Patrick terkejut melihat seorang Seven masih berdiri. Matanya melihat satu pedang hitam menyerap semua ratusan serangan sihir. “Sial! Bagaimana bisa dia menahan ratusan serangan sihir?”
Seven kembali menggelengkan kepalanya. Dalam hitungan detik tubuhnya melesat seperti kilat. Dengan kasar kedua tangannya mengayunkan pedang berwarna hitam. Satu tebasan mengenai dada Patrick, satu tebasan lagi mengenai perutnya, dan terakhir punggungnya terkena tebasan yang begitu cepat dan tajam.
Seketika tulang-tulang dalam tubuhnya terasa patah semua. Saat ini, Patrick tidak bisa bergerak sama sekali. Perlahan tubuhnya terjatuh ke tanah dibarengi dengan suara retakan tulang dalam tubuhnya.
Melihat pemimpin mereka tumbang, penduduk kota Crucio dengan penuh keberanian melawan sepuluh prajurit dan penyihir yang menyerang mereka. Jhon yang sudah sembuh membantu melawan mereka. Begitu juga dengan Aurel yang ikut membantu.
Tak membutuhkan waktu lama, seluruh prajurit dan penyihir berhasil ditumbangkan bersama komandannya. Penduduk kota Crucio berterima kasih pada sang pangeran Kerajaan Malvevis.
Seorang laki-laki tua melangkah mendekati Seven dan dua sahabatnya. Napasnya terengah-rengah karena faktor umur. Sebelum berbicara, dia membungkukkan tubuhnya sebagai tanda hormat pada sang pangeran.
“Perkenalkan saya Harvei. Kepala kota Crucio. Kami sangat berterima kasih pada anda, Pangeran. Apa yang harus kami lakukan untuk membalas jasa anda?”
Seven tersenyum ramah, wajahnya melirik ke arah Jhon dan Aurel bergantian. Jhon dan Aurel kompak menganggukkan kepalanya. Seven tahu apa yang diinginkan oleh kedua sahabatnya. Sehingga dia meminta Harvei sebagai kepala kota Crucio agar tidak melakukan apa pun, karena mereka akan kembali ke istana.
Raut wajah kecewa begitu terlihat jelas pada wajah Jhon dan Aurel. Mereka tidak menyangka sahabatnya yang satu ini begitu bodoh. Padahal mereka ingin memakan makanan khas kota ini.
Sebuah pukulan ringan mengenai kepala Seven. Ya, Jhon melakukan ini karena kesal. Tanpa basa-basi, dia dan Aurel berpamitan pada penduduk kota Crucio. Mereka kompak menarik Seven menjauh dari penduduk kota Crucio.
Seven hanya menyengir kuda sembari melambaikan tangan kanannya. Penduduk kota Crucio kompak membalas lambaian tangan sang pangeran. Perlahan tubuh Seven dan kedua sahabatnya menghilang dari pandangan para penduduk.
Setelah menjauh dari penduduk kota Crucio. Jhon orang pertama yang memarahi Seven karena tidak meminta balas budi dari penduduk kota Crucio. Seven hanya menyengir sembari menggaruk-garuk belakang kepalanya.
Setelah itu, giliran Aurel yang memarahi Seven. “Sudah ku bilang beberapa kali ... kau jangan menggunakan kekuatan pedang naga hitam lagi, Seven. Paham?!”
“Tapi kalau aku tidak menggunakannya, penduduk kota Crucio dalam bahaya, Aurel. Jadi, apa salahnya aku menggunakan kekuatan pedang ini?” jelas Seven dengan santai.
Jhon dan Aurel hanya membuang napas dengan kasar.
“Kita kan bisa berkerja sama untuk mengalahkan mereka, Seven,” sasar Aurel dengan mendekatkan wajahnya pada wajah Seven. Setelah itu, memutar tubuhnya membelakangi Seven dengan kesal.
Kedua kaki Jhon melangkah mendekati Seven. Tangan kanannya memegang bahu kiri Seven. “Apakah kau tidak takut dengan Kerajaan Valdermen dan Kerajaan Rondland?”
