Bukan maksud William membongkar rahasia besar Amelia karena rahasia wanita itu termasuk rahasianya juga yang dianggap sebagai Erland, tetapi pria ini harus berusaha keras mencabut keinginan Tio menikahi Amelia. Sejenak, sahabatnya mengerjap, tetapi kemudian tertawa hambar. “Tidak mungkin. Keluarganya sangat mementingkan keselarasan dan sebagainya, bisa-bisa Amei dihukum gantung jika melakukannya.” “Bisa saja Amelia menyembunyikan kenyataan tentang anak yang disebutnya hanya anak adopsi.” Sebelah alis William terangkat seakan menunggu reaksi Tio. “Tunggu!” Alih-alih memberikan jawaban, Tio segera menyelidik sengit, “apa kau tidak setuju aku dan Amelia menikah? Sikap kamu selalu seperti ini. Mengaku saja, kamu keberatan kan!” tukasnya di akhir. “Tidak. Aku hanya kasihan pada Amei, setelah hatinya terluka lalu kamu akan membuat luka baru.” Datar William saat berdusta. “Ck. Aku tidak pernah menyakitinya, kamu sudah mendengar sendiri cerita sebenarnya. Sudahlah, mengaku saja!” “Jangan
Setelah kemeja William terbang entah kemana, kini giliran pakaian Amelia yang berusaha dimusnahkan olehnya. “Tu-tunggu,” cegah si wanita bersama desahan, “aku tidak mau melakukannya. Hidup Kenzo sudah cukup sulit, aku tidak mau melahirkan seorang manusia yang bernasib sama.” “Kamu tidak akan hamil.” Suara berat William yang sedang memaksa melepaskan pakaian Amelia. “Jangan lakukan.” Di titik ini bukan kenikmatan yang dicari Amelia, tetapi masa depan anaknya. Segera, kedua telapak tangannya mendesak William supaya menjauh, tetapi sayangnya kekuatan tenaga mereka berbeda hingga Amelia dibuat kalah seperti dua tahun lalu. Saat ini milik William segera masuk ke dalam inti si wanita hingga erangan kenikmatan keduanya menjadi satu-satunya musik di ruangan tersebut. “Sangat sempit.” Desah William yang baru pertama kali merasakan seorang wanita, sedangkan Amelia sibuk mencari cara untuk menghentikan si pria walau tubuhnya melarang karena gerakan pria ini memabukan, tetapi cukup berbeda deng
Amelia mengerutkan dahinya. “Ini bukan pertama kalinya kan, kita tidur bersama!” Ekspresi terakhirnya adalah kekecewaan karena kalimat William seolah mengatakan jika hubungan ranjang mereka dulu tidak pernah ada. Segera, William mengerjap. “Maaf, maksud aku ..., aku melakukan pengkhiatan dengan kamu di belakang Nitara.” Grogi William karena baru saja dirinya salah bicara. “Wil, kesadaran kamu belum sepenuhnya pulih ya? Lebih baik kamu beristirahat.” Namun, Amelia tidak memikirkan hal negatif sama sekali karena mungkin pengaruh alkohol masih menyelimuti William. Maka, saat ini si pria selamat. Dirinya segera berakting, memegangi dahinya. “Sepertinya begitu. Aku minta maaf.” “Mau aku antar pulang?” tawaran tulus Amelia yang ingin memastikan ayah dari putranya baik-baik saja, tetapi membuat William mengerjap canggung. “Ti-dak perlu!” “Kamu yakin bisa menyetir?” “Ya. Aku bisa menunggu sampai kesadaranku stabil atau aku bisa memanggil bawahan.” Senyuman lebar William yang masih dibua
Tujuan William adalah untuk mengulur Kenzo tinggal bersama keluarganya setidaknya hingga dirinya menikah, hal ini dilakukan untuk menghindari beberapa hal buruk yang salah satunya niat licik Bagaswara yang belum berhasil diatasi, selain itu andaikan Bagaswara mengizinkan Amelia menemui Kenzo maka kemungkinan besar wanita itu akan bolak-balik ke kediamannya dan perlahan akan mendengar tentang Erland. Intinya semakin sering Amelia berinteraksi dengan semua hal yang berhubungan dengan keluarganya, maka semakin besar bocornya rahasia tentang Erland. “Will!” protes tegas Amelia, “mana bisa aku menitipkan Kenzo di panti asuhan, itu tidak manusiawi!” “Tidak ada jalan lain, Mei. Kamu harus tenang dulu, panti asuhan tidak seburuk seperti yang kamu pikirkan.” William mencoba membujuk. “Tapi mana mungkin ....” “Ini mendadak. Hanya beberapa hari saja, Mei!” desak William untuk menghindari Amelia dan Kenzo yang entah sampai kapan? Maka, malam ini hati dan pikiran Amelia diliputi banyak hal ne
