"Maaf pak saya akan revisi ulang."
"Sudah berapa kali kamu mengulangi proposal ini?!"Atasan mirip singa itu membanting dokumen setebal penghapus ke lantai. Semua jerih payah Vasya berhamburan begitu saja sementara pak Herry masih saja misuh misuh tak karuan karena masalah titik koma yang tak begitu pas di dalam frasa yang gadis malang itu ketik.Sebenarnya gadis itu sudah kebal bahkan membebalkan diri dengan arogansi macam ini, ia tahu bahwa lelaki yang sekarang mengeluarkan kata kata binatang itu punya dendam padanya di masa lampau jadi ia hanya bisa menerima semua cercaannya dengan lapang dada."Kamu itu ya tidak becus padahal sudah bertahun tahun berkerja!"Andai gadis itu lemah ia pasti sudah menangis tapi tidak, ia bukan wanita macam itu. Dengan percaya diri dia menghembuskan nafas lalu menata dokumennya dan langsung bangkit dengan tujuan mendengarkan cercaan bertubi tubi itu kembali.Maklum dia bukan pewaris jadi hal semacam ini harus ia patuhi walaupun rasanya ingin menampol wajah pak Herry menggunakan hak tinggi yang sedang ia kenakan. Kali ini mungkin satu mata pak Herry bisa tercongkel kalau saja ia serius nekad melakukannya tapi yang ia lakukan hanya meringis.Memaksakan senyumnya yang super duper irit tentu akan sangat menghemat emosi. Dengan seperti itu maka pak Herry akan bosan sendiri mengomel karena ia tak terpancing sama sekali."Ya sudah kembali bekerja! Kamu lembur hari ini!"Hanya desahan pasrah yang keluar lalu Vasyapun pamit pergi menuju mejanya sendiri. Ia jelas tahu kenapa pak Herry amat membencinya."Semangat Vasya, dia hanya perlu perhatianmu."Vasya hanya tersenyum kecut kepada kak Viola lalu berlalu menuju meja kerjanya. Untuk yang kesekian kalinya ia berkutat di proposal yang sama. Atasan bangsat itu memang benar benar tak bisa membedakan mana privasi dan mana pekerjaan. Jelas sekali lelaki beruban itu masih setara dengan bocah kelas 3 SD.Mata Vasya masih memandang ruangan pak Herry sambil berpikir dengan keras juga meremas kertas di tangannya. Saking membuncahnya rasa muaknya sampai sampai mulutnya berdesis seperti medusa.Sabar sabar sabar...Setelah mendesis akhirnya perasaannya bisa normal kembali. Ia terus melantunkan kata sabar lalu kembali lagi berkutat dengan proposal sialan yang sudah mirip jamur baginya karena saking lamanya ia merevisinya.Ting !Kolom chat kantor berdenting tanda bahwa ada pesan masuk. Tangan Vasya segera mengkliknya dan rupanya itu ajakan makan siang dari Amanda. Dengan malas Vasya menatap meja Amanda lalu nyengir ogah ogahan padanya. Gadis itu hanya terkikik melihat ekspresi teman karibnya yang lecek karena omelan si tukang rese Herry.Setelahnya Amanda mengirim pesan lagi, dia mengirim kata kata penyemangat dengan di sertai gambar hati warna orange di belakang. Vasya melihatnya hanya bisa tersenyum samar, dalam hati ia berterima kasih dengan Amanda yang sudah berulang kali mengembalikan moodnya.Jika ia sendirian di ruangan ini maka ia fix bisa langsung bunuh bunuhan dengan Herry tapi untung Amanda sangat di butuhkan sebagai peredam amarah di sanubari Vasya. Kesalahan pak Herry amatlah fatal, Jika dia bukan boss maka sudah di tendang hingga mati oleh Vasya karena perlakuan lelaki itu padanya tempo hari.Tidak tidak. Segera hilangkan memori itu, itu sudah berlalu dan tidak penting lagi.Reflek kepala Vasya menggeleng dengan keras, ia mencoba fokus melihat komputer tapi rasanya sama saja. Hingga waktu makan siangpun tiba menyelamatkannya dari pekerjaan yang tak pernah selesai walaupun ia berusaha semaksimal mungkin. Amanda segera menarik tangannya dan kedua gadis itupun sudah hilang duluan mendahului yang lain.Pak Herry yang baru keluar langsung membatin karena kursi Vasya sudah