Matahari baru saja muncul, bahkan masih pelit memberikan sinarnya, tetapi Tio mengunjungi ruangan William. “Aku dan Amelia sudah membicarakan pernikahan!” celetuknya tanpa basa-basi. Bukan maksud ingin pamer, tetapi pria ini sedang membagi kebahagiaan bersama seorang sahabat. Namun, William menunjukan reaksi di luar dugaan Tio, “Apa maksudmu membicarakan pernikahan dengan Amei!” tubuhnya segera condong ke arah Tio yang duduk dipisahkan meja kerja berlogo CEO, sedangkan sahabatnya hanya duduk santai kecuali saat reaksi William ini. “Maksudku, aku ingin menikahinya dan menerima semua hal yang ada pada Amei. Tidak terkecuali!” Sebelah alisnya terangkat heran akibat reaksi William yang seolah tidak terima. “Jangan bercanda.” Sunggingan bibir getir William. Tio segera meraih air dalam gelas milik William, menegaknya hingga tandas. “Sama sekali tidak. Kali ini aku sedang sangat serius. Tio yang ada di hadapan kamu sekarang adalah Tio si pria perfeksionis.” Tanpa sadar Wiiliam menunjukan
“A-apa maksud Tuan?” Tentu saja Nitara tidak mengerti, pun saat ini dirinya sangat panik karena merasa dituduh. “Mengapa nona Amei meminta laporan keuangan pada Anda?” Pria ini sangat berhati-hati karena siapa saja bisa menjadi tersangka. “Saya tidak tahu, pokoknya nona Amei memerintahkan saya,” lugas Nitara bersama wajah dan tatapan lugunya, tetapi pria ini sama sekali tidak percaya. “Kembali saja ke ruangan, biar saya yang mengantarkan laporannya!” tegasnya bersama tatapan tidak bersahabat, tetapi Nitara tetap santun walau jantungnya berdebar kencang. Wanita ini kembali ke posisinya. “Kenapa Amei suruh aku kalau laporan itu tidak bisa dilihat sembarang orang?” Nitara ingin segera mendapatkan jawabannya, tetapi dirinya harus bersabar hingga kesempatan bertanya tiba. Beberapa menit kemudian, pintu ruangan Amelia diketuk oleh pria tinggi besar ini. “Nona, ini laporannya,” sodornya setelah dipersilakan masuk. Seketika, dahi Amelia berkerut, “Kenapa Anda yang mengantarnya?” “Memang
Mobil melaju dengan kecepatan rata-rata. “Menyebalkan sekali pria itu. Mengaku hanya bekerja pada papa. Oke, lihat saja nanti apa yang akan papa lakukan padanya karena alasan Amei pergi karena dia!” “Tapi kita akan pergi kemana, Mei?” risau Amanda karena emosi Amelia sedang dalam keadaan tidak stabil. “Ke hotel dulu saja, ya Kak.” Tatapan sendu Amelia. “Mei, biar Kakak saja yang menyetir.” Segera, Amanda mengambil alih karena hati beraduk bisa berpotensi kecelakaan. Kini, keduanya bertukar posisi, sekarang Amelia memeluk Kenzo. “Sayang ..., maaf ya karena rumah nenek masih bukan rumah Kenzo ....” Amelia berusaha menahan kesedihannya. Bibi berkata pilu, “Bibi sama Amanda meminta maaf karena ternyata kami gagal menyembunyikan Kenzo.” “Kenapa bisa ketahuan, Bi?” Suara Amelia selaras dengan suara pilu bibi. “Satpam memaksa masuk karena katanya sering mendengar tangisan Kenzo. Kami sudah berusaha menahan, tetapi pria itu mengancam akan melapor saat ini juga. Maka, kami tidak punya pi
Sontak William terhenyak, “Pa, biar William saja karena tanggal pernikahan harus dibicarakan dengan Nitara!” Segera, pria ini mencari alasan karena dirinya terlalu takut jika Bagaswara yang menentukan tanggal pernikahan karena jika hari spesial itu terjadi dekat-dekat ini maka kemungkinan Erland sadarkan diri sangat tipis, sedangkan kemungkinan Amelia menikah dengan Tio sangat besar. Itu sangat berbahaya. Bagaswara mencoba menilai pemikiran putranya. “Papa ragu kamu bisa melakukannya!” celetuknya di luar dugaan William. “Loh, kenapa papa harus meragukan William? Bukankah dalam bidang bisnis saja William mampu, apalagi mengurus kehidupan pribadi.” Pria ini tidak tersinggung sama sekali, maksud ucapannya adalah usaha untuk mencegah ayahnya mengatur tanggal pernikahannya dengan Nitara. “Karena kamu terlalu banyak membuang waktu, padahal kamu dan Nitara bisa menikah kapan saja!” Tatapan Bagaswara memicing tajam seolah sedang memindai sesuatu di luar jalurnya. “Bukan begitu, Pa. William
