Julia melebarkan bola matanya syok. Memandang dua manusia yang sedang melakukan aksi mesum itu di ruangan CEO. Perempuan itu menjadi salah tingkah ketika Arjuna si pemeran utama lelaki yang lebih dulu tersadar tengah balas menatapnya dengan tajam.
Bersiap-siap Arjuna akan mengamuk.
"Pak Arjun eh …. Maaf saya tadi sudah mengetuk pintu tapi and-"
"KELUAR!" Teriakkan Arjuna menggema memenuhi ruangan itu.
Julia sadar kalau Arjuna akan semakin marah padanya setelah ini. Dengan raut menyesal karena telah mengganggu “aktifitas” sang atasan, Julia pamit undur diri dengan gerakan tubuh yang masih sangat sopan. Walaupun sebenarnya ia mati-matian menahan ketegangan. Leher belakangnya tiba-tiba merinding. Bulu halus di sekujur tubuhnya sepertinya ikut berdiri.
Julia berkomat-kamit memohon ampun kepada Sang Kuasa karena matanya sudah mulai ternodai untuk aksi tidak senonoh yang tidak sengaja ia lihat tadi.
Gadis itu menunggu di luar dengan gelisah. Kata-kata “pecat” dari tadi terus terngiang di otaknya. Tetapi sesekali Julia merutuki bosnya yang sebenarnya lebih salah. Kenapa harus di kantor, sudah begitu pintu tidak dikunci. Memangnya si bos ingin karyawan lain lihat? Pamer? Di rumah, hotel, atau apartemen kan bisa. Kalau di kantor malah mengganggu tata tertib. Enak sekali jadi bos, melanggar aturan seenaknya tapi tidak akan pernah mendapat hukuman, kecuali kena sanksi moral. Ya, semoga dia cepat sadar dan terkena sanksi moral, atau kalau tidak azab dari Sang Kuasa saja sekalian.
Setelah ini pasti Arjuna akan memecatnya secara tidak terhormat. Julia merutuki kecerobohannya yang selalu saja berakhir dengan sial. Ada saja kejadian aneh yang selalu berhubungan dengan bosnya itu. Andai dia mempunyai kekuatan untuk menghilangkan diri, sepertinya Julia akan menghilang dari tadi.
Huh, sial!
"Pak Arjuna menyuruhmu masuk!" wanita cantik yang tadi bersama Arjuna tengah kepergok melakukan perbuatan mesumnya itu keluar menatap Julia kesal.
Julia balas menatap penampilan wanita itu dengan ngeri. Rambut yang acak-acakan. Kemeja yang kusut dengan beberapa kancing atas yang masih terbuka. Bibir yang bengkak dengan lipstik yang tercoret ke mana-mana. Juga rok span yang sangat pendek berwarna hitam itu terdapat bekas menurut Julia itu adalah bekas sperma? Mungkin.
Oh, astaga mengerikan sekali.
"Apa yang kamu lihat. Cepat pergi sana!" Perempuan itu terlihat mengusir.
Julia menggeleng kuat, lalu melangkah tergesa masuk ke dalam ruangan CEO dengan langkah was-was. Baik, ia sudah sangat ketakutan sekarang. Ruang yang seharusnya membuatnya segan ketika masuk ke dalam, kali ini terasa sama persis seperti ruangan eksekusi tahanan penjara. Ia berharap nasibnya tidak seperti wanita tadi.
Suhu dingin AC membuat langkahnya berjalan lambat dan kaku. Keringat dingin bertambah lebih dingin. Julia berharap ia tidak akan masuk angin setelah keluar dari sini. Tadi sebelum masuk ke dalam sini, ia sudah memanjatkan doa dengan sungguh-sungguh supaya hidupnya selamat setelah ini. Amin.
"Permisi?" Gadis itu berjalan mengendap-ngendap. Ia berhenti menahan nafasnya ketika melihat tampilan bosnya dari belakang yang tengah sibuk memakai kemeja warna hitam. Julia melirik ke bawah tidak berani menatap atasannya itu secara langsung.
