"Takut?" tanya Martin dengan nada ceria sambil melihat Yasmin. "Makin dia menyuruhmu jangan menemuinya, seharusnya kamu makin sering muncul di hadapannya. Mungkin suatu hari dia akan menyuruhmu pergi dari Kota Imperial karena dia marah?"Yasmin tidak termakan umpan Martin. Dia menatap lurus Martin dan berkata, "Kamu kira meskipun Daniel menyuruhku pergi dari Kota Imperial, aku bisa pergi?"Maksud Yasmin adalah karena Martin mengetahui rahasianya, Yasmin masih harus berhati-hati terhadap Martin.Bagaimana kalau Martin memberi tahu Daniel tentang anak-anak setelah dia pergi? Sampai ujung dunia pun, Daniel pasti akan menangkap Yasmin. Kalau begitu, bukankah Yasmin akan mati?"Kamu sangat nggak memahamiku. Kalau dia benar-benar mengizinkanmu pergi dari Kota Imperial, aku juga akan melepaskanmu."Yasmin pun menatap Martin dengan curiga.Menurut dengan pengalaman sebelumnya, ini terasa seperti sebuah jebakan."Aku tahu kamu nggak percaya padaku, tapi kali ini aku serius," kata Martin dengan
Yasmin tidak mengatakan apa-apa dan ikut Kezia keluar.Di koridor, Kezia melepaskan kacamata hitamnya, lalu bertanya, "Apa kamu tahu Irene Suharly?"Yasmin mengangguk. "Apa hubungannya denganku?""Apa? Bukankah kamu selalu melengket dengan Daniel? Sekarang kenapa tiba-tiba jadi cuek?" Kezia menyindir, "Dulu aku kira Daniel sangat menyukaimu. Ternyata kamu begitu cepat digantikan orang lain.""Aku akan menjelaskan padamu sekali lagi. Daniel nggak menyukaiku, karena ... hubunganku dengan tanteku, dia hanya ingin menyiksaku," ujar Yasmin.Yasmin tidak sanggup menerima rasa 'suka' yang seperti itu!"Oh, ya?" Kezia menyilangkan kedua lengannya di depan dada. Dia berkata dengan tenang, "Aku sudah memberi tahu Irene kalau kamu dan Daniel entah sudah tidur berapa kali."Ekspresi Yasmin pun berubah. "Apa katamu?""Selesai syuting, aku pulang untuk mencari Kak Daniel. Lalu, aku malah melihat wanita itu sedang berbicara tentang piano dengan Kak Daniel. Oh, ya. Dengar-dengar dia seorang guru piano
Pipi Yasmin terasa pedih.Setelah Yasmin dapat berdiri dengan stabil, tatapan matanya menjadi sinis.Cindy bertanya dengan ketakutan, "Ke ... kenapa kamu menampar orang?"Kezia menyindir Cindy, "Siapa yang menyuruhmu berbicara?"Cindy yang merasa dipermalukan pun menggigit bibirnya dan tidak bersuara lagi.Kezia berdiri di depan Yasmin. Dengan sangat marah, dia berkata, "Menamparmu? Sekarang aku bahkan ingin sekali membunuhmu! Kalau bukan karena kamu mengunggah fotoku di internet, apa sekarang aku akan diserang orang-orang? Yasmin, kamu berani sekali!""Itu nggak ada hubungannya denganku." Yasmin menurunkan tangannya. Satu sisi pipinya terdapat bekas tangan yang jelas.Kezia memaki Yasmin sambil menunjuk-nunjuk wajahnya, "Nggak ada? Selain kamu yang mengetahuinya, siapa lagi? Jadilah orang yang berani mengakui perbuatannya! Aku sudah tahu wanita jalang sepertimu yang suka menggoda pria bukanlah wanita baik!"Setelah itu, Yasmin mendorong Kezia dengan kuat.Kezia yang lengah pun terdoro
