"Udah deh jangan ributin ini, Pak Herry ndak akan sampe segitunya kok tadi kebetulan saja paling."
Jaden menghembuskan nafas lelah ia jelas membenci wanita pembangkang. Ia benar benar heran dengan Vasya yang susah sekali di bilangi. Vasya juga sebenarnya kepikiran tapi ia lebih memilih pura pura tak terjadi apa apa, ia memaksa pikirannya untuk positif thinking, serius ia kini menganggap adegan lari larian tadi cuma kebetulan."Percaya sya biar kamu aman."Memang benar tapi Vasya menolak untuk sekedar berseliweran di depan Jaden kembali. Bukannya aman tapi malah pusing yang ada."Ayo kita kembali seperti dulu maka psikopat sepertinya tak akan macam macam padamu."Gila ya?Apa aku pindah kota saja?Kok pilihannya tak ada yang lebih baik?"Jangan melarikan diri, dia akan mengejar dan aku tak bisa memantau kalau kamu jauh."Kali ini Vasya menelan ludah, sulit baginya berkutik jika di depan Jaden yang sudah tau semua tentangnya dan juga pikirannya. Lelaki sialan itu mencoba meyakinkannya kembali, tanpa jera lelaki itu terus saja berusaha sampai Vasya jenggah sendiri. Ia gedek dengan Jaden tapi ia juga sedikit syok menyadari Jaden ternyata sesabar itu."Kita kembali ke kantor apa kamu yang kembali ke rumahku?"Deg.Memori rumah Jaden memenuhi kepala Vasya, ia meringis pilu dan termenung beberapa saat. Sungguh ia tak ingin kembali lagi. Ia tak ingin menatap pintu pintu besar itu sekali lagi apa lagi bertemu dengan anggota keluarganya. Big no."Kamu tadi melihat pak Herry membawa sesuatu?"Apa?Vasya menggeleng tapi di pikirannya ia jelas tadi melihat pak Herry memegang sesuatu yang tajam dan menyilaukan tapi ia sangsi jika itu senjata. Mungkin jam tangan bisa jadi pasalnya benda itu berkilau saat tersorot cahaya."Ayolah kamu gadis pintar bukan wonder woman."I see.Tapi bukan juga pesuruhmu!."Syaa.""Pak!""Masalalu saya dengan bapak bukan masalalu yang membahagiakan, kita tak pernah sedekat itu hingga harus melakukan pernikahan.""Tenang, opsi lainnya kembalilah bekerja itu saja."Vasya mengelus dadanya sendiri, dalam hatinya ia tak butuh perlindungan semu yang diam diam menggerogotinya dari dalam. Di balik pintu Andri menguping pembicaraan kakak serta pria misterius yang membuatnya terpesona.Andri jelas kepo akan kisah kakaknya yang ia kira jomblo selama ini. Sambil mengunyah mie ia mendengarkan pembicaraan yang sedikit membuatnya bingung sendiri. Lambat laun ia menyadari bahwa lelaki itu ingin kembali tapi kakaknya yang tak mau menerima nya.Dalam hati Andri menganggap bahwa kakaknya itu bodoh. Masa orang setampan dan sekaya itu sampai mengalah sebegitunya dan ia tetap mengatakan tidak, sungguh wanita memang sedikit gila tapi giliran nanti sang pria mundur kakaknya pasti akan menangis meraung raung sama seperti dulu."Apakah susah kembali?""Team membutuhkanmu, Amanda, Viola, Kalan dan yang lainnya."Jelas Vasya butuh pekerjaan, ia menyukai lingkungan kerjanya tapi Jaden bukan suatu hal yang bisa ia abaikan. Berdekatan dengannya tidak membuatnya lebih manusiawi. Dalam posisi terpojok sekalipun meneken kontrak lagi dengan Jaden bukan pekara mudah karena lelaki itu juga semena mena."Saya naikkan gajimu."Kok bisa?Vasya jelas heran karena posisi Jaden bukan direktur, dari mana ia bisa menaikkan gajinya kecuali ia di promosikan ke pangkat yang lebih tinggi."Saya kasih apartemen."Ye ini sama saja jadi gundikmu bukan pegawai. Lebih