tetapi itu tidak bertahan lama dan sayangnya tidak satu pun mengetahui perkembangannya walau seorang perawat sudah mengawasi hampir dua puluh empat jam karena pergerakannya hanya pergerakan tipis dan singkat.Bagaswara sibuk menemani istrinya yang rutin cek kesehatan di rumah sakit terbesar di kota ini. “Bagaimana keadaan istri saya?”“Belum menunjukan perubahan baik,” tutur dokter hingga membuat Bagaswara hanya mendesah pelan.“Bagaimana caranya supaya istri saya kembali normal atau setidaknya segera membaik walau perlahan?”“Hanya waktu yang menjawab, tapi kami akan mengusahakan yang terbaik.”“Baiklah.” Bagaswara tampak sangat tidak bersemangat mendengar kabar istrinya yang selalu tidak memuaskan. Ditambah sekarang William sedang tersandung kasus, dirinya sangat takut hal ini akan semakin memperburuk keadaan Miranda serta keluarganya.Sekem
“Will, jangan mengada-ngada seperti ini.” Bibir Nitara bergetar ketakutan menyaksikan sikap William yang bagaikan orang lain. Tatapan William tidak beralih dari kedua mata indah Nitara yang tidak dapat fokus menatapnya, selalu saja bola mata indah itu bergerak-gerak seolah merasakan sebuah ancaman. “Aku tidak mengada-ngada, Sayang.” Suara bariton William masih sangat sensual. “Will, aku mohon. Kita bisa melakukannya setelah menikah.” Kini, Nitara menunjukan ketakutannya dalam ekspresi bahkan bibirnya memucat. William tidak ingin menerima penolakan, tetapi karena ini Nitara-wanita yang dicintainya maka dirinya memilih mengalah. Perlahan, tubuhnya meninggalkan tubuh indah sang kekasih. “Aku minta maaf.” Pelipisnya dipegangi bersama ekspresi penuh penyesalan. Nitara segera bangkit saat William bergelut dengan penyesalan. “Will, kita pulang saja.” Bibir Nitara masih bergetar. William baru saja memerlihatkan wajahnya lagi, menatap Nitara bersama puing-puing rasa malu. “Iya, Sayang.” Tu