Hampir saja Bagaswara tersedak mendengar kalimat Miranda. “Mama tidak perlu khawatir, hubungan William dan Nitara selalu baik-baik saja.” Kecupan kembali mendarat. Cukup banyak obrolan yang suami dan istri ini bahas, tetapi akhirnya Miranda dibawa trapi oleh perawatnya. “Apa ini pertanda buruk?” cemas si pria seiring memikirkan ulang hubungan salah satu putranya, “tapi andai William dan Nitara memang berpisah, karena apa, jangan sampai Amelia mengganggu hubungan mereka!” Di titik ini Bagaswara memutuskan membuat rencana baru tentang Kenzo, dirinya tidak akan grasah-grusuh merawat cucunya sendiri karena mungkin si balita juga memiliki potensi merusak hubungan William dan Nitara. Bagaimanapun juga Kenzo memiliki ketertarikan langsung dengan Amelia. Pada sore harinya William kembali, dirinya mampu melaksanakan semua tugas dari Bagaswara, mengemban perusahaan dengan mudah dan cekatan. “Sore Pa, bagaimana hari-hari Papa sama Kenzo?” sapa hangatnya. “Sangat baik, tapi ....” Bagaswara ingi
Pada pagi harinya William mengembalikan Kenzo pada Amelia yang sudah sangat merindu. “Kenzo, apa kabar sayang?” Wanita ini segera menciumi putranya, sedangkan William masih memerhatikan dalamnya cinta Amelia pada anaknya dan Erland. “Kenzo baik-baik saja. Semalam tidurnya juga sangat nyenyak, aku hanya menyeduhkan susu sebanyak dua kali,” kekeh tulus William sebagaimana sikap seorang ayah pada anaknya. “Jadi semalam kalian bersama? Aku kira ..., sama papa kamu.” “Kenzo anakku, jadi kita harus bersama,” kekeh William saat dengan sengaja mengakui si balita mewakilkan Erland. “Terimakasih sudah menjaga Kenzo, dengan ini aku percaya kamu bisa menjaga Kenzo kelak.” Ini bukanlah pujian, tapi kalimat sebelum perpisahan dengan buah hatinya. “Kamu bisa memercayakan Kenzo padaku.” Senyuman teduh William menemani wajah tampannya yang tampak sangat tulus. “Bagaimana dengan papa kamu, bagaimana sikapnya pada Kenzo?” “Tentu saja papa menerima, Kenzo cucu pertama papa.” “Syukurlah.” Lega Amel
Amelia segera menyerahkan Kenzo pada bibi yang lebih banyak beraktivitas di halaman belakang. “Bi, Kenzo tidur sama bibi saja dulu. Buat berjaga-jaga takutnya satpam menyelidik Kenzo karena tadi Kenzo sempat merengek,” cemasnya. Maka, bibi juga ikut merasakan yang Amelia rasakan. “Iya ampun Non. Iya sudah, Kenzo sama bibi saja. Lagipula bibi baru beres membersihkan halaman, kebetulan bibi tinggal diam di rumah saja.” “Iya, bi. Pokoknya jangan bawa Kenzo ke kamar Amei dulu. Takutnya satpam mondar-mandir di bawah balkon. Entah kenapa ..., perasaan Amei tidak tenang.” “Iya, Non. Non tenang dulu ya.” Bibi sudah memangku Kenzo seiring memberikan nasihat kecil pada Amelia. Amanda baru saja bersuara. “Mei, mendingan kamu segera pergi ke perusahaan. Takutnya satpam memang curiga kalau kamu berlama-lama di rumah,” saran terbaik versinya yang mendapatkan anggukan dari Amelia, “apa hari ini Kakak harus menemani kamu lagi?” Amelia segera menolak, “Tidak usah Kak, tolong jaga Kenzo saja!” “Iy
Dalam rekaman CCTV tampak jika pria itu hanya membersihkan sofa menggunakan penyedot debu, sekalian mengelap meja tanpa menyentuh meja kerja sedikit pun. Dirinya hanya membersihkan area bersantai nona muda. Udara di hembus lega oleh Amelia. “Ya Tuhan ..., ternyata pria itu sangat perhatian, sepertinya dia memang harus Amei loloskan dari target kecurigaan.” Hingga detik ini laporan keuangan selalu stabil. Hampir setiap tiga jam nona muda meminta laporan sampai akhirnya sekretaris Adhinatha berbicara. “Nona, sebelumnya saya minta maaf. Tapi sebaiknya Nona tidak terlalu over meminta laporan pengeluaran dan pemasukan karena bagian keuangan sudah sangat sibuk.” “Saya cuma ingin tahu. Apa itu salah?” Amelia bersikap datar menanggapi masukan sang sekretaris karena dia pikir dirinya adalah bos besar di sini, semua tindakan yang menurutnya baik, itu memang yang terbaik. “Tidak salah sama sekali, Nona.” Wajah wanita ini mengangguk pelan sebagai tanda hormat, “hanya saja bagian keuangan sudah
