“Mei, apa kamu pernah tidur dengan seorang pria?” pertanyaan Nitara pada Amelia. “Hah, tidur dengan pria!” kaget Amelia saat mendapatkan panggilan telepon dari sahabatnya. Jelas saja pertanyaan Nitara membuatnya berkeringat dingin, “mak-sudnya?” Suaranya mulai gagap. “Aku grogi. Tadi William memintaku tidur dengannya!” ceplos Nitara saat bercerita selayaknya pada seorang sahabat. “O-ya.” Senyuman hambar Amelia yang masih berkeringat dingin. ‘Apa Tara tahu kalau William adalah Erland-pria yang pernah tidur denganku dan memiliki Kenzo?’ “Iya Mei ..., bagaimana ini. Apakah wajar kita melakukannya sebelum menikah, dan apakah William akan benar-benar menikahiku setelah aku memberikan segalanya?” Senyuman Amelia semakin hambar bersama rasa takut. “Tara, kamu bahas apa sih. Kenapa kamu harus menanyakannya padaku. Aku ..., mana tahu.” Senyuman lebarnya tanpa makna apapun selain kegelisahan. “Ini sih menurut pandangan kamu saja. Bagaimana, Mei?” Dari kalimat Nitara, Amelia belum bisa men
Pagi-pagi sekali William membuat keributan di kediamannya yang bak istana. “Pa, tadi William melihat pergerakan jari Erland. Apa ini pertanda Erland akan segera bangun!” Ekspresinya begitu antusias, begitupun Bagaswara padahal beberapa detik lalu dirinya sedang sangat bersedih karena keadaan istrinya yang sulit membaik. “Apa kamu yakin?” pertanyaan memburu Bagaswara. “Yakin Pa. Baru saja William melihatnya.” Tawa bahagia menjadi bagian pelengkap dalam kabar yang dibawanya. Segera, Bagaswara melangkah menuju kamar putra bungsunya. Ditatapnya Erland yang bak malaikat kecilnya dulu, di hari kelahirannya. “Nak, bangunlah, kami menantikan kehadiranmu kembali.” Tatapan penuh harapan Bagaswara, begitupun dengan William. Perawat sedang sibuk mencatat dan mengawasi. Kondisi kesehatan Erland selalu stabil walaupun tubuhnya sudah sangat kurus, terbaring selama dua tahun bukanlah hal mudah, pria ini bertahan menggunakan alat termasuk asupan gizi yang diterimanya, dirinya sudah berjuang sejauh i
Bagaswara mengunjungi King Scorpio, pria hebat ini berpapasan dengan Nitara di lobby maka wanita ini segera menunjukan rasa hormatnya dengan sangat propesional. Bagaswara membalasnya menggunakan anggukan kecil dan senyuman hangat sebagaimana pada seorang menantu. Kini, dirinya menuju ruangan Adhinatha. Amelia menyadari kedatangan Bagaswara kala dirinya mengunjungi salah satu karyawan karena memiliki keperluan. “Ayahnya William di sini, apa William juga?” Embusan udara tipis dibuang. ‘Harusnya papanya William adalah mertuaku dan perusahaan ini bekerjasama dengan besan.’ Amelia melanjutkan aktivitasnya, sedangkan Nitara baru saja kembali. “Eh Mei, kamu di sini,” sapanya. Tempat dirinya bekerja bersatu dengan banyak karyawan. “Iya, aku membutuhkan data,” kekeh Amelia. “Iya sudah, aku kembali ke tempatku dulu,” kekeh kecil Nitara. Beberapa karyawan tetap mencibir Nitara walau mereka sudah mengetahui jika wanita itu adalah calon nyonya besar. “Sudah mendapatkan Tuan William, tidak puas
Doa Amelia terkabul karena William tidak menunjukan batang hidungnya hingga dirinya dan Nitara berlalu. Pria ini bergumam setelah sejak tadi menyaksikan kedua wanita itu terutama Amelia. “Mungkin kamu tidak akan suka melihatku dan Nitara, mungkin kamu akan cemburu karena aku Erland di mata kamu. Aku tidak mau hal buruk terjadi karena cemburu kamu.” William menyuap sangat damai walau hanya sendiri tanpa teman bicara, tetapi itu tidak berlangsung lama karena Tio menemukannya. “Lagi-lagi kencan buta. Mama sangat menginginkanku menikah, padahal sudah aku jelaskan kalau hatiku hanya untuk Amelia.” Curahan kekesalannya. Hari ini Tio menggunakan pakaian formal sama dengan William. Tiba-tiba saja tubuhnya condong ke arah William yang sedang makan dengan santai. “Baru saja aku diangkat jadi CEO, tapi aku yakin ini adalah taktik orangtuaku karena akan menjodohkanku!” “Bukannya bagus. Setelah kamu jadi CEO pasti orangtuamu memberikan jodoh terbaik, sepadan.” Seiringai mengejek William karena di
