Perlahan matahari menuju ke arah barat untuk mengembara ke belahan dunia yang lain. Langit berwarna jingga tua berpadu dengan kuning cerah terhampar luas. Bella memandang keindahan semesta itu lewat jendela kamarnya yang menghadap ke arah barat.
Hanya sendiri. Sebuah kesunyian yang awalnya begitu menakutkan, kini sudah membuat Bella terbiasa. Semenjak ayah dan ibunya meninggal yang disebabkan oleh kecelakaan tragis beberapa tahun lalu, kesepian itu terkadang membekukan hati gadis cantik itu.
Terkadang Bella merasa iri pada Sindi sahabatnya. Dia masih memiliki orang tua yang lengkap ditambah lagi seorang kakak yang baik hati seperti Raffi. Biasanya, saat Bella merasa kesepian menerpa dengan begitu kejam, hanya mereka tempat dia berbagi.
Dulu saat ayah dan ibu Bella masih ada, mereka selalu memanjakan gadis itu. Bella masih belum lupa, setiap pagi ibunya selalu memasak nasi goreng untuk mereka sarapan. Ayahnya selalu meminta porsi yang besar. Kata ayah Bella supaya kuat menghadapi kenyataan. Ayah Bella memang humoris. Membuat hari-hari gadis itu selalu ceria. Ayah, Ibu, Bella sangat merindukan kalian.
Ibu Bella terpaksa mengangkat rahimnya saat melahirkan Bella. Itu sebabnya, Bella tidak punya adik. Ibunya bercerita, kata dokter ada kista ganas yang tumbuh di rahim. Sebenarnya saat hamil Bella, ibu gadis itu juga begitu kesulitan. Dokter menyarankan untuk aborsi, tapi ibu Bella tetap mempertahankan gadis itu. Ibu hebat, kata Bella saat sang ibu selesai bercerita.
Belum sempat Bella membalas jasa kedua orang tuanya, sekarang mereka telah kembali. Hanya doa di atas sajadah yang saat ini bisa Bella berikan untuk mereka, kala rindu mulai membara diiringi tetesan air mata.
Seandainya Bella diberikan sebuah kesempatan. Dia ingin menjadi anak yang terbaik untuk ayah dan ibunya. Tentu saja itu tak mungkin terjadi. Apapun yang dia lakukan sekarang, mereka tidak akan pernah kembali.
Sekarang Bella sudah kuliah. Dia bersusah payah untuk mengejar gelar sarjananya. Di sela-sela kuliah dia bekerja di resto makanan cepat saji milik kenalan sang ayah dulu. Meskipun ayah dan ibunya telah tiada, Bella bertekad untuk mengabulkan keinginan mereka. Melihat dia bdia meraih gelar sarjana dan bekerja kantoran.
Keadaan inilah yang membuat Bella memutuskan untuk menerima tawaran Raffi dan Sindi untuk menikah. Awalnya dia memang ragu untuk menerima, tetapi setelah dia pertimbangkan beberapa saat, Bella menjadi lebih yakin. Entah mengapa gadis itu memiliki insting kalau orang yang akan menjadi suaminya itu akan memperlakukan dia dengan baik. Mungkin juga karena Raffi yang berhasil meyakinkan dia.
Bella sudah pernah bercerita tentang perasaannya pada Sindi? Dia adalah seseorang yang sangat mengagumi Raffi, meskipun lelaki itu seperti pura-pura tidak sadar. Sempat kecewa, sampai Bella bertemu seorang cowok dan berpacaran. Hanya beberapa hari saja, karena dia memang tidak memiliki perasaan semacam cinta pada cowok itu.
Setelah menikah nanti, berarti Bella benar-benar harus melupakan perasaannya pada Raffi yang sampai sekarang masih ada. Cara bicara, gaya humor, style berpakaian sampai bau parfumnya begitu melekat dalam ingatan gadis itu. Terkadang Bella berharap lelaki itu menyadari perasaan yang dia rasakan dan membalas. Tapi Bella pupus harapan itu. Dia sadar, banyak perbedaan di antara dia dan Raffi.
