“Aku bakalan nemenin kamu. Kita ke Cianjur besok. Kamu istirahat saja dulu, ya? Ingat, kamu berhak marah. Hanya saja bukan artinya harus bersikap keras. Kamu lebih mulia daripada para pelaku itu.”David mengangguk. Ia usap air mata yang menetes dari matanya. Hatinya jauh lebih sakit saat mengingat masa lalu. Masa lalu di mana dia harus makan nasi aking (nasi yang ditanak dari sisa nasi yang dikeringkan). Bagaimana dia merindukan kasih sayang orang tua setiap kali melihat anak lain pulang dan menyapa orang tua mereka yang tengah berada di sawah. “Aku harus gimana kalau memang Bu Ifa terlibat?” tanya David. “Aku sudah bilang, ‘kan? Biar polisi yang bertindak. Ingat itu,” tegas Vinza. ***Biru masih memeriksa jam tangan itu. Bahkan pria itu sampai membongkarnya. “Gila ini! Seniat ini aku nemuin Kang Culik kamu, Vid!” komentarnya. David masih diam. Dia hanya menatap kosong ke arah jendela. Biru menarik napas panjang. “Jangan ngelamun, Vid. Kesurupan baru tahu rasa kamu.”David menarik
Vinza masih bolak-balik berjalan di kamar. Sengaja ia gendong Rufy sambil menepuk punggung putranya agar lekas tidur. Untung Rufy hari ini sedang baiknya. Dia tertidur setelah salat Isya walau sempat mengacak-acak kamar. Vinza terlalu khawatir dengan keadaan David, karena itu ia butuh waktu berdua dengan Sang Suami. "Anak baik, bobo cepet ya? Kasih Bunda waktu sama Papa. Ternyata Upi cepet ngerti." Vinza bicara sendiri. Padahal Rufy jelas tidak akan menimpali. Tak lama David pulang. Ia membuka pintu kamar. Vinza berdiri menghadap pintu sambil tersenyum. Begitu David menutup pintu, wanita itu lekas berlari dan memeluk suaminya. “Semua akan baik-baik saja, Suamiku. Sayangku, Cintaku,” ucap Vinza. “Apaan sih kamu. Enggak biasanya. Mana yang tadi siang ngatain aku enggak lebih lucu dari idung kebo?” sindir David sambil menunjuk-nunjuk istrinya. “Gitu doang marah. Kan cuman bercanda.” Vinza melingkarkan lengan di leher David. “Kamu tahu siapa Kim Soo Hyun?” tanya Vinza dengan wajah pen
“Kamu yakin enggak akan jadi bayi?” tanya Vinza. “Kan sudah pakek kaos kaki,” timpal David. “Dulu juga pakek, tapi jadi Upi.”David nyengir. “Maaf, ya. Maaf banget nih. Dulu sempat aku buka. Soalnya enggak enak.” David yang masih menindih Vinza lekas bangkit dan duduk di samping istrinya. Jelas Vinza mengambil bantal lalu memukuli David. “Dasar berengsek! Sialan! Gara-gara kamu aku hamil sembilan bulan! Mana kamu kabur enggak tanggup jawab! Mama aku dihina! Enggak enak kata kamu, hah?” omel Vinza. David malah tertawa. Ia ambil bantal di tangan Vinza lalu memeluk istrinya. “Duh, Sayangku. Memang kamu enggak capek apa? Sudah tujuh ronde masih saja ada tenaga mukulin suami.”“Aku kesel!” keluh Vinza sambil mencubit gemas pipi David yang lumayan tembem seperti Rufy. “Iya, maaf. Kan sekarang enggak. Kasihan Rufy. Tahan dulu saja. Lagian kamu tuh, baru khawatir pas sudah beberapa kali keluar. Aneh banget! Harusnya tadi sebelum mulai, Rohaye!” “Ya ‘kan tadi keburu khilaf. Abis aku juga
“Ini bahaya! Kalau sampai dia tahu semuanya, kita bisa digugat bahkan harus mengganti rugi!” Martin bolak-balik di kantornya. Dia sudah semakin resah semakin hari berlalu. “Berapa kali aku bilang, harusnya kamu lenyapkan anak itu sejak dulu,’ saran Michael. Michael adalah direktur di perusahaan yang dipimpin Zhou. Dia memegang bisnis di bidang transportasi. Kendaraan yang diproduksi pabriknya sudah diekspor ke luar negeri, terutama negara berkembang. Tidak heran jika Michael memiliki koneksi di Indonesia. Hal itulah yang membuatnya tahu tempat yang cocok untuk menyembunyikan putra tunggal keluarga Lau. “Kamu tahu selama ini kita butuh anak itu untuk mengelabui Ethan.”“Nyatanya apa? Bukannya membuat pewaris palsu, anak yang asli malah pulang dengan sendirinya. Siapa sangka dia semakin hari malah semakin berbahaya.” Michael meremas kertas HVS kosong lalu ia lempar ke karpet. “Dan lihat apa yang dia lakukan pada putrimu. Lagipula kenapa Viane bisa sebodoh itu hingga memberi makan dir
