Amelia segera menyerahkan Kenzo pada bibi yang lebih banyak beraktivitas di halaman belakang. “Bi, Kenzo tidur sama bibi saja dulu. Buat berjaga-jaga takutnya satpam menyelidik Kenzo karena tadi Kenzo sempat merengek,” cemasnya. Maka, bibi juga ikut merasakan yang Amelia rasakan. “Iya ampun Non. Iya sudah, Kenzo sama bibi saja. Lagipula bibi baru beres membersihkan halaman, kebetulan bibi tinggal diam di rumah saja.” “Iya, bi. Pokoknya jangan bawa Kenzo ke kamar Amei dulu. Takutnya satpam mondar-mandir di bawah balkon. Entah kenapa ..., perasaan Amei tidak tenang.” “Iya, Non. Non tenang dulu ya.” Bibi sudah memangku Kenzo seiring memberikan nasihat kecil pada Amelia. Amanda baru saja bersuara. “Mei, mendingan kamu segera pergi ke perusahaan. Takutnya satpam memang curiga kalau kamu berlama-lama di rumah,” saran terbaik versinya yang mendapatkan anggukan dari Amelia, “apa hari ini Kakak harus menemani kamu lagi?” Amelia segera menolak, “Tidak usah Kak, tolong jaga Kenzo saja!” “Iy
Dalam rekaman CCTV tampak jika pria itu hanya membersihkan sofa menggunakan penyedot debu, sekalian mengelap meja tanpa menyentuh meja kerja sedikit pun. Dirinya hanya membersihkan area bersantai nona muda. Udara di hembus lega oleh Amelia. “Ya Tuhan ..., ternyata pria itu sangat perhatian, sepertinya dia memang harus Amei loloskan dari target kecurigaan.” Hingga detik ini laporan keuangan selalu stabil. Hampir setiap tiga jam nona muda meminta laporan sampai akhirnya sekretaris Adhinatha berbicara. “Nona, sebelumnya saya minta maaf. Tapi sebaiknya Nona tidak terlalu over meminta laporan pengeluaran dan pemasukan karena bagian keuangan sudah sangat sibuk.” “Saya cuma ingin tahu. Apa itu salah?” Amelia bersikap datar menanggapi masukan sang sekretaris karena dia pikir dirinya adalah bos besar di sini, semua tindakan yang menurutnya baik, itu memang yang terbaik. “Tidak salah sama sekali, Nona.” Wajah wanita ini mengangguk pelan sebagai tanda hormat, “hanya saja bagian keuangan sudah
Kedekatan William dan Amelia semakin insten. Hendak William mengungkapkan tujuannya mengundang Amelia, Nitara menghubungi. “Tunggu sebentar,” pamitnya pada wanita di sisinya. Pria ini berjalan menjauh. “Ada apa, sayang?” Lembutnya seperti biasa. “Eu-aku sedang di tempat yang sama dengan kamu. Tadinya aku mau reoni sama teman SMP, tapi karena melihat kamu, aku naik dulu ke lantai atas.” William mengerjap, kemudian menyapu setiap sudut. “Kamu di mana?” “Di sini, di dekat tangga.” Lambaian tangan Nitara bersama senyuman manis hingga William menggeleng malu. “Usil sekali.” Panggilan diakhiri, William berjalan gagah bersama senyuman memesona ke arah tempat Nitara berpijak. “Hi,” sapa manis Nitara. William segera mendaratkan pelukan singkat. “Ada apa hm, kenapa datang kesini tanpa memberi tahu terlebih dahulu?” Tatapannya begitu hangat nan penuh cinta. “Aku takut kamu sibuk jadi aku pikir tidak usah bilang,” kekeh menggemaskannya hingga William memainkan dagu Nitara. “Di mana teman-t