Tepat tengah hari Bagaswara mengunjungi panti asuhan guna mengambil Kenzo, tetapi bagaimanapun usahanya pengurus panti asuhan tidak memberikan izin karena Amelia sudah berpesan Kenzo hanya akan dijemput olehnya, jangan izinkan siapapun membawa anaknya. Maka, rencana pria ini gagal. Ingin mengatakannya pada William, tetapi hingga saat ini putranya tidak dapat dihubungi, keberadaannya pun tidak diketahui karena bawahannya sedang mencari. “Apa William tahu tentang ini? Bukankah mereka sudah berjanji sebelumnya akan menitipkan Kenzo pada kamu, Wil!” pertanyaan ini belum bisa diungkapkan oleh Bagaswara. Beberapa jam kemudian, Amelia tiba di kota tujuan, tetapi waktu kedatangan ibunya masih beberapa jam ke depan. Maka wanita ini beristirahat di hotel. “Ma, kalau Amei bilang Kenzo adalah cucu mama, apa mama akan pingsan atau ..., menendang Amei dari rumah? Tapi itu lebih baik, tidak apa Amei tidak jadi anak mama asalkan Amei bisa sama Kenzo.” Kalimat ini ingin dikatakan secara gamblang, te
“Hah, menikah!” Sontak rasa kantuk yang baru saja memeluknya segera sirna. “Iya ....” Sopia masih membelai lembut rambut di sisi wajah putrinya. “Ma, jangan paksa Amei menikah, pacar saja tidak punya!” rajuknya supaya terhindar dari jenis orangtua yang akan selalu menanyakan rencana pernikahan anak-anaknya. “Tidak apa walau saat ini Amei tidak punya pacar. Mama sama papa tahu kok.” Santai Sopia bersama tatapan lain hingga Amelia segera membaca hal misterius. “Kalau Mama sama papa tahu, jadi itu artinya Amei tidak akan dipaksa menikah, kan?” “Kami tidak akan memaksa, tapi ... Mama sama papa sudah menemukan pria yang tepat buat Amei!” “Hah!” Kedua mata Amelia membelalak lebar, bukan hanya itu, tapi tubuhnya juga segera duduk tegap, “Ma, kok mau jodohin Amei sih ....” Sopia menyusul duduk di hadapan putrinya. “Mama sama papa sudah memilihkan pria terbaik, tapi keputusan kembali pada kamu, Mei.” “Amei tidak mau!” tolak tegas Amelia. “Jangan menolak sekarang dong, berkenalan saja
Tengah hari datang, pria kepercayaan Adhinatha menghubungi Amelia saat nona muda sedang duduk di sisi ibunya. “Ma, Amei mau terima telepon dulu.” Amelia segera menyingkir sejauh mungkin dari persekitaran ibunya. “Ada apa?” “Saya sudah menemukan si pelaku!” “Apa, siapa?” Excited Amelia. “Sahabat Nona sendiri.” Berat, pria ini mengatakannya, tetapi inilah kenyataan. “Apa, jangan mengada-ngada!” “Nona bisa datang kesini, memeriksa sendiri.” Santai pria ini. Tentu saja kebingungan mencambuk hati dan pikiran Amelia. “Tidak mungkin Nitara. Bagaimana dia menggeruk dana perusahaan padahal jabatannya jauh dari keuangan, terus Nitara juga karyawan baru yang pasti tidak banyak tahu tentang perusahaan. Yang terpenting kita bersahabat!” Di titik ini tidak mungkin Amelia menghakini sahabatnya sendiri, tetapi akhirnya dirinya memutuskan pergi. “Ma, Amei ada perlu sebentar di perusahaan,” ragunya karena Sopia sudah melarangnya kemanapun. “Ada perlu apa, sangat penting?” “Ada dokumen yang haru
William sedang berada jauh dari kebisingan, pria ini memilih berkemping untuk mendinginkan pikiran dan mencoba menghapus penyesalan serta dosa-dosanya pada Nitara, tetapi karena bawahan Bagaswara menemukannya, maka waktu dan tempatnya terganggu. Dengan kesal, dia berdiri dari ujung batu yang sejak tadi didudukinya. “Pergilah!” usirnya sangat frontal. “Maaf, Tuan. Tuan Bagaswara memerintahkan saya mencari tuan muda,” santun pria tinggi besar yang dipaksa keadaan. Maka, dirinya berpenampilan selayaknya orang berkemping karena William sudah tiba di puncak gunung seorang diri. “Beri tahu papa, aku di sini!” tegas William, kemudian matanya memicing tajam bak pisau es yang dingin, “tapi jangan memaksaku kembali!” “Tidak, Tuan.” Pria ini mendirikan tenda tidak jauh dari William karena mustahil rasanya menuruni gunung, itu percuma, pria ini tidak akan sampai ke kaki gunung dalam waktu dua jam sebelum gelap. William kembali merenung, tetapi saat gelap dirinya terlatih menyalakan api menggu