Akhirnya mereka tiba di rumah Bu Ifa. David meminta penjaganya melakukan penyisiran agar tak ada yang mencelakai mereka. David turun dari mobil setelah yakin semua aman, pun dengan Vinza dan Rufy. David mengetuk rumah Bu Ifa. Tak lama pintu rumah itu terbuka. Ini hari libur, jadi Bu Ifa tak pergi ke sekolah. “David, ada apa kamu ke sini? Ibu bahkan belum beres-beres, kenapa enggak bilang?” tanya Bu Ifa yang tak curiga apa-apa. “Maaf, Bu. Aku ke sini pun dadakan dengan Vinza dan anakku,” jawab David. Bu Ifa mempersilakan mereka masuk. David mengangguk dan lekas masuk ke dalam rumah. Ia duduk di ruang tamu. “Ibu apa kabar?” tanya Vinza basa-basi. Dia tahu suaminya pasti akan langsung menuju ke permasalahan. Hal yang Vinza pikir kurang sopan. “Baik, Vin. Alhamdulillah kalau kamu sudah baikan sama David. Jadi Rufy punya ayah sekarang,” jawab Bu Ifa. “Iya, Bu. Alhamdulillah. Kami sudah lumayan lama juga enggak ke sini. Terakhir kami buru-buru datang dan buru-buru pulang,” tambah Vinza
David harus menemukan takdirnya sendiri. Ia harus menghadapi kenyataan tentang hidupnya di masa lalu. Bu Ifa mengantar David menuju rumah sepupunya di Sindang Barang. Mereka menepuh perjalanan selama beberapa jam. Sedang Vinza menunggu di rumahnya di Cibeber. Ada banyak penjaga yang memastikan keamanan. Karena itu, David bisa pergi dengan tenang. Melewati beberapa kali kecamatan, sawah, kebun hingga hutan, akhirnya mereka tiba di daerah pesisir. Mobil David menepi tepat di depan sebuah rumah yang bagian depannya ada kolam ikan. Bu Ifa dan David turun lalu diikuti para penjaga. Rumah itu punya dua lantai dengan setengah dinding dihiasi keramik. Dan ada bunga mawar pagar tumbuh di depannya. “Ini rumahnya, Bu?” tanya David. “Iya, ini rumahnya Atit,” jawab Bu Ifa. Mereka berjalan di jalan setapak yang di sisi kanan dan kirinya kolam lalu tiba di depan teras. Bu Ifa membuka sepatu dan mengetuk pintu rumah sambil mengucapkan salam. Tak ada yang membuka pintu dan Bu Ifa masih terus menge
“Pulanglah, Papa akan jelaskan. Termasuk soal Zhou.”“Papa tahu dia terlibat?”Ethan menarik napas. “Zhou itu adik ibumu, Damier.”“Tapi dia yang membuat hidupku menderita, Pa. Dia buat hidupku hancur! Dia buat kita terpisah! Kenapa, Pa? Kenapa Papa biarkan dia? Bahkan Papa akan menikahkanku dengan putrinya? Kenapa?” bentak David. Air matanya tak bisa ditahan untuk tidak mengalir. “Pulanglah.” Hanya itu jawaban yang bisa diberikan Ethan. David mematikan telpon. Ia usap air mata yang mengalir. “Dengar! Papa kamu bilang? Dia bilang kalau meminjam rahimku untuk mengandung kamu?” tanya Atit dengan nada sombong. Wajah David memerah. “Anak tidak tahu diri. Sudah kukandung dan aku lahirkan, sekarang malah mau masukan aku dalam penjara?”David tersenyum sinis. Dia melihat sekeliling ruangan di rumah itu yang terlihat mewah. “Ibu? Apa kamu pikir kamu itu seorang ibu?” tanya David. Dia mendekati Atit. “Sejak kapan orang yang mengontrak bisa mengklaim jika rumah itu adalah rumahnya? Apa yang
Mendengarnya, Bu Hamid memberikan jempol pada Vinza. “Ibu-ibu, kalau mau belanja ya belanja saja. Ngobrolnya nanti. Kasian yang lain sudah nunggu lama,” saran Bu Hamid. Satu per satu ibu-ibu itu membayar belanjaan mereka. Sambil mendelik, mereka tinggalkan warung Bu Hamid. “Makin lama mereka makin sering ngurusin hidup orang,” komentar Bu Hamid.“Mereka yang nyumpahin hidupku belangsak dulu. Pasti mereka kecewa banget doa mereka tak terkabul,” ucap Vinza.“Mau gimana lagi, Vin. Mungkin cuman itu hiburan buat mereka. Apalagi kemarin sempat gagal panen,” cerita Bu Hamid.“Kok bisa?” “Itu, Si Hadi sengaja cemarin air pakek cairan kimia. Jadinya padi pada rusak semua.”“Ya Allah, itu laki-laki enggak tobat juga. Maunya apa dia?” “Apalagi. Supaya petani ngerugi terus minjem uang sama dia yang bunganya besar. Apalagi sekarang ke bank susah ajuinnya lama.”“Jahat emang dia, tuh! Jangan-jangan dulu juga, orang tuaku gagal panen sampai ngehutang ke dia kayak gini!” komentar Vinza.“Bisa jadi