Hari sudah berganti malam, saat ini William dan Amelia baru saja turun menuju lantai utama setelah Nitara dan kawan-kawannya meninggalkan tempat ini satu jam yang lalu. “Biar aku antar kamu.” “Kamu bercanda ya, aku kan bawa mobil.” “Astaga, aku lupa.” William menggeleng bersama tawa kegelian. “Harusnya tadi kamu antarkan Nitara.” “Saya sudah menawarkannya, tapi Nitara bilang akan pulang bersama temannya.” “Hm ..., kalau begitu ..., kita pulang masing-masing saja. Aku tidak mau nanti papa atau mama bertanya pada satpam tentang aku yang pulang sama kamu.” William tersenyum tipis. “Memangnya kenapa kalau mama dan papa kamu tahu?” “Aku harus banyak berbohong kalau kita punya hubungan dekat. Asal kamu tahu, papa sama mama mengharapkan kita menjalin hubungan spesial.” “Oh iya. Kenapa?” Saat ini William merasa senang mendengarnya. Entah mengapa? “Papa sama mama mengharapkan kamu menjadi menantu atau memiliki menantu seperti kamu.” William dibuat tersipu. “Akan aku usahakan orangtua
Hari berganti, Amelia meninggalkan Kenzo seperti biasanya. Namun, kali ini satpam tidak biasa. Saat majikannya berlalu, dirinya mengetuk pintu utama hingga Amanda membukanya. “Ada apa, Pak?” Senyuman ramahnya. “Barusan tuan memerintahkan saya untuk membersihkan halaman belakang sekalian aquariumnya,” alasan satpam supaya bisa masuk ke dalam rumah. “Eu-tunggu sebentar ya, biar aku siapkan dulu alat-alatnya,” alasan Amanda karena saat ini bibi sedang mengasuh Kenzo di ruangan keluarga, tepat keberadaan aquarium. “Tidak usah repot-repot, saya bisa siapkan sendiri.” Senyuman teduh satpam yang mulai memiliki ketertarikan pada Amanda. “Iya sudah ....” Amanda menyadari ketertarikan si pria. Maka, dirinya memanfaatkan hal ini, “duduk dulu sebentar, aku akan siapkan kopi dan camilan.” Senyuman manis ditarik hingga satpam semakin terpanah asmara. Maka, selama pria itu duduk di ruang tamu, wanita ini segera memberi tahukan bibi untuk membawa Kenzo ke kamar Amelia karena satpam tidak akan mele
“Saya harap Nona mau menunggu sebentar lagi sampai saya memastikan pelakunya.” Pria ini mengerti jika Amelia akan mendapatkan masalah besar andai hingga Adhinatha kembali masalah ini belum terpecahkan. “Baiklah. Saya menunggu!” tegas Amelia sebagaimana atasan yang harus menunjukan wibawa dan kekuasaannya karena jika dirinya terlihat lemah mungkin akan mudah sekali ditindas. “Tuhan ..., Amei tidak tahu siapa pelakunya dan bagaimana cara Amei menjelaskan pada papa kalau Amei tidak pernah membangun sebuah pemandian ....!” raungannya saat pria kepercayaan Adhinatha meninggalkan ruangan. Namun, tanpa Amelia ketahui jika sebenarnya pria itu belum pergi. Maka dirinya mendengar raungan Amelia dengan sangat jelas. Amelia yang berlaga seperti nyonya, padahal wanita itu bagaikan bayi saat sedang sendiri. Pada jam makan siang, Amelia menghubungi Amanda. “Kenzo sedang apa?” “Kenzo sedang main, Mei. Eu-Mei, maaf ya Kakak sedang tanggung, kamu telepon bibi saja ya,” alasan Amanda karena dirinya t
Pertemuan ini membuat Amelia berpikir keras tentang menyatukan Tio dan Kenzo hingga dirinya banyak bergeming. “Mei, apa yang kamu pikirkan. Apakah kamu sedang menimbang keputusan tentang hubungan kita? Aku harap kamu mau kembali menjalin hubungan kita.” Tio meraih satu tangan Amelia yang menganggur di atas meja, tetapi kali ini si wanita tidak menampiknya sama sekali. Amelia mulia membicarakan hal insten. “Bagaimana jika kita menikah lalu aku menghadirkan seorang anak asuh, apa kamu siap menerima anak itu?” Tio tersenyum teduh. “Ternyata kamu tipe tidak sabaran Mei, pasti kamu ingin segera punya anak kan, padahal cuma menunggu kurang lebih tiga bulanan untuk hamil kalau kita berdua sama-sama subur.” “Jawab saja. Apa kamu mau menerimanya?” “Mau, Mei. Aku tidak akan egois, dan aku akan selalu berusaha membuat kamu bahagia bagaimanapun cara dan jalannya, termasuk menghadirkan anak asuh di tengah-tengah kita.” “Bagaimana dengan keluarga kamu?” Senyuman Tio semakin teduh saja. “Aku s
