Layla refleks menendang meja di depannya sampai kotak itu pun terjatuh. Isi kotak pun berserakan ke luar, membuat Layla bisa melihat jelas apa yang ada di dalam sana sekarang. Sebuah boneka beruang kecil berbulu putih itu terkotori dengan darah segar—entah darah apa itu. Sebuah kertas kecil tertempel di bentuk hati yang dipegang beruang itu—yang biasanya tertulis ‘I Love You’.
Kamu Akan Mati.
Bau anyirnya memenuhi rongga dada Layla, membuat wanita itu buru-buru berdiri dari sofa. Langkahnya terburu-buru menuju kamar mandi, bahkan beberapa kali Layla hampir terpeleset. Ia memuntahkan isi perutnya di wastafel kamar mandi..
Mas Aldi... Mas Aldi mengirimkan itu? Tidak mungkin.
Layla mengangkat kepala, menatap cermin yang ada di depannya. Wajahnya sudah sepucat mayat, dengan bola mata bergetar. Semakin hari, kondisi tubuhnya semakin buruk. Asam lambungnya selalu kambuh, m
“Lihat kamu tenang-tenang begini, kayaknya kamu belum dapat kabar yang baru, ya?” ucap Yunita sambil melangkah masuk.Aldimas yang ada di belakangnya pun mengerutkan dahi.Tanpa dipersilakan, Yunita langsung duduk di sofa dan menyilangkan kakinya. Sedangkan Aldimas masih berdiri di sana. Ia menunggu Yunita menjelaskan apa maksud ucapannya tadi.Yunita sepertinya kesenangan melihat ekspresi Aldimas yang seperti itu. Senyumnya tidak pudar, malah semakin merekah. Dengan satu gerakan, ia mengeluarkan sebuah amplop dari tas merah mahalnya.“Open it,” katanya.“Apa itu?” Aldimas tidak langsung mengambilnya. Ia menatap amplop di atas meja itu penu sangsi.“Kalau kamu penasaran, kenapa gak lihat sendiri?” tantang Yunita.Aldimas sekali lagi menatap amplop dan Yunita bergantian. Senyum penuh kepercayaan diri itu pada ak
Aldimas kira, soal Layla dan Yunita adalah hal terburuk di hari itu, tapi ternyata tidak. Lima belas menit setelah Yunita meninggalkan kamar hotelnya, sebuah telepon darurat dari kantor pusat datang. Ia meminta Aldimas untuk segera pulang dan menghadiri rapat direksi darurat yang diadakan malam itu juga.Dengan terpaksa, ia meminta Anggita untuk memesankannya tiket pesawat tercepat. Untuk sementara, sisa pekerjaan ia limpahkan kepada Anggita. Begitu sampai di bandara, sebuah mobil sudah menunggunya, siap mengantarkan Aldimas ke kantor. Benar saja, seluruh dewan direksi sudah berkumpul di ruang rapat yang besar itu, termasuk ibu tirinya dan Norman—orang kepercayaan Opa Hardian.“Saya tidak tahu apa yang membuat saya dikecualikan dalam pemberitahuan rapat ini sebelumnya,” ucap Aldimas sambil berjalan menuju kursinya.Brak!Sang ibu tiri langsung melemparkan foto-foto ke depan meja Aldimas. Tanpa dijelaskan, Aldimas sepertinya tahu foto apa itu.“Aku gak kaget saat dapat kabar istrimu la
Dengan segala huru-hara kemarin, Aldimas memutuskan untuk kembali ke ruangannya setelah rapat selesai. Waktu sudah semakin larut, yang ia butuhkan hanya beristirahat sejenak sebelum mencari keberadaan Layla nanti. Jika apa yang orang-orang katakan itu benar, kemungkinan Layla memang pergi bersama Mike.Namun begitu membuka pintu, ia dikejutkan dengan sesosok Satria yang duduk di kursi kebesarannya. Pria itu memakai baju santai—hanya kaus dan celana jeans. Penampilannya sangat berbanding terbalik dengan Aldimas yang masih memakai setelah formal dan tampak kacau.“Mau apa kamu ke sini?” tanya Aldimas sambil menutup pintu. Ia pun melepaskan dasi dan melemparnya ke sofa sembarangan.“Gak ada. Cuma... mau ngerasain gimana duduk di kursi ini,” jawab Satria, dan terdengar seperti ejekan.Aldimas hanya berdiri di depan mejanya, tak menyahut provokasi Satria.“Aku jadi paham kenapa orang-orang berebut tempat ini.” Satria memutar kursinya untuk menatap pemandangan malam ibu kota dari jendela be
