Vasya mengerjapkan matanya, ia mencoba mendengarkan kembali omongan Jaden yang terdengar samar samar."Apa?!""Bukan apa apa Sya""Yakin?"Jaden mengangguk dengan tegas tapi Andri bisa melihat sesuatu di mata calon kakak iparnya itu."Matamu kenapa lebam kak?"Jaden yang sudah menutupinya dengan concelear hanya bisa membisu, ia menatap Andri sambil menggelengkan kepalanya."Kenapa?""Memang matanya Jaden kenapa?""Kakak tak lihat, ini ada lebam di mata kiri kak Jaden""Masa?"Kini Vasya yang makin mendekat, ia kepo dengan wajah Jaden tapi Vasya tak menemukan hal aneh."Aku hanya kecapean dan kurang tidur"Lagi lagi Andri menggeleng, ia sangat yakin kalau lebam itu bukan lebam biasa. Bahkan saking keponya Andri langsung membuktikannya sendiri dan benar Jaden langsung meringis saat tangan Andri menekan dengan kasar area matanya."Nah kan!"Bagaimana ini Jaden tak mau bilang bahwa ia babak belur karena bodyguard Mita, ia sama sekali tak ingin mengatakan tapi ia harus memberi alasan apa u
Di malam yang sunyi ini Ibunya Vasya masih belum selesai bekerja, ia masih mencuci banyak piring. Sungguh ibu hebat yang tak menelantarkan anaknya itu terlihat letih tapi ia tak bisa istirahat sesuka hatinya."Tolong ini sekalian"Datanglah cucian piring lagi 1 trolli. Ibunya hanya bisa pura pura mengiyakan padahal di hatinya, ia sungguh jengkel luar biasa. Jika tahu ia akan di jadikan tukang cuci piring maka ia takkan repot repot untuk melamar.Dan bisanya hanya menuruti keadaan yang amat sangat memprihatinkan, ia perlu makan dan perlu untuk menyembunyikan luka mobil yang ada di dengkulnya.Tak lama datang kembali troli troli pengangkut piring piring kotor, mereka lebih dari satu. Otaknya sudah hampir gila, yang ia bisa lakukan adalah berusah dan berusaha sampai akhirnya bisa pulang.Anak perempuannya yang membutuhkan banyak perhatian pasti merindukannya untuk pulang. Vasya pasti sudah ribut dengan adiknya. Ibunya kembali menyeka keringatnya. Dia kembali membayangkan jika Vasya tahu
"Hallo""Hallo!"Entahlah tekanan intonasi Vasya tak bisa melunak, ia jengkel sejengkel jengkelnya."Tenang, aku tak menggigit!"Tanpa menjawab Vasya hanya bisa melengos."Langsung saja, kenapa?""Jangan tersinggung, ku pikir aku melihat ibumu di restoran seafood cepat saji"Vasya tak mengerti, ia tambah marah dan langsung memaki Amanda sekukanya, harusnya sahabatnya ini sadar bahwa itu pasti bukan ibunya karena ibunya alergi seafood."Ibumu tidak datang untuk makan, dia mencuci piring di bagian belakang!"Deg!Hening.Vasya menengok jam dinding sekali lagi, ia benar benar tak habis pikir dengan ibunya. Kenapa ia sebegitunya."Mamamu alergi kan, semoga saja ia baik baik saja"Hening."Dimana tempatnya?"Vasya melotot ke arah Jaden, ia menatap mata lelaki itu dengan seram sambil memasang kupingnya rapat rapat."Tolong bantu aku"*Untuk berbagai alasan Vasya benar benar ingin full menangis hari ini, entah kenapa semenjak ia mengakhiri panggilannya dengan Amanda ia jadi lebih sensitif d
Air matanya masih merembes deras di pipinya, benar perkataan Andri tapi kenapa itu begitu menyakitkan baginya. Kenapa ia bisa seimpulsif itu hanya gara gara Amanda dan pasti di samping Amanda ya juga ada Armin. Kenapa kalau mereka lihat ibunya cuci piring. Memang ibunya telanjang. Atau sejak kapan cuci piring sama dengan makan babi, sejak kapan cuci piring juga ikut haram. Lagi lagi Vasya menangis tersedu sedu. Pikirannya sedikit lebih terbuka, ia sibuk memikirkan orang lain tanpa sadar bahwa orang di sekitarnya menderita.Ia sibuk menderita karena orang lain padahal kuncinya bukan pada orang lainnya melainkan diri kita sendiri dan orang terdekat. Ngapain nyari kebahagian ke Mars kalau Cikampek saja sudah dengan senang hati memeluk kita tanpa kita perlu nyewa roket. "Maaf ma" Berulang kali ia mengatakan hal tersebut sambil terus memukul mukul dadanya yang terasa penuh sesak.*Ketika perasaan Vasya sudah lebih baik ia terduduk lagi di tepi ranjangnya, tanganya mengupas jeruk sedang