Bella sudah cukup bahagia dengan kenyataan pahit ini. Setiap Raffi menggodanya dengan gombalan. Melihat garis senyum lelaki itu, mata Raffi yang sipit saat tertawa, hatinya pun berbunga.
Ding ... ding ... ding ...
Nada notifikasi pesan Bella berbunyi. Pesan itu datang dari Raffi.
"Besok, jam delapan malam di floresta cafe. Temui temanku disana. Ingat, jangan telat. Cantik."
Dalam pesan pun, Raffi berhasil membuat Bella tersenyum. Pesona lelaki itu begitu besar.
"Siap, Kakak tampan."
Bella membalas pesan dari Raffi singkat. Bisa-bisanya dia masih baper dengan mak comblangnya sendiri.
"Sebentar lagi ada kurir yang antar dress ke rumah kamu. Pakai gaun itu besok. semoga kamu suka."
Raffi termasuk tipe mak comblang seperti sih? sebegitu niatnya sampai mempersiapkan dress segala.
"Terimakasih, Kak. Sampai repot beliin dress segala."
"Bukan dari aku. Calon suami kamu yang belikan."
Seketika Bella langsung kecewa. Dia mengira Raffo yang memilih dress untuknya, ternyata bukan. Kalau dipikir, buat apa juga Raffi beli dress untuk pasangan kencan orang lain? Pacar bukan, saudara juga bukan. Bella saja yang dengan percaya diri berharap.
Gadis itu mengira hanya di dalam novel atau drama ada kencan buta. Ternyata dia justru mengalami itu. Seperti apa ya kira kira wajah calon suami Bella? Apa setampan Raffi? Atau justru biasa saja? seperti apapun dia, Bella ingin segera bertemu.
Sesungguhnya ini bukan pernikahan impian Bella. Dia ingin menikah dengan orang yang benar-benar dia kenal, bukan dengan pria asing. Dia mengingat kata almarhumah ibu, cinta bisa tumbuh seiring waktu. Dulu ibu dan ayah menikah karena perjodohan nenek dan kakek yang bersahabat baik. Sepertinya Bella juga mengalami hal yang sama.
Semoga saja setelah pertemuan nanti dia bisa menerima calon suaminya dengan baik. Bagaimanapun, dia sudah harus mulai menata kesiapan untuk menikah dengan lelaki itu. Bella bosan hidup sendirian di rumah itu. Hanya kenangan dan bayangan ayah ibu yang menemaninya setiap hari. Rumah itu terasa sangat sepi tanpa hadirnya keluarga.
Bella sadar, semua tidak akan mudah. Memulai kehidupan baru sebagai seorang istri. Dia hanya belajar banyak dari sang ibu. Tentang bagaimana menjadi istri yang baik. Memberikan seluruh kasih sayangnya untuk anak dan juga suami.
Saat Bella atau ayahnya ada masalah, sang ibu tempat mereka berbagi. Sang ibu menenangkan mereka dengan pelukan yang begitu hangat. Sampai sekarang, Bella masih sering merindukan pelukan itu.
Kata ayahnya, sang ibu wanita yang hebat. mampu memahami ayah sepenuh hati. Baik saat ayah susah ataupun senang. Juga di saat ayah sedang marah karena suatu hal. Ibunya tetap mampu mengendalikan perasaan sang ayah. Intinya ibu adalah sosok inspirasi bagi Bella.
Hari mulai gelap. Bella memutuskan beranjak dari kamar dan menuju ke dapur untuk memasak sesuatu buat makan malam. Pada dasarnya Bella suka memasak. meskipun dia hanya tinggal seorang diri, Bella jarang membeli makanan di luar.
Kata ibunya, wanita harus pandai memasak selain make-up. Karena laki-laki lebih suka wanita yang pintar memasak. Sejak ibunya bilang seperti itu, Bella mulai belajar memasak. Bella ingin memanjakan suaminya nanti dengan masakan-masakan yang memanjakan lidah.
Tok! Tok!