kosong, lelaki pecundang itu terus saja mencari masalah."Dasar si Vasya di suruh kerja saja bodohnya minta ampun giliran makan nomor 1."Mendengarnya semua rekan kerja Vasya hanya bisa garuk garuk kepala mereka, mereka jelas tahu bahwa atasan mereka memang menargetkan Vasya untuk di benci karena suatu hal. Dan ironinya mereka tahu alasan Vasya di benci, mana bisa mereka tak tahu karena kejadiannya jelas mereka lihat sendiri."Lihat saja saya pasti akan memecatnya."Kali ini para rekan rekan yang masih berdiri mematung seketika melotot kepada pak Herry. Mereka tak percaya juga merasa iba dengan gadis malang yang tak salah apa apa, malah gadis itu adalah korbannya si Herry Potrek. Para reka satu ruangan itu saling pandang tapi tak berani untuk mengucapkan sesuatu. Mereka jelas tak bisa membela Vasya terang terangan.*Di ruangan itu hanya tinggal Amanda, Viola dan juga Vasya. Mereka tampak sibuk di komputer masing masing tapi pekerjaan mereka jelaslah berbeda. Amanda asik main soltaire, Vasya mengerjakan proposal sialannya sementara Viola asik mengotak ngatik video."Kalian tak pulang?""Nanti, aku sedang menunggu Vino menjemputku."Amanda kembali memainkan game dengan malas karena ia jengkel dengan pacarnya yang dari tadi bilang otw tapi tidak sampai sampai."Aku masih sibuk dengan klip video promosi.""Oh, promosi untuk iklan mie itu kak Viola?"Dari seberang Viola hanya berdehem lalu fokus lagi dengan pekerjaannya sementara Vasya masih sibuk mengetik dan sekarang sampai di halaman 20. Rasanya tangannya mulai keriting, ruas ruas jarinya seperti membengkok tapi ia masih harus menyelesaikannya.Tepat pukul 22.45 Amanda serta Violapun berpamitan pergi."Sudah selesai kak Videonya?""Sudah, besok pagi di lihat ya."Vasya hanya mengangguk sementara itu Amanda menghampirinya dan memberikan susu kotak untuk membuat teman karibnya itu bersemangat."Semangat ya, aku pulang dulu Vino sudah menjemput."Vasya hanya mengangguk dan menyuruh mereka untuk berhati hati karena ini sudah sangat larut."Ihh kamu yang hati hati di sini banyak hantunya lo."Mendengarnya Vasya hanya tersenyum samar, ia jelas tak takut karena setiap harinya ia sudah bertemu hantu sialan yang selalu menyuruhnya untuk revisi. Kedua gadis itu berjalan menjauh menuju pintu keluar meninggalkan Vasya seorang diri.Baru 21 halaman kurang 20 halaman lagi. Badannya sudah pegal tapi tak bisa menyerah begitu saja. Iapun melanjutkan perjuangan sia sianya kembali. Apapun perkataan pak Herry pasti sama saja baginya makanya ia tak mengharapkan lebih yang penting ia hidup dan dapat berkerja walaupun seberat ini ujiannya.Entah kenapa aura di dalam ruangan itu mulai membuat bulu kuduk Vasya merinding. Tampangnya yang sudah tak karuan segera menoleh kanan kiri tapi tak ada siapapun hanya ruangan dingin yang kembali mengitarinya.Tapi dia jelas merasakan sesuatu. Dengan gugup ia mencoba mengetik kembali menyelesaikan 20 halaman itu secepat yang ia bisa. Dan saat ia menoleh ke arah pintu kebetulan pintu itu bergerak entah di gerak kan oleh siapa.Ceklekkk....Rasanya Vasya mau pingsan saja, ia tak berani memikirkan hal lain selain kenyataan bahwa itu ulah angin padahal jelas bukan.Suara pintu kaca itu terdengar didorong seseorang dari luar. Vasya masih menatap ke arah pintu tapi tak ada siapa siapa. Nafas serta perasaanya makin tak karuan, ia menulis lagi secepat yang ia bisa tapi tiba tiba ia mendengar suara aneh yang terdengar sangat dekat lalu kemudian dia reflek mendongak. Hampir ia menjerit tapi tak jadi karena percuma saja ia lakukan. Mulutnyapun hanya bisa membisu dengan mata yang membelalak menatap sosok yang muncul di hadapannya. Mimpi apa dia kemarin malam sampai sial begini.Matanya rasanya tak percaya dengan sosok yang berdiri tegak dengan berani di hadapannya. Sekali lagi Vasya hanya bisa mematung lalu mengucek kedua matanya dan masih belum hilang. Dewa dari masalalunya masih berdiri tegak menjulang menatapnya dengan tatapan heran.Parahnya tampilan Vasya sudah tak karuan bentuknya, soflensnya copot sebelah sehingga warna matanya jadi hitam dan biru. Rambutnya sudah tak tertata rapi serta kantung matanya benar benar menghitam membingkai wajahnya ya