mending menikah lah tapi..."Sya, kita bisa memulai kembali apa yang salah di masalalu."Kali ini Vasya mendongak, ia penasaran dengan hal ajaib yang barusan lelaki itu terangkan. Dari dulu ia sangat penasaran sebenarnya lelaki itu sadar atau di luar nalar saja."Memang kamu tahu dimana salahmu?"Jaden terdiam, ia menatap Vasya dengan sendu tentu ia tak tahu apa salahnya karena ia tak pernah menanyakan keadaan Vasya waktu itu. Setahunya mereka kerap bersama karena Vasya juga menyukainya bukannya sebaliknya."Apakah kamu begitu tersakiti?""Hah?""Tentu saja pak!"Kalau boleh ia ingin mengacungkan jari tengah tapi ia memilih diam menahan ubun ubunnya yang mendidih."Aku minta maaf sekali lagi minta maaf tapi bisakah kamu dewasa?"Vasya melengos ia tak mengerti kenapa Jaden membahas kedewasaan sementara dirinya juga tidak bertumbuh. Dan lagi kenapa minta maaf jika akhir kalimatnya mengajaknya untuk ribut."Pak saya kira pak Herry takkan sejauh yang dipikirkan bapak lagi pula disini ada Andri.""Tak belajarkah kamu dari insiden tadi?""Bagaimana jika Andri tak selalu ada seperti tadi?"Benar Jaden akan selalu ada bahkan 24 jam, ia akan selalu posesif tapi bukan itu yang ia butuhkan."Saya yakin saya bisa luput pak selama saya tak pergi sendirian.""Yakin?""Dia bahkan tau dimana rumahmu."Lagi lagi yang ia katakan benar adanya. Harus dengan apa Vasya menolaknya dan sialnya pikirannya juga selaras dengan pikiran Jaden tapi ia tak mau mengalah, ia tak mau toxic people yang sudah berusaha ia hilangkan kembali lagi."Sya di kantor banyak yang bisa ikut melindungi."Rasanya tak perlu menyeret banyak orang ke dalam masalahnya apalagi mereka yang tak begitu berkepentingan. Vasya takut saja merepotkan orang lain."Pak Herry tak kan berhenti, ia kehilangan semuanya lo sya, teman keluarga dan semua relasinya serta ia viral dimana mana.""Aku bukan orang yang menyebarkan aibku sendiri. Itu tak ada sangkut pautnya denganku.""Bukan aku yang mengunggah videonya ke medsos.""Iya tahu tapi pak Herry sangat dendam padamu.""Tahu dari mana?"Jaden terpaksa melakukan ini, ia meraih sesuatu dari tas kerjanya dan menyodorkannya pada Vasya. Lantas setelah melihatnya mata Vasya membulat, ia tak percaya dengan penglihatannya sendiri."Darimana kamu dapat ini?""Menurutmu?"Memang lelaki itu suka sekali main tebak tebakan dan membuat Vasya jenggah setengah mati. Melihatnya Jaden hanya bisa menghembuskan nafas karena Vasya tak mau sekedar berusaha menebaknya."Dari ruangan kerjanya Sya"Tunggu.Ruang kerjanya memang dahulu ruangan pak Herry.Vasya mematung ia tak menyangka bahwa lelaki yang selama ini mengerjainya juga adalah orang mesum tingkat dewa. Kali ini Vasya hanya bisa menahan malu tentu saja, ia tak menyangka kalau yang ada di foto ini benar benar dirinya."Ini masih belum seberapa, di lacinya banyak sekali jepretan fotomu dan semuanya tentu kamu tak tahu kan?"Vasya benar benar syok ia tak habis pikir dengan fakta barusan. Matanya memandangi lagi foto foto fotogenik itu dengan gusar. Rasanya seperti tertangkap basah oleh sesuatu yang kita tidak tahu itu apa. Kenapa lelaki itu menyimpan banyak sekali fotonya.Sejak kapan semua ini di mulai, kenapa ia tak sadar. Kapan lelaki itu memotretnya, yang ia sadari hanya fakta pak Herry benar benar membencinya. Tentu saja ia tak kepikiran sampai sini."Dan lebih parahnya.."Vasya mendongak, ia sudah hampir