Pintu rumahnya diketuk seseorang. Mungkin itu kurir yang mengantarkan gaun dari calon suaminya.
Benar saja. Sebuah kotak berwarna silver yang berhias pita dengan warna senada disodorkan oleh kurir sebuah ekspedisi. Setelah Bella menandatangani bukti terima, si kurir berpamitan.
Bella membawa kotak itu masuk ke dalam rumah. Meletakkan benda itu di meja tamu tanpa melihat isinya. Bella kembali ke dapur melanjutkan kegiatan memasak.
Mungkin nanti saat Bella sudah menikah, dia akan dengan senang hati memasak berbagai macam hidangan enak permintaan suaminya. Bella akan menunggu suaminya memuji hasil masakan yang dia buat, sama seperti yang ayah Bella lakukan setiap hari untuk sang ibu.
Pernah suatu hari masakan ibu Bella terlalu asin, tetapi ayahnya tidak marah. Sang ayah tetap bilang masakan ibu enak. Akhirnya ibu Bella menyadari rasa masakan itu saat beliau makan dan meminta maaf pada sang ayah. Setiap hari mereka selalu romantis. Bella ingin rumah tangganya nanti seperti mereka. Romantis setiap waktu.
Floresta Cafe. pukul delapan malam kurang lima belas menit Bella sampai di lokasi. Dia melihat hampir seluruh tamu yang hadir menatap ke arahnya dengan tatapan penuh makna. Bella sedikit canggung. Saat pertama gadis itu memakai gaun merah dengan taburan gliter itu, Sindi bilang dia terlihat sangat cantik.Benar saja. Saat Bella melihat ke cermin, dia seperti bukan melihat dirinya. Wajar jika penampilannya mampu membius mereka yang hadir di kafe itu. Bella berusaha tenang. Jalan lurus ke arah meja nomor delapan. Dari kejauhan dia melihat seorang pria duduk sambil menatap layar ponsel. Rambut lelaki itu sedikit panjang seperti tokoh anime favorit Bella, dia juga memakai kacamata yang memberikan kesan dewasa. Bella pun gugup."Kamu sudah datang, silakan duduk," ujar lelaki itu lembut sambil berinisiatif menyiapkan kursi untuk Bella duduk.Bella tersanjung. Meskipun baru bertemu dia merasa diperlakukan dengan bai
Nyanyian burung menandakan hari akan segera dimulai. Bella menggeliat, meregangkan otot tubuhnya yang sedikit kaku. Kenangan semalam masih teringat jelas di dalam ingatannya. Dia mengecek jari manisnya, takut semua itu hanya mimpi. Bella tersenyum saat mendapati cincin berlian itu masih melingkar di jari manisnya.Semuanya terlalu manis untuk Bella lupakan. Sekarang Bella sudah didera rasa rindu pada Raffa. Bella baru sadar, semalam dia tidak meminta kontak lelaki itu. Bodoh! umpatnya dalam hati. Dia kemudian memutuskan untuk menelepon Sindi. Gadis itu harus menjelaskan semuanya pada Bella."Ada apa, Bell? Tumben pagi-pagi telpon aku."Suara Sindi sedikit serak di ujung sana. Sepertinya dia baru saja bangun tidur."Hari ini ke rumah aku dong, mau curhat nih. Jelasin ke aku, siapa Raffa sebenarnya," ucap Bella tanpa basa-basi."Oke, siap. Aku mandi dulu ya." Sindi langsung menutup telpon dari B