Hey, ruanganmu di Devisi 3. Seketika mulut Vasya kering. Ia menatap Jaden dengan mata membulat sementara masalalunya itu tersenyum dengan seringai bagai serigala. Para tukang masih lalu lalang seolah membuat singgasana baru bagi raja hutan sialan. Sial. Baru belum genap sejam ia lega karena Herry hilang dari pandangan tapi sekarang sudah ada penjajah baru dalam hidupnya. Jaden bukan Dewa ia iblis berbalut wajah tampan dengan tubuh yang mirip pahatan yunani. Sungguh ia iblis.Makanya Vasya tak senang sedikitpun bertemu dengan Jaden, ia sama sekali tak merasa nyaman dengan situasi sekarang. Dengan cekatan ia segera mematikan komputer dan meraih tas hendak pulang lalu menulis surat pengunduran dirinya. Tapi iblis berkulit dewa itu mencegahnya untuk pergi."Jangan bilang tak mau karena kamu sudah tahu bagaimana hari harimu setelah menolakku."Hening. Waktu seolah berhenti berjalan. Tubuh Vasya membeku dan pikirannya menjelajah ke memori sebelumnya saat mereka SMA. Sungguh kenapa ia ma
Setelah Jaden berbohong tentang hal pernikahan semua orang kasrak kusruk sambil ciya ciye sementara Vasya menelan ludahnya kembali dan tak berani mengatakan sesuatu. Ekspresi setan itu amat sangat menyiksa membuat Vasya pening lalu tanpa sadar sesuatu mengalir menuju mulutnya.Menyadari ada yang tak beres dengan hidungnya Vasya hanya bisa mendongak agar darahnya tak terus keluar. Amanda langsung syok, ia tergopoh gopoh memberi Vasya tisue sambil nyerocos tak jelas. "Makanya jangan terlalu giat bekerja." Vasya sendiri hanya terdiam dan fokus menyeka mimisannya sendiri sementara Jaden menatapnya tanpa ekspresi. "Sepertinya kita perlu ke rumah sakit."Vasya menoleh lalu menggeleng dengan tegas tapi seperti biasanya Jaden memang begitu tabiatnya. Lelaki itu tetap memaksa dan akhirnya mereka beneran pergi tanpa menggubris semua karyawan yang sudah bergosip ria tentang mereka kecuali Amanda.Gadis malang itu sekarang sedang di buru penjelasan oleh rekan rekannya. Dan sialnya Amanda benar
"Percaya padaku dan jangan membantah!""Ya.""Jaden itu bukan pacarku, dia lebih lebih gila dari drama yang ia buat kemarin."Amanda kelihatan kebingungan, ia dari tadi kepo dengan hubungan Vasya dan Jaden tapi malah diberitahu hal yang membuatnya makin pusing. "Jadi kamu tidak pacaran dengan pak Jaden?"Vasya dengan polos menggeleng lemah. Ia meringis dan menatap Amanda. Bestinya harus tahu kisah yang sebenarnya, ia harus memberitahukan semuanya dari A sampai Z. Pokoknya sampai Amanda paham betul dan tidak bertanya kembali apa hubungan mereka. "Jaden dan aku satu SMA, ia banyak di gandrungi wanita tapi naasnya dia salah paham dulu dan mengira aku menyukainya padahal sama sekali tidak.""Lalu?" Ceklek..Andri menatap Amanda, ia mengatakan bahwa ada lelaki yang mencarinya. Seketika Vasya bernafas lega karena ia tak perlu mengatakan secara detail untuk saat ini."Oke, bilang aku akan turun."Setelahnya Andri terdengar menuju pintu sementara Amanda menatap Vasya penuh selidik. "Cuma s