Kedekatan William dan Amelia semakin insten. Hendak William mengungkapkan tujuannya mengundang Amelia, Nitara menghubungi. “Tunggu sebentar,” pamitnya pada wanita di sisinya. Pria ini berjalan menjauh. “Ada apa, sayang?” Lembutnya seperti biasa. “Eu-aku sedang di tempat yang sama dengan kamu. Tadinya aku mau reoni sama teman SMP, tapi karena melihat kamu, aku naik dulu ke lantai atas.” William mengerjap, kemudian menyapu setiap sudut. “Kamu di mana?” “Di sini, di dekat tangga.” Lambaian tangan Nitara bersama senyuman manis hingga William menggeleng malu. “Usil sekali.” Panggilan diakhiri, William berjalan gagah bersama senyuman memesona ke arah tempat Nitara berpijak. “Hi,” sapa manis Nitara. William segera mendaratkan pelukan singkat. “Ada apa hm, kenapa datang kesini tanpa memberi tahu terlebih dahulu?” Tatapannya begitu hangat nan penuh cinta. “Aku takut kamu sibuk jadi aku pikir tidak usah bilang,” kekeh menggemaskannya hingga William memainkan dagu Nitara. “Di mana teman-t
Hari sudah berganti malam, saat ini William dan Amelia baru saja turun menuju lantai utama setelah Nitara dan kawan-kawannya meninggalkan tempat ini satu jam yang lalu. “Biar aku antar kamu.” “Kamu bercanda ya, aku kan bawa mobil.” “Astaga, aku lupa.” William menggeleng bersama tawa kegelian. “Harusnya tadi kamu antarkan Nitara.” “Saya sudah menawarkannya, tapi Nitara bilang akan pulang bersama temannya.” “Hm ..., kalau begitu ..., kita pulang masing-masing saja. Aku tidak mau nanti papa atau mama bertanya pada satpam tentang aku yang pulang sama kamu.” William tersenyum tipis. “Memangnya kenapa kalau mama dan papa kamu tahu?” “Aku harus banyak berbohong kalau kita punya hubungan dekat. Asal kamu tahu, papa sama mama mengharapkan kita menjalin hubungan spesial.” “Oh iya. Kenapa?” Saat ini William merasa senang mendengarnya. Entah mengapa? “Papa sama mama mengharapkan kamu menjadi menantu atau memiliki menantu seperti kamu.” William dibuat tersipu. “Akan aku usahakan orangtua
Hari berganti, Amelia meninggalkan Kenzo seperti biasanya. Namun, kali ini satpam tidak biasa. Saat majikannya berlalu, dirinya mengetuk pintu utama hingga Amanda membukanya. “Ada apa, Pak?” Senyuman ramahnya. “Barusan tuan memerintahkan saya untuk membersihkan halaman belakang sekalian aquariumnya,” alasan satpam supaya bisa masuk ke dalam rumah. “Eu-tunggu sebentar ya, biar aku siapkan dulu alat-alatnya,” alasan Amanda karena saat ini bibi sedang mengasuh Kenzo di ruangan keluarga, tepat keberadaan aquarium. “Tidak usah repot-repot, saya bisa siapkan sendiri.” Senyuman teduh satpam yang mulai memiliki ketertarikan pada Amanda. “Iya sudah ....” Amanda menyadari ketertarikan si pria. Maka, dirinya memanfaatkan hal ini, “duduk dulu sebentar, aku akan siapkan kopi dan camilan.” Senyuman manis ditarik hingga satpam semakin terpanah asmara. Maka, selama pria itu duduk di ruang tamu, wanita ini segera memberi tahukan bibi untuk membawa Kenzo ke kamar Amelia karena satpam tidak akan mele
“Saya harap Nona mau menunggu sebentar lagi sampai saya memastikan pelakunya.” Pria ini mengerti jika Amelia akan mendapatkan masalah besar andai hingga Adhinatha kembali masalah ini belum terpecahkan. “Baiklah. Saya menunggu!” tegas Amelia sebagaimana atasan yang harus menunjukan wibawa dan kekuasaannya karena jika dirinya terlihat lemah mungkin akan mudah sekali ditindas. “Tuhan ..., Amei tidak tahu siapa pelakunya dan bagaimana cara Amei menjelaskan pada papa kalau Amei tidak pernah membangun sebuah pemandian ....!” raungannya saat pria kepercayaan Adhinatha meninggalkan ruangan. Namun, tanpa Amelia ketahui jika sebenarnya pria itu belum pergi. Maka dirinya mendengar raungan Amelia dengan sangat jelas. Amelia yang berlaga seperti nyonya, padahal wanita itu bagaikan bayi saat sedang sendiri. Pada jam makan siang, Amelia menghubungi Amanda. “Kenzo sedang apa?” “Kenzo sedang main, Mei. Eu-Mei, maaf ya Kakak sedang tanggung, kamu telepon bibi saja ya,” alasan Amanda karena dirinya t