Seven memutar tubuhnya membelakangi kedua sahabatnya. Tangan kanannya mengeluarkan pedang naga hitam dari sarung pedang di pinggangnya, lalu dia menghunuskan pedangnya ke depan. “Selama pedang ini ada di tanganku. Aku sama sekali tidak takut pada dua kerajaan itu.”
Jhon dan Aurel kompak menjawab, “Terserah kau saja, Seven.”
Kali ini, Seven malah tertawa kecil. Dia merasa lucu ketika melihat wajah kesal kedua sahabatnya.
***
Seorang laki-laki berpakaian hitam dan memakai topeng sedari tadi mengikuti Seven dan kedua sahabatnya dari jauh. Dirinya merasa yakin kalau pedang yang dipegang oleh Seven adalah pedang naga hitam yang asli.
Tanpa menunggu lama-lama, laki-laki ini menghubungi seorang raja lewat telepati. Hanya dalam beberapa menit, telepatinya sudah tersambung dengan telepati sang raja.
“Yang Mulia sepertinya memang benar kalau pedang naga hitam berada di tangan pangeran Kerajaan Malvevis.”
“Baguslah ... kita sudah menemukan keberadaan pedang tersebut.”
“Apa rencana selanjutnya, Yang Mulia?”
“Dapatkan pedang itu bagaimanapun caranya.”
Dengan tegas laki-laki ini menjawab siap, lalu menyudahi komunikasinya. Sekarang dia harus memikirkan cara untuk mendapatkan pedang naga hitam tersebut.
***
Hari sudah sore. Burung-burung pipit berterbangan mencari tempat istirahat. Perlahan matahari turun ke bawah. Bulan bersiap datang menggantinya untuk menyinari dunia. Sebelum itu, layung sudah tampak terlihat sehingga bisa dinikmati oleh manusia-manusia yang melihatnya.
Seorang wanita muda dan cantik mendatangi seorang raja, yang sedang duduk santai di singgasana bersama dua permaisuri. Wanita ini berlutut dengan penuh hormat pada sang raja. “Saya mau melapor, Yang Mulia Raja Elrick.”
Mengetahui seorang utusannya sudah kembali, Elrick meminta dua permaisuri pergi dari sini. Sebelum mendengarkan laporan dari sang utusan, dia berdiri lalu memutar tubuhnya 90 derajat. Tangan kanannya mengambil benda berbentuk bundar yang berisi air. Mulutnya meneguk air sebanyak tiga kali.
Setelah itu, Elrick mempersilakan sang wanita untuk melaporkan misinya.
Sang wanita mengambil napasnya dalam-dalam, lalu mengeluarkannya dengan pelan. “Setelah saya pastikan sebanyak lima kali. Pedang yang dimiliki oleh pangeran Kerajaan Malvevis benar-benar pedang naga hitam yang asli.”
“Kerja bagus, Juli.” Elrick tertawa senang sembari melihat ke atas. Kedua matanya melihat langit-langit bergambar wajahnya yang sedang tersenyum. Akhirnya setelah satu tahun pencarian, dia menemukan keberadaan pedang naga hitam yang asli.
Elrick kembali menatap utusannya yang masih berlutut. Dia memintanya berdiri. Juli menurut begitu saja dengan tubuh gemetar. Apalagi bulu kuduknya juga ikut gemetar.
Elrick bertanya dengan nada datar, “Apakah kau siap menerima tugas selanjutnya, Juli?”
“Tentu saja, Yang Mulia Elrick. Asalkan anda membayar saya sesuai kesepakatan.”
“Pasti. Aku tidak akan pernah melupakan bayarannya.”
Tanpa basa-basi lagi, Elrick memberitahu tugas Juli selanjutnya. Tugasnya cukup berat karena harus mengambil pedang naga hitam dari tangan pangeran Kerajaan Malvevis. Akan tetapi, dia menjanjikan bayaran dua kali lipat dan bonus tambahan berupa rumah mewah serta satu wilayah kekuasaan.
Juli tidak mungkin menolak tugas ini walaupun berat. Sebab bonusnya begitu menggiurkan dirinya. Sebelum pergi dari sini, Juli bertanya tentang berapa lama tugas ini.
Elrick tidak peduli membutuhkan waktu berapa lama untuk mendapatkan pedang ini, yang penting dia menginginkan pedang ini secepatnya.