"Kalau begitu, silakan pergi ke Departemen HR untuk menghitung total gajimu. Bagaimanapun juga, kamu akan dibayar lunas.""Terima kasih." Yasmin sama sekali tidak berjuang. Setelah dia keluar dari kantor manajer, dia pergi ke kantor Departemen HR.Untuk apa dia berjuang? Itu tidak berguna.Tanpa persetujuan Daniel, jangankan tiga kali, melapor Yasmin sebanyak tiga ratus kali pun tidak berguna.Daniel menyuruh Yasmin jangan sampai mereka bertemu lagi. Alhasil, Yasmin bahkan sudah tidak dapat bekerja dengan damai lagi.Yasmin tidak mengucapkan sepatah kata pun. Dia mendapatkan semua gajinya.Sebelum dia pulang, dia memberi tahu supervisor dan Cindy.Mereka terkejut dan sedih, tapi mereka tidak bisa berbuat apa-apa.Tidak ada barang yang perlu dikemas Yasmin. Dia pulang. Dia duduk di kereta bawah tanah yang murah dan nyaman menuju ke rumahnya.Akan tetapi, setelah Yasmin melihat jalur kereta bawah tanah di atasnya, dia turun di pusat kota.Dia langsung mendapatkan gaji sebesar 60 juta. Di
Eric berada di belakang untuk melaporkan rincian investasi. Dia pun memasuki kantor.Daniel melepaskan jas hitamnya, kemudian meletakkannya di sandaran sofa dengan asal. Dia menuju ke meja kantornya sambil membuka kancing kemejanya.Melihat Daniel tidak mengatakan apa-apa, itu berarti dia lumayan puas dengan laporan Eric.Kemudian, Eric diam sejenak sebelum berkata, "Nona Yasmin sudah ... berhenti dari Rumah Sakit Bedah Plastik Jelita. Keluarga Kezia nggak bisa memaafkan Nona Yasmin, jadi saya hanya bisa memecatnya."Begitu Eric selesai berbicara, dia merasa takut karena Daniel diam saja.Meskipun Daniel juga tidak menanggapi laporannya yang sebelumnya, saat ini Eric berkeringat dingin karena tekanan yang dirasakan di dalam kantor.Saat Eric mengira dia telah melakukan sesuatu yang bodoh, dia mendengar Daniel berkata dengan cuek, "Oke."Eric pun menganggukkan kepalanya dengan waswas sebelum dia keluar.Begitu Eric menutup pintu, dia baru merasakan jantungnya berdebar.Daniel terlihat t
Klara berjalan ke depan pintu kamar. Setelah ragu sejenak, pada akhirnya dia juga tidak berani masuk. "Yasmin, kamu beristirahatlah. Ibu pergi, ya."Ketika Yasmin keluar, Klara sudah tiada. Akan tetapi, kartu tersebut ditinggalkan Klara di meja kopi.Yasmin menatap kartu tersebut dengan hati yang berat.Sebenarnya, dia sudah tidak marah dengan Klara. Bagaimanapun, dia menyayangi "tante"-nya, hanya saja dia belum terbiasa berbicara dengan "ibu"-nya.Klara adalah ibu kandungnya. Bagaimana Yasmin bisa membencinya?Terlebih lagi, sekarang Yasmin juga punya anak.Nada dering ponsel di kamar membuyarkan pikiran Yasmin.Dia berdiri, lalu pergi ke kamar untuk mengambil ponselnya. Penelepon itu adalah Martin.Yasmin tidak ingin mengangkatnya, tapi Martin tidak berhenti menelepon. Dia seolah akan menelepon sampai ponsel Yasmin meledak kalau Yasmin tidak menjawab panggilannya."Apa kamu sudah mau mati?" kata Yasmin dengan kesal."Dengar-dengar kamu bahkan nggak ada pekerjaan sekarang?" Terdengar
Yasmin merasakan pandangan Martin, kemudian dia kembali duduk dengan benar. Ekspresi Yasmin tampak kesal.Martin juga tidak tampak bersalah setelah ketahuan. Dia berkata dengan santai, "Apa yang nggak baik jadi asistenku?""Gantikan. Aku mau jauh-jauh darimu," kata Yasmin."Sekarang kamu hanya bisa menurutiku." Satu tangan Martin memegang setir mobil, sedangkan satu lagi diletakkan di sebelah jendela mobil."Kalau begitu, ayo saling terbuka! Kamu beri tahu Daniel aku menyembunyikan anak-anaknya. Aku akan memberitahunya kalau pelaku pembunuhan waktu itu adalah kamu." Yasmin pasti tidak akan berkompromi. "Aku sudah mundur satu langkah. Jangan memaksaku."Martin mengetuk setir mobil beberapa kali. Dia seakan-akan sedang berpikir. Pada akhirnya, dia berkata, "Baiklah. Aku akan memberimu pekerjaan yang nyaman dan nggak perlu bertemu dengan orang .... Jadi teller, bagaimana?""Oke." Yasmin sudah puas.Seorang teller memang tidak perlu banyak berhubungan dengan orang luar. Pekerjaannya juga t