menangis. Kalimat selanjutnya sangat membuat ia penasaran. Hal seperti ini saja sudah membuatnya syok berat, sekarang apalagi yang terungkap."Pak Herry memasang camera di bawah mejamu.""Apa?!"Vasya memejamkan mata dan air mata itu sudah menetes begitu saja. Mukanya sudah memerah, belakang telinganya terasa panas dingin menahan amarah.Dasar bejat Herry sialan!"Banyak sekali video setengah badanmu sya, ini tak benar, lelaki itu jelas bisa nekad."Kenapa serasa hancur semua martabatnya dan lebih parah lagi semua itu di ungkap oleh Jaden. Vasya merasa malu sekali dengan lelaki yang sekarang masih membicarakan tentang hal hal di luar nurul yang ia temukan di laci meja pak Herry.Perasaan Vasya tak karuan, ia menggigit jari jemarinya sambil menatap Jaden yang kini terdiam. Dalam diam mereka saling menatap mencoba menyelami pikiran masing masing dan akhirnya Vasya menyerah."Aku pulang ke kampung halamanku saja kalau begitu."Jaden terdiam sejenak, ia pik
Suara Andri terdengar lantang sementara tubuh kakaknya sudah ia lempar entah kemana. Kebiasaan lelaki itu tak pernah bisa sembuh. Setiap kali mati lampu pasti ia akan panik sendiri. Dan untungnya tubuh Vasya tak terbentur lantai melainkan tertangkap oleh Jaden.Pose mereka sudah sangat dekat dan lagi lagi Vasya teringat memori lampau, ia langsung reflek berdiri tapi kemudian kembali meringis lalu berpegangan pada lengan Jaden.Untungnya itu dalam keadaan gelap jadi ia tak tengsin amat. Dengan terpaksa ia meminta tolong pada Jaden. Mulutnyapun kaku setengah mati waktu mengucapkannya."Aku antar ke kamar."Jaden meraih ponselnya lalu menyalakan lampu flash. Lelaki itu memapah Vasya ke kamarnya sementara Andri masih terduduk di lantai sambil menutupi wajahnya yang ketakutan."Tolong sadarkan adikku."Jaden hanya mengangguk lalu meletakkan Vasya di kasurnya. Lelaki itu berlalu menuju lelaki yang sedang menutup matanya menggunakan telapak tangannya. Ia menyinari wajah Andri dengan flashnya
"Efek minum kopi."Bohong padahal Vasya minum boba tadi sore. Jaden tak bertanya lagi. Vasya mencoba menutup matanya kembali tapi masih belum bisa terpejam lalu terdengar suara Jaden membalikkan badannya ke arah Vasya."Kamu ingat waktu kemah pas SMA Sya?"Ahh tidak ingat, aku tidak ingat!Sudah hilang ingatan aku!Vasya terdiam, dia tak capek capek menjawab walaupun sekarang pikirannya berkelana ke masa yang Jaden sebutkan. Masa masa mereka kemah dan tersesat di dalam hutan hingga gemetaran karena bertemu kuntilanak dan sebangsanya."Masih ingat kamu tidur di tenda laki laki?"Vasya syok sebentar ternyata adegan itu yang di maksud oleh Jaden. Ia teringat walaupun samar samar."Kamu tidur di sebelah aku karena saking takutnya."Waow benarkah itu?Vasya masih terdiam, ia berusaha agar tak kembali ke masa yang sudah sudah. Jujur saja ia belum bisa untuk berdamai dengan dirinya di masa lalu. Sekali membuka ingatan lama yang membahagiakan ingatan rentetan selanjutnya pasti akan terngian j