“Kamu beneran gak apa-apa aku tinggal? Padahal kamu bisa tinggal di apartemen aku selama yang kamu mau, biar aku nginep di hotel aja.”Layla sekali lagi menggeleng sambil tersenyum tipis. Itu adalah pertanyaan ketiga Mike—dengan kalimat yang sama. Seharian kemarin, Layla memang menginap di apartemen Mike sedangkan pria itu tidur di hotel terdekat. Layla sudah cukup merasa bersalah membuat seorang super model tidur di hotel bintang 3, padahal dia baru saja landing di negara ini.Setelah konferensi pers malam tadi, Mike menyuruh beberapa orangnya untuk membersihkan “kado” Layla, sekaligus memeriksa keadaan sekitar rumah itu. Ia mendapatkan laporan bahwa semuanya sudah aman. Layla yang mendengar itu pun memintanya untuk mengantar kembali ke rumah.“Aku udah gak apa-apa,” jawab Layla.“Tapi, percaya sama aku, Lay. Itu bukan kiriman dari suami kamu,” ucap Mike sambil terus menyetir. Mereka baru saja kembali dari pre-school untuk mengambil barang-barang Layla yang tertinggal. “Sebenci-benci
Selepas kepergian Mike, Layla hanya menghabiskan waktu di dalam kamar. Ruang tengah dan ruang tamu masih menyisakan sedikit trauma untuknya. Sampai detik ini hanya ada satu pesan dari Aldimas yang bertanya ‘ada apa’, kemarin siang. Sepertinya pria itu terlalu sibuk sampai tidak menghubunginya.Atau karena sudah terlanjur membencinya.Layla menghela napas, dan tiba-tiba perutnya berbunyi. Tingkat stresnya yang meningkat membuat Layla juga cepat lapar sekarang. Anehnya, begitu mendapatkan apa yang ia mau makan, tiba-tiba asam lambungnya naik lagi. Alhasil, Mike-lah yang sedari tadi memakan makanan Layla.“Aku mau makan bubur....”Lidah Layla sudah membayangkan gurihnya bubur ayam yang dijual di depan kompleks. Sekarang sudah menunjukkan hampir pukul 11 siang, entah abang tukang bubur itu masih berjualan atau tidak.Layla mengambil kardigannya dan bersiap ke luar. Mike memang melarangnya untuk keluar rumah dulu, tapi ia tidak bisa menahan dorongan ini. Ia belum tahu kapan Aldimas pulang,
Ting! Tong!Mike mempunyai seribu satu kutukan untuk Jonathan—atau Mas Jo, manajernya—yang selalu datang tepat waktu. Padahal, baru lima menit yang lalu pria itu menelepon, menyuruhnya bersiap karena dirinya sudah dalam perjalanan. Apa dia menaiki mobil super yang bisa membawanya ke sini kurang dari lima menit?Bel itu terus berbunyi, membuat Mike mau tidak mau meninggalkan kopernya dan berjalan ke arah pintu apartemen.“Njir, dah, Mas Jo. Baru juga matiin telepon, udah—“Klek!Brak!Baru juga Mike membuka kunci, pintu itu sudah dibuka secara kasar sampai membentur tembok di belakangnya. Untung saja Mike buru-buru menghindar, jadi ia tidak mendapat hantaman pintu itu.“Mana Layla?” Aldimas muncul dengan kaus polo hitam dan celana panjang berwarna senada. Ia tidak memakai kacamata kali ini, membuat t