Juli menganggukkan kepalanya. “Baiklah. Beri aku waktu tiga bulan untuk mendapatkan pedang ini, Yang Mulia Elrick.”
Elrick hanya berdehem sembari kembali duduk di singgasananya.
Setelah pamit, Juli keluar dari istana kerajaan. Dia bersiap menyusun rencana selanjutnya untuk mendapatkan pedang naga hitam.
***
Pada malam hari Jhon dan Aurel menemui ayah Seven, yang merupakan raja kelima Kerajaan Malvevis. Mereka berdua kompak melaporkan apa yang telah terjadi pada siang hari pada sang raja.
Raja kelima Kerajaan Malvevis hanya tertawa terbahak-bahak mendengarkan anaknya yang begitu egois.
Bulan Januari Tahun 1200 fire ... Pagi hari di bawah sinar matahari yang cerah, Kerajaan Malvevis mengadakan acara pemberian penghargaan dan penghormatan pada beberapa prajurit yang telah menorehkan prestasi dalam tugasnya. Prajurit Kerajaan Malvevis selalu berlomba-lomba melaksanakan tugasnya dengan baik, agar bisa mendapatkan bintang dari raja kelima Kerajaan Malvevis. Apalagi jika bintangnya diberikan secara langsung oleh sang raja. Hal ini, membuat mereka menyerahkan jiwa raganya untuk Kerajaan Malvevis. Ribuan penduduk Kerajaan Malvevis sudah menunggu di depan istana Kerajaan Malvevis. Wajah-wajah senang dan bahagia begitu terpancar dari wajah mereka. Seorang laki-laki gagah tersenyum melihat tersebut. Beberapa prajurit dan petinggi kerajaan sudah berdiri di atas balkon yang berada di lantai kedua istana. Sembari menunggu sang raja muncul, mereka melirik ke sana-sini melihat wajah sumringah penduduk kerajaan. Bahkan, mereka juga memperlihatkan s
“Bagaimana rasanya kalian mendapatkan satu bintang lagi?” tanya Seven penasaran dengan perasaan kedua sahabatnya, Aurel dan Jhon. Aurel hanya tersenyum manis sembari melihat-lihat tiga bintang yang sudah dikumpulkan, sedangkan Jhon menjawab sembari tersenyum ramah, “Biasa saja.” Seven menggelengkan kepalanya, lalu menyindir mereka berdua yang terlalu kesenangan mendapatkan tiga bintang. “Ingat! Perjalanan kalian masih panjang. Suatu saat kalian akan menjadi tangan kanan dan kiriku.” Aurel dan Jhon kompak menjawab siap. Setelah itu, mereka bertiga tertawa bersama-sama mengingat-ingat beberapa pertarungan yang pernah hadapi sebelumnya. Ya, mereka bertiga selalu bersama sejak kecil. Itulah mengapa Aurel dan Jhon menjadi kesatria I dan II dengan mudah. Ketiga orang ini seperti burung-burung merpati yang tidak bisa dipisahkan. Selalu bersama-sama di mana pun berada. Tidak pernah berpisah sama sekali, kecuali jika ada hal yang penting seperti masalah kelua
Fedrin, Seven, Julian, dan Juli sama-sama berlari menuju tempat berkumpulnya para kesatria. Perasaan khawatir pada dua sahabatnya muncul, Seven berharap mereka berdua tidak apa-apa. Diam-diam kedua matanya melirik ke arah Julian dan Juli, memperhatikan setiap ekspresi dan gerak-gerik keduanya. Tidak ada yang aneh, keduanya sama-sama mengkhawatirkan apa yang terjadi di ruang berkumpulnya para kesatria. Hanya dalam hitungan belasan menit, tiga laki-laki dan satu wanita sudah berada di dalam ruangan berkumpulnya para kesatria. Hening. Ya, tidak ada suara apa pun yang terdengar. Tidak ada bau yang aneh. Semuanya sunyi tidak ada hal yang aneh. Seorang prajurit yang ketinggalan baru saja sampai di depan pintu. Ia terkejut melihat keadaan ruangan menjadi sepi dan sunyi ini. Sebelumnya, ia mendengar ada suara pertarungan dan teriakan seorang wanita. “Apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Raja Fedrin sembari melirik ke arah sang prajurit. Sang prajurit menjelaskan