Hari ini Sindi mengajak Bella untuk pergi ke salon. Dia akan melakukan perawatan diri sebelum menjadi pengantin. Sengaja mereka berangkat pagi hari karena cuaca saat ini sedang tidak bersahabat. Musim kemarau menyebabkan suhu udara menjadi sangat panas di siang hari dan hujan di sore hari.Bella sebenarnya tidak terlalu hobi melakukan perawatan salon. Selain pemborosan, Bella lebih suka perawatan sendiri di rumah. Tapi untuk hari ini dia menurut saja. Kata Sindi, ini keinginan Raffi.Sambil menunggu Sindi datang, Bella memandangi foto Raffa yang sekarang Bella jadikan wallpaper. Beberapa hari lalu Sindi mengirimkan padanya via e-mail. Itupun Bella harus merengek untuk mendapatkan foto itu. Sayangnya Raffa tidak mengizinkan Sindi memberikan kontaknya pada Bella.Rasanya Bella sudah sangat rindu pada Raffa. Dia Sangat ingin berjumpa dengan lelaki itu. Meskipun hanya satu menit saja tidak
Bella sekarang ada di depan cermin. Beberapa perias pengantin pilihan keluarga Dirgantara merias wajah gadis itu. Akhirnya hari yang Bella tunggu datang juga. Hari ini ijab qabul antara dia dan Raffa Dirgantara dilangsungkan. Momen yang mungkin tidak akan dia lupakan seumur hidup.Sindi mendampingi Bella sejak lepas subuh tadi. Katanya saat ini Raffa sedang melaksanakan peresmian ikatan sakral mereka di sebuah masjid yang letaknya tidak jauh dari rumah mereka.Setelah ijab qabul dilaksanakan, Raffa akan menjemput Bella untuk pelaksanaan resepsi."Saya terima nikah dan kawinnya, Bella Ananda dengan mas kawin seperangkat alat sholat dibayar tunai," Sindi memutar pesan suara kiriman Raffi.Artinya sekarang Bella sudah sah menjadi istri Raffa. Tiba-tiba jantung gadis itu berdegup lebih kencang. Bisa jadi, wajahnya akan pucat pasi jikatidak ditutupi make-up. Sejak semalam dia sudah tidak bisa tidur
Raffa menggandeng Bella kembali ke kamar. Badan wanita itu terasa sakit semua. Resepsi adalah momen yang menyenangkan sekaligus melelahkan. Meskipun hanya duduk sambil berpose layaknya model, namun rasa lelah akan langsung mendera setelah acara berakhir."Biar aku gendong. Kamu pasti capek, kan?"kata Raffa sambil menutup pintu kamar sekaligus menguncinya.Tanpa menunggu jawaban Bella, Raffa mengangkat tubuh ramping wanita itu dan menurunkannya pelan di ranjang mereka. Bella bersyukur, dia bisa kembali merasakan nikmatnya merebahkan diri ke atas kasur. Hampir seluruh otot di tubuh Bella melemas, tidak kaku seperti tadi saat mereka berada di atas pelaminan."Aku mau mandi dulu sebentar, kamu ganti baju, gih. Sindu sudah membelikanmu banyak baju tidur. Ambil saja di situ." Raffa menunjuk sebuah lemari baju yang terletak di pojok kamar. Setelah itu dia berjalan ke arah kamar mandi. Sesaat kemu
Bella terbangun saat cahaya matahari mulai menyelinap masuk menembus hordeng jendela kamarnya. Disebelah wanita itu ada Raffa sudah tidak ada. Tubuhnya masih polos tanpa sehelai benang tertutup selimut putih nan tebal. Segera dia menyingkap selimut itu dan menuju ke kamar mandi untuk mengecek apakah Raffa berada di sana atau tidak. Ternyata lelaki itu tidak ada di dalam ruangan sempit itu.Bella kemudian memutuskan untuk mandi, membersihkan dirinya dari sisa semalam. Setelah berganti pakaian dan sedikit merias wajah, dia segera turun ke lantai dasar. Suasana sepi. Tidak ada seorangpun di sana. Keluarga Dirgantara seakan tak tersisa. Di meja makan telah tersedia menu sarapan, tetapi itu tidak mampu menarik perhatian Bella."Selamat pagi, Non. Tuan berpesan, setelah Nona bangun harus segera sarapan," kata seorang asisten rumah tangga begitu ramah pada Bella. Ya, tentu saja Bella mengenal pekerja wanita itu. Dia sudah se
