Langit di luar mulai terlihat terang, dan jam dinding di kamar menunjukkan pukul setengah enam pagi. Layla masih tertidur lelap berbalut selimut di pelukan Aldimas. Sedangkan pria itu sudah terbangun sedari tadi, sibuk memandangi wajah istrinya sambil sesekali menciumi pipi wanita itu.
Aldimas menggenggam tangan Layla dan memainkan jari-jarinya. Rambut ikal wanita itu membingkai pipinya yang sedikit berisi itu. Matanya yang bulat, dengan bulu mata yang tidak begitu lentik. Layla memang tidak mancung, tapi hidungnya terlihat manis. Dan bibirnya... yang selalu ingin Aldimas kecup setiap kali mengoceh panjang lebar. Pasti rasanya menyenangkan jika melihat semua kecantikan Layla dalam bentuk mini.
Ia kembali teringat dengan pikirannya tadi malam saat melihat Layla dalam keadaan polos di bawah kuasanya.
Anak.
Haruskah ia mengatakannya itu sekarang?
Tapi... bagaimana kalau Layla terlibat bahaya gara-gara keinginan bodohnya ini?
Atau
Kalau kemarin Layla masih memiliki sedikit motivasi untuk berangkat kerja, hari ini sirna sudah. Ia terbaring seperti orang lumpuh di kasur. Ia sama sekali tidak mau keluar kamar dan bertemu Aldimas.Asam lambung dan migainnya semakin parah. Ia bahkan memaksakan diri untuk meminum obat meskipun belum makan apa pun pagi itu. Aldimas hanya mengiriminya pesan singkat, bahwa ia sudah menyiapkan bubur di atas meja makan. Namun tentu saja, Layla mengabaikan itu.Setelah kembali dari kamar mandi untuk memuntahkan isi perutnya, Layla kembali ke atas kasur. Tepat saat itu, ponselnya berdering tanda panggilan masuk dari mamanya. Ocehan panjang penuh kekhawatiran langsung dituangkan wanita paruh baya itu, sedangkan Layla masih diam mendengarkan.“Gimana keadaan kamu sekarang, Sayang? Mike bilang kemarin kamu muntah-muntah. Asam lambung kamu naik lagi? Mimisan gak? Sudah minum obat?”&ldquo
Layla refleks menendang meja di depannya sampai kotak itu pun terjatuh. Isi kotak pun berserakan ke luar, membuat Layla bisa melihat jelas apa yang ada di dalam sana sekarang. Sebuah boneka beruang kecil berbulu putih itu terkotori dengan darah segar—entah darah apa itu. Sebuah kertas kecil tertempel di bentuk hati yang dipegang beruang itu—yang biasanya tertulis ‘I Love You’.Kamu Akan Mati.Bau anyirnya memenuhi rongga dada Layla, membuat wanita itu buru-buru berdiri dari sofa. Langkahnya terburu-buru menuju kamar mandi, bahkan beberapa kali Layla hampir terpeleset. Ia memuntahkan isi perutnya di wastafel kamar mandi..Mas Aldi... Mas Aldi mengirimkan itu? Tidak mungkin.Layla mengangkat kepala, menatap cermin yang ada di depannya. Wajahnya sudah sepucat mayat, dengan bola mata bergetar. Semakin hari, kondisi tubuhnya semakin buruk. Asam lambungnya selalu kambuh, m
“Lihat kamu tenang-tenang begini, kayaknya kamu belum dapat kabar yang baru, ya?” ucap Yunita sambil melangkah masuk.Aldimas yang ada di belakangnya pun mengerutkan dahi.Tanpa dipersilakan, Yunita langsung duduk di sofa dan menyilangkan kakinya. Sedangkan Aldimas masih berdiri di sana. Ia menunggu Yunita menjelaskan apa maksud ucapannya tadi.Yunita sepertinya kesenangan melihat ekspresi Aldimas yang seperti itu. Senyumnya tidak pudar, malah semakin merekah. Dengan satu gerakan, ia mengeluarkan sebuah amplop dari tas merah mahalnya.“Open it,” katanya.“Apa itu?” Aldimas tidak langsung mengambilnya. Ia menatap amplop di atas meja itu penu sangsi.“Kalau kamu penasaran, kenapa gak lihat sendiri?” tantang Yunita.Aldimas sekali lagi menatap amplop dan Yunita bergantian. Senyum penuh kepercayaan diri itu pada ak
Aldimas kira, soal Layla dan Yunita adalah hal terburuk di hari itu, tapi ternyata tidak. Lima belas menit setelah Yunita meninggalkan kamar hotelnya, sebuah telepon darurat dari kantor pusat datang. Ia meminta Aldimas untuk segera pulang dan menghadiri rapat direksi darurat yang diadakan malam itu juga.Dengan terpaksa, ia meminta Anggita untuk memesankannya tiket pesawat tercepat. Untuk sementara, sisa pekerjaan ia limpahkan kepada Anggita. Begitu sampai di bandara, sebuah mobil sudah menunggunya, siap mengantarkan Aldimas ke kantor. Benar saja, seluruh dewan direksi sudah berkumpul di ruang rapat yang besar itu, termasuk ibu tirinya dan Norman—orang kepercayaan Opa Hardian.“Saya tidak tahu apa yang membuat saya dikecualikan dalam pemberitahuan rapat ini sebelumnya,” ucap Aldimas sambil berjalan menuju kursinya.Brak!Sang ibu tiri langsung melemparkan foto-foto ke depan meja Aldimas. Tanpa dijelaskan, Aldimas sepertinya tahu foto apa itu.“Aku gak kaget saat dapat kabar istrimu la
