Tujuan William adalah untuk mengulur Kenzo tinggal bersama keluarganya setidaknya hingga dirinya menikah, hal ini dilakukan untuk menghindari beberapa hal buruk yang salah satunya niat licik Bagaswara yang belum berhasil diatasi, selain itu andaikan Bagaswara mengizinkan Amelia menemui Kenzo maka kemungkinan besar wanita itu akan bolak-balik ke kediamannya dan perlahan akan mendengar tentang Erland. Intinya semakin sering Amelia berinteraksi dengan semua hal yang berhubungan dengan keluarganya, maka semakin besar bocornya rahasia tentang Erland. “Will!” protes tegas Amelia, “mana bisa aku menitipkan Kenzo di panti asuhan, itu tidak manusiawi!” “Tidak ada jalan lain, Mei. Kamu harus tenang dulu, panti asuhan tidak seburuk seperti yang kamu pikirkan.” William mencoba membujuk. “Tapi mana mungkin ....” “Ini mendadak. Hanya beberapa hari saja, Mei!” desak William untuk menghindari Amelia dan Kenzo yang entah sampai kapan? Maka, malam ini hati dan pikiran Amelia diliputi banyak hal ne
Tepat tengah hari Bagaswara mengunjungi panti asuhan guna mengambil Kenzo, tetapi bagaimanapun usahanya pengurus panti asuhan tidak memberikan izin karena Amelia sudah berpesan Kenzo hanya akan dijemput olehnya, jangan izinkan siapapun membawa anaknya. Maka, rencana pria ini gagal. Ingin mengatakannya pada William, tetapi hingga saat ini putranya tidak dapat dihubungi, keberadaannya pun tidak diketahui karena bawahannya sedang mencari. “Apa William tahu tentang ini? Bukankah mereka sudah berjanji sebelumnya akan menitipkan Kenzo pada kamu, Wil!” pertanyaan ini belum bisa diungkapkan oleh Bagaswara. Beberapa jam kemudian, Amelia tiba di kota tujuan, tetapi waktu kedatangan ibunya masih beberapa jam ke depan. Maka wanita ini beristirahat di hotel. “Ma, kalau Amei bilang Kenzo adalah cucu mama, apa mama akan pingsan atau ..., menendang Amei dari rumah? Tapi itu lebih baik, tidak apa Amei tidak jadi anak mama asalkan Amei bisa sama Kenzo.” Kalimat ini ingin dikatakan secara gamblang, te
“Hah, menikah!” Sontak rasa kantuk yang baru saja memeluknya segera sirna. “Iya ....” Sopia masih membelai lembut rambut di sisi wajah putrinya. “Ma, jangan paksa Amei menikah, pacar saja tidak punya!” rajuknya supaya terhindar dari jenis orangtua yang akan selalu menanyakan rencana pernikahan anak-anaknya. “Tidak apa walau saat ini Amei tidak punya pacar. Mama sama papa tahu kok.” Santai Sopia bersama tatapan lain hingga Amelia segera membaca hal misterius. “Kalau Mama sama papa tahu, jadi itu artinya Amei tidak akan dipaksa menikah, kan?” “Kami tidak akan memaksa, tapi ... Mama sama papa sudah menemukan pria yang tepat buat Amei!” “Hah!” Kedua mata Amelia membelalak lebar, bukan hanya itu, tapi tubuhnya juga segera duduk tegap, “Ma, kok mau jodohin Amei sih ....” Sopia menyusul duduk di hadapan putrinya. “Mama sama papa sudah memilihkan pria terbaik, tapi keputusan kembali pada kamu, Mei.” “Amei tidak mau!” tolak tegas Amelia. “Jangan menolak sekarang dong, berkenalan saja
Tengah hari datang, pria kepercayaan Adhinatha menghubungi Amelia saat nona muda sedang duduk di sisi ibunya. “Ma, Amei mau terima telepon dulu.” Amelia segera menyingkir sejauh mungkin dari persekitaran ibunya. “Ada apa?” “Saya sudah menemukan si pelaku!” “Apa, siapa?” Excited Amelia. “Sahabat Nona sendiri.” Berat, pria ini mengatakannya, tetapi inilah kenyataan. “Apa, jangan mengada-ngada!” “Nona bisa datang kesini, memeriksa sendiri.” Santai pria ini. Tentu saja kebingungan mencambuk hati dan pikiran Amelia. “Tidak mungkin Nitara. Bagaimana dia menggeruk dana perusahaan padahal jabatannya jauh dari keuangan, terus Nitara juga karyawan baru yang pasti tidak banyak tahu tentang perusahaan. Yang terpenting kita bersahabat!” Di titik ini tidak mungkin Amelia menghakini sahabatnya sendiri, tetapi akhirnya dirinya memutuskan pergi. “Ma, Amei ada perlu sebentar di perusahaan,” ragunya karena Sopia sudah melarangnya kemanapun. “Ada perlu apa, sangat penting?” “Ada dokumen yang haru