Apakah mereka sedang memainkan game tunggu tungguan dahulu. Perasaan tidak. Jaden masih terdiam."Ngobrol dong kalau mau di tunggu!"Tapi nunggu buat apa buat jadi babu?Sudah benar Jaden pergi dari hidup Vasya. Vasya mencoba relax kembali, ia tak ingin melahap lelaki itu hidup hidup walaupun tubuhnya gemetar dan kepalanya sudah berat sebelah. Sabar, sabar pokoknya tetap ia tahan agar kembang api takkan tersulut.Tengsin dia masak begitu saja marah marah padahal harusnya ia bersyukur bukan. Biar Jaden beranggapan bahwa kepergiannya bukan masalah serius."Bukankah kalau pasangan pasti akan menunggu?""Oh, kita pasangan? Kapan?"Mulut Vasya getir, ia tak tahan dengan jarak sedekat ini. Sebenarnya kenapa Jaden begini, maksut lelaki itu apa sebenarnya. Tapi lelaki itu terdiam kembali sambil memandangi seprei."Sya..""Hhmm aku ngantuk mau tidur."Vasya kembali membelakanginya tapi masih dengan tubuh yang tegang, ini fix ia takkan bisa tidur semalaman. "Aku minta maaf."Barusan itu suara
Sudah jangan terpengaruh.Biarkan dia sesukanya.Vasya berjalan sambil mengendalikan nafasnya, ia tarik nafas buang, tarik nafas lalu buang berulang kali. Sesampainya di ruang televisi ia terduduk di sofa dan memutuskan untuk tidur disana sambil menyalakan televisi."Ponselmu paswordnya masih sama."Matilah sudah!.Gadis itu meraba raba di mana ponselnya dan sialnya ponsel itu sekarang ada dalam genggaman Jaden. Lelaki itu asik mengotak ngatiknya seketika Vasya kembali meradang."Jangan!""Itu ponsel aku!"Secepat kilat Vasya mencoba merebutnya walaupun dengan kaki yang demikian dan sekarang kakinya bengkak serta membiru. Jaden sendiri tak bergeming lelaki itu fokus pada ponsel yang sekarang sedang ia polototi.Vasya sebal ia meraih ponsel itu begitu saja dari tangan bajingan yang sekarang hanya meringis."Ini privasi ya pak!""Jangan kurang ajar!"Vasya sewot, ia melirik ponselnya yang sekarang sedang menunjukkan gallery foto fotonya. Dan pas dimana muka Jaden dengan Vasya banyak terp
"Ayo tak bantu berdiri!"Vasya tak bergeming, ia menatap uluran tangan itu dengan dengan ogah ogahan. Tangannyapun langsung menepis Jaden yang berharap gadis itu menurut dan mau menyambutnya."Minggir, aku bisa sendiri!"Jaden hanya mematung di tempat masih belum sadar akan sikap Vasya yang lagi lagi membuatnya syok. Jaden benar benar heran kenapa Vasya masih sangat susah untuk melunak padanya. Kali ini Vasya benar benar bangkit lalu berjalan dengan sangat baik, ralat ia sebenarnya mencoba berjalan tanpa cela walaupun kakinya benar benar merana. Sebisa mungkin ia tidak meringis sedikitpun. Tapi bukan Jaden namanya kalau tidak mengacau.Lelaki itu datang kembali dan tanpa bersalah langsung menginjak kaki Vasya. Memang benar tidak terlalu di tekan tapi rasanya sungguh seperti terasa sampai ke ubun ubun. Jaden tersenyum, ia menoleh ke arah mak Imah yang masih memerhatikan kaki Vasya."Masih mbok, coba di urut kembali."Sialan memang si Jaden!Vasya hanya bisa terduduk di lantai sambil m
Itu bukan Jaden.Mana mungkin lelaki itu berada disini. Vasya sudah parno ia mundur perlahan hendak lari tapi lelaki itu lebih cekatan. Ninja itu segera menerjang lalu membius Vasya dengan obat bius yang lelaki itu kantongi.Disini Vasya sudah kalang kabut, ia berusaha untuk kabur. Pokoknya ia berusaha agar obat bius itu tak berhasil menuju hidungnya. Ia masih berusaha memberontak walaupun laki laki itu kuat tapi Vasya tak tinggal diam.Iapun kaget kenapa gadis sekecilnya bisa memperoleh tenaga macam itu tapi aksinya tiba tiba di hentikan oleh tamparan keras yang mengenai pipinya. Vasya kaget, ia syok lelaki itu berani menamparnya. Emosinya di gulung amarah, ia dengan brutal menerjang sambil melotot.Tangan lelaki itu di pelintir hingga sapu tangannya terjatuh, lelaki itu berusaha meraih Vasya dengan tangan satunya tapi Vasya segera menendang selangkangannya dan baru terdengar suara lelaki itu kesakitan. Reflek Vasya menoleh kembali, ia kenal dengan ninja ini.Benar kata Jaden, si Her