Bau pengap yang tercampur dengan bau besi berkarat dan bensin memasuki indra penciuman Layla. Kesadarannya belum pulih sepenuhnya, tetapi Layla sudah sedikit-sedikit menggerakan tubuhnya. Ya, walaupun ia tidak bisa bergerak banyak karena sepertinya tertahan sesuatu.“Sudah bangun, Nyonya Muda?”Suara itu terdengar berat dan serak. Kepala Layla bergerak perlahan, dan ia baru menyadari kalau sekarang sedang didudukkan di sebuah kursi reyot dengan kaki dan tangan terikat. Mulutnya pun tertutup lakban hitam, hingga membuatnya tidak bisa mengeluarkan suara apa pun.Mata Layla membulat ketika melihat sosok tinggi di depannya. Ia otomatis bergerak gelisah, ingin melepaskan semua ikatan itu.“Ah, ah, gak perlu repot-repot buang tenaga. Nyonya muda gak akan keluar dari tempat ini dengan selamat sebelum bajingan itu melepaskan MD.”Satu yang akhirnya Layla sadari adalah orang ini ada kaitannya dengan posisi Aldimas yang
Satria limbung, dan akhirnya jatuh tersungkur di tanah. Kesempatan itu tidak disia-siakan Aldimas. Ia pun langsung menduduki perut Satria dan menghujani pria itu dengan puluhan tinjuan di wajah.Satria pasrah tanpa perlawanan. Ia seolah siap mati karena pukulan Aldimas. Hal itulah yang membuat Aldimas semakin geram. Ia tidak mau berhenti meskipun wajah Satria sudah penuh lebam dan hidungnya mengeluarkan darah.“AL!”“WOY! WOY! TAHAN DULU!”Tidak hanya suara Diego, Mike terdengar juga berteriak dari jauh. Entah sejak kapan pria itu ada di sana, Aldimas tidak peduli. Ia hanya ingin menghancurkan wajah Satria saking muaknya. Bisa-bisanya orang yang menyakiti Layla adalah orang terdekatnya.“Al! Udah cukup!” Diego menarik tubuh Aldimas bersama satu orang bawahannya. Sedangkan Mike membantu Satria untuk bangun.“Lepas!” Aldimas semakin
Kaki Aldimas terus bergerak gelisah, sementara tangannya saling bertaut. Rumah keluarga Darmawan yang memang berada di luar kota, terasa lebih sejuk daripada rumah Aldimas. Namun tetap saja, itu tidak bisa menghentikan laju keringat dingin yang mulai membasahi punggungnya.Aldimas tidak tahu apa yang ia rasakan sekarang. Ia gugup, tapi juga kesal. Bukan karena apa-apa, tapi karena pria yang duduk menyilangkan kaki di depannya, dan memandangnya dengan senyum menyebalkan.“Sayang,” Aldimas berbisik kepada Layla yang baru kembali setelah memanggil Nenek dari kamar. “Kok, Mike bisa ada di sini.”Layla meringis dengan wajah bersalah. “Mama yang nyuruh, kebetulan juga dia lagi balik ke Indo.”Aldimas pun hanya menghela napas. Awalnya, ia kira akan jauh lebih sulit menakhlukan sang nenek dibanding mamanya Layla. Namun, yang terjadi malah kebalikannya. Mama Layla jauh lebih protektif dan seolah tidak ingin Layla k
Layla awalnya cukup terkejut sampai tidak bisa berbuat apa pun ketika Aldimas mendorongnya masuk. Namun, bibir Aldimas terasa begitu nyata di atas bibirnya. Layla terbuai dan mulai memejamkan mata, beriringan dengan air mata yang meleleh di pipinya.Rindu yang mereka tahan berbulan-bulan akhirnya meluap tak terbendung. Mereka hanya takut saling dibenci, takut saling menyakiti, hingga saling menahan diri. Ketika salah satunya berani mendobrak, maka tidak ada lagi yang bisa melarang mereka.Aldimas melepaskan ciumannya, lalu menyatukan dahi mereka. Napas keduanya memburu, tapi dada mereka terasa penuh. Ibu jari Aldimas mengusap pipi Layla yang basah. Melihat bibir wanita itu bergetar, Aldimas merasa kembali sesak.“Maaf...,” bisik Aldimas.Layla menggeleng. Lalu, tanpa diduga Aldimas, wanita itu langsung memeluknya. Ia melingkarkan kedua lengannya di leher Aldimas, dan menenggelamkan isak tangisnya di dada