William sedang berada jauh dari kebisingan, pria ini memilih berkemping untuk mendinginkan pikiran dan mencoba menghapus penyesalan serta dosa-dosanya pada Nitara, tetapi karena bawahan Bagaswara menemukannya, maka waktu dan tempatnya terganggu. Dengan kesal, dia berdiri dari ujung batu yang sejak tadi didudukinya. “Pergilah!” usirnya sangat frontal. “Maaf, Tuan. Tuan Bagaswara memerintahkan saya mencari tuan muda,” santun pria tinggi besar yang dipaksa keadaan. Maka, dirinya berpenampilan selayaknya orang berkemping karena William sudah tiba di puncak gunung seorang diri. “Beri tahu papa, aku di sini!” tegas William, kemudian matanya memicing tajam bak pisau es yang dingin, “tapi jangan memaksaku kembali!” “Tidak, Tuan.” Pria ini mendirikan tenda tidak jauh dari William karena mustahil rasanya menuruni gunung, itu percuma, pria ini tidak akan sampai ke kaki gunung dalam waktu dua jam sebelum gelap. William kembali merenung, tetapi saat gelap dirinya terlatih menyalakan api menggu
William menarik udara dengan frustasi. “Pa, niat William datang kesini karena ingin menenangkan diri dari kesalahan William. Bagaimana bisa tiba-tiba William menikahi Nitara!”“Wanita itu sangat licik, pasti dia menggodamu, itu juga yang dia lakukan pada Erland!” tukas Bagaswara penuh kebencian. “Papa salah. Amei tidak pernah menggoda William.” “Tidak ada yang tahu, dan saat itu kamu bilang kamu mabuk yang artinya tidak mengingat apapun!” William menyadari jika akan sangat membuang waktunya saat berdebat dengan sang ayah. “Intinya William ingin menyendiri dulu.” “Tadi pagi Nitara datang ke rumah, dia mencemaskan kamu. Apa kamu tega mendiamkannya?” Bagaswara sedang mencoba memancing putranya. “William merasa sangat jahat kalau bersama Nitara padahal baru saja mengkhianatinya.” “Nitara tidak akan tahu. Kamu juga harus memastikan Amelia tidak akan bicara!” “Bukan tentang itu, Pa.” Saat ini William penat karena ayahnya sulit mengerti dirinya. Bagaswara membuang udara pendek nan di
Tio mulai mencari tahu kabar William, ternyata benar kata Cristy. “Dia kemana?” panik mulai menyerang, tetapi segera dihapus saat akal sehatnya mengatakan jika dirinya harus menemui Amelia, berharap wanita itu tidak ikut menghilang. Namun baru saja kendaraannya hendak masuk ke area halaman perusahaan, ternyata Amelia baru saja keluar dari dalam mobil yang sudah terparkir lebih dulu, itu bagus, tapi wanita itu tidak sendiri, dirinya bersama Sopia. “Akh, sial. Bagaimana aku mendekati Amelia, berbicara panjang kalau mamanya jadi bodyguard!” Tio merasa kedatangan menjadi sia-sia, tetapi tidak sepenuhnya karena setidaknya dirinya tahu jika Amelia baik-baik saja walau tidak dapat menanyakan apapun tentang William. “Harusnya Mama tidak usah ikut,” ucap lembut Amelia kala melangkah beriringan bersama Sopia yang tampak sangat galamour. Kedatangan mereka segera disambut hangat oleh satpam. “Tidak ada salahnya kan, Mama melihat perusahaan setelah ditinggalkan cukup lama.” Wajah Sopia terangk
Tali diraih, pria ini mengulurkannya pada William setelah yakin mengikatnya dengan kuat pada batang pohon besar. “Tuan, panjatlah!” lantangnya karena panik. Nyawa William adalah tanggung jawabnya, itu yang diamanahkan Bagaswara padanya. Tangan kiri William mengulur, kemudian tangan kanannya juga ikut bertumpu pada satu titik. Kaki-kaki kuatnya menopang tubuh sangat komputen demi menyelamatkan nyawanya karena Kenzo membutuhkan kehadirannya. Cukup sulit dan sangat mendebarkan sekaligus memakan waktu di luar perkiraan, pendakian yang dilakukan William adalah hal paling ektream yang tidak pernah dilakukan semasa hidupnya. Akhirnya tubuh William tiba di sisi bawahan Bagaswara, napas kedua pria ini terengah. Saat ini tatapan kosong William mengarah pada langit. ‘Terimakasih sudah memberikan kesempatan untukku bersama Kenzo.’ “Tuan, sebaiknya kita memanggil helicopter.” Pria ini tidak ingin mendapatkan masalah mendebarkan untuk kedua kalinya. Maka, Benda terbang itu dipanggil menggunakan