“Ingat, Julian! Aku masih belum percaya padamu,” ujar Seven dengan nada kesal. Julian hanya mengangguk tanpa mengucapkan satu kata pun. Bagaimanapun caranya, dia harus bisa mendapatkan dari seluruh prajurit Kerajaan Malvevis. Kedua kakinya tetap melangkah ke depan hingga melangkah di depan Seven yang masih kesel bercampur khawatir dengan keadaan dua sahabatnya. Sebuah tangan tiba-tiba menepuk pundak Seven. Reflek Seven memutar tubuhnya ke belakang, tangan kanannya memegang tangan yang menepuk pundaknya. Dia bersiap menjungkir balikan orang tersebut. Akan tetapi, dia berhenti saat melihat siapa yang menepuk pundaknya. Seven meminta maaf, lalu bertanya, “Ada apa?” Juli hanya tersenyum memperlihatkan betapa imut dan manis wajahnya saat ini. Ternyata dia hanya mengucapkan satu kalimat untuk menenangkan Seven agar tidak terlalu khawatir dengan dua sahabatnya. “Tetap saja. Aku selalu khawatir dengan mereka berdua.” “Apa itu artinya kau tidak pe
Merasa terdengar ada suara yang kesakitan dan meminta tolong, perlahan Seven membuka kelopak matanya. Penglihatannya masih samar-samar, dia hanya melihat sebuah pecutan yang memecut seorang manusia dengan sekilas. “Seven! Bangun!” teriak Julian ketiga kalinya berusaha membangunkan Seven. Hingga sekarang sama sekali belum sadarkan diri, wajahnya terlihat tersenyum seperti masih nyaman dengan mimpi indahnya. Juli sedari tadi hanya melirik ke sana-sini melihat setiap sudut yang ada di singgasana kerajaan ini. Pikirannya traveling memikirkan hal-hal rumit. Menutup kedua matanya dan otaknya berusaha bekerja memikirkan sebuah rencana. “Seven!!! Oi, Seven! Bangun!” Julian kembali berteriak memanggil Seven, tetapi semua ini terasa percuma saja Seven tidak bangun-bangun. Karena Seven tidak bangun-bangun, dia melirik ke samping kanan meminta pendapat pada Aurel. Aurel dengan tempat Julian dan Seven hanya berjarak satu meter. Dengan begini, mereka bisa memikirkan s
“Kaminari kokuryu kiri!” Seven kembali memasukan pedangnya ke dalam serangkanya. Partikel-partikel hitam bergerak bak kilat petir menebas-nebas tubuh musuh dalam sekejap. Ratusan prajurit yang mengepung istana Kerajaan Megorold berteriak histeris kesakitan. Mereka tidak dapat menahan rasa sakit tebasan secepat kilat ini. Rasanya seperti tusukan ribuan pedang. Sanzhes berdecak kesal, matanya melirik ke sana-sini mencari keberadaan Seven. Seven berusaha mempertahan hawa keberadaan dirinya yang menghilang. Tak ada pilihan lain, Sanzhes menancapkan pedangnya pada lantai. Mulutnya bergerak mengucapkan satu kalimat untuk mengeluarkan kekuatannya. “Aminosan Poizunrein!” Perlahan muncul sebuah awan dari atas. Cairan-cairan hitam pekat keluar dari awan, dan menetes secara perlahan ke lantai. Semakin lama keluar, semakin banyak cairan yang menetes ke bawah mengenai siapa saja. Julian berusaha keras melindungi tiga orang sekaligus. Ratusan prajurit yang sudah merasaka
