David dan Vinza hari itu sama-sama berpikir. Apa bahaya jika anak menolak sosok seorang adik? Mereka berdua juga belum berencana sejauh itu, hanya saja penolakan Rufy terlihat begitu keras. Dia sampai berteriak dan menghentakan kaki ke lantai. “Aku ke kantor dulu. Nanti kita bicarakan sore, sepulang aku kerja. Aku akan minta Mr. Hang mencarikan seorang psikolog handal, ya?” pamit David. “Dak adek,” tegas Rufy. “Iya.” David mengusap kepala Rufy dengan lembut lalu pergi meninggalkan rumah menuju kantor. Sedang Vinza dan Rufy melihat ia pergi dari teras. Rufy tak lama menatap Vinza. “Dak adek!” tegasnya. “Iya, siapa yang mau bikin adek? Kamu saja masih ngompol, loh. Masa mau punya adek?” timpal Vinza. Dalam mobil, David kembali pada pekerjaannya. Ia masih melihat pergolakan pasar saham di Tiongkok. “Mr. Lau menyarankan agar kita membeli saham perbankan di Tiongkok karena kemungkinan dampak dari tiga perusahaan properti besar tidak akan terlalu signifikan terhadap beberapa bank besar
Kini David alihkan perhatian pada surat dari pemerintah Tiongkok yang dikirim via email oleh Mr. Hang. Setidaknya dia mendapat kabar baik karena pemerintah menolak perlindungan Viane, apalagi atas kasus penceramaran nama baik negara lain. Mereka anggap Viane sudah mencoreng nama negara. David lekas meraih gagang telpon dan menelpon Hang. “Mr. Hang, tolong beri permohonan agar menaikan status Viane menjadi tersangka secepatnya. Katakan jika keberadaan Viane mengganggu keamanan dan kenyamanan keluargaku,” saran David. “Baik, Tuan.”Setelah itu, David kembali memeriksa proposal pengajuan pembukaan sektor baru yang akan diusung perusahaan mereka. Tak lama pintu ruangan diketuk. David persilakan orang tersebut masuk. Ia berdiri dan mengancingkan jas lalu berjalan ke sofa tamu. Wanita yang ia temui terlihat anggun dengan rambut panjang. “Saya Ariana Salaman, Tuan Damier Lau. Senang bisa bertemu dengan anda,” ucap wanita itu. “Duduklah, Nona Salaman.”Ariana duduk berhadapan dengan David
“Ngompolnya sih enggak sering, Bu. Kadang sih. Itensitasnya juga agak menurun. Cuman memang bicaranya masih cadel. Kan ada kenalan yang bilang katanya anak mereka umur tiga tahun itu enggak cadel. Jadi aku khawatir. Terus dia kalau ngambek kadang sampai apa tuh ... ngadat. Pernah malah mikir mau minggat. Sekarang dia terus ngulang tidak mau punya adik.”“Orang tuanya ingin punya anak lagi?” tanya psikolog pada Vinza dan David. Pasangan itu saling tatap. Vinza menggeleng sedang David malah mengangguk. “Jadi ini ayahnya ingin menambah anak sedang ibunya belum ingin?” Psikolog itu terkekeh. Vinza menyenggol lengan David. Sedang pria itu malah nyengir. “Maaf, Dok. Masalahnya tentang adik ini kami belum berdiskusi. Hanya celetukan saya saja. Saya sendiri tidak menyangka Rufy akan mengeluarkan reaksi sekeras itu,” jelas David. “Kami akan melakukan observasi dulu terhadap putra anda, termasuk melakukan wawancara. Setelah itu kami juga harus tahu riwayat masa kecilnya dan juga wawancara te
“Sudah kamu pastikan semuanya sesuai?” tanya Ethan. Sekretarisnya mengangguk. Pria itu tak lama menunduk sedih. Ethan masih terbaring di atas tempat tidur. “Pak, sebaiknya anda mengatakan ini pada Tuan Damier,” saran Sekretarisnya. Ethan hanya tersenyum kecil, terlihat kerutan di sisi matanya. “Aku tak ingin membuat dia terluka untuk waktu yang lama. Dia harus tenang agar bisa menjalankan perusahaan, menjaga kesehatannya dan keluarganya. Aku pikir aku sudah menitipkan Damier pada orang yang tepat,” ucap Ethan. Dia menutup mata, mengingat bagaimana hari demi hari ia mencoba mencari putra satu-satunya. Beberapa kali ia ditipu oleh anak yang mengaku sebagai Damier. Anehnya mereka selalu menunjukam hasil tes DNA yang sesuai di awal, tetapi saat Ethan melakukan tes ulang, hasilnya bukan. Hingga dia menemukan sebuah email dan foto David yang dikirim Biru. Ethan sudah tak ingin percaya, hanya saja perasaan seorang ayah memanggil. Ethan mencoba mencari tahu bahkan melakukan tes DNA berula