Astaga jantungku, seram sekali, batin Julia dalam hati.
Arjuna terlihat sangat menarik dengan tubuh yang berotot dilapisi kemeja hitam yang membentuk tubuhnya dengan pas. Tidak kebesaran, dan tidak juga kekecilan. Otot-otot bosnya terlihat sangat keras sempurna. Pasti akan sakit sekali jika ia kena tinju. Juga terlihat dada bidang yang lebar dan tubuhnya yang kekar.
"Silahkan duduk!" Arjuna berbalik badan dengan jemari yang masih sibuk mengancingi kemejanya satu persatu. Pria itu menatap Julia penuh minat. Julia yang sekarang jauh berbeda ketika terakhir kali mereka bertemu saat kecelakaan kecil waktu itu sekitar tiga bulan yang lalu.
Julia yang sekarang lebih fresh tanpa wajah kusut, kelelahan, dan juga cengkungan hitam itu berganti dengan tatapan mata yang cerah. Gadis itu terlihat putih bersih natural. Hidungnya memang tidak mancung, tapi di mata Arjuna gadis itu memiliki hidung yang mungil. Bibir gadis itu berwarna merah, bukan merah mencolok seperti wanita penggoda yang sering bersamanya, tapi bibir gadis ini merah lembut. Juga yang selalu menjadi perhatian Arjuna adalah saat gadis di depannya ini tengah menatapnya dengan mulut agak terbuka. Dia berkomat-kamit.
Julia sungguh menggemaskan.
Julia melempar pandangannya ke jendela berusaha bersikap biasa saja ketika secara terang-terangan sang atasan menatapnya buas. Menilai tubuhnya dari atas sampai ke bawah. Julia merasa pakaian di tubuhnya dilucuti dengan paksa. Dan itu tidak sopan menurut Julia.
"Baiklah aku tidak mau basa-basi lagi. Dan kamu sudah terlanjur membuatku marah-"
"Maaf, Pak, tapi tadi itu-"
"Jangan menyelaku. Aku belum selesai bicara!" teriak Arjuna marah dengan menggebrakkan tangan pada meja kerjanya. Cukup kuat untuk membuat Julia terkejut dan ketakutan setengah mati. Lagi-lagi Julia memilih menunduk setelah mengangguk singkat.
"Lain kali lebih sopan padaku!"
Julia mengangguk lagi tanpa berani memandang wajah atasannya.
"Jadi….” Arjuna menatap Julia penuh minat. “Kapan kamu akan membayar ganti rugi, hem? Sudah tiga bulan aku menunggunya. Kamu tidak lupa kan dengan kesalahanmu?" tanya Arjuna. Ia masih berdiri dengan kedua tangan yang menumpu pada meja, memandang Julia rendah.
"Maaf Pak Arjuna, saya belum memiliki uang. Tapi saja janji akan membayar ganti rugi itu. Tolong beri saya waktu lagi.” Mohon Julia meminta keringanan. Lagi-lagi Julia harus memperlihatkan wajah melasnya yang sama sekali tidak berpengaruh pada Arjuna.
Arjuna mengitari mejanya. Berdiri di sebelah Julia dengan tangan kanan yang menumpu pada meja, dan tangan kiri yang tertekuk memegang pinggangnya. Tidak lupa dengan senyuman manisnya. Sengaja dibuat manis. Arjuna memang memperlihatkan wajah santainya supaya Julia tidak merasa terintimidasi ataupun terancam.
Julia harus mendongak untuk menatap Arjuna.
"Tenanglah Julia. Aku bukanlah bos yang kejam. Tapi aku akan memotong lima puluh persen dari gajimu selama dua tahun," ucap Arjuna enteng, dan jelas-jelas Julia malah menampilkan wajah syok yang terlihat lucu untuk Arjuna.
"Tapi, Pak!"
"Shtttt … jangan banyak protes!"
"Pak Arjuna, saya membutuhkan banyak uang untuk-"
"Dan satu lagi, Nona Julia." Arjuna menjulurkan tangannya menggapai nota kecil di tepi mejanya.