Raja Fedrin tidak percaya kalau anaknya mengalahkan Raja Kerajaan Megorold dengan mudah, apalagi ia juga berhasil mengalahkan pembunuh bayaran, Sanzhes. Masih tidak percaya, sang raja kembali bertanya, “Apa kau yakin dengan informasinya, Hilda?” Hilda membungkukkan tubuhnya untuk memberikan hormat pada sang raja, lalu dia kembali berdiri tegak dan menjawab, “Benar, Yang Mulia Raja. Aku mendapatkan informasinya langsung dari Julian.” Setelah mendengar jawaban yang meyakinkan, sekilas Fedrin dengan masa lalunya. Masa lalu kelam yang penuh dengan darah, dia takut anaknya mengalami hal yang sama seperti dirinya. Namun, dia cukup yakin karena Pedang Naga Hitam ini sudah bertahun-tahun tidak dipakai. Jadi, tidak akan ada hal aneh yang terjadi pada diri Seven. “Sekarang bagaimana kabar mereka?” Raja Fedrin masih khawatir dengan keadaan para kesatrianya, apalagi anaknya sendiri. Hilda menjelaskan situasi saat ini pada sang raja denga
Tahun 1200 fire ... Kehidupan damai, aman, dan tentram terjadi di salah satu wilayah Kerajaan Malvevis. Wilayah ini bernama kota Crucio, merupakan salah satu wilayah paling berpengaruh bagi Kerajaan Malvevis. Salah satunya sebagai penghasil rempah-rempah. Rempah-rempah ini akan di ekspor ke beberapa wilayah Kerajaan Malvevis dan di impor ke berbagai kerajaan. Pagi hari di bawah sinar matahari para penduduk kota Crucio seperti biasa sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. Ada yang pergi ke sekolah, ada yang pergi berbelanja, ada yang sibuk menyiapkan sarapan pagi, dan masih banyak lagi. Kebanyakan dari mereka sedang bersiap untuk menjual hasil pertanian, pertenakan, dan perkebunan. Hari ini terlihat senyuman yang memancar dari wajah manusia yang sedang sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. Padahal salah seorang peramal pernah meramalkan kalau kota Crucio akan diserang oleh puluhan prajurit dan penyihir pada tahun ini. Namun, kebanyakan penduduk kota Cruc
Raja Fedrin tidak percaya kalau anaknya mengalahkan Raja Kerajaan Megorold dengan mudah, apalagi ia juga berhasil mengalahkan pembunuh bayaran, Sanzhes. Masih tidak percaya, sang raja kembali bertanya, “Apa kau yakin dengan informasinya, Hilda?” Hilda membungkukkan tubuhnya untuk memberikan hormat pada sang raja, lalu dia kembali berdiri tegak dan menjawab, “Benar, Yang Mulia Raja. Aku mendapatkan informasinya langsung dari Julian.” Setelah mendengar jawaban yang meyakinkan, sekilas Fedrin dengan masa lalunya. Masa lalu kelam yang penuh dengan darah, dia takut anaknya mengalami hal yang sama seperti dirinya. Namun, dia cukup yakin karena Pedang Naga Hitam ini sudah bertahun-tahun tidak dipakai. Jadi, tidak akan ada hal aneh yang terjadi pada diri Seven. “Sekarang bagaimana kabar mereka?” Raja Fedrin masih khawatir dengan keadaan para kesatrianya, apalagi anaknya sendiri. Hilda menjelaskan situasi saat ini pada sang raja denga
“Kaminari kokuryu kiri!” Seven kembali memasukan pedangnya ke dalam serangkanya. Partikel-partikel hitam bergerak bak kilat petir menebas-nebas tubuh musuh dalam sekejap. Ratusan prajurit yang mengepung istana Kerajaan Megorold berteriak histeris kesakitan. Mereka tidak dapat menahan rasa sakit tebasan secepat kilat ini. Rasanya seperti tusukan ribuan pedang. Sanzhes berdecak kesal, matanya melirik ke sana-sini mencari keberadaan Seven. Seven berusaha mempertahan hawa keberadaan dirinya yang menghilang. Tak ada pilihan lain, Sanzhes menancapkan pedangnya pada lantai. Mulutnya bergerak mengucapkan satu kalimat untuk mengeluarkan kekuatannya. “Aminosan Poizunrein!” Perlahan muncul sebuah awan dari atas. Cairan-cairan hitam pekat keluar dari awan, dan menetes secara perlahan ke lantai. Semakin lama keluar, semakin banyak cairan yang menetes ke bawah mengenai siapa saja. Julian berusaha keras melindungi tiga orang sekaligus. Ratusan prajurit yang sudah merasaka