Amelia kembali ke dalam ruangannya. “William terlihat mencurigakan. Apa iya, dia tidak suka aku menikah sama Tio?” Wanita ini berniat menyelidikinya walau mungkin urusan ini akan dikesampingkan karena kini dirinya harus mengurus Cakra-satpam panatik pada ayahnya, sedangkan sejak tadi Amanda mencoba bicara pada pria tersebut, ditambah rayuan karena memanfaatkan ketertarikan Cakra padanya. “Kalau kamu memihak nona Amelia dan Kenzo, kamu akan selamat. Nona Amelia punya kunci kasih sayang tuan Adhinatha dan nyonya Sopia, tapi kalau kamu memihak tuan dan nyonya, kamu juga yang akan celaka, bagaimana jika nona Amei tidak ingin kembali, pergi karena sikap kamu.” “Saya juga sempat memikirkannya, tapi mana mungkin tuan dan nyonya menyalahkan saya karena saya sudah bekerja sangat propesional.” “Propesional saja tidak cukup jika akhirnya putri satu-satunya tuan dan nyonya pergi. Kamu tetap disalahkan!” Cakra tidak ingin terlihat lemah di hadapan Amanda walau keraguan dalam hatinya sedikit men
Bukan maksud William membongkar rahasia besar Amelia karena rahasia wanita itu termasuk rahasianya juga yang dianggap sebagai Erland, tetapi pria ini harus berusaha keras mencabut keinginan Tio menikahi Amelia. Sejenak, sahabatnya mengerjap, tetapi kemudian tertawa hambar. “Tidak mungkin. Keluarganya sangat mementingkan keselarasan dan sebagainya, bisa-bisa Amei dihukum gantung jika melakukannya.” “Bisa saja Amelia menyembunyikan kenyataan tentang anak yang disebutnya hanya anak adopsi.” Sebelah alis William terangkat seakan menunggu reaksi Tio. “Tunggu!” Alih-alih memberikan jawaban, Tio segera menyelidik sengit, “apa kau tidak setuju aku dan Amelia menikah? Sikap kamu selalu seperti ini. Mengaku saja, kamu keberatan kan!” tukasnya di akhir. “Tidak. Aku hanya kasihan pada Amei, setelah hatinya terluka lalu kamu akan membuat luka baru.” Datar William saat berdusta. “Ck. Aku tidak pernah menyakitinya, kamu sudah mendengar sendiri cerita sebenarnya. Sudahlah, mengaku saja!” “Jangan
Setelah kemeja William terbang entah kemana, kini giliran pakaian Amelia yang berusaha dimusnahkan olehnya. “Tu-tunggu,” cegah si wanita bersama desahan, “aku tidak mau melakukannya. Hidup Kenzo sudah cukup sulit, aku tidak mau melahirkan seorang manusia yang bernasib sama.” “Kamu tidak akan hamil.” Suara berat William yang sedang memaksa melepaskan pakaian Amelia. “Jangan lakukan.” Di titik ini bukan kenikmatan yang dicari Amelia, tetapi masa depan anaknya. Segera, kedua telapak tangannya mendesak William supaya menjauh, tetapi sayangnya kekuatan tenaga mereka berbeda hingga Amelia dibuat kalah seperti dua tahun lalu. Saat ini milik William segera masuk ke dalam inti si wanita hingga erangan kenikmatan keduanya menjadi satu-satunya musik di ruangan tersebut. “Sangat sempit.” Desah William yang baru pertama kali merasakan seorang wanita, sedangkan Amelia sibuk mencari cara untuk menghentikan si pria walau tubuhnya melarang karena gerakan pria ini memabukan, tetapi cukup berbeda deng
Amelia mengerutkan dahinya. “Ini bukan pertama kalinya kan, kita tidur bersama!” Ekspresi terakhirnya adalah kekecewaan karena kalimat William seolah mengatakan jika hubungan ranjang mereka dulu tidak pernah ada. Segera, William mengerjap. “Maaf, maksud aku ..., aku melakukan pengkhiatan dengan kamu di belakang Nitara.” Grogi William karena baru saja dirinya salah bicara. “Wil, kesadaran kamu belum sepenuhnya pulih ya? Lebih baik kamu beristirahat.” Namun, Amelia tidak memikirkan hal negatif sama sekali karena mungkin pengaruh alkohol masih menyelimuti William. Maka, saat ini si pria selamat. Dirinya segera berakting, memegangi dahinya. “Sepertinya begitu. Aku minta maaf.” “Mau aku antar pulang?” tawaran tulus Amelia yang ingin memastikan ayah dari putranya baik-baik saja, tetapi membuat William mengerjap canggung. “Ti-dak perlu!” “Kamu yakin bisa menyetir?” “Ya. Aku bisa menunggu sampai kesadaranku stabil atau aku bisa memanggil bawahan.” Senyuman lebar William yang masih dibua