"Dia berbahaya pak Rt dan warga warga sekalian."Vasya masih syok, ia mengibas ngibaskan rambutnya gemas dengan skenario tai kuda ini. Padahal Adiknya belum ketemu loh."Buktinya mana, kenapa saya di fitnah rampok?"Gadis itu cukup frontal, ia menatap Herry tanpa takut. Dia benar benar tak bersalah disini."Justru ia yang psikopat karena saya di ikutin dari kota ke sini dan lelaki ini ingin menculik saya yang terpisah dari adik saya.""Saya ada buktinya, sapu tangan ini!""Itu kan milik kamu, aneh kamu ini!""Tuh kan saudara saudara ia berani nyolot."Wahh!!Gila nih orang!"Ini fitnah bapak bapak, saya gadis baik baik bukan pencuri.""Heh, perempuan sundel sudahlah kamu yang memang dari dulu mencoba merayu dan memanfaatkan saya kan tapi saya tidak mau jadinya kamu mau menculik saya.""Idiihhhh ngapain kayak kamu penting aja!"Vasya membali mengibaskan rambutnya, ia gemas dan sekarang warga bingung sendiri. Di saat itu Vasya melirik kembali ke arah Herry yang tersenyum licik."Maumu i
"Brukk!!!"Tubuh wanita paruh baya itu terpental jauh karena ditabrak kontainer yang sedang mengantarkan makanan ringan. Mamanya Vasya langsung tak sadarkan diri karena saking syok juga sakit tak karuan. Baju warna peach yang ia pakai bersimbah darah apalagi bagian kepalanya yang nampaknya menghantam pinggiran jalan. Semua oranh berusaha mendekat dengan kepo dan ada yang lain menelpon ambulance segera*Di kamarnya yang nyaman Andri masih tertidur pulas, di sore itu ia sama sekali tak ingin melakukan apa apa bahkan ponselnya sudah berjauhan darinya sejak 2 jam yang lalu. Tentu saat pihak rumah sakit menelponnya ia tak kunjung merespon karena Andri pikir itu telepon iseng. Tapi untung rasa lapar membangunkannya dan membuatnya menatap layar ponselnya dengan seksama.Disitu ia langsung panik tentu saja, Vasya tak ada di dekatnya dan sekarang ibunya malah masuk rumah sakit. Dengan dandanan ala kadarnya ia langsung pergi ke rumah sakit tanpa angan angan apa apa, yang ia tahu mungkin penyak
Dan mamanyapun langsung bangun dari mimpinya, ia melihat sekeliling kamarnya dengan mata lesu, Mimpi barusan membuatnya berkeringat dengan jantung yang masih berpacu liar sampai sekarang. Vasya kamu dimana? Seketika telponnya berbunyi dan mamanya merasa seperti dejavu, dia melihat layar ponselnya untuk memastikan bahwa itu nomor yang tidak dikenal. Tapi ternyata bukan, nomor itu milik ibu Romiah. "Halo?" Dan intinya adahal ibu Romiah hendak mengembalikan uang, ia meminta ketemuan dengan mamanya Vasya nanti jam 1 di suatu taman. Dengan sumringah tentu mamanya Vasya menyetujuinya, siapa yang tak setuju uangnya mau kembali tentu saja ia sangat antusias. Mamanya bahkan lupa dengan mimpi barusan, ia tetap menyangkal bunga tidur tersebut dan mengatakan kepada Andri supaya ia mau mencari kakak perempuannya karena mamanya hendak bertemu dengan seseorang. "Sama siapa?" "Ibu Romiah" "Ngapain?" "Katanya ia mau membayar hutang" Andri mengangguk angguk tapi ia tak sepenuhnya set