Bella menarik tangan Sindi menuju taman rumah sakit. Dia sengaja memilih sebuah bangku yang terletak di ujung taman. Ada pohon rindang di atasnya. Angin bertiup sepoi-sepoi, membawa terbang sedikit rasa sakit yang masih ada di hati wanita itu."Sin, ada yang ingin aku tanyakan padamu, ini tentang kak Raffi. Tapi kamu harus janji, katakan semuanya dengan jujur," ucapnya mantap pada Sindi. Dia merasa pantas untuk mengetahui semuanya, tentang apa yang terjadi pada Raffi."Jadi, apa yang ingin kamu tanyakan, Bell? Aku siap menjawabnya." Sindi sudah menduga hal ini akan terjadi. Cepat atau lambat, kebenaran tentang apa yang terjadi pada Raffi pasti akan terbongkar."Sebenarnya, apa sakit kak Raffi semakin parah karena aku?" tanya Bella kemudian.Biarlah dia dibilang terlalu percaya diri, tetapi dia yakin kalimat yang baru saja dia ucapkan itu merupakan sebuah kebenaran."M
Bella benar-benar kembali ke rumahnya. Masih sulit baginya untuk menerima kenyataan yang baru saja dia ketahui. Bella menyesal telah melewati malam pengantin bersama orang yang ternyata tidak pernah mencintainya. Setidaknya itu yang ada di pikiran Bella saat ini. Dia membenci pernikahan settingan itu. Apapun keadaan Raffi, Bella bisa menerima. Mengapa Raffi malah memberikan dia begitu saja pada kembarannya dengan alasan konyol. Bella tidak masalah meskipun Raffi penyakitan. Gadis itu memiliki perasaan yabg tulus. Lebih baik pernah memiliki, daripada harus berada dalam situasi aneh ini. Bella ingin merawat Raffi sebagai seorang kekasih. Rasa yang ada untuk Raffa telah lenyap begitu saja. Menguap seiring terbukanya rahasia besar yang ditutupi oleh seluruh keluarga Dirgantara. Bella masih tidak percaya, bagaimana bisa Raffa menidurinya, padahal dia mungkin tidak memiliki perasaan apapun, walau secara hukum Raffi memang suami Bella.&nb
Sejak insiden antara Raffa, Bella, dan Raffi terungkap kemarin, Bella belum pernah lagi datang ke rumah keluarga Dirgantara. Terakhir Bella ke sana saat mengambil koper dan melihat isi kamar Raffi.Hari ini Bella dan Raffa mau berkunjung ke kediaman keluarga Dirgantara, yang tidak lain adalah rumah orang tua mereka. Bella dibantu Raffa memasak beberapa menu favorit keluarga. Sesampainya di sana, mama dan papa Raffa menyambut mereka dengan hangat. Sindi memeluk Bella erat."Aku fikir kamu masih marah gara-gara kejadian kemarin, Bell," ujar Sindi saat kami sama-sama menyiapkan makan siang di dapur."Aku sudah belajar menerima kenyataan, Sin. Lagipula Raffa selalu perhatian danbaik sama aku," katanya sambil menata piring di meja makan."Alhamdulillah, aku seneng banget dengernya, Bell. Kak Raffa memang baik. Dia orang yang bertanggung jawab dan tulus. Aku yakin dia bisa bahagiain kamu kok.