Matahari baru saja muncul, bahkan masih pelit memberikan sinarnya, tetapi Tio mengunjungi ruangan William. “Aku dan Amelia sudah membicarakan pernikahan!” celetuknya tanpa basa-basi. Bukan maksud ingin pamer, tetapi pria ini sedang membagi kebahagiaan bersama seorang sahabat. Namun, William menunjukan reaksi di luar dugaan Tio, “Apa maksudmu membicarakan pernikahan dengan Amei!” tubuhnya segera condong ke arah Tio yang duduk dipisahkan meja kerja berlogo CEO, sedangkan sahabatnya hanya duduk santai kecuali saat reaksi William ini. “Maksudku, aku ingin menikahinya dan menerima semua hal yang ada pada Amei. Tidak terkecuali!” Sebelah alisnya terangkat heran akibat reaksi William yang seolah tidak terima. “Jangan bercanda.” Sunggingan bibir getir William. Tio segera meraih air dalam gelas milik William, menegaknya hingga tandas. “Sama sekali tidak. Kali ini aku sedang sangat serius. Tio yang ada di hadapan kamu sekarang adalah Tio si pria perfeksionis.” Tanpa sadar Wiiliam menunjukan
“Eu ... lumayan. Tidak salah kan, Zeel berdekatan sama tantenya.” Saat ini jantung Amelia mulai tidak tenang karena mungkin dirinya salah telah membicarakan hal ini dengan Erland. “Tidak, tidak salah sama sekali. Yang salah adalah jika terlalu dekat. Jangan sampai Zeel menganggap Tara sebagai ibunya. Kamu tahu sendiri seorang bayi akan mengenali aroma ibunya, jika Tara terlalu dekat dan sering berdekatan dengan Zeel bukankah ada kemungkinan Zeel akan nyaman dengan tubuh Tara dan salah mengenali aroma tubuh tantenya sebagai aroma tubuh ibunya.” Tatapan Erland sangat serius kala membahas hal yang tidak disukainya. “I-ya. Tapi itu tidak akan terjadi.” Senyuman hambar Amelia yang mulai gagap hingga Erland mampu membaca hal tidak beres, tetapi dia tidak akan menginterograsi Amelia karena tidak seharusnya seorang istri yang telah melahirkan anak-anaknya mendapatkan pertanyaan memojokan. Justru Erland memberikan kecupan hangat di dahi Amelia. “Beristirahatlah ..., tapi aku tinggal sebenta
Amanda kembali pada Amelia, tetapi tidak mengatakan apapun walaupun mungkin keputusannya kurang tepat. “Kak?” sapa Amelia yang melihat kebingungan di wajah Amanda, “ada apa? Kakak lagi bingung ya, kenapa? Eh, tapi bukan Amei mau ikut campur ya Kak. Hihi ... tapi Kakak bisa berbagi apapun kok sama Amei. Jangan sungkan.”Amanda mendesah. “Iya, ada hal yang membuat Kakak bingung. Apa itu terlihat sangat jelas?” Bukan hanya raut wajahnya saja yang mengatakan isi hatinya, tetapi juga tatapan matanya.Amelia terkekeh sebelum berkata, “Iya Kak, terlihat sangat jelas. Apalagi kita sudah sangat dekat, jadi sepertinya Amei bisa melihat hal sekecil apapun dari Kakak. Hihi ....” Kekeh kecilnya ditambahkan, kemudian memandangi Amanda penuh peduli, “Apa itu, Kak? Cerita saja sama Amei. Jangan sungkan.”Amanda kembali mendesah. “Itu ... tentang hal besar Mei. Kakak masih memikirkannya karena Kakak tidak yakin apa prasangka Kakak benar. Tapi ... Kakak rasa memang benar.”“Ikuti saja kata hati Kakak,