"Menurut catatan yang diberikan asistenku, kamu beberapa kali telah meminjam uang dengan nominal yang bisa dibilang tidak sedikit pada perusahaan. Untuk apa uang itu, hah?" Arjuna menutup nota tersebut cepat dengan satu gerakan tangannya.
Julia menunduk berusaha berpikir keras. Tubuhnya bergetar hebat dengan situasi yang tidak bersahabat. Mana mungkin Julia akan memberitahukan alasannya. Karena bagaimanapun juga itu adalah aib keluarganya, dan Julia mati-matian akan menjaga rahasia keluarganya.
"Saya sangat membutuhkan uang itu. Maaf saya tidak bisa memberitahu anda," Ia menggeleng, menyesal.
"Untuk apa? Shopping, SPA, liburan, mempercantik diri, atau membeli barang mewah?" tanya Arjuna penuh gertakan. Rasa penasarannya semakin menjadi. Ia tidak terima ketika Julia memilih bungkam. Tentu itu bukan jawaban yang bagus yang sesuai dengan yang Arjuna harapkan.
Julia tetap kukuh diam membisu.
"Dengar, Nona Julia. Aku akan memberikanmu penawaran yang menarik. Kamu boleh meminjam uangku berapapun yang kamu mau tanpa perlu menggantinya. Asalkan kamu-" Arjuna tiba-tiba menarik dagu Julia. Mengecup bibir lembut perempuan itu dengan gemas. Julia terkejut dan mendorong dada Arjuna dengan kuat, membuat lelaki itu terpaksa mengakhiri ciuman sepihaknya, "-menjadi milikku."
Plak.
Pipi Arjuna terasa panas. Ia mengusap pipinya dan menatap Julia tajam.
"Saya memang membutuhkan uang itu, tapi saya bukan wanita murahan yang mau menjual diri hanya untuk mendapatkan uang dengan mudah. Ingat itu baik-baik, Pak Arjuna yang terhormat!"
"Cih, beraninya kamu-" Arjuna menarik Julia, lalu mendorong tubuh Julia dan menghimpitnya ke tembok. Lelaki itu berusaha mencium Julia untuk yang kedua kalinya. Tapi Julia berusaha memberontak. Aksi saling mendorong pun terjadi. Tenaga Arjuna tentu lebih unggul. Julia sampai kewalahan untuk menyelamatkan dirinya.
"Pak, tolong lepaskan saya!"
"Sekuat apapun kamu berteriak tidak akan ada yang menolongmu!" sela Arjuna marah dengan tangan yang berusaha menarik lepas kemeja Julia.
Brekkk.
"Pak, jangan lakukan ini, saya mohon …!" Julia semakin berteriak menjadi-jadi. Ia berusaha menutupi tubuhnya yang terekspos. Air matanya meluncur deras seiring ketakutannya.
"DIAM!"
"Lepas ...." Julia berusaha mendorong tubuh Arjuna. Hanya ini kesempatan terakhirnya, membuat lelaki brengsek di depannya sadar. Julia berpikir akan menendang bagian tertentu Arjuna dengan kuat.
Dug.
"Arghhh, perempuan sialan!"
Julia tidak menyia-nyiakan kesempatan itu ketika Arjuna lengah sibuk memegang selangkangannya yang nyeri sambil mengerang kesakitan. Dengan langkah tergesa-gesa Julia berlari keluar meninggalkan ruangan terkutuk itu.
Arjuna terus mengumpat melihat Julia yang lolos dari ruangannya.
Bersambung.