Karena sudah memutuskan untuk tinggal bersama, Bella dan Raffa berniat belanja beberapa kebutuhan rumah, terutama bahan makanan. Stok di rumah Bella sudah menipis, terlebih mereka akan membutuhkan lebih banyak mulai sekarang."Ini kartu ATM buat untuk kamu. Kodenya 121314, kamu boleh pakai untuk belanja apapun sesukamu, Bella" Raffa menyodorkan kartu berwarna biru kepada istrinya."Mas, jangan berlebihan. Aku masih punya tabungan kok." Bella mencoba untuk menolak pemberian Raffa dengan halus."Ini kewajiban aku, loh. Aku ini suamimu yang harus memberimu nafkah. Jadi tolong di terima, ya." Raffa memaksa Bella untuk menerima pemberiannya."Baiklah, aku terima. Terimakasih, Mas." Bella memasukkan kartu itu ke dalam dompet. Raffa tersenyum sumringah. Dia tampak sangat bahagia wanita itu menghargai pemberiannya.Lalu lelaki itu menggandeng Bel
Karena berputar-putar setelah pulang dari rumah sakit, akhirnya mereka sampai di rumah Bella hampir tengah malam. Saat tiba di sana, tiba-tiba listrik padam. Bella memiliki pbobia gelap. Saat keadaan gelap dan dia sendirian biasanya dada wanita itu akan terasa sesak dan sulit bernapas."Raffa, aku phobia gelap. Aku tidak akan bisa tidur," keluhnya. Bella terlihat mulai panik."Bagaimana kalau aku menemani kamu tidur? Aku nggak akan ngapa-ngapain kamu, kok. Aku hanya ingin menenangkan kamu," kata Raffa meyakinkan Bella. Dia tidak punya pilihan.Bella berfikir dahulu hingga beberapa saat. Benar juga, Raffa suaminya. Memang ada kemungkinan dia akan mau melukai Bella? Walaupun terjadi sesuatu, bukankah memang dia berhak melakukannya?"Boleh, Raf. Ayo masuk." Bella menggandeng erat tangan Raffa.Tentu saja setelah memarkirkan mobil di garasi. Mereka berdua masuk ke kamar Bella d
Pagi ini Bella dijemput Raffa untuk menjenguk Raffi ke rumah sakit. Wajahnya terlihat begitu ceria. Lelaki itu memakai pakaian dengan sangat rapi. Bella mengakui kalau hari ini Raffa terlihat sangat tampan.Semalam, setelah obrolan panjang itu Raffa memutuskan untuk kembali ke rumah keluarga Dirgantara. Dia memberi Bella kesempatan untuk memenangkan diri."Sudah siap?" tanya Raffa pada Bella diiringi senyum yang menawan."Sudah, Raf. Yuk." Bella berjalan ke arah mobil Raffa dan masuk. Lelaki itu mengikuti langkahnya, membukakan pintu mobil untuk Bella dan berlari kecil menuju ke sisi yang lain. Sekarang Raffa sudah berada di dalam mobil, tepat di samping Bella.Lagu Jaz yang berjudul Dari Mata mengiringi perjalanan mereka. Keduanya tampak menikmati lagu romantis tersebut.Sepanjang perjalanan Raffa memutar lagu itu. Bella merasa aneh, mengapa d
Bella benar-benar kembali ke rumahnya. Masih sulit baginya untuk menerima kenyataan yang baru saja dia ketahui. Bella menyesal telah melewati malam pengantin bersama orang yang ternyata tidak pernah mencintainya. Setidaknya itu yang ada di pikiran Bella saat ini. Dia membenci pernikahan settingan itu. Apapun keadaan Raffi, Bella bisa menerima. Mengapa Raffi malah memberikan dia begitu saja pada kembarannya dengan alasan konyol. Bella tidak masalah meskipun Raffi penyakitan. Gadis itu memiliki perasaan yabg tulus. Lebih baik pernah memiliki, daripada harus berada dalam situasi aneh ini. Bella ingin merawat Raffi sebagai seorang kekasih. Rasa yang ada untuk Raffa telah lenyap begitu saja. Menguap seiring terbukanya rahasia besar yang ditutupi oleh seluruh keluarga Dirgantara. Bella masih tidak percaya, bagaimana bisa Raffa menidurinya, padahal dia mungkin tidak memiliki perasaan apapun, walau secara hukum Raffi memang suami Bella.&nb