Awalnya dikira dia akan membeli guk guk atau kucing yang lucu lucu tak tahunya sampai sana malah ia kembali lagi, tak jadi ia melihat lihat kesana setelah penjaganya keluar, ternyata mas mas yang dulu kerap bertukar sapa dengannya sudah mengundurkan diri. Sayang sekali. Padahal seingat Vasya mas mas tersebut bekerja hampir 10 tahunan tapi kenapa resign segala. Vasya pindah haluan lagi, ia kini berjalan di samping trotoar sambil mengecek ponselnya. Kira kira ia mau ngapain apakah benar harus ke jogja atau ada opsi yang lain. Ponsel Vasya berbunyi dan itu adalah ibunya. Vasya melengos lalu mengantongi ponselnya, paling juga ibunya mau nitip sesuatu. Ogah ma, jangan nitap nitip! Selanjutnya Vasya berjalan kembali, ia kemudian terduduk di halte bis, tak lama bis arah luar kota mendekat dan tanpa sadar ia juga merasa takut, ia hanya ikut naik saja tanpa tujuan dan rencana yang memadai. Gadis konyol itu sekarang terduduk di kursi belakang sambil menghidupkan earphonenya. * Har
Vasya angkat tangan percuma memarahi ibunya, mending dia pergi, masa bodoh ibunya mau ngomong apa pokoknya ia masa bodoh. Mau dikatakan marah ya jelas marah tapi ia mau marah ke siapa. Entahlah Vasya badmood sekali pagi ini, dihari libur itu ia sudah membuat rencana dan berhubung ibunya kebangetan jadi ia hendak pergi sejak pagi. Lebih baik begitu timbang ia menelan ibunya bulat bulat. "Mau kemana?" "Pergi!" Sudah begitu saja dan Vasya benar benar bablas tanpa kata yang berarti. Andri yang tahu kakaknya sedang marah hanya melirik ibunya sebentar dan sang ibu tiada rasa penyesalan sama sekali. "Mama keterlaluan!" Ibunya rada kaget melihat ekspresi Andri yang menyeramkan dan kemudian Jaden duduk di meja makan. ia menanyakan Vasya yang tak kelihatan batang hidungnya. "Kakak sudah pergi" "Kemana kan ini hari libur?" Andri mengiyakan bahwa ini hari libur tapi bukan untuk Vasya. Ada aja yang mau ia lakukan di akhir pekan ini. "Entahlah kelihatannya dia ngemall hari ini"
Halo apa kabar?Ini nyasar atau bagaimana?Kok tumben amat atau salah kirim?Pesan yang sama sekali tak ingin dia baca tapi malah kebuka karena tangannya yang tak sengaja, yang selalu ia pikirkan namanya kini sudah berubah hendaknya ia segera sadar. Vasyapun langsung menghapus nomornya, baiknya memang begini.Ini yang namanya merelakan.Sudah diputuskan bahwa ia tak ikut campur lagi urusan mantan sahabatnya lagi. Semoga saja mereka bahagia, urusan Vasya hanya berusaha bangkit lagi dan hidup kembali seperti biasa.Dan akhirnya Vasyapun mencoba menutup matanya walaupun batinnya bergejolak tak karuan. Rasanya ia ingin menelpon kembali Armin. Hmmm lagi lagi ia berubah bodoh lagi perasaan beberapa menit yang lalu ia pintar dalam menghadapi pesan nyasar tersebut.Hingga yang terbaik sekarang adalah minum pill disebut solusi baginya agar ia bisa tidur tentu saja.*Siang tadi ia mimpi buruk dan malam ini ia tidak bermimpi sama sekali hanya saja ia mengorok dengan lantang di sela sela tidurny
Rasanya Jaden sedang memaksa Vasya dengan apa yang terjadi pada ibunya, seolah ia tahu segalanya."Jangan konyol!"Nada bicara Vasya langsung membuat Jaden meremang, ia langsung tahu kalau Vasya sedang badmood sekarang ini."Kenapa selalu membahas penyakit ibuku?"Jaden menggeleng, ia hanya khilaf saja dan kampretnya itu berulang kali, orang gila mana yang percaya begitu saja."Tenang Sya semua bisa di pertanggung jawabkan!"Halah setan!Vasya langsung hendak memiting kepala Jaden yang sedang enak enak menyetir, lelaki itu langsung panik sementara Vasya gemas setengah mati."Sya tenang sya tenang!"Tapi Vasya tak bisa tenang, ia malas kalau harus tenang menghadapi Jaden yang pendusta berat."Maafkan aku please!"Ngimpi ya kamu?*Sialnya Vasya karena saat Jaden mengantarkan dirinya pulang delalah di rumah beliau sedang berkunjung dan Andri kebetulan sedang pergi sebentar. Alhasil melihat Jaden begitu iapu menawari Jaden untuk masuk rumah dulu."Ngapain sih ma!"Vasya ini sangat buruk