"Di mana adikku, Ma?" Arjuna menatap Lauren, mamanya yang baru saja muncul dari dapur sambil sibuk membawa nampan berisi dua gelas jus jeruk.Wanita itu meletakkan dua gelas jus jeruk itu di atas meja. Di depan Arjuna dengan hati-hati. "Kamu tiba-tiba datang berkunjung ke apartemen Mama hanya untuk menanyakan hal tidak penting itu pada Mama?" tanya wanita itu menunjukkan muka sedih yang sengaja dibuat-buat.Arjuna mendengus muak. Sudah berkali-kali dia datang menanyakan kabar adiknya. Tetap saja hasilnya nihil. Berkali-kali juga mamanya seolah menghindari topik pembicaraan seputar adik yang belum pernah ia ketahui itu.Semenjak Lauren bercerai dengan Anton, papa kandung Arjuna, Arjuna diasuh oleh papanya sendiri. Lauren yang notabene adalah mama kandungnya sendiri sangat cuek kepada Arjuna sejak kecil. Wanita itu seakan tidak peduli terhadap tumbuh kembang anaknya.Arjuna tumbuh besar tanpa kasih sayang dari seorang mama, hal itu yang membuat Arjuna juga tidak terlalu dekat oleh mamany
Arjuna menyesap gelas vodka itu hingga tandas. Pikirannya kembali melayang pada kejadian tadi pagi. Saat ia mengunjungi apartemen mamanya untuk mencari tahu keberadaan adiknya, tapi hasilnya lagi-lagi nihil.Arjuna sudah terlanjur mentransfer sejumlah uang yang cukup besar pada mamanya, namun sampai sekarang perempuan itu belum mengirimkan berkas yang ia janjikan.Pikirannya saat ini benar-benar kacau. Bukan uang yang ia permasalahkan, tapi ia memikirkan nasib adiknya yang tidak pernah ia ketahui keberadaanya. Ia bahkan tidak tahu jenis kelamin adiknya itu. Malang sekali nasibnya. Sejak mamanya menikah dengan lelaki itu, Arjuna tidak mau lagi berurusan dengan mamanya. Arjuna bahkan tidak mau tahu siapa ayah tirinya, latar belakang ayah tirinya, keadaan mamanya setelah menikah. Arjuna benar-benar tidak mau tahu. Tapi semakin lama hati kecilnya terbuka, ia merasa perlu mencari adik tirinya yang juga kabarnya ditelantarkan juga oleh mamanya.Sungguh biadab. Ia tidak mau adiknya bernasib
"Aku di mana?!" Julia berteriak marah ketika seorang lelaki asing berkemeja putih datang memasuki kamar dan membuka lakban di mulut Julia secara paksa. Gadis itu memekik, mulutnya terasa panas. Julia terus bergerak-gerak gelisah, menatap lelaki yang tengah memakai masker warna hitam di depannya dengan penuh waspada. Tanganya terikat dari belakang. Gadis itu jelas tidak bisa melakukan perlawanan. Di balik kepasrahannya Julia terus berusaha melepas ikatannya. lelaki di depannya tertawa menatap Julia yang malang. Ia membelai pipi Julia pelan. "Tenang saja Nona cantik. Aku tidak akan menyakitimu kalau kau mau diam," ujarnya hendak mengecup bibir Julia, tapi Julia segera mengelak sehingga kecupan lelaki itu berakhir di pipi kiri Julia."Lepaskan aku!" bentak Julia dengan geram. Lelaki itu terus tertawa tidak peduli."Tidak akan!""Lepaskan, atau aku akan teriak!" bentak Julia sekali lagi dengan marah."Kau teriak pun tidak akan ada yang menolongmu," ucap lelaki itu dengan dingin. Ia mende