“Kamu bisa lepas sepatunya sekarang, udah gak ada orang.”Wanita itu menoleh setelah Aldimas mengucapkan itu, membuat dia buru-buru mengalihkan pandangannya ke arah lain. Namun sayangnya, lift hotel ini semua berupa kaca, membuat Aldimas tetap bisa melihat sosok itu walaupun sudah mengalihkan pandangan.Aldimas memang bukan pria yang baik. Ketika Layla meminta untuk diberikan waktu, ia tidak sesabar itu. Aldimas diam-diam selalu mengawasi wanitanya, menyewa beberapa orang, bahkan sampai membayar mahal Mike hanya untuk sebuah foto. Namun, Aldimas tetap tidak ingin mendekat sebelum Layla yang memutuskan. Ia hanya menunggu dengan cara pengecut seperti itu.Jadi, bukanlah kebetulan sepenuhnya. Aldimas sudah tahu kalau Layla akan kembali ke ibu kota untuk menghadiri pernikahan temannya. Aldimas sendiri juga tamu undangan dari pihak pria. Hanya saja, ucapan Layla tadi benar-benar di luar kendalinya.Anehnya lagi, Layla menjadi sangat penurut sekarang. Padahal Aldimas sudah membayangkan geru
Resepsi pernikahan Poppy diadakan di sebuah ballroom utama hotel mewah. Layla tidak sempat mengikuti upacara pemberkatannya, jadi sebisa mungkin menghadiri resepsi dari awal. Poppy tampak cantik dengan wedding dress berwarna biru langit, dengan efek bunga sakura tiga dimensi.Wanita itu melambai kepada Layla ketika melewati karpet merah yang disediakan. Ia tampak terharu karena Layla bisa datang ke acara pernikahannya. Jujur saja, sampai kemarin pun Layla masih ragu haruskah ia kembali ke kota ini atau tidak. Poppy pun sempat mewanti-wantinya, dan tidak memaksa jika Layla memang tidak bisa. Namun pada akhirnya, Layla bisa memantapkan hati.Ia tidak menyesal datang ke sini. Melihat Poppy tersenyum bahagia, dan digandeng oleh seorang pria gagah terasa sangat mengharukan. Layla memang pernah menikah, tapi pasti rasanya berbeda dengan Poppy. Saat itu, acara pernikahan mereka hanya sebatas formalitas, dan senyum yang Layla tunjukkan hanyalah topeng.Setelah menyapa Poppy, Layla bergabung d
Tujuh bulan kemudian.Breaking news! Farah Yulia ditetapkan sebagai tersangka!...setelah dua kali persidangan, Farah Yulia ditetapkan sebagai salah satu tersangka penggelapan dana MD Group dan penculikan cucu menantu Almarhum Hardian Mandrawoto. Dia ditetapkan bersama sekreatris Hardian Mandrawoto, Norman Gumelar....Layla menghela napas panjang begitu membaca sederet kalimat pada berita itu. Ia tidak menyangka kalau waktunya cukup singkat untuk bisa membongkar semuanya. Bagaimanapun, Layla tahu kalau Farah bukan orang sembarangan. Ia pasti akan melakukan apa saja agar lolos dari tuduhan itu.Namun ternyata, Aldimas sangat bekerja keras sampai bisa menyelesaikan semuanya kurang dari setahun. Kasus penggelapan dana di MD Group yang menjadi ‘kanker’ di perusahaan itu pun terselesaikan dengan baik. Baik