Sesampainya di depan kamar Andri langsung mengetuk pintu sementara itu di dalam mamanya sedang mencoba membuat Vasya untuk berakting tertidur agar anak lelakinya mau masuk ruangan."Nurut mama ya Sya, nanti kalau sudah kondusif baru kelapamu boleh gerak"Buseettt!Adik kampret yang ngambek peraka MU itu amat sangat menyiksa, kenapa demi dia Vasya musti jadi batu dadakan kan kampret."Nak Jaden kamu disini nak buat nutupin kepala Vasya"Segala Jaden suruh duduk samping Vasya biar kepala kakaknya agar tak terlihat."Ma..."Ketukan kedua Andri langsung membuat mamanya sigap dan langsung membuka pintu."Ayo sini sayang"Andri masuk lalu memerhatikan sekitar, ia melihat Jaden sedang duduk dan kakaknya sedang tiduran tapi dengan kepala di tutupi oleh tubuh Jaden yang terduduk. Dengan bahasa isyarat ia bertanya dalam diam kepada Jaden dan di balas Jaden bahwa Vasya memang sudah tidur.Langkah kaki Andri langsung enteng memasuki ruangan, ia langsung dengan lahap makan di sofa sambil di usap u
Mata Jaden sampai pedas karena terlalu lama melihat monitor besar yang hanya itu itu saja. "Kenapa gesturnya familiar?" Sang asisten hanya bisa memandang dan memandangnya lagi, ia juga bingung. "Ya kan dia familiar?"Romi hanya bisa mengkerutkan dahinya, karena jujur ia belum pernah melihat wanita ini sebelumnya. Ia tak kenal sama sekali. "Aku yakin pernah melihatnya sepertinya" Lagi lagi perkataan ambigu itu membuat Romi makin ragu dengan daya ingatan bosnya. "Saya belum pernah melihatnya pak" "Benarkah?" Romi yang setia itu langsung mengangguk mantap, ia benar benar tak tahu dengan wanita yang wajahnya memenuhi layar. Jaden masih berpikir keras dengan apa yang ia debatkan tapi nihil, dia tak memperoleh nama ataupun inisial. Lalu siapa?*"Happy Birthday anak mama sayang!!!"Di moment yang membahagiakan itu Andri tak merespon ibunya, ia malah sibuk menonton MU yang sekarang sedang mendapat kesempatan untuk menendang bola.Dannnn Goallll!!!!!Harusnya begitu tapi naasnya kipe
Tapi Andri belum juga bisa menemukan ibunya yang masih sesegukan di taman. Vasya jadi bingung melihat drama yang tidak kelar kelar ini. Sementara itu tiba tiba Jaden kembali ke ruangan sontak Vasya keget karena ia pikir Jaden sudah tidur."Kenapa?"Tumben ini, kenapa Jaden begini ya?Vasya mengamati gestur dan gerak gerik janggal lelaki yang ada di depannya, ia mencoba mencari sebenarnya ia kenapa. Kenapa seperti sedang marah tapi marah gara gara apa."Kenapa apanya?"Mata Jaden mengarah ke arah kue ulangtahun serta siaran pertandingan yang mubazir. Vasya hanya bisa meringis."Ibuku dan Andri sedang main drama dramaan di taman"Dan begitulah yang ia bisa bilang untuk sekarang. Rasanya ia malu jika harus menjelaskan satu persatu."Mereka ada di taman?"Vasya mengangguk lemah, dengan tangannya yang masih di gips, sungguh ia tampak menggemaskan."Tanganmu sudah baikan?"Buru buru Vasya menggeleng, ia masih kesakitan apalagi saat dibuka perbannya."Lusa sepertinya bisa di buka total perba
"Romi sudah mencaritahunya Sya, aku memberitahumu bukan tanpa dasar, aku mencari tahu dahulu sebelum berani membuka rahasia ini."Hening."Mamamu sering ke RS Wijaya sendirian dan bertemu dokter spesialis kanker, ada riwayatnya disana!""Monggo kalau tak percaya kamu kesana tanyakan sendiri!"Rasanya Vasya masih tak percaya, ia sudah jauh jauh lega karena tak ada kanker di silsilah keluarganya kembali tapi ia salah yang namanya genetika akan tetap berlanjut entah di usia berapa."Mamaku sehat"Dengan lemah Vasya mencoba menyanggah bom yang Jaden katakan, ia masih terus berupaya untuk menyangkal ide gila yang barusan Jaden lontarkan."Terserah Sya, percaya atau tidak terserah"Setelahnya Jaden berlalu begitu saja. Ia sudah terlanjur emosi dan tak tahu harus berucap apalagi untuk membuat Vasya percaya, agar gadis bodoh itu tidak menyianyiakan waktunya yang tinggal sedikit."Mamamu mengidap sumsum tulang belakang dan umurnya tidak lama lagi, coba tanyakan sendiri kalau berani"Lalu Jaden