“Saya harap Nona mau menunggu sebentar lagi sampai saya memastikan pelakunya.” Pria ini mengerti jika Amelia akan mendapatkan masalah besar andai hingga Adhinatha kembali masalah ini belum terpecahkan. “Baiklah. Saya menunggu!” tegas Amelia sebagaimana atasan yang harus menunjukan wibawa dan kekuasaannya karena jika dirinya terlihat lemah mungkin akan mudah sekali ditindas. “Tuhan ..., Amei tidak tahu siapa pelakunya dan bagaimana cara Amei menjelaskan pada papa kalau Amei tidak pernah membangun sebuah pemandian ....!” raungannya saat pria kepercayaan Adhinatha meninggalkan ruangan. Namun, tanpa Amelia ketahui jika sebenarnya pria itu belum pergi. Maka dirinya mendengar raungan Amelia dengan sangat jelas. Amelia yang berlaga seperti nyonya, padahal wanita itu bagaikan bayi saat sedang sendiri. Pada jam makan siang, Amelia menghubungi Amanda. “Kenzo sedang apa?” “Kenzo sedang main, Mei. Eu-Mei, maaf ya Kakak sedang tanggung, kamu telepon bibi saja ya,” alasan Amanda karena dirinya t
Pertemuan ini membuat Amelia berpikir keras tentang menyatukan Tio dan Kenzo hingga dirinya banyak bergeming. “Mei, apa yang kamu pikirkan. Apakah kamu sedang menimbang keputusan tentang hubungan kita? Aku harap kamu mau kembali menjalin hubungan kita.” Tio meraih satu tangan Amelia yang menganggur di atas meja, tetapi kali ini si wanita tidak menampiknya sama sekali. Amelia mulia membicarakan hal insten. “Bagaimana jika kita menikah lalu aku menghadirkan seorang anak asuh, apa kamu siap menerima anak itu?” Tio tersenyum teduh. “Ternyata kamu tipe tidak sabaran Mei, pasti kamu ingin segera punya anak kan, padahal cuma menunggu kurang lebih tiga bulanan untuk hamil kalau kita berdua sama-sama subur.” “Jawab saja. Apa kamu mau menerimanya?” “Mau, Mei. Aku tidak akan egois, dan aku akan selalu berusaha membuat kamu bahagia bagaimanapun cara dan jalannya, termasuk menghadirkan anak asuh di tengah-tengah kita.” “Bagaimana dengan keluarga kamu?” Senyuman Tio semakin teduh saja. “Aku s
Matahari baru saja muncul, bahkan masih pelit memberikan sinarnya, tetapi Tio mengunjungi ruangan William. “Aku dan Amelia sudah membicarakan pernikahan!” celetuknya tanpa basa-basi. Bukan maksud ingin pamer, tetapi pria ini sedang membagi kebahagiaan bersama seorang sahabat. Namun, William menunjukan reaksi di luar dugaan Tio, “Apa maksudmu membicarakan pernikahan dengan Amei!” tubuhnya segera condong ke arah Tio yang duduk dipisahkan meja kerja berlogo CEO, sedangkan sahabatnya hanya duduk santai kecuali saat reaksi William ini. “Maksudku, aku ingin menikahinya dan menerima semua hal yang ada pada Amei. Tidak terkecuali!” Sebelah alisnya terangkat heran akibat reaksi William yang seolah tidak terima. “Jangan bercanda.” Sunggingan bibir getir William. Tio segera meraih air dalam gelas milik William, menegaknya hingga tandas. “Sama sekali tidak. Kali ini aku sedang sangat serius. Tio yang ada di hadapan kamu sekarang adalah Tio si pria perfeksionis.” Tanpa sadar Wiiliam menunjukan
“A-apa maksud Tuan?” Tentu saja Nitara tidak mengerti, pun saat ini dirinya sangat panik karena merasa dituduh. “Mengapa nona Amei meminta laporan keuangan pada Anda?” Pria ini sangat berhati-hati karena siapa saja bisa menjadi tersangka. “Saya tidak tahu, pokoknya nona Amei memerintahkan saya,” lugas Nitara bersama wajah dan tatapan lugunya, tetapi pria ini sama sekali tidak percaya. “Kembali saja ke ruangan, biar saya yang mengantarkan laporannya!” tegasnya bersama tatapan tidak bersahabat, tetapi Nitara tetap santun walau jantungnya berdebar kencang. Wanita ini kembali ke posisinya. “Kenapa Amei suruh aku kalau laporan itu tidak bisa dilihat sembarang orang?” Nitara ingin segera mendapatkan jawabannya, tetapi dirinya harus bersabar hingga kesempatan bertanya tiba. Beberapa menit kemudian, pintu ruangan Amelia diketuk oleh pria tinggi besar ini. “Nona, ini laporannya,” sodornya setelah dipersilakan masuk. Seketika, dahi Amelia berkerut, “Kenapa Anda yang mengantarnya?” “Memang