Merasa terdengar ada suara yang kesakitan dan meminta tolong, perlahan Seven membuka kelopak matanya. Penglihatannya masih samar-samar, dia hanya melihat sebuah pecutan yang memecut seorang manusia dengan sekilas. “Seven! Bangun!” teriak Julian ketiga kalinya berusaha membangunkan Seven. Hingga sekarang sama sekali belum sadarkan diri, wajahnya terlihat tersenyum seperti masih nyaman dengan mimpi indahnya. Juli sedari tadi hanya melirik ke sana-sini melihat setiap sudut yang ada di singgasana kerajaan ini. Pikirannya traveling memikirkan hal-hal rumit. Menutup kedua matanya dan otaknya berusaha bekerja memikirkan sebuah rencana. “Seven!!! Oi, Seven! Bangun!” Julian kembali berteriak memanggil Seven, tetapi semua ini terasa percuma saja Seven tidak bangun-bangun. Karena Seven tidak bangun-bangun, dia melirik ke samping kanan meminta pendapat pada Aurel. Aurel dengan tempat Julian dan Seven hanya berjarak satu meter. Dengan begini, mereka bisa memikirkan s
“Ingat, Julian! Aku masih belum percaya padamu,” ujar Seven dengan nada kesal. Julian hanya mengangguk tanpa mengucapkan satu kata pun. Bagaimanapun caranya, dia harus bisa mendapatkan dari seluruh prajurit Kerajaan Malvevis. Kedua kakinya tetap melangkah ke depan hingga melangkah di depan Seven yang masih kesel bercampur khawatir dengan keadaan dua sahabatnya. Sebuah tangan tiba-tiba menepuk pundak Seven. Reflek Seven memutar tubuhnya ke belakang, tangan kanannya memegang tangan yang menepuk pundaknya. Dia bersiap menjungkir balikan orang tersebut. Akan tetapi, dia berhenti saat melihat siapa yang menepuk pundaknya. Seven meminta maaf, lalu bertanya, “Ada apa?” Juli hanya tersenyum memperlihatkan betapa imut dan manis wajahnya saat ini. Ternyata dia hanya mengucapkan satu kalimat untuk menenangkan Seven agar tidak terlalu khawatir dengan dua sahabatnya. “Tetap saja. Aku selalu khawatir dengan mereka berdua.” “Apa itu artinya kau tidak pe
Fedrin, Seven, Julian, dan Juli sama-sama berlari menuju tempat berkumpulnya para kesatria. Perasaan khawatir pada dua sahabatnya muncul, Seven berharap mereka berdua tidak apa-apa. Diam-diam kedua matanya melirik ke arah Julian dan Juli, memperhatikan setiap ekspresi dan gerak-gerik keduanya. Tidak ada yang aneh, keduanya sama-sama mengkhawatirkan apa yang terjadi di ruang berkumpulnya para kesatria. Hanya dalam hitungan belasan menit, tiga laki-laki dan satu wanita sudah berada di dalam ruangan berkumpulnya para kesatria. Hening. Ya, tidak ada suara apa pun yang terdengar. Tidak ada bau yang aneh. Semuanya sunyi tidak ada hal yang aneh. Seorang prajurit yang ketinggalan baru saja sampai di depan pintu. Ia terkejut melihat keadaan ruangan menjadi sepi dan sunyi ini. Sebelumnya, ia mendengar ada suara pertarungan dan teriakan seorang wanita. “Apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Raja Fedrin sembari melirik ke arah sang prajurit. Sang prajurit menjelaskan