Brukk!!!Tubuhnya terhempas ke depan meninggalkan nyeri yang luar biasa sangat di sekitar tempurung lututnya. Suara panggilan di belakang sudah menghilang di susul suara langkah kaki mendekat."Vasya!"Gadis itu memegang lututnya sambil merintih serta mengumpat sebal dengan takdir yang tak berpihak padanya. Ia melihat langkah kaki si Herry mendekatinya dengan tampang khas menyebalkannya.Hati Vasya sudah tak karuan, keringatnya bercucuran dimana mana, nafasnya tentu tak beraturan dengan sorot mata terancam. Siapapun tolong!"Kak Vasya!"Tubuh Vasya tersentak kaget mendengar namanya di sebut seseorang dari belakang, ia jelas tak mengenali suara tersebut. Gadis itu menoleh ke belakang sebentar, ia melihat pria berjas sedang tersenyum ke arahnya. Dia berani bertaruh bahwa ia tak mengenalnya sama sekali.Tunggu. Pikiran Vasya traveling ke masa lalu dan sepertinya lelaki berjas itu teman dari adiknya sendiri. Dengan raut wajah sumringah Vasya tersenyum lega. Sementara sosok Herry sudah s
Aneh aneh saja perkataannya!Mana bisa."Pak tolong.."Dengan Frustasi Vasya memegangi kepalanya. Ia hampir menangis dengan situasi macam guk guk seharian ini."Saya sudah muak pak, bapak cari pembantu lain saja.""Aku tak butuh pembantu."Bohong!Memandangnya lama lama membangkitkan memori lama dan itu membuat Vasya meneteskan air mata kembali. Ia sudah tak mau terjebak dimasa lalu, ia mau bangkit. Rasanya ia lelah hidup di atur orang lain, ia ingin bebas lepas seperti sedia kala."Vasya, dengarkan aku.."Saat Jaden berkata demikian Andri tiba tiba datang membawa secangkir kopi. Ia bingung melihat tampang kakaknya sudah tak karuan bentuknya sambil memijit mijit kepalanya. Yang ia sadari adalah kedua orang itu punya sesuatu hubungan tapi ia memilih mundur ke dapur alih alih kepo dengan urusan kakaknya."Bapak yang dengerin saya, saya menolak bapak datang ke hidup saya lagi titik!"Andai kalau kakinya sehat ia pasti akan langsung pergi ke kamarnya tapi sayang lututnya benar benar berma
"Udah deh jangan ributin ini, Pak Herry ndak akan sampe segitunya kok tadi kebetulan saja paling."Jaden menghembuskan nafas lelah ia jelas membenci wanita pembangkang. Ia benar benar heran dengan Vasya yang susah sekali di bilangi. Vasya juga sebenarnya kepikiran tapi ia lebih memilih pura pura tak terjadi apa apa, ia memaksa pikirannya untuk positif thinking, serius ia kini menganggap adegan lari larian tadi cuma kebetulan."Percaya sya biar kamu aman."Memang benar tapi Vasya menolak untuk sekedar berseliweran di depan Jaden kembali. Bukannya aman tapi malah pusing yang ada."Ayo kita kembali seperti dulu maka psikopat sepertinya tak akan macam macam padamu."Gila ya?Apa aku pindah kota saja?Kok pilihannya tak ada yang lebih baik?"Jangan melarikan diri, dia akan mengejar dan aku tak bisa memantau kalau kamu jauh."Kali ini Vasya menelan ludah, sulit baginya berkutik jika di depan Jaden yang sudah tau semua tentangnya dan juga pikirannya. Lelaki sialan itu mencoba meyakinkannya k
Vasya mendongak, ia sudah hampir menangis. Kalimat selanjutnya sangat membuat ia penasaran. Hal seperti ini saja sudah membuatnya syok berat, sekarang apalagi yang terungkap."Pak Herry memasang camera di bawah mejamu.""Apa?!"Vasya memejamkan mata dan air mata itu sudah menetes begitu saja. Mukanya sudah memerah, belakang telinganya terasa panas dingin menahan amarah.Dasar bejat Herry sialan!"Banyak sekali video setengah badanmu sya, ini tak benar, lelaki itu jelas bisa nekad."Kenapa serasa hancur semua martabatnya dan lebih parah lagi semua itu di ungkap oleh Jaden. Vasya merasa malu sekali dengan lelaki yang sekarang masih membicarakan tentang hal hal di luar nurul yang ia temukan di laci meja pak Herry.Perasaan Vasya tak karuan, ia menggigit jari jemarinya sambil menatap Jaden yang kini terdiam. Dalam diam mereka saling menatap mencoba menyelami pikiran masing masing dan akhirnya Vasya menyerah."Aku pulang ke kampung halamanku saja kalau begitu."Jaden terdiam sejenak, ia pik