"Mama benar-benar keterlaluan!" Arjuna berteriak marah dengan suara yang terdengar nyaring."Apa maksud kamu? Tiba-tiba datang dan langsung marah-marah tidak jelas!" Lauren ikut berdiri, bertanya dengan intonasi yang sama kerasnya. Tatapannya menatap buas kepada putra kandungnya yang semakin kurang ajar itu. Hati kecilnya tidak terima ketika Arjuna terus-terusan membentaknya.Kali ini Lauren tidak menyuguhi air minum untuk Arjuna seperti biasa saat Arjuna mengunjungi apartemennya. Firasat seorang ibu merasakan kalau anaknya akan berkunjung, dan rasanya itu bukanlah hal yang baik untuk hari ini. Tapi sebelum Lauren bergegas keluar, Arjuna sudah terlanjur membuka pintu dengan kasar dengan kemarahan yang ketara. Masuk ke dalam dan langsung meluapkan emosinya yang sedang meluap-luap. Firasat buruknya benar terjadi. Arjuna sekarang begitu marah padanya. "Mama kenapa tega menjual putri Mama, hah!" Lelaki itu menatap mata mamanya dengan nanar. Arjuna mengepalkan tangannya dengan erat. Berusa
Dua minggu berlalu dengan cepat. Selama itu pula Arjuna tidak pernah lagi melihat batang hidung Julia di perusahaanya. Perempuan itu pergi entah ke mana seperti ditelan bumi. Mungkin saja perempuan itu bersembunyi atau trauma setelah kejadian yang menimpanya waktu itu.Seharusnya perempuan itu sudah mendapatkan sanksi, atau lebih buruk ia dipecat secara tidak terhormat. Bolos bekerja tanpa meminta izin, tentu saja melanggar aturan perusahaan.Tapi Arjuna menyadari dia juga ikut andil dari apa yang menimpa Julia sekarang. Sedikit campur tangannya, ia mudah saja menyelamatkan karir Julia, dan Arjuna bertekad akan menebus kesalahannya.Arjuna sadar ia telah salah menilai Julia selama ini. Arjuna menatap arloji di pergelangan tangannya. Pukul delapan malam. Masih ada waktu untuk bertamu. Meski ia tahu bertamu malam-malam di rumah seorang perempuan yang tinggal sendiri itu tidak baik. Tapi tekadnya untuk malam ini sudah bulat, ia harus membujuk Julia untuk kembali bekerja dan meminta maaf
Arjuna menatap langit-langit kamar. Matanya memang terpejam, tapi pikirannya melayang entah ke mana. Jiwanya masih sepenuhnya terjaga. Kembali teringat empat hari yang lalu di mana Julia mengusirnya dengan tatapan jijik campur benci.Pria itu mengusap wajahnya gusar. Matanya kembali menatap nyalang. Ia bangun dan duduk bersimpuh di atas kasur, merenungi kesalahannya. Dengan keadaan gelisah ia menatap tanggalan di atas meja yang berada tepat di sebelah kasur. Tanggal tiga belas, tercoret dengan lingkaran merah. Arjuna menandai pada tanggalnya. Hari saat dia meniduri perempuan itu. Hari di mana kehormatan adik tirinya sendiri ia renggut.Di tengah keterpurukan rasa bersalah itu, ponselnya berbunyi nyaring.Klik. Arjuna menggeser tombol warna hijau. Mengangkat telepon dengan perasaan jengkel.Siapa malam-malam begini yang berani menggangguku?"Ada apa?""Arjuna, kau tahu …."Arjuna menjauhkan ponselnya. Ia menatap nama kontak di layar ponselnya. Jonatan. Pria yang sekarang masuk ke daft
Cuaca sore hari ini sangat cerah. Tetapi tak secerah hati perempuan yang berkali-kali dirundung masalah. Justru dia menganggap semua hari sama saja. Julia memarkirkan motornya di bagasi seperti biasa. Dia sudah tidak memiliki mobil karena sudah dijualnya untuk menutupi kebutuhan hidup dan hutang orang tua. Kendaraan satu-satunya yang dia punya sekarang hanyalah motor matic kesayangannya. "Lemas sekali," keluh Julia lirih seraya membuka jaket dan helm. Ia melihat pada kaca spion, berusaha tersenyum untuk dirinya, namun yang terlihat hanya senyuman keletihan. Hari ini, akhir bulan. Pekerjaan di kantor lumayan melelahkan. Semua tubuhnya terasa lesu. Berbagai masalah yang terus menghampiri semakin membuat mentalnya down. Dia benar-benar merasa seperti zombie yang dipaksa untuk hidup. Julia baru saja berjalan lima langkah menuju pintu yang sudah terbuka. Sampai kehadiran seseorang membuat semua bebannya bagai terangkat, hilang dan lenyap. Dia."Papa?" Julia memanggil setengah tak perc