Setelah mengetuk pintu ruang rapat, Yasmin masuk.Suasana di ruang rapat terasa serius dan berat.Yasmin menggigit bibirnya, kemudian dia mencari direktur keuangannya dengan hati-hati.Akan tetapi, matanya tiba-tiba bertemu dengan sepasang mata yang tajam. Yasmin pun berhenti dan wajahnya memucat.Daniel sedang bersandar di sandaran kursinya dan menghadap ke pintu. Wajahnya terlihat tegas dan auranya kuat. Daniel sedang menatap Yasmin dengan sinis.Michelle Diliman, si direktur keuangan, memanggil, "Yasmin?"Yasmin tersadar, kemudian dia memberanikan dirinya untuk menghampiri Michelle. Setelah dia menyerahkan dokumen Michelle, dia buru-buru pergi.Begitu Yasmin keluar dari ruang rapat, dia baru menghela napas.Dia tidak pergi ke Departemen Keuangan, melainkan kamar mandi.Dia perlu menenangkan dirinya!Di kamar mandi, Yasmin berdiri di depan kaca dan melihat wajahnya yang kaget.Benaknya terasa kacau.Kenapa Daniel bisa menghadiri rapat di sini?Bahkan pada hari pertama Yasmin bekerja?
Yasmin tanpa sadar menjauh. Sorot matanya tampak ketakutan. "Jangan ...."Daniel menarik Yasmin ke pelukannya dengan kuat. "Jangan apa?"Yasmin menggigit bibirnya yang gemetar."Apa kamu nggak menyukainya?""Bukan ...." jawab Yasmin dengan sangat lemah."Aku nggak akan menyentuhmu. Tidurlah." Daniel menempelkan kepala Yasmin ke dadanya sambil memeluknya.Yasmin berada di pelukan Daniel dan mendengar suara detak jantungnya yang kuat.Dia menyadari Daniel menjadi mudah marah, terutama kalau itu berkaitan dengannya.Yasmin tidak berani bertanya apa itu karena Raymond. Dia bahkan tidak berani mengungkit nama Raymond.Begitu Daniel marah, Yasmin akan mengalami akhir yang mengenaskan.Kalau begitu, bagaimana dengan Irene?Apa Yasmin tidak boleh memiliki pemikirannya sendiri? Dia hanya boleh dikontrol Daniel ...?Setelah Irene tahu kalau Yasmin dan Daniel sedang bertengkar, dia pergi ke Grup Naga.Dia menghampiri resepsionis, lalu bertanya, "Apa Daniel ada di sini?"Semua orang tahu hubungan
Yasmin bahkan tidak berani membuat Daniel menunggunya di dalam mobil.Setelah dia menenangkan kegugupannya dan tubuhnya yang dingin, dia naik mobil.Mobil meninggalkan alun-alun dan melaju pergi.Jalan itu awalnya sangat ramai, tapi ketika orang-orang melihat mobil Rolls Royce, mereka berinisiatif memberi jalan seolah-olah mereka takut akan menjadi miskin kalau mereka menyentuhnya sedikit pun saja."Wajahmu tampak pucat. Apa kamu nggak enak badan?" tanya Daniel."Nggak ...." Setelah Yasmin menjawab, tangan besar Daniel menggenggam tangan kecil Yasmin.Daniel mengerutkan alisnya. "Kenapa kamu dingin sekali? Pergi ke rumah sakit."Sebelum Yasmin sempat menjawab, dia telah mendengar perintah Daniel.Sopir segera menuju ke rumah sakit.Awalnya Yasmin ingin mengatakan sesuatu, tapi dia membatalkan niatnya.Kalau dia tidak enak badan, mungkin Daniel akan melepaskannya malam ini ....Setelah mereka tiba di rumah sakit, Helen memeriksa Yasmin.Tak peduli pemeriksaan apa itu, karena Helen adala