“Ini!” tunjuk David pada salah satu foto jam yang dicetak Mr. Hang. Ia sejak tadi mencoba melihat kemiripan kedua jam itu hingga akhirnya bisa yakin jika memang itu jam yang serupa. “Saya akan menghubungi orangnya dan lekas meminta dia menemui anda.” Mr. Hang langsung mengambil langkah. David melihat ke arah jam. Sebentar lagi dia harus pergi ke kantor biro psikologi tempat Rufy akan diobservasi. “Tuan, sepertinya orang itu baru bisa datang besok.” Mr. Hang menutup mic telpon agar tak terdengar ke seberang sana. “Besok saja, aku mau ke biro psikologi untuk memeriksakan Rufy,” timpal David. Ia lekas berdiri dan kembali memakai jasnya. Lalu David berjalan keluar kantor. Di depan pintu, ia langsung diikuti para penjaga. Sementara Vinza masih duduk menunggu selama Rufy diobservasi. Di sana, putranya tidak hanya sendiri. Beberapa psikiater sedang memperhatikan. Ada anak-anak lain pun di sana. Mereka sengaja dilihat bagaimana proses adaptasi dalam kelompok usia mereka.”“Putra anda terl
Setelah merebahkan tubuh Rufy di atas tempat tidur, Vinza lekas berjalan ke kamar. Terdengar suara air di kamar mandi. David masih mandi. Vinza siapkan pakaian tidur suaminya. Wajahnya mendadak muram. Dia usap piyama David. “Kasian kamu. Kalau tahu, pasti hati kamu hancur banget,” batin wanita itu. Tak lama David masuk ke walking closet. Vinza lekas memasang senyuman. Pria itu memakai kimono putih. “Sudah mandinya?” tanya Vinza. “Sudah. Kenapa? Mau lihat aku pakai baju depan kamu?” tanya David. Vinza menggeleng. Ia lekas berlari menuju kamar. Sedang David mengenakan pakaiannya. Vinza duduk di sisi ranjang sambil melihat ke pintu ruang ganti. Tak lama David keluar dari ruangan. Ranbutnya setengah basah. Di sana mata Vinza langsung terbelalak. “Dia ganteng banget lagi!” batin Vinza. Lekas wanita naik ke atas tempat tidur dan menutup tubuhnya dengan selimut. “Mau langsung tidur lagi?” tanya David. “Aku capek. Kamu juga katanya, ‘kan? Cepat tidur!” timpal Vinza. Tak lama, Vinza kemba
David : Vin!❤️Vinza : Apa?David : abis huruf ba apa?Vinza : Apaan? Sa?David : Orang kalau O-nya ilang jadi apa?Vinza : Rang?David : Hewan kalau Wan-nya ilang jadi apa?Vinza : He?David : Coba satuin jawaban kamu, tuh.Vinza : Sa Rang He?David : Nado.Vinza : Vid, tadi di jalan enggak nabrak pantat kebo, ‘kan?David : Aku lagi usaha romantis iniVinza : Sumpah, lebih lucu idung kebo daripada gombalam kamu!David menaikan alis. “Punya istri gini amat, ya? Ya Allah, ampuni hamba-Mu ini,” batinnya. “Pak!” Mr. Hang membuka pintu kantor. David kaget luar biasa sampai menjatuhkan ponselnya. “Ada pemilik jam yang anda maksud kemarin,” ungkapnya. “Biarkan dia masuk,” jawab David. Ia berdiri dan berjalan menuju sofa tamu di ruang kantornya. Tak lama datang seorang pria paruhbaya dengan topi baret. “Silakan duduk, Pak,” pinta David. “Terima kasih. Maaf saya baru bisa datang ke sini. Soal jam tangan, saya simpan di sini. Masih utuh sama seperti saat saya mendapatkannya. I
“Aku bakalan nemenin kamu. Kita ke Cianjur besok. Kamu istirahat saja dulu, ya? Ingat, kamu berhak marah. Hanya saja bukan artinya harus bersikap keras. Kamu lebih mulia daripada para pelaku itu.”David mengangguk. Ia usap air mata yang menetes dari matanya. Hatinya jauh lebih sakit saat mengingat masa lalu. Masa lalu di mana dia harus makan nasi aking (nasi yang ditanak dari sisa nasi yang dikeringkan). Bagaimana dia merindukan kasih sayang orang tua setiap kali melihat anak lain pulang dan menyapa orang tua mereka yang tengah berada di sawah. “Aku harus gimana kalau memang Bu Ifa terlibat?” tanya David. “Aku sudah bilang, ‘kan? Biar polisi yang bertindak. Ingat itu,” tegas Vinza. ***Biru masih memeriksa jam tangan itu. Bahkan pria itu sampai membongkarnya. “Gila ini! Seniat ini aku nemuin Kang Culik kamu, Vid!” komentarnya. David masih diam. Dia hanya menatap kosong ke arah jendela. Biru menarik napas panjang. “Jangan ngelamun, Vid. Kesurupan baru tahu rasa kamu.”David menarik