Yasmin menelepon sekolah dan meminta mereka menurunkan anak-anak di kompleksnya.Raymond pun menelepon Yasmin dan bertanya, "Apa terjadi sesuatu?"Yasmin tahu dia harus punya alasan kenapa dia menjemput balik anak-anak. Raymond pasti akan merasa curiga. "Daniel sudah tahu aku pergi ke tempatmu. Aku takut dia akan tahu tentang anak-anak.""Dia nggak melakukan apa-apa padamu, 'kan?""Ya, tapi ibuku .... Ibuku yang akan dihukum kalau aku membuatnya nggak senang. Tapi, untungnya dia hanya menakutiku. Kamu nggak perlu khawatir.""Dasar orang gila!" Raymond yang selama ini bersikap elegan pun tidak tahan memaki orang.Yasmin sangat setuju dengannya.Siapa yang bilang Daniel bukan orang gila?Daniel sangat gila."Aku akan menyuruh Bibi tinggal di apartemen lain bersama anak-anak," kata Raymond.Mata Yasmin memerah. "Kamu nggak usah begitu baik padaku ....""Aku sudah terbiasa anak-anak tinggal di sini. Aku pasti nggak bisa terbiasa kalau mereka pergi. Tapi, untung aku adalah kepala sekolah, j
Sepertinya bagi Daniel, selain Irene, orang lain hanyalah semut."Kamu sendirian?" tanya Yasmin."Selama kamu punya uang, pasti ada orang yang melayanimu." Menurut Klara, uang adalah segalanya. Makanya itu, dia sangat menyukai uang. "Kalau bukan karena kamu bilang mau datang ke vila, aku nggak mau memberitahumu."Kebetulan seorang perawat masuk untuk bertanya pada Klara apa dia sudah makan malam.Klara memesan dua porsi makanan. Dia ingin Yasmin tinggal untuk makan bersamanya.Yasmin pun tidak menolak."Yasmin, maaf. Ibu juga nggak menyangka masalah ini akan menjadi seserius ini. Kami saling menghina, apa Daniel perlu ikut campur? Irene benar-benar munafik!" kata Klara dengan kesal."Dia ingin sekali mencari kesalahan kita agar Daniel melakukan sesuatu pada kita! Lain kali jangan melakukannya lagi. Kamu pergi saja kalau melihatnya.""Tapi, pria memang suka wanita seperti itu. Wanita yang pura-pura lemah dan kasihan, lalu menetes beberapa air mata. Sungguh licik!" Klara menatap Yasmin y
"Jadi, kamu menggunakan cara ini untuk mencelakaiku? Kamu sangat licik!" kata Yasmin dengan ekspresi masam."Cara apa? Bukankah kamu yang mendorongku?" Irene menatap Yasmin dengan tegas. Setelah Irene selesai berbicara, dia pergi.Apa Yasmin bisa membiarkan Irene pergi?Tentu saja tidak!Dia akan disiksa sampai mati oleh Daniel!Melihat Irene membuka pintu, Yasmin pun buru-buru menarik Irene sambil berkata, "Jangan pergi ...."Sosok di pintu membuat Yasmin terdiam.Daniel sedang menatapnya dengan sinis.Yasmin merasa jantungnya seperti sudah berhenti berdetak.Irene seperti telah melihat malaikatnya. Dia segera memeluk Daniel dan berkata, "Daniel, untung kamu datang. Aku hampir ... hampir dibunuhnya. Dengan bantuan Klara, aku nggak diizinkan pergi .... Lihat kepalaku. Tadi Yasmin menjambak rambutku, lalu membentur kepalaku ke dinding ...." Mata Irene bahkan berkaca-kaca dan dia terlihat sedih.Yasmin merasa marah karena cerita fiksi Irene. Saat Daniel melihat dahi Irene yang merah dan
"Nggak usah. Aku sudah kenyang. Kamu beli punyamu saja.""Nggak mau. Aku nggak selera." Tadi saat Yasmin sedang makan, perutnya sudah merasa tidak nyaman.Klara melihat cuaca di luar, lalu berkata, "Pulanglah. Kamu pasti lelah setelah bekerja seharian. Jangan tidur kemalaman. Wajahmu masih terlihat sedikit pucat. Lagi pula, kamu sedang di rumah sakit, jadi biarkan dokter memeriksamu. Semua pria kasar, mungkin kamu terluka.""Aku nggak enak badan, mungkin aku hanya kaget. Kalau begitu, aku pulang, ya. Kalau ada apa-apa, telepon aku."Setelah Yasmin pergi dari rumah sakit, dia langsung naik taksi pulang.Sesampai rumah, dia masuk ke kamar mandi.Ketika dia melihat wajahnya di kaca, dia memang terlihat pucat.Dia seolah-olah belum pulih total dari kejadian malam itu.Yasmin mengusap perutnya yang rata, kemudian menekannya dengan pelan. Dia tidak merasa sakit.Setelah itu, dia pun tidak memedulikannya lagi.Kemunculan Daniel di rumah sakit memang telah mengejutkan Yasmin.Karena Irene munc