Saat ini Nitara sedang menyaksikan Amelia saat bersama dengan Grizelle. Miranda sudah turun lebih dulu, tetapi wanita ini ingin menyaksikan malaikat kecil dari atas sini karena wajahnya begitu manis dan cantik dengan sentuhan kehangatan. Dia menilai jika bayi perempuan itu akan tumbuh menjadi manusia yang sangat ramah. “Sayang ...,” panggilan Miranda saat beberapa anak tangga sudah dipijaknya seiring menggendong Galaxy. “Eu-iya Ma.” Nitara segera bergegas menuju punggung Miranda. Tangga rumah ini cukup luas, bisa langsung dipijak tiga sampai empat orang sekaligus, hanya saja Nitara tetap ingin berada di belakang mertuanya dibandingkan di sisinya supaya tetap dapat menyaksikan wajah Grizelle. ‘Andai kamu menjadi anakku. Bagaimanapun caranya, jadilah anakku.’Kini, Nitara dan Miranda sudah bergabung dengan Amelia dan Sopia yang asik mengasuh Grizelle. Saat Galaxy tiba, tentunya semua orang merasa lebih bahagia. Saat ini Sopia menyisipkan kata pamitannya pada sang besan. “Saya akan pu
Saat ini hati Cristy bergetar, entah mengapa?“Astaga ... sepertinya karena aku sering bertemu Tio jadi sekalinya tidak bertemu akhirnya seperti ini. Aku memikirkannya. Ck!” Cristy tidak menyukai perasaan seperti ini, tetapi terpaksa harus menjalaninya karena sudah menjadi ketentuan alam. Wanita ini sedang merias bunga kertas di rumahnya untuk nantinya sekalian dijajakan di butik. “Tio bisa melibatkanku dalam acara amalnya, tapi aku tidak mau bukan tidak bisa melibatkan Tio dalam kegiatanku, biarkan saja dia beristirahat di masa pemulihannya.” Udara panjang dibuang.Namun, karena isi kepalanya sering mengarah pada Tio akhirnya Cristy mencoba menghubungi saat menuju butiknya. “Hi, apa kabar hari ini?” kekeh kecilnya.Di luar dugaan Cristy, karena Tio terkekeh ceria, “Aku suka mendapatkan panggilan darimu. Jadi sudah dapat disimpulkan jika aku baik-baik saja.”“Ayolah ... yang serius, jangan menggoda. Bukan waktunya!” Cristy tidak luluh karena saat ini dia sedang ingin mendengar kabar p
Bibi tidak meninggalkan kamar Amelia karena Kenzo asik bermain mobilannya di sana. Maka, saat Amelia menyelesaikan mandinya wanita ini kembali bertemu dengan anak sulungnya. “Kenzo lagi apa ... Mama jemput Zeel ya sebentar biar kalian main berdua,” kekeh bahagianya karena kehidupannya penuh warna dan cerita. Amelia segera menuju anak keduanya setelah wanita ini membersihkan diri, tetapi dia belum memompa asi, lagipula Grizelle barusaja menyusu pada Nitara, asinya juga belum terkumpul banyak, terlalu tanggung jika harus dipompa sekarang. Di ambang pintu, dia kembali menyaksikan jika Nitara bersenandung untuk putrinya walaupun Grizelle terlelap sangat nyenyak. Senyuman melengkung. “Sesayang itu Tara sama Zeel ....” Amelia merasa sosok Nitara tidak akan ditemuinya pada diri orang lain. Saat ini Galaxy menangis, maka Nitara segera menyuruh babysitter menggendong putranya sekalian menghangatkan susu. Saat ini Amelia sedikit keheranan karena seharusnya Galaxy bisa menyusu langsung pada ib
Bibi menghampiri Amelia yang sedang bersiap-siap mandi sekalian memompa asi. “Non, sedang sibuk?” tanya santai wanita ini seiring menuntun Kenzo masuk ke dalam kamar Amelia.“Tidak Bi, ada apa, Kenzo rewel mau sama Amei?” tebak Amelia karena bibi tiba bersama putranya walaupun itu tidak aneh, Kenzo adalah tanggung jawab bibi selama dirinya dan keluarganya tidak dapat memerhatikan malaikat kecil satu ini. “Tidak Non. Bibi hanya mau bicara sebentar, apa Non Amei ada waktu?” Sedekat apapun wanita ini dengan nyonya muda Amelia, dia tetap harus mengingat posisinya, dan walaupun dirinya mendapatkan kepercayaan penuh menjaga Kenzo. Maka, sikapnya tidak pernah berlebihan, selalu di dalam batas. “Silakan, Bi ....” Amelia tidak akan pernah menolak kehadiran wanita itu. Maka, kini keduanya duduk bersebelahan di atas sofa yang sama, sedangkan Kenzo anteng bermain di karpet empuk di dekat kaki ibunya. Tidak lupa, wanita ini menjamu bibi. Jadi, keduanya meminum teh bersama. “Apa yang akan bibi bi