Pukul sembilan pagi.Seharusnya Arjuna masih berada di kantor. Berkutat dengan beberapa dokumen penting yang harus segera diteliti dan ditandatangani. Tetapi akal budinya tak bisa diajak untuk fokus. Otaknya terus meneriakkan sebuah nama, Julia. Tapi tidak untuk pagi ini. Kali ini untuk yang kedua kalinya ia datang berkunjung ke rumah Julia.Arjuna cuma ingin memastikan kalau Julia baik-baik saja. Karena di kantor ia tidak melihat kehadiran Julia, dan Julia juga tidak mengkonfirmasi perihal dia tidak masuk hari ini. Hal itu membuat Arjuna agak was-was.Tidak ada satupun yang tahu kalau Arjuna datang ke rumah Julia. Termasuk Ruben. Dia hanya bilang kepada Ruben bahwa ia memiliki urusan sebentar, lalu pergi ke luar. Pintu tidak terkunci saat Arjuna hendak mengecek rumah Julia yang sepi itu. Bisa dipastikan si pemilik rumah ada di dalam. Tanpa permisi Arjuna main masuk begitu saja. Dirinya berharap tak akan ada orang yang menuduhnya mencuri jika ketahuan masuk ke rumah orang sembarangan
Bonus. Arjuna dan Julia adalah pasangan suami istri yang bahagia. Delapan bulan setelah pernikahan mereka, mereka dikaruniai seorang putra yang diberi nama Arka. Kehadiran Arka membawa keceriaan baru dalam kehidupan mereka.Arka tumbuh dengan pesat. Di usianya yang ke-8 bulan, dia sudah mulai bisa berjalan dan sesekali memanggil "papa" dan "mama". Arka juga suka sekali menunggu di depan pintu, menanti kepulangan sang papa dari bekerja. Setiap kali Arjuna pulang, Arka akan berlari ke arahnya dan memeluk kakinya dengan erat. Arjuna selalu menyempatkan waktu untuk bermain dengan Arka, menggendongnya, dan membacakannya cerita. Julia pun tak kalah sayang dengan Arka. Dia selalu sabar dan telaten mengurus Arka, memandikannya, memakaikannya baju, dan memberinya makan.Suatu hari, Arjuna harus pergi ke luar kota untuk urusan pekerjaan selama beberapa hari. Julia merasa sedih karena anaknya harus berpisah sementara dengan papanya. Namun, dia tetap tegar dan berusaha untuk tidak menunjukkan
Arjuna dan Julia menyambut sang buah hati dengan penuh rasa haru dan bahagia. Sejak kepulangan Julia dari rumah sakit, Arjuna dengan penuh semangat mempelajari segala hal tentang mengurus bayi. Dia dengan telaten memandikan, mengganti popok, dan menggendong buah hati mereka dengan penuh kasih sayang.Suatu sore, Julia mengamati Arjuna dari atas kasur saat dia memandikan bayinya. Arjuna dengan penuh kelembutan membersihkan tubuh mungil sang bayi, sesekali mengajaknya berbicara dengan suara yang begitu lembut. Julia tersentuh melihat betapa Arjuna begitu menikmati momen tersebut, dan rasa cinta serta kasih sayangnya terhadap buah hati mereka semakin kuat."Terima kasih, Arjuna," bisik Julia dengan penuh rasa haru.Arjuna menoleh ke arah Julia dan tersenyum. "Apa pun untuk anak kita," jawabnya dengan penuh kasih sayang.Hari-hari Arjuna dan Julia pun diwarnai dengan kebahagiaan sebagai orang tua baru. Mereka saling bahu membahu dalam mengurus buah hati mereka, dan cinta serta kasih sayan