"Jangan, beli sendiri"Karyawab pelit itu melindungi steaknya dengan sepenuh tenaga dan Jaden hanya bisa melongo saat melihat wanita ninja itu benar benar perhitungan dengannya."Murah lo pak, bqpak mending beli sendiri jangan malah minta jatah untuk perut kami yang kelaparan"Hmmm memang paling bisa membuat keadaan jadi menyudutkan begini. Dan akhirnya Jaden mendatangi kedai steaknya lalu memesannya secara manual sementara Vasya dari kejauhan sudah membuat ancang ancang untuk segera pergi ke kedai kebab di sebelah pintu masuk tadi.Rasanya ia sama sekali tak ingin melewatkan makanan khas turki tersebut apalagi kelihatannya adiknya bakal menyukai kebab yang ia beli kali ini.*"Vasyaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!!!!"Bos besar itu terpaksa untuk mengurung Vasya di sebuah warung telepon karena saking kesalnya ia di tinggal tinggal melulu. Pokoknya dengan di kurung begitu ia jadi anteng dan Jaden tidak susah mencarinya wkwkwk.Vasya menggedor gedor warung telepon itu dengan penuh arti, ia
Vasya melirik Jaden, ia tak bisa kalau tak kepo. Jadenpun memandangi Vasya dengan sendu seolah sedang mengenang sesuatu."Aku pernah seperti ini dengan seseorang!""Siapa? Ranita?"Hening.Keheningan ini membuat Vasya yakin bahwa wanita itu adalah Ranita dan mungkin waktu itu si Ranita itu sedang di perebutkan dengan Jaden juga Armin. "Bukan."Entah kenapa tapi mendengarnya membuat perasaan Vasya lega kan harusnya dia tidak terpengaruh."Kamu tak ingat?"Apa lagi? Ingat siapa?Oh sebentar, apakah mungkin mantan Jaden waktu SMA tapi yang mana, cewek yang mana kan dia banyak yang suka.Hening.Vasya memerhatikan Jaden seolah menelusuri masa lalunya tapi ia tak menemukan seseorang. Mana ia tahu kan masalah pacaran itu privasi Jaden, bukan urusannya. Perasaan Vasya saat mengingat kembali masa lalu kenapa amburadul begini."Aku tak ingat, mantanmu yang mana?"Jaden tersenyum samar, Vasya tambah pusing jika main tebak tebakan tak mutu begini."Memang mantanmu itu kenapa?""Dia sekarang men
Tapi berkat itu Vasya akhirnya siuman kembali. Akhirnya Vasya bisa melihat dunia nyata kembali sembari ia bersantai di dalam mobil. "Mimpi apa tadi?" Tangan Vasya sibuk mengusak ngasik rambutnya, kalau begini ia sungguh sangat takut, ia harus berpikir dua kali saat menyuruh Jaden dan lain sebagainya takutnya lelaki itu beneran berdarah satanis. Tapi apakah benar, apakah itu bukan karena bunga tidur. Jaden yang menoleh langsung terkejut melihat perempuan di sebelahnya sudah bangun dari tidurnya yang pulas. Vasya terlihat agak seram karena diam seribu bahasa. "Alhamdulillah ku kira kamu mati!" Kata Jaden dengan spontan. Ia dengan santai bilang bahwa wajah Vasya pucat sekali dan sepertinya Vasya sedang gelisah. "Aku mimpi aneh loh!" "Mimpi apa?" "Satanis gitu!" Jaden menepuk jidatnya, ia sungguh tak bisa mengerti kenapa Vasya mengatakan satanis saat ini karena memang tak ada hubungannya sama sekali, random. "Kamu keturunan German kan bukan brazil?" "Apa sih Sya?? Dar