Mobil melaju dengan kecepatan rata-rata. “Menyebalkan sekali pria itu. Mengaku hanya bekerja pada papa. Oke, lihat saja nanti apa yang akan papa lakukan padanya karena alasan Amei pergi karena dia!” “Tapi kita akan pergi kemana, Mei?” risau Amanda karena emosi Amelia sedang dalam keadaan tidak stabil. “Ke hotel dulu saja, ya Kak.” Tatapan sendu Amelia. “Mei, biar Kakak saja yang menyetir.” Segera, Amanda mengambil alih karena hati beraduk bisa berpotensi kecelakaan. Kini, keduanya bertukar posisi, sekarang Amelia memeluk Kenzo. “Sayang ..., maaf ya karena rumah nenek masih bukan rumah Kenzo ....” Amelia berusaha menahan kesedihannya. Bibi berkata pilu, “Bibi sama Amanda meminta maaf karena ternyata kami gagal menyembunyikan Kenzo.” “Kenapa bisa ketahuan, Bi?” Suara Amelia selaras dengan suara pilu bibi. “Satpam memaksa masuk karena katanya sering mendengar tangisan Kenzo. Kami sudah berusaha menahan, tetapi pria itu mengancam akan melapor saat ini juga. Maka, kami tidak punya pi
Sontak William terhenyak, “Pa, biar William saja karena tanggal pernikahan harus dibicarakan dengan Nitara!” Segera, pria ini mencari alasan karena dirinya terlalu takut jika Bagaswara yang menentukan tanggal pernikahan karena jika hari spesial itu terjadi dekat-dekat ini maka kemungkinan Erland sadarkan diri sangat tipis, sedangkan kemungkinan Amelia menikah dengan Tio sangat besar. Itu sangat berbahaya. Bagaswara mencoba menilai pemikiran putranya. “Papa ragu kamu bisa melakukannya!” celetuknya di luar dugaan William. “Loh, kenapa papa harus meragukan William? Bukankah dalam bidang bisnis saja William mampu, apalagi mengurus kehidupan pribadi.” Pria ini tidak tersinggung sama sekali, maksud ucapannya adalah usaha untuk mencegah ayahnya mengatur tanggal pernikahannya dengan Nitara. “Karena kamu terlalu banyak membuang waktu, padahal kamu dan Nitara bisa menikah kapan saja!” Tatapan Bagaswara memicing tajam seolah sedang memindai sesuatu di luar jalurnya. “Bukan begitu, Pa. William
Amelia kembali ke dalam ruangannya. “William terlihat mencurigakan. Apa iya, dia tidak suka aku menikah sama Tio?” Wanita ini berniat menyelidikinya walau mungkin urusan ini akan dikesampingkan karena kini dirinya harus mengurus Cakra-satpam panatik pada ayahnya, sedangkan sejak tadi Amanda mencoba bicara pada pria tersebut, ditambah rayuan karena memanfaatkan ketertarikan Cakra padanya. “Kalau kamu memihak nona Amelia dan Kenzo, kamu akan selamat. Nona Amelia punya kunci kasih sayang tuan Adhinatha dan nyonya Sopia, tapi kalau kamu memihak tuan dan nyonya, kamu juga yang akan celaka, bagaimana jika nona Amei tidak ingin kembali, pergi karena sikap kamu.” “Saya juga sempat memikirkannya, tapi mana mungkin tuan dan nyonya menyalahkan saya karena saya sudah bekerja sangat propesional.” “Propesional saja tidak cukup jika akhirnya putri satu-satunya tuan dan nyonya pergi. Kamu tetap disalahkan!” Cakra tidak ingin terlihat lemah di hadapan Amanda walau keraguan dalam hatinya sedikit men
Bukan maksud William membongkar rahasia besar Amelia karena rahasia wanita itu termasuk rahasianya juga yang dianggap sebagai Erland, tetapi pria ini harus berusaha keras mencabut keinginan Tio menikahi Amelia. Sejenak, sahabatnya mengerjap, tetapi kemudian tertawa hambar. “Tidak mungkin. Keluarganya sangat mementingkan keselarasan dan sebagainya, bisa-bisa Amei dihukum gantung jika melakukannya.” “Bisa saja Amelia menyembunyikan kenyataan tentang anak yang disebutnya hanya anak adopsi.” Sebelah alis William terangkat seakan menunggu reaksi Tio. “Tunggu!” Alih-alih memberikan jawaban, Tio segera menyelidik sengit, “apa kau tidak setuju aku dan Amelia menikah? Sikap kamu selalu seperti ini. Mengaku saja, kamu keberatan kan!” tukasnya di akhir. “Tidak. Aku hanya kasihan pada Amei, setelah hatinya terluka lalu kamu akan membuat luka baru.” Datar William saat berdusta. “Ck. Aku tidak pernah menyakitinya, kamu sudah mendengar sendiri cerita sebenarnya. Sudahlah, mengaku saja!” “Jangan