Jantung Arjuna berdegup kencang, rasa cemas dan khawatir mewarnai wajahnya. Ia duduk di kursi tunggu rumah sakit, menunggu kabar dari sang istri yang tengah menjalani operasi caesar di dalam ruangan yang terlihat sangat tertutup itu. Operasi yang sudah ditunggu-tunggu sekaligus penuh kekhawatiran, karena ini adalah anak pertama mereka.Jam demi jam terasa begitu lama. Arjuna terus memanjatkan doa, memohon kelancaran operasi dan keselamatan bagi istri tercinta. Bayangan wajah sang istri selalu terngiang di benaknya, senyumannya yang hangat dan tawa riang yang selalu menghiasi hari-harinya. Kegiatan istrinya yang suka sekali memasak aneka kue membuatnya teringat pilu. Tiba-tiba, pintu ruangan operasi terbuka. Seorang suster dengan wajah teduh melangkah keluar, membawa selimut kecil berwarna putih. Arjuna bangkit dari kursinya, jantungnya berdebar semakin kencang."Pak Arjuna," Suster itu tersenyum hangat, "Ini putra Bapak." Perlahan, suster membuka selimut itu, memperlihatkan wajah mun
Arjuna berjalan cepat mengikuti perawat yang sudah mendorong istrinya di atas brankar rumah sakit untuk segera dilakukan pemeriksaan. Sedari tadi yang ia lihat Julia hanya menggerang kesakitan dengan mata terpejam. Sungguh Arjuna yang melihat itu ikut merasakan kengerian. Sebagai calon bapak-bapak yang menunggu anaknya lahir dengan kepanikan yang luar biasa, mestinya ia tidak tenang. ***Semua tahap pemeriksaan telah dilakukan. Dokter spesialis kandungan menyarankan Julia untuk segera melakukan operasi caesar hari itu juga dikarenakan posisi janin belum sesuai, juga volume ketuban yang malah berkurang. Tentu saja itu bukanlah hal yang bagus untuk calon bayi. Julia sudah mulai tenang tidak kesakitan lagi. Iya berbaring dengan nyaman di atas brankar. Arjuna menarik kursi, dan duduk di dekat istrinya. Ia mengusap kening istrinya, lalu tersenyum manis. "Kamu mau minum?" tawar Arjuna menyodorkan air mineral ke arah Julia. Para perawat sudah pergi. Kamar VVIP yang sangat luas itu teras
Julia Pov. Seperti hari-hari sebelumnya. Hari ini aku berangkat bekerja dihantar oleh suamiku, Arjuna. Di dalam mobil terasa sunyi, aku maupun dia sama-sama saling menutup mulut. Tidak ada basa-basi seperti biasanya. Hanya ada suara desah nafas lelahku yang sepertinya kebanyakan memikirkan masalah akhir-akhir ini. Yah, lagi-lagi masalah sepele. Selalu saja kepikiran. Sebenarnya aku masih memikirkan perihal semalam. Tentang keinginan Arjuna untuk tetap menjadikan aku istri selamanya. Sebenarnya hal itu diluar ekspektasiku. Kadang aku berpikir untuk tidak bersama selamanya. Tiba-tiba menjelang kelahiran anakku, entah kenapa hatiku menjadi plin-plan. Aku merasa seperti keberatan untuk terus menjadi istrinya. Terkadang pikiran terburukku muncul, aku tidak ingin meneruskan pernikahan ini. Bagaimana kalau aku tidak bisa sepenuhnya mencintainya? Atau bagaimana kalau dia selama ini hanya berpura-pura baik di depanku saja? Maksudku di luar sana, seorang pebisnis besar pasti memiliki selingku
Julia mengerang. Ia melepaskan pelukan suaminya. Namun pelukan itu tak mau terlepas. Semakin erat. Ia juga bahkan sudah mencubit-cubit lengan Arjuna supaya mau melepaskannya, namun suaminya tetap tak bergeming. Julia menghela nafas pendek. "Aku mau mandi. Lengket semua badanku," ujar Julia dengan intonasi lirih. Terlalu pagi untuk bicara dengan intonasi agak tinggi. "Sebentar lagi ... tunggu lima menit lagi," Arjuna merengek, menenggelamkan wajahnya ke dalam rambut panjang istrinya. Menghirup aroma wangi yang semerbak. Sambil tetap masih memeluk istrinya. Julia mengambil ponselnya yang berada di nakas dengan susah payah. Lalu menyetel stopwatch dengan hitungan dimulai lima menit. Ia dengan anteng menikmati setiap detik waktu yang mulai berkurang. Sesekali mengusap lembut wajah suaminya. Jemari lentiknya bermain di sana. Sedang Arjuna semakin tidur terlelap