"Kenapa kamu banyak bertanya? Lanjut awasi dia."Setelah panggilan dimatikan, Susan tampak tidak senang. "Apaan, sih? Nanti setelah aku menjadi Nyonya Guntur, aku mau melihat apa kamu masih berani memerintahku?"Yasmin sedang bekerja dengan serius di kantor ketika dia mendengar suara ketukan pintu.Intan masuk, lalu berkata, "Bu Yasmin, apa Anda ingin memakan kue?"Yasmin mengangkat kepalanya, lalu dia melihat ada jus, kue dan aneka kacang-kacangan kesukaannya.Dia langsung tahu kalau itu bukan kue yang dibeli di luar."Kamu yang membuatnya?" tanya Yasmin."Bukan. Orang dari Taman Royal yang mengantarnya. Mereka bilang mereka langsung mengantarnya setelah ini selesai dibuat." Intan berkata, "Tuan Daniel sangat baik pada Anda. Ketika makanan ini dibawa ke sini, resepsionis sangat iri."Yasmin mengalihkan pandangannya dan lanjut melihat laptop di depannya.Intan merasa sedikit canggung melihat Yasmin tidak membalasnya dan bahkan menunjukkan sedikit pun ekspresi, jadi dia berinisiatif kel
Yasmin tidak menyangka reaksi Daniel akan sebesar ini."Kemari. Buat aku tenang." Daniel duduk di tempat tidur, lalu memiringkan kepala sambil menatap Yasmin.Yasmin mengerti apa maksud Daniel. Wajahnya pun memucat. "Nggak bisa ....""Kenapa nggak bisa? Apa alasannya?""Dokter Helen sudah bilang aku harus beristirahat selama seminggu," kata Yasmin."Lima hari sudah berlalu. Itu sudah cukup."Yasmin menggelengkan kepalanya dengan panik sambil melangkah mundur. "Nggak bisa. Aku nggak sanggup ....""Kamu nggak sanggup atau nggak mau?""Tung ... tunggu beberapa hari lagi, ya?""Sekarang! Sini!"Yasmin sudah mau gila. Kenapa Daniel harus begini kejam?Apa Daniel tidak tahu kalau lukanya belum sembuh?Dulu Daniel masih bisa bertahan, sekarang dia sudah tidak bisa bertahan sama sekali. Kenapa?Apakah perbuatan Yasmin sudah membuatnya marah? Namun, itu hanya hal sepele!"Apa kamu nggak mendengarku?""Kamu tenangkan dirimu sendiri! Aku nggak mau!" Yasmin tidak hanya tidak menuruti Daniel, melai
Yasmin menatap Susan. "Aku barusan mau masuk. Kamu sedang bertugas?""Iya. Setelah Tuan Daniel keluar dari ruang kerja, dia kembali ke kamar," kata Susan."Jam berapa dia kembali ke kamar?" Yasmin membuka pintu kamar, lalu melangkah masuk."Jam delapan."Yasmin berpikir berarti Daniel sudah menunggu satu jam lebih.Yasmin memberanikan diri dan masuk.Susan melihat pintu ditutup, kemudian rasa hormat di sorot matanya menghilang.Dia bisa melihat kalau hubungan Daniel dan Yasmin sedang tidak baik.Kalau tidak, kenapa Yasmin berdiri di depan pintu begitu lama dan tidak masuk? Dia juga terlihat gugup.Setelah Yasmin memasuki kamar tidur, dia melihat Daniel sedang duduk di sofa dan telah mengenakan piama. Jelas kalau Daniel sudah selesai mandi.Satu tangan memegang kening dan kedua matanya terpejam. Daniel seolah-olah tidak tahu kalau Yasmin sudah masuk kamar.Yasmin berjalan mendekat. "Tidurlah di ranjang."Daniel membuka mata dan menunjukkan matanya yang jernih. Dia tidak terlihat mengant
Sekujur tubuh Daniel penuh dengan aura menyeramkan. "Jadi, kamu ingin mencari pria lain?""Aku sudah menjawabmu, nggak." Yasmin merasa pria ini sangat posesif sehingga sudah tidak bisa ditolong. Pada saat ini, suasana berubah menjadi makin mengerikan. "Aku sudah bilang aku nggak sengaja berpapasan dengannya di rumah sakit. Apa yang harus kulakukan baru kamu memercayaiku?"Daniel menatap Yasmin lekat-lekat.Yasmin bahkan merasa bulu kuduknya berdiri.Daniel tidak menjadi tenang karena penjelasannya. Aura mengerikannya masih menyebar ke sekeliling.Saat Yasmin merasa jantungnya berdetak dengan cepat dan hampir kehabisan oksigen, dia mendengar suara sinis Daniel berkata, "Pergi temani anak-anak bermain bola."Setelah Yasmin mendengar itu, bulu matanya bergetar dan tubuhnya menjadi rileks.Kemudian, tangannya dipegang yang membuat Yasmin terkejut dan tanpa sadar ingin menariknya.Namun, dia tidak berhasil.Daniel sangat kuat. Ketika dia memegang tangan Yasmin, selama dia tidak ingin melepa