Bella menarik tangan Sindi menuju taman rumah sakit. Dia sengaja memilih sebuah bangku yang terletak di ujung taman. Ada pohon rindang di atasnya. Angin bertiup sepoi-sepoi, membawa terbang sedikit rasa sakit yang masih ada di hati wanita itu."Sin, ada yang ingin aku tanyakan padamu, ini tentang kak Raffi. Tapi kamu harus janji, katakan semuanya dengan jujur," ucapnya mantap pada Sindi. Dia merasa pantas untuk mengetahui semuanya, tentang apa yang terjadi pada Raffi."Jadi, apa yang ingin kamu tanyakan, Bell? Aku siap menjawabnya." Sindi sudah menduga hal ini akan terjadi. Cepat atau lambat, kebenaran tentang apa yang terjadi pada Raffi pasti akan terbongkar."Sebenarnya, apa sakit kak Raffi semakin parah karena aku?" tanya Bella kemudian.Biarlah dia dibilang terlalu percaya diri, tetapi dia yakin kalimat yang baru saja dia ucapkan itu merupakan sebuah kebenaran."M
Bella terbangun saat cahaya matahari mulai menyelinap masuk menembus hordeng jendela kamarnya. Disebelah wanita itu ada Raffa sudah tidak ada. Tubuhnya masih polos tanpa sehelai benang tertutup selimut putih nan tebal. Segera dia menyingkap selimut itu dan menuju ke kamar mandi untuk mengecek apakah Raffa berada di sana atau tidak. Ternyata lelaki itu tidak ada di dalam ruangan sempit itu.Bella kemudian memutuskan untuk mandi, membersihkan dirinya dari sisa semalam. Setelah berganti pakaian dan sedikit merias wajah, dia segera turun ke lantai dasar. Suasana sepi. Tidak ada seorangpun di sana. Keluarga Dirgantara seakan tak tersisa. Di meja makan telah tersedia menu sarapan, tetapi itu tidak mampu menarik perhatian Bella."Selamat pagi, Non. Tuan berpesan, setelah Nona bangun harus segera sarapan," kata seorang asisten rumah tangga begitu ramah pada Bella. Ya, tentu saja Bella mengenal pekerja wanita itu. Dia sudah se
Raffa menggandeng Bella kembali ke kamar. Badan wanita itu terasa sakit semua. Resepsi adalah momen yang menyenangkan sekaligus melelahkan. Meskipun hanya duduk sambil berpose layaknya model, namun rasa lelah akan langsung mendera setelah acara berakhir."Biar aku gendong. Kamu pasti capek, kan?"kata Raffa sambil menutup pintu kamar sekaligus menguncinya.Tanpa menunggu jawaban Bella, Raffa mengangkat tubuh ramping wanita itu dan menurunkannya pelan di ranjang mereka. Bella bersyukur, dia bisa kembali merasakan nikmatnya merebahkan diri ke atas kasur. Hampir seluruh otot di tubuh Bella melemas, tidak kaku seperti tadi saat mereka berada di atas pelaminan."Aku mau mandi dulu sebentar, kamu ganti baju, gih. Sindu sudah membelikanmu banyak baju tidur. Ambil saja di situ." Raffa menunjuk sebuah lemari baju yang terletak di pojok kamar. Setelah itu dia berjalan ke arah kamar mandi. Sesaat kemu
Bella sekarang ada di depan cermin. Beberapa perias pengantin pilihan keluarga Dirgantara merias wajah gadis itu. Akhirnya hari yang Bella tunggu datang juga. Hari ini ijab qabul antara dia dan Raffa Dirgantara dilangsungkan. Momen yang mungkin tidak akan dia lupakan seumur hidup.Sindi mendampingi Bella sejak lepas subuh tadi. Katanya saat ini Raffa sedang melaksanakan peresmian ikatan sakral mereka di sebuah masjid yang letaknya tidak jauh dari rumah mereka.Setelah ijab qabul dilaksanakan, Raffa akan menjemput Bella untuk pelaksanaan resepsi."Saya terima nikah dan kawinnya, Bella Ananda dengan mas kawin seperangkat alat sholat dibayar tunai," Sindi memutar pesan suara kiriman Raffi.Artinya sekarang Bella sudah sah menjadi istri Raffa. Tiba-tiba jantung gadis itu berdegup lebih kencang. Bisa jadi, wajahnya akan pucat pasi jikatidak ditutupi make-up. Sejak semalam dia sudah tidak bisa tidur