Pukul 10 malam. Julia menarik selimutnya dan bersiap-siap untuk segera tidur. Arjuna yang berada di sampingnya masih sibuk dengan laptopnya. Lelaki itu masih harus meneliti beberapa berkas yang akan dia kerjakan besok di kantor. "Bagaimana keadaan di kafe untuk beberapa hari ini?" tanya Arjuna memecah keheningan. Lelaki itu menatap ke arah Julia yang juga tengah menatap ke arahnya. Julia mengatur posisi berbaringnya sebelum menjawab. "Kafe kita mengalami peningkatan yang cukup drastis. Hampir setiap hari kafe kita ramai dengan pengunjung," jawab Julia antusias. Lalu ia kembali teringat beberapa waktu yang lalu, ia sangat disibukkan ketika kafe sedang ramai-ramainya dengan pengunjung yang ternyata kebanyakan adalah teman kantornya sendiri. "Kebetulan weekend kemarin teman-teman kantor banyak yang datang ikut melariskan kafe kita," ujar Julia menggebu-gebu. Arjuna mengangguk mendengarkan seluruh cerita dari Julia dengan khidmat. Jadi, usahanya ketika melakukan promosi di kantor bebera
Beberapa hari berlalu. Menjelang istirahat di kantor. Arjuna terlihat sibuk dengan ponsel pintarnya. Matanya fokus menatap tajam gambar menu makanan yang tertera di layar ponselnya. Masih dalam mode konsentrasi diiringi perutnya yang mulai berbunyi."Pesan ini saja, atau yang ini?" ujarnya yang lebih tepat untuk diri sendiri. Ia masih sibuk memilih-milih daftar menu makanan di suatu aplikasi yang tertera. Beberapa menu yang ia lihat dalam keadaan lapar membuat semuanya terasa begitu menggiurkan. Di ruangan itu, Arjuna hanya sendiri, tidak ada yang bisa ia mintai pendapat. Beberapa daftar makanan pesanannya sudah masuk ke dalam list pembayaran dan tinggal menunggu pengantar makanan datang membawakan makanan yang sudah ia pesan. ***Seorang perempuan berkaca mata minus tengah memegang ganggang telepon. Jemari lentiknya dengan lihai memencet angka-angka yang tertera di sana. Segera angka-angka tersebut tersambung pada tujuan yang sudah ditetapkan di kantor tersebut. Tak lama setelah itu
Seperti rencana awal yang telah ditetapkannya kemarin. Hari ini Julia berniat untuk pergi ke rumah papanya. Akan tetapi, tadi pagi-pagi sekali perempuan itu menangkap gerak-gerik mencurigakan dari suaminya, yang ternyata Arjuna memutuskan untuk ikut mengantar sekaligus mengawasi Julia. Sampai selamat tentunya. Mungkin lelaki itu baru sadar bahwa dia sudah harus siap siaga mulai dari sekarang. Takut terjadi apa-apa yang tidak diinginkan. "Kita naik motor lagi, ya," ajak Julia yang kelewat antusias, sampai ia mengabaikan mimik muka Arjuna yang tiba-tiba berubah menjadi pelik, dengan satu lirikan heran mengarah pada Julia. "Serius kamu mau naik motor lagi?" tanya Arjuna berusaha untuk bersabar dengan tingkah aneh-aneh istrinya yang menurutnya lumayan ekstrim untuk seseorang yang sedang hamil tua. Sekarang istrinya sedang hamil tua, bagaimanapun ia menginginkan yang terbaik untuk istrinya. "Iya.""Coba jelaskan secara singkat alasan kamu sangat menyukai berpergian naik motor?" "Sebena