Amelia tinggal sendiri di dalam ruangannya. “Kalau aku sudah gila, aku akan memaksa William menikahiku demi Kenzo, tapi bagaimana ya, Nitara yang menjadi calonnya William. Andaikan orang asing mungkin aku akan berbuat hal gila!” raungannya karena pikirannya mulai terpengaruh oleh ucapan karyawan yang baru saja bergossip dengan dirinya. Amelia memilih membuka laptopnya untuk mengalihkan pemikirannya tentang William yang mungkin tidak lama lagi akan menikah dengan Nitara. Sebuah data dibukanya, itu adalah laporan yang dikirimkan seorang karyawan yang memiliki jabatan di bidang keuangan. “Tunggu, apa ini, sepertinya sangat janggal!” Terdapat pengeluaran besar dalam beberapa hari padahal dirinya tidak mengadakan program apapun atau bisnis yang melibatkan pengeluaran membengkak. Segera, panggilan mengudara pada bagian keuangan. “Apa maksudnya ini, selama tiga hari pengeluaran perusahaan sebesar ini?” tunjuknya. “Maaf nona, jika tentang itu saya tidak tahu. Karena beberapa hari ke belakang
“Apa kak, tapi ... yang Amei dengar itu punya papa,” kaget dan heran Amelia yang tidak ingin berprasangka buruk karena hanya akan membuat pikirannya tidak tenang. “Benar Mei, itu punya pemerintah yang didedikasikan untuk rakyat. Katanya pemandian itu juga gratis hingga beberapa tahun ke depan,” penjelasan Amanda yang belum menebak dampak dari kesalahpahaman Amelia pada pria kepercayaan Adhinatha. “Kak, bawahannya papa yang bilang pada Amei. Uang perusahaan sudah keluar sangat banyak. Bagaimana ini, ternyata Amei ditipu sama karyawan sendiri!” paniknya hingga titik-titik keringat dingin bermunculan begitu saja. “Tenang Mei, kamu sudah memastikan pada bawahan itu?” “Tidak perlu memastikan lagi kak, orang itu sudah menjelaskan dengan detail. Kak, bagaimana ini. Bagaimana cara Amei mengatasi kebocoran dana dan bagaimana cara Amei memergoki kejahatan orang itu!” Rasa panik semakin berlipat. “Tenang Mei ....” Amanda memberikan segelas air pada Amelia, dirinya menunggu hingga majikannya
Satu jam kemudian, William dan Kenzo tiba di kediaman Bagaswara. Ini adalah pertama kalinya si pria hebat melihat cucunya secara langsung maka rangkulan sayang segera mendekap malaikat kecil. “Kakek sangat merindukan Kenzo.” Kecupan mendarat di pipi si balita. “Syukurnya Amei percaya sama William.” “Harus, bagaimanapun caranya kamu harus membuat Amelia percaya karena Kenzo adalah segalanya untuk Papa sama seperti kedua putra Papa,” pengakuan Bagaswara dengan lantang. “Tapi besok Papa harus mengembalikan Kenzo. William sudah berjanji pada Amelia.” “Tidak!” Bagaswara memberikan jawaban yang sudah mampu ditebak oleh William, tetapi pria muda ini tidak setega itu memisahkan ibu dan anak. “Pa, kalau Kenzo tidak dikembalikan bagaimana jika berdampak buruk. Amelia akan mencari untuk memerjuangkan Kenzo. Amelia akan menggunakan segala cara termasuk menghancurkan pernikahan William dengan Nitara, itu bisa saja terjadi kan, Pa.” Ini adalah kalimat untuk membujuk Bagaswara walau kemungkinan
“Apa maksud Anda?” Amelia dibuat tabu sekaligus linglung pada pengakuan orang kepercayaan ayahnya. “Biar saya beri tahukan pelaku sebenarnya, tapi untuk langkah berikutnya Nona harus memutuskan sendiri, tapi saya yakin Nona tidak ingin kasus ini tercium oleh tuan.” “Iya.” Singkat Amelia yang masih memasang tatapan menyelidik karena mungkin saja si tersangka sedang memutar balikan fakta untuk membela diri. “Saya sudah menyusun strategi. Apa Nona ingin mendengarnya?” “Strategi apa?” Amelia mengerutkan dahinya. Amanda masih setia di sisinya walau tidak banyak peran yang wanita ini lakukan. Si pria mengeluarkan catatan kecil dari dalam saku jasnya. “Nona bisa memeriksanya terlebih dahulu,” sodornya. Maka Amelia menerima catatan tersebut masih dengan tatapan penuh penyelidikan, kemudian dirinya mempelajari. Selama nona muda sibuk dengan selembar kertas itu, Amanda memerhatikan gerak-gerik si pria barangkali menunjukan kejanggalan, tetapi wanita ini tidak menemukan sesuatu yang patut me