Doa Amelia terkabul karena William tidak menunjukan batang hidungnya hingga dirinya dan Nitara berlalu. Pria ini bergumam setelah sejak tadi menyaksikan kedua wanita itu terutama Amelia. “Mungkin kamu tidak akan suka melihatku dan Nitara, mungkin kamu akan cemburu karena aku Erland di mata kamu. Aku tidak mau hal buruk terjadi karena cemburu kamu.” William menyuap sangat damai walau hanya sendiri tanpa teman bicara, tetapi itu tidak berlangsung lama karena Tio menemukannya. “Lagi-lagi kencan buta. Mama sangat menginginkanku menikah, padahal sudah aku jelaskan kalau hatiku hanya untuk Amelia.” Curahan kekesalannya. Hari ini Tio menggunakan pakaian formal sama dengan William. Tiba-tiba saja tubuhnya condong ke arah William yang sedang makan dengan santai. “Baru saja aku diangkat jadi CEO, tapi aku yakin ini adalah taktik orangtuaku karena akan menjodohkanku!” “Bukannya bagus. Setelah kamu jadi CEO pasti orangtuamu memberikan jodoh terbaik, sepadan.” Seiringai mengejek William karena di
Amelia tinggal sendiri di dalam ruangannya. “Kalau aku sudah gila, aku akan memaksa William menikahiku demi Kenzo, tapi bagaimana ya, Nitara yang menjadi calonnya William. Andaikan orang asing mungkin aku akan berbuat hal gila!” raungannya karena pikirannya mulai terpengaruh oleh ucapan karyawan yang baru saja bergossip dengan dirinya. Amelia memilih membuka laptopnya untuk mengalihkan pemikirannya tentang William yang mungkin tidak lama lagi akan menikah dengan Nitara. Sebuah data dibukanya, itu adalah laporan yang dikirimkan seorang karyawan yang memiliki jabatan di bidang keuangan. “Tunggu, apa ini, sepertinya sangat janggal!” Terdapat pengeluaran besar dalam beberapa hari padahal dirinya tidak mengadakan program apapun atau bisnis yang melibatkan pengeluaran membengkak. Segera, panggilan mengudara pada bagian keuangan. “Apa maksudnya ini, selama tiga hari pengeluaran perusahaan sebesar ini?” tunjuknya. “Maaf nona, jika tentang itu saya tidak tahu. Karena beberapa hari ke belakang
“Apa kak, tapi ... yang Amei dengar itu punya papa,” kaget dan heran Amelia yang tidak ingin berprasangka buruk karena hanya akan membuat pikirannya tidak tenang. “Benar Mei, itu punya pemerintah yang didedikasikan untuk rakyat. Katanya pemandian itu juga gratis hingga beberapa tahun ke depan,” penjelasan Amanda yang belum menebak dampak dari kesalahpahaman Amelia pada pria kepercayaan Adhinatha. “Kak, bawahannya papa yang bilang pada Amei. Uang perusahaan sudah keluar sangat banyak. Bagaimana ini, ternyata Amei ditipu sama karyawan sendiri!” paniknya hingga titik-titik keringat dingin bermunculan begitu saja. “Tenang Mei, kamu sudah memastikan pada bawahan itu?” “Tidak perlu memastikan lagi kak, orang itu sudah menjelaskan dengan detail. Kak, bagaimana ini. Bagaimana cara Amei mengatasi kebocoran dana dan bagaimana cara Amei memergoki kejahatan orang itu!” Rasa panik semakin berlipat. “Tenang Mei ....” Amanda memberikan segelas air pada Amelia, dirinya menunggu hingga majikannya
Satu jam kemudian, William dan Kenzo tiba di kediaman Bagaswara. Ini adalah pertama kalinya si pria hebat melihat cucunya secara langsung maka rangkulan sayang segera mendekap malaikat kecil. “Kakek sangat merindukan Kenzo.” Kecupan mendarat di pipi si balita. “Syukurnya Amei percaya sama William.” “Harus, bagaimanapun caranya kamu harus membuat Amelia percaya karena Kenzo adalah segalanya untuk Papa sama seperti kedua putra Papa,” pengakuan Bagaswara dengan lantang. “Tapi besok Papa harus mengembalikan Kenzo. William sudah berjanji pada Amelia.” “Tidak!” Bagaswara memberikan jawaban yang sudah mampu ditebak oleh William, tetapi pria muda ini tidak setega itu memisahkan ibu dan anak. “Pa, kalau Kenzo tidak dikembalikan bagaimana jika berdampak buruk. Amelia akan mencari untuk memerjuangkan Kenzo. Amelia akan menggunakan segala cara termasuk menghancurkan pernikahan William dengan Nitara, itu bisa saja terjadi kan, Pa.” Ini adalah kalimat untuk membujuk Bagaswara walau kemungkinan