William dan Erland tiba bersamaan ke kediaman Bagaswara. Keduanya membawa makanan buah tangan dari restoran milik Tio hingga Amelia dan Nitara antuasias menyambut karena sudah cukup lama keduanya tidak merasakan cita rasa menu dari restoran berbintang itu. “Aku rasa Tio sukses mengguncang dunia kuliner,” kekeh Erland saat berkelakar. Amelia segera menyahut saat menyuap, “Memangnya kenapa, apa restoran Tio menjadi sangat viral?” Kekeh ditambahkan. “Aku rasa hanya Tio yang mengadakan acara amal di restoran. Itu sangat bagus, gerakan yang dilakukannya sangat bermanfaat untuk banyak orang. Apalagi untuk orang-orang jalanan karena Tio tidak pandang bulu saat memberi,” penjelasan terperinci diberikan Erland bersama pujiannya. “Ya, itu bagus sekali.” Pun, Amelia melanjutkan kalimat pujian suaminya, tetapi saat ini terdapat tatapan tidak suka Sopia.‘Kamu ini Mei. Memuji mantan pacar di hadapan suami!’ Ingin sekali segera menyampaikan kalimat itu, tetapi suasana makan tidak boleh dirusak
Sopia barusaja kembali pada sore hari karena kegiatannya hari ini bukan hanya bertemu dengan ibunya Tio saja. Wanita ini menceritakan aksi sosial pemuda itu pada Amelia, tetapi bukan berarti mengagumi, dirinya hanya merasa heran karena Tio membagikan makanan gratis sebanyak itu. Maka, Amelia menyahut sesuai dengan pandangannya. “Bagus kan, Ma. Lagian tidak aneh kok Tio berbagi. Dari dulu Tio memang begitu. Cuma yang Amei tahu tidak sebanyak dan sebesar itu sikap sosialnya.” “Sayang sih kalau menurut Mama. Terlalu mubajir.”“Ya ampun Ma ... tidak ada kebaikan yang mubajir.” Bukan mencerami ibunya, Amelia hanya sedang mengingatkan.Namun, pembahasan Sopia beralih. “Mama jadi khawatir pada pemuda itu. Bukan Mama menyumpahi, hanya saja apakah usianya masih panjang?” ceplosnya bersama keraguan karena kalimatnya cukup kasar.“Ish, Mama. Jangan bilang begitu dong!” Tentu saja Amelia langsung memerotes.“Tiba-tiba saja Mama kepikiran kesana saat mamanya Tio bercerita.” Sopia sudah bisa mene
Acara amal yang diselenggarakan Tio berlangsung sangat lancar, banyak sekali peminat, tetapi semuanya berbaris dengan rapih bahkan tidak sedikit orang yang tidak mendapatkan meja, maka pihak restoran mengemas makanannya dengan sangat rapih.Cukup lama Sopia berada di sana karena ibunya Tio mengajaknya berbicara ini dan itu termasuk menanyakan Amelia, “Bagaimana kabar Amei sekarang dan anak keduanya?”“Baik-baik saja ... Grizelle tumbuh dengan pesat,” kekeh bahagia Sopia.“Syukurlah ... saya ikut senang mendengarnya.”“Sudah beberapa hari ini Amei dan Grizelle tinggal di kediaman mertuanya, jadi kali ini saya dan suami menginap untuk melepas rindu pada kedua cucu kami,” kekeh bahagia Sopia lagi.“Pasti kalian tidak dapat berjauhan dengan cucu,” kekeh wanita ini, “andai Tio sudah menikah, kami juga akan menimang cucu,” desahnya kemudian.Sopia tersenyum kecil. “Mungkin tidak akan lama lagi.”Saat ini tanpa sengaja Jesica mendengar kalimat ibunya. Maka hatinya kembali bersedih. ‘Kalau ka