Pesan Layla tidak Aldimas balas sampai pagi hari, tapi pria itu tetap datang ke rumah sakit sambil membawa barang-barang Layla. Aldimas sadar, ia tidak bisa terus menghindari Layla. Terakhir kali ia terus menghindar, semua berakhir buruk. Makanya, Aldimas tidak mau mengulangnya.Satu tangan Aldimas membawa tas besar berisi baju dan beberapa hal yang mungkin dibutuhkan Layla, sedangkan satunya lagi membawa kantung berisi bubur ayam depan kompleks. Setidaknya ia ingin menunjukkan sedikit perhatiannya kepada Layla dan mertuanya.Dari luar kamar ini, terdengar suara orang mengobrol di dalam kamar Layla. Aldimas juga samar-samar mendengar suara pria—mungkin Mike. Ia pun menarik napas panjang sebelum mengetuk pintu ruang rawat itu.“Masuk,” suara mama Layla terdengar dari dalam.Mereka sama-sama menoleh ke arah Aldimas yang baru masuk. Seperti dugaannya, ada Mike juga di sana. Hanya pria
Tidak!Bukan seperti itu!Aldimas sudah siap dengan segala makian, tapi tidak siap dengan kalimat dingin yang menyebut nama Layla seperti itu.Tidak ada yang boleh membawa Layla peri darinya.“Tapi, Nek—““Saya kecewa sama kamu, Aldimas,” potong nenek Layla sebelum Aldimas membuat pembelaan. “Saya percayakan cucu kesayangan saya sama kamu, tapi... kamu malah membuat dia dalam bahaya. Kurang ajar!”Aldimas terdiam. Neneknya benar, Aldimas yang menghancurkan Layla. Aldimas yang membawa Layla dalam kekacauan ini.“Mike, cepat bawa kami masuk.” Seolah tidak mau berbicara lebih panjang dengan Aldimas, nenek Layla segera menyuruh Mike mendorong kursi rodanya kembali.“Aldimas.”Kepala Aldimas pun beralih kepada mamanya Layla yang memanggil. Namun, begitu bersitatap dengan pandangannya y
Aldimas mencoba untuk tersenyum, tapi air matanya tidak bisa berbohong. Sentuhan Layla membuatnya semakin merasa bersalah. Ia tidak bisa memaafkan dirinya sendiri karena melukai wanita selembut ini.Tangan Aldimas menggenggam tangan Layla yang masih berada di pipinya. Kepalanya kembali tertunduk, tak berani menatap wanita itu. “Maaf... Maafkan Mas, Layla....”“Sst.. gak apa-apa, Mas. Aku udah gak apa-apa kok.” Ibu jari Layla mengusap pipi Aldimas dengan lembut.“Maaf Mas gak bisa jagain kalian....”“Mas.”“Maaf, gara-gara Mas, kita harus kehilangan dia.”Untuk kali ini, ucapan Aldimas berhasil membuat Layla terdiam. Alis wanita itu berkerut. Apa ada yang mati gara-gara penyelamatan itu? Apa yang Aldimas maksud adalah Norman? Namun... kenapa pria itu terlihat sangat terpuruk, bila yang mati benar musuhnya?“Dia?” Layla tidak tahan untuk bertanya.
Roda brankar rumah sakit yang berderak di lantai seperti mars kematian untuk Aldimas. Setelah melihat Layla ambruk tadi, ia buru-buru menghampirinya. Ia sudah tidak peduli apa yang terjadi dengan Norman di sana—mau dia mati, berguling di lantai, atau ditembak memababi buta sekalipun. Prioritasnya hanya Layla.Wanita itu terlihat sangat kepayahan. Seluruh tubuhnya gemetaran dan matanya terpejam. Sesaat, Aldimas menduga kalau dirinya terlambat. Sampai akhirnya Layla membuka mata dan menangis ke arahnya.Aldimas pun segera memeluk tubuh mungil wanita itu, menggumamkan beribu maaf kepadanya. Napas Layla yang lemah terdengar mulai tenang. Ya, Aldimas kira dirinya dan Layla akan segera pulang dengan selamat ke rumah dan berpelukan sampai esok hari di kasur yang empuk. Namun, rintihan Layla menghentikannya.“Sakit....”Pada saat itulah Aldimas menyadari ada yang salah. Bukan di k