“Apa maksud Anda?” Amelia dibuat tabu sekaligus linglung pada pengakuan orang kepercayaan ayahnya. “Biar saya beri tahukan pelaku sebenarnya, tapi untuk langkah berikutnya Nona harus memutuskan sendiri, tapi saya yakin Nona tidak ingin kasus ini tercium oleh tuan.” “Iya.” Singkat Amelia yang masih memasang tatapan menyelidik karena mungkin saja si tersangka sedang memutar balikan fakta untuk membela diri. “Saya sudah menyusun strategi. Apa Nona ingin mendengarnya?” “Strategi apa?” Amelia mengerutkan dahinya. Amanda masih setia di sisinya walau tidak banyak peran yang wanita ini lakukan. Si pria mengeluarkan catatan kecil dari dalam saku jasnya. “Nona bisa memeriksanya terlebih dahulu,” sodornya. Maka Amelia menerima catatan tersebut masih dengan tatapan penuh penyelidikan, kemudian dirinya mempelajari. Selama nona muda sibuk dengan selembar kertas itu, Amanda memerhatikan gerak-gerik si pria barangkali menunjukan kejanggalan, tetapi wanita ini tidak menemukan sesuatu yang patut me
Hampir saja Bagaswara tersedak mendengar kalimat Miranda. “Mama tidak perlu khawatir, hubungan William dan Nitara selalu baik-baik saja.” Kecupan kembali mendarat. Cukup banyak obrolan yang suami dan istri ini bahas, tetapi akhirnya Miranda dibawa trapi oleh perawatnya. “Apa ini pertanda buruk?” cemas si pria seiring memikirkan ulang hubungan salah satu putranya, “tapi andai William dan Nitara memang berpisah, karena apa, jangan sampai Amelia mengganggu hubungan mereka!” Di titik ini Bagaswara memutuskan membuat rencana baru tentang Kenzo, dirinya tidak akan grasah-grusuh merawat cucunya sendiri karena mungkin si balita juga memiliki potensi merusak hubungan William dan Nitara. Bagaimanapun juga Kenzo memiliki ketertarikan langsung dengan Amelia. Pada sore harinya William kembali, dirinya mampu melaksanakan semua tugas dari Bagaswara, mengemban perusahaan dengan mudah dan cekatan. “Sore Pa, bagaimana hari-hari Papa sama Kenzo?” sapa hangatnya. “Sangat baik, tapi ....” Bagaswara ingi
Pada pagi harinya William mengembalikan Kenzo pada Amelia yang sudah sangat merindu. “Kenzo, apa kabar sayang?” Wanita ini segera menciumi putranya, sedangkan William masih memerhatikan dalamnya cinta Amelia pada anaknya dan Erland. “Kenzo baik-baik saja. Semalam tidurnya juga sangat nyenyak, aku hanya menyeduhkan susu sebanyak dua kali,” kekeh tulus William sebagaimana sikap seorang ayah pada anaknya. “Jadi semalam kalian bersama? Aku kira ..., sama papa kamu.” “Kenzo anakku, jadi kita harus bersama,” kekeh William saat dengan sengaja mengakui si balita mewakilkan Erland. “Terimakasih sudah menjaga Kenzo, dengan ini aku percaya kamu bisa menjaga Kenzo kelak.” Ini bukanlah pujian, tapi kalimat sebelum perpisahan dengan buah hatinya. “Kamu bisa memercayakan Kenzo padaku.” Senyuman teduh William menemani wajah tampannya yang tampak sangat tulus. “Bagaimana dengan papa kamu, bagaimana sikapnya pada Kenzo?” “Tentu saja papa menerima, Kenzo cucu pertama papa.” “Syukurlah.” Lega Amel
Amelia segera menyerahkan Kenzo pada bibi yang lebih banyak beraktivitas di halaman belakang. “Bi, Kenzo tidur sama bibi saja dulu. Buat berjaga-jaga takutnya satpam menyelidik Kenzo karena tadi Kenzo sempat merengek,” cemasnya. Maka, bibi juga ikut merasakan yang Amelia rasakan. “Iya ampun Non. Iya sudah, Kenzo sama bibi saja. Lagipula bibi baru beres membersihkan halaman, kebetulan bibi tinggal diam di rumah saja.” “Iya, bi. Pokoknya jangan bawa Kenzo ke kamar Amei dulu. Takutnya satpam mondar-mandir di bawah balkon. Entah kenapa ..., perasaan Amei tidak tenang.” “Iya, Non. Non tenang dulu ya.” Bibi sudah memangku Kenzo seiring memberikan nasihat kecil pada Amelia. Amanda baru saja bersuara. “Mei, mendingan kamu segera pergi ke perusahaan. Takutnya satpam memang curiga kalau kamu berlama-lama di rumah,” saran terbaik versinya yang mendapatkan anggukan dari Amelia, “apa hari ini Kakak harus menemani kamu lagi?” Amelia segera menolak, “Tidak usah Kak, tolong jaga Kenzo saja!” “Iy