“Bagaimana rasanya kalian mendapatkan satu bintang lagi?” tanya Seven penasaran dengan perasaan kedua sahabatnya, Aurel dan Jhon. Aurel hanya tersenyum manis sembari melihat-lihat tiga bintang yang sudah dikumpulkan, sedangkan Jhon menjawab sembari tersenyum ramah, “Biasa saja.” Seven menggelengkan kepalanya, lalu menyindir mereka berdua yang terlalu kesenangan mendapatkan tiga bintang. “Ingat! Perjalanan kalian masih panjang. Suatu saat kalian akan menjadi tangan kanan dan kiriku.” Aurel dan Jhon kompak menjawab siap. Setelah itu, mereka bertiga tertawa bersama-sama mengingat-ingat beberapa pertarungan yang pernah hadapi sebelumnya. Ya, mereka bertiga selalu bersama sejak kecil. Itulah mengapa Aurel dan Jhon menjadi kesatria I dan II dengan mudah. Ketiga orang ini seperti burung-burung merpati yang tidak bisa dipisahkan. Selalu bersama-sama di mana pun berada. Tidak pernah berpisah sama sekali, kecuali jika ada hal yang penting seperti masalah kelua
Bulan Januari Tahun 1200 fire ... Pagi hari di bawah sinar matahari yang cerah, Kerajaan Malvevis mengadakan acara pemberian penghargaan dan penghormatan pada beberapa prajurit yang telah menorehkan prestasi dalam tugasnya. Prajurit Kerajaan Malvevis selalu berlomba-lomba melaksanakan tugasnya dengan baik, agar bisa mendapatkan bintang dari raja kelima Kerajaan Malvevis. Apalagi jika bintangnya diberikan secara langsung oleh sang raja. Hal ini, membuat mereka menyerahkan jiwa raganya untuk Kerajaan Malvevis. Ribuan penduduk Kerajaan Malvevis sudah menunggu di depan istana Kerajaan Malvevis. Wajah-wajah senang dan bahagia begitu terpancar dari wajah mereka. Seorang laki-laki gagah tersenyum melihat tersebut. Beberapa prajurit dan petinggi kerajaan sudah berdiri di atas balkon yang berada di lantai kedua istana. Sembari menunggu sang raja muncul, mereka melirik ke sana-sini melihat wajah sumringah penduduk kerajaan. Bahkan, mereka juga memperlihatkan s
Patrick terkejut melihat seorang Seven masih berdiri. Matanya melihat satu pedang hitam menyerap semua ratusan serangan sihir. “Sial! Bagaimana bisa dia menahan ratusan serangan sihir?” Seven kembali menggelengkan kepalanya. Dalam hitungan detik tubuhnya melesat seperti kilat. Dengan kasar kedua tangannya mengayunkan pedang berwarna hitam. Satu tebasan mengenai dada Patrick, satu tebasan lagi mengenai perutnya, dan terakhir punggungnya terkena tebasan yang begitu cepat dan tajam. Seketika tulang-tulang dalam tubuhnya terasa patah semua. Saat ini, Patrick tidak bisa bergerak sama sekali. Perlahan tubuhnya terjatuh ke tanah dibarengi dengan suara retakan tulang dalam tubuhnya. Melihat pemimpin mereka tumbang, penduduk kota Crucio dengan penuh keberanian melawan sepuluh prajurit dan penyihir yang menyerang mereka. Jhon yang sudah sembuh membantu melawan mereka. Begitu juga dengan Aurel yang ikut membantu. Tak membutuhkan waktu lama, seluruh prajurit dan
Sebagian prajurit yang diperintahkan oleh Patrick sudah berada di sekitar Seven dan Jhon. Mereka melihat keduanya sudah tidak berdaya. Empat orang prajurit melangkah dengan pelan untuk membawa tubuh Seven dan Jhon. Tubuh Jhon dengan mudah berhasil diangkat oleh dua orang prajurit. Lain halnya dengan tubuh Seven, dua orang prajurit kesulitan mengangkatnya. Tubuh Seven beratnya seperti sebuah benda yang beratnya 50 kilogram. Dua orang prajurit meminta teman-temannya untuk mengangkat tubuh Seven. Ketika dua orang prajurit datang membantu, tubuh Seven tetap saja tidak bisa diangkat. Mereka kembali meminta tambahan personil untuk mengangkat tubuh Seven. Hingga sepuluh prajurit masih kesusahan mengangkat tubuh Seven. Entah apa yang terjadi pada tubuh Seven. Tak lama kemudian, Patrick datang dengan wajah kesal. “Dasar tidak berguna! Mengangkat satu orang saja tidak bisa.” Seorang prajurit menyahut, “Silakan Komandan untuk mengangkat sendiri.” Patrick