Julius sudah memakannya, tapi dia tidak pergi dan lanjut berdiri di sana. Kemudian, dia bertanya, "Mama, apa terjadi sesuatu di sekolah Papi?"Yasmin tercengang. Setelah Julius bertanya itu, Julian juga berjalan mendekat. Tiga pasang mata tertuju pada Yasmin dan menunggunya menjawab.Meskipun mereka baru berusia dua tahun, mereka dapat bermain laptop dan ponsel. Selain itu, mereka pintar dan dapat mengetahuinya dengan mudah."Sedang ada sedikit masalah, tapi Pak Raymond akan menanganinya. Kalian nggak perlu khawatir." Yasmin tidak menyembunyikannya dari mereka. Karena ada masalah, maka mereka harus berkomunikasi."Internet mengatakan masalahnya sangat serius. Keracunan makanan, 'kan? Apa ada yang meninggal?" tanya Julian."Di sana ada banyak kakak-kakak yang kami kenal ...." Julia tampak cemas."Mama sudah pergi ke rumah sakit hari ini. Dokter bilang kondisi mereka sudah stabil," kata Yasmin."Apa Papi baik-baik saja?" tanya Julius."Ya," jawab Yasmin."Bagaimana kamu bisa tahu?" Suara
"Aku sudah menonton video kecelakaan mobilnya. Itu sebuah kecelakaan.""Baik, itu kecelakaan. Kalau begitu, aku mau bertanya padamu lagi. Bagaimana dengan keracunan makanan di sekolah?" tanya Irene. Melihat Yasmin diam saja, ekspresi Irene pun menjadi licik. "Ada beberapa hal yang kamu nggak tahu, tapi aku tahu. Bisa jadi ... ini ada hubungannya dengan Daniel?""Nggak mungkin!" Yasmin langsung membantah. "Daniel nggak mungkin melakukan itu.""Kenapa nggak mungkin? Dia adalah kekasih lamamu dan Daniel nggak menyukainya!" hasut Irene. "Selain itu, situasi di internet makin intens sekarang. Aku nggak percaya nggak ada yang menghasut mereka.""Orang-orang zaman sekarang suka menjatuhkan orang," kata Yasmin dengan ekspresi sinis.Irene tertawa. "Kamu benar-benar polos. Kalau kamu bersikeras ingin berpikir seperti itu, boleh juga, sih. Sepertinya kamu bersikeras yakin kalau nggak ada apa-apa di antaraku dan Daniel. Pada akhirnya, kamu melihat kami berciuman."Yasmin berdiri di sana dengan ta
"Aku datang untuk mencari direktur rumah sakit," kata Raymond."Apa kamu sudah tahu bagaimana anak-anak bisa keracunan makanan?" tanya Yasmin."Katanya sayuran yang dikirim tercemar. Itu adalah kecelakaan," kata Raymond.Raymond tidak menyembunyikannya dan tidak bisa menyembunyikannya karena masalah ini sudah tersebar di internet.Yasmin menatap Raymond yang terlihat kuyu setelah mereka tidak bertemu selama beberapa hari. Yasmin tahu kalau Raymond sedang mengkhawatirkan masalah ini.Lengan Raymond masih dibalut kain kasa, tapi sudah tidak menggantung dengan lehernya."Bagaimana dengan tanganmu?" tanya Yasmin."Baik-baik saja," kata Raymond. Saat Raymond melihat wajah cemas Yasmin, dia menenangkannya, "Nggak perlu khawatir. Aku bisa menyelesaikan masalah ini."Yasmin juga tidak tahu bagaimana dia bisa membantu Raymond."Setelah kamu pulang kemarin, Daniel nggak melakukan apa-apa padamu, 'kan?" tanya Raymond."Nggak." Yasmin menggelengkan kepalanya. Raymond sendiri sedang memiliki setump