Dengan segala huru-hara kemarin, Aldimas memutuskan untuk kembali ke ruangannya setelah rapat selesai. Waktu sudah semakin larut, yang ia butuhkan hanya beristirahat sejenak sebelum mencari keberadaan Layla nanti. Jika apa yang orang-orang katakan itu benar, kemungkinan Layla memang pergi bersama Mike.Namun begitu membuka pintu, ia dikejutkan dengan sesosok Satria yang duduk di kursi kebesarannya. Pria itu memakai baju santai—hanya kaus dan celana jeans. Penampilannya sangat berbanding terbalik dengan Aldimas yang masih memakai setelah formal dan tampak kacau.“Mau apa kamu ke sini?” tanya Aldimas sambil menutup pintu. Ia pun melepaskan dasi dan melemparnya ke sofa sembarangan.“Gak ada. Cuma... mau ngerasain gimana duduk di kursi ini,” jawab Satria, dan terdengar seperti ejekan.Aldimas hanya berdiri di depan mejanya, tak menyahut provokasi Satria.“Aku jadi paham kenapa orang-orang berebut tempat ini.” Satria memutar kursinya untuk menatap pemandangan malam ibu kota dari jendela be
“Kamu beneran gak apa-apa aku tinggal? Padahal kamu bisa tinggal di apartemen aku selama yang kamu mau, biar aku nginep di hotel aja.”Layla sekali lagi menggeleng sambil tersenyum tipis. Itu adalah pertanyaan ketiga Mike—dengan kalimat yang sama. Seharian kemarin, Layla memang menginap di apartemen Mike sedangkan pria itu tidur di hotel terdekat. Layla sudah cukup merasa bersalah membuat seorang super model tidur di hotel bintang 3, padahal dia baru saja landing di negara ini.Setelah konferensi pers malam tadi, Mike menyuruh beberapa orangnya untuk membersihkan “kado” Layla, sekaligus memeriksa keadaan sekitar rumah itu. Ia mendapatkan laporan bahwa semuanya sudah aman. Layla yang mendengar itu pun memintanya untuk mengantar kembali ke rumah.“Aku udah gak apa-apa,” jawab Layla.“Tapi, percaya sama aku, Lay. Itu bukan kiriman dari suami kamu,” ucap Mike sambil terus menyetir. Mereka baru saja kembali dari pre-school untuk mengambil barang-barang Layla yang tertinggal. “Sebenci-benci
Selepas kepergian Mike, Layla hanya menghabiskan waktu di dalam kamar. Ruang tengah dan ruang tamu masih menyisakan sedikit trauma untuknya. Sampai detik ini hanya ada satu pesan dari Aldimas yang bertanya ‘ada apa’, kemarin siang. Sepertinya pria itu terlalu sibuk sampai tidak menghubunginya.Atau karena sudah terlanjur membencinya.Layla menghela napas, dan tiba-tiba perutnya berbunyi. Tingkat stresnya yang meningkat membuat Layla juga cepat lapar sekarang. Anehnya, begitu mendapatkan apa yang ia mau makan, tiba-tiba asam lambungnya naik lagi. Alhasil, Mike-lah yang sedari tadi memakan makanan Layla.“Aku mau makan bubur....”Lidah Layla sudah membayangkan gurihnya bubur ayam yang dijual di depan kompleks. Sekarang sudah menunjukkan hampir pukul 11 siang, entah abang tukang bubur itu masih berjualan atau tidak.Layla mengambil kardigannya dan bersiap ke luar. Mike memang melarangnya untuk keluar rumah dulu, tapi ia tidak bisa menahan dorongan ini. Ia belum tahu kapan Aldimas pulang,
Ting! Tong!Mike mempunyai seribu satu kutukan untuk Jonathan—atau Mas Jo, manajernya—yang selalu datang tepat waktu. Padahal, baru lima menit yang lalu pria itu menelepon, menyuruhnya bersiap karena dirinya sudah dalam perjalanan. Apa dia menaiki mobil super yang bisa membawanya ke sini kurang dari lima menit?Bel itu terus berbunyi, membuat Mike mau tidak mau meninggalkan kopernya dan berjalan ke arah pintu apartemen.“Njir, dah, Mas Jo. Baru juga matiin telepon, udah—“Klek!Brak!Baru juga Mike membuka kunci, pintu itu sudah dibuka secara kasar sampai membentur tembok di belakangnya. Untung saja Mike buru-buru menghindar, jadi ia tidak mendapat hantaman pintu itu.“Mana Layla?” Aldimas muncul dengan kaus polo hitam dan celana panjang berwarna senada. Ia tidak memakai kacamata kali ini, membuat t