Yasmin menundukkan kepalanya dan berkata, "Maaf ...."Raymond mengulurkan tangannya untuk menggenggam tangan Yasmin. "Jangan meminta maaf untuk kesalahan orang lain. Pasti akan ada solusi untuk menyelesaikan masalah ini. Percayalah padaku."Yasmin tidak tahu apa solusinya. Dia tidak bisa melihat mata Raymond dengan jelas karena kacamata pria itu, tapi dia tetap menganggukkan kepalanya.Raymond tidak mengizinkan Yasmin lanjut mengantarnya. Raymond pun turun sendiri.Yasmin kembali ke rumah. Dia baru saja membuka pintu, kemudian tiga kepala kecil muncul. "Mama, Papi sudah pulang?""Aku menyuruh Papi menginap di sini, tapi dia nggak mau.""Papi pasti malu!"Yasmin tertawa, kemudian dia mengusap kepala Julia sambil berkata, "Ayo masuk."Malu? Dasar anak-anak nakal.Setelah Yasmin menidurkan anak-anak, dia keluar dari kamar dan melihat Bibi sedang menyimpan mainan di ruang tamu.Yasmin membantu menyusun mainan sambil berkata, "Bibi, menjaga tiga anak capek, 'kan?""Nggak, kok. Aku serius. D
Yasmin berpikir Joshua pasti adalah orang yang licik. Kalau bukan saat itu Yasmin mengungkit nama Daniel di telepon, dia tidak mungkin dipromosikan.Memikirkan itu, Yasmin pun berkata dengan sopan, "Terima kasih atas kepercayaan Bapak. Saya pasti akan bekerja dengan baik. Saya berharap suatu hari saya bisa menggantikan Bapak."Ekspresi Joshua menjadi tegang.Daniel mengalihkan tatapannya yang tajam. "Kamu sudah dengar itu?"Joshua berdeham sebelum berkata, "Ya, Tuan Daniel. Aku mendengarnya dengan jelas dan perusahaan perlu karyawan sepertinya. Kamu sudah boleh balik."Yasmin membungkuk sedikit, kemudian dia langsung pergi.Dia melangkah dengan kuat.Dia tidak takut dipecat. Lebih baik dia diusir sekarang juga!Oh, salah .... Yasmin tidak punya hak itu.Martin tidak akan membiarkannya pergi.Hal itu sungguh menyakitkan kepala.Yasmin yang sedang berjalan segera berhenti. Dia mematung, seakan-akan telah disengat listrik. Raut wajahnya juga tampak sangat terkejut.Yang terpenting adalah
"Apa?" Yasmin tidak paham. Dia juga tidak ingin memahaminya. "Biarkan aku turun."Yasmin tidak ingin menghabiskan satu detik pun bersama pria seperti Daniel."Apa kamu sedang memberontak?" tanya Daniel sambil menatap Yasmin dengan sinis."Apa yang salah dengan aku menjaga jarak darimu? Jangan lupa kalau kamu sudah membebaskanku. Tentu saja, aku nggak akan mencari pria lain di wilayahmu. Bagaimanapun juga, kamu nggak senang melihatku hidup dengan bahagia. Jadi, aku akan menjadi anak baik. Kalau kamu memaksa dekat-dekat denganku, aku akan mengira aku lebih penting daripada Irene."Aura Daniel langsung menjadi suram. "Kamu berpikir terlalu jauh."Yasmin turun dari mobil di tengah jalan. Setelah mobil Rolls Royce itu menghilang, dia baru merasa lega.Saat berhadapan dengan Daniel, Yasmin benar-benar takut dia akan mati kalau dia tidak berhati-hati.Yasmin masuk ke rumah sakit. Dia baru tiba di depan pintu kamar Klara dan dia sudah mendengar Klara berisik ingin pulang.Dokter pun menasehati
"Betul!" Yasmin mencolek hidung Julia.Selesai mandi, ketika mereka di kamar, Yasmin melihat ketiga anaknya yang sedang berbaring di tempat tidur dengan menggemaskan. Yasmin terlihat bimbang sejenak sebelum dia bertanya, "Apa kalian suka tinggal di sini?"Tidak peduli mereka tinggal di mana, Yasmin tidak pernah menanyakan pendapat mereka.Anak-anak juga tidak pernah bertanya apa-apa.Ini membuat Yasmin tidak enak.Mereka seolah-olah tidak punya rumah. Sebentar tinggal di sana, sebentar pindah ke sini."Suka!""Suka!""Suka sekali!"Yasmin tertawa, lalu dia tidak bertanya apa-apa lagi.Julia menempelkan pipinya yang lembut ke wajah Mama. "Selama ada Mama, tinggal di mana pun nggak masalah.""Benar!" sahut Julian."Mama nggak perlu mengkhawatirkan kami," kata Julius.Anak-anak merasa sangat puas dengan jawaban mereka ketika mereka melihat senyuman di wajah Yasmin.Mama sudah bekerja keras demi menghindari Papa.Sekarang mereka tinggal di lantai yang berbeda. Yasmin pun merasa jauh lebih