Bella terbangun saat cahaya matahari mulai menyelinap masuk menembus hordeng jendela kamarnya. Disebelah wanita itu ada Raffa sudah tidak ada. Tubuhnya masih polos tanpa sehelai benang tertutup selimut putih nan tebal. Segera dia menyingkap selimut itu dan menuju ke kamar mandi untuk mengecek apakah Raffa berada di sana atau tidak. Ternyata lelaki itu tidak ada di dalam ruangan sempit itu.
Bella kemudian memutuskan untuk mandi, membersihkan dirinya dari sisa semalam. Setelah berganti pakaian dan sedikit merias wajah, dia segera turun ke lantai dasar. Suasana sepi. Tidak ada seorangpun di sana. Keluarga Dirgantara seakan tak tersisa. Di meja makan telah tersedia menu sarapan, tetapi itu tidak mampu menarik perhatian Bella.
"Selamat pagi, Non. Tuan berpesan, setelah Nona bangun harus segera sarapan," kata seorang asisten rumah tangga begitu ramah pada Bella. Ya, tentu saja Bella mengenal pekerja wanita itu. Dia sudah se
Bella menarik tangan Sindi menuju taman rumah sakit. Dia sengaja memilih sebuah bangku yang terletak di ujung taman. Ada pohon rindang di atasnya. Angin bertiup sepoi-sepoi, membawa terbang sedikit rasa sakit yang masih ada di hati wanita itu."Sin, ada yang ingin aku tanyakan padamu, ini tentang kak Raffi. Tapi kamu harus janji, katakan semuanya dengan jujur," ucapnya mantap pada Sindi. Dia merasa pantas untuk mengetahui semuanya, tentang apa yang terjadi pada Raffi."Jadi, apa yang ingin kamu tanyakan, Bell? Aku siap menjawabnya." Sindi sudah menduga hal ini akan terjadi. Cepat atau lambat, kebenaran tentang apa yang terjadi pada Raffi pasti akan terbongkar."Sebenarnya, apa sakit kak Raffi semakin parah karena aku?" tanya Bella kemudian.Biarlah dia dibilang terlalu percaya diri, tetapi dia yakin kalimat yang baru saja dia ucapkan itu merupakan sebuah kebenaran."M
Bella benar-benar kembali ke rumahnya. Masih sulit baginya untuk menerima kenyataan yang baru saja dia ketahui. Bella menyesal telah melewati malam pengantin bersama orang yang ternyata tidak pernah mencintainya. Setidaknya itu yang ada di pikiran Bella saat ini. Dia membenci pernikahan settingan itu. Apapun keadaan Raffi, Bella bisa menerima. Mengapa Raffi malah memberikan dia begitu saja pada kembarannya dengan alasan konyol. Bella tidak masalah meskipun Raffi penyakitan. Gadis itu memiliki perasaan yabg tulus. Lebih baik pernah memiliki, daripada harus berada dalam situasi aneh ini. Bella ingin merawat Raffi sebagai seorang kekasih. Rasa yang ada untuk Raffa telah lenyap begitu saja. Menguap seiring terbukanya rahasia besar yang ditutupi oleh seluruh keluarga Dirgantara. Bella masih tidak percaya, bagaimana bisa Raffa menidurinya, padahal dia mungkin tidak memiliki perasaan apapun, walau secara hukum Raffi memang suami Bella.&nb
Pagi ini Bella dijemput Raffa untuk menjenguk Raffi ke rumah sakit. Wajahnya terlihat begitu ceria. Lelaki itu memakai pakaian dengan sangat rapi. Bella mengakui kalau hari ini Raffa terlihat sangat tampan.Semalam, setelah obrolan panjang itu Raffa memutuskan untuk kembali ke rumah keluarga Dirgantara. Dia memberi Bella kesempatan untuk memenangkan diri."Sudah siap?" tanya Raffa pada Bella diiringi senyum yang menawan."Sudah, Raf. Yuk." Bella berjalan ke arah mobil Raffa dan masuk. Lelaki itu mengikuti langkahnya, membukakan pintu mobil untuk Bella dan berlari kecil menuju ke sisi yang lain. Sekarang Raffa sudah berada di dalam mobil, tepat di samping Bella.Lagu Jaz yang berjudul Dari Mata mengiringi perjalanan mereka. Keduanya tampak menikmati lagu romantis tersebut.Sepanjang perjalanan Raffa memutar lagu itu. Bella merasa aneh, mengapa d
Karena berputar-putar setelah pulang dari rumah sakit, akhirnya mereka sampai di rumah Bella hampir tengah malam. Saat tiba di sana, tiba-tiba listrik padam. Bella memiliki pbobia gelap. Saat keadaan gelap dan dia sendirian biasanya dada wanita itu akan terasa sesak dan sulit bernapas."Raffa, aku phobia gelap. Aku tidak akan bisa tidur," keluhnya. Bella terlihat mulai panik."Bagaimana kalau aku menemani kamu tidur? Aku nggak akan ngapa-ngapain kamu, kok. Aku hanya ingin menenangkan kamu," kata Raffa meyakinkan Bella. Dia tidak punya pilihan.Bella berfikir dahulu hingga beberapa saat. Benar juga, Raffa suaminya. Memang ada kemungkinan dia akan mau melukai Bella? Walaupun terjadi sesuatu, bukankah memang dia berhak melakukannya?"Boleh, Raf. Ayo masuk." Bella menggandeng erat tangan Raffa.Tentu saja setelah memarkirkan mobil di garasi. Mereka berdua masuk ke kamar Bella d
Karena sudah memutuskan untuk tinggal bersama, Bella dan Raffa berniat belanja beberapa kebutuhan rumah, terutama bahan makanan. Stok di rumah Bella sudah menipis, terlebih mereka akan membutuhkan lebih banyak mulai sekarang."Ini kartu ATM buat untuk kamu. Kodenya 121314, kamu boleh pakai untuk belanja apapun sesukamu, Bella" Raffa menyodorkan kartu berwarna biru kepada istrinya."Mas, jangan berlebihan. Aku masih punya tabungan kok." Bella mencoba untuk menolak pemberian Raffa dengan halus."Ini kewajiban aku, loh. Aku ini suamimu yang harus memberimu nafkah. Jadi tolong di terima, ya." Raffa memaksa Bella untuk menerima pemberiannya."Baiklah, aku terima. Terimakasih, Mas." Bella memasukkan kartu itu ke dalam dompet. Raffa tersenyum sumringah. Dia tampak sangat bahagia wanita itu menghargai pemberiannya.Lalu lelaki itu menggandeng Bel
Sejak insiden antara Raffa, Bella, dan Raffi terungkap kemarin, Bella belum pernah lagi datang ke rumah keluarga Dirgantara. Terakhir Bella ke sana saat mengambil koper dan melihat isi kamar Raffi.Hari ini Bella dan Raffa mau berkunjung ke kediaman keluarga Dirgantara, yang tidak lain adalah rumah orang tua mereka. Bella dibantu Raffa memasak beberapa menu favorit keluarga. Sesampainya di sana, mama dan papa Raffa menyambut mereka dengan hangat. Sindi memeluk Bella erat."Aku fikir kamu masih marah gara-gara kejadian kemarin, Bell," ujar Sindi saat kami sama-sama menyiapkan makan siang di dapur."Aku sudah belajar menerima kenyataan, Sin. Lagipula Raffa selalu perhatian danbaik sama aku," katanya sambil menata piring di meja makan."Alhamdulillah, aku seneng banget dengernya, Bell. Kak Raffa memang baik. Dia orang yang bertanggung jawab dan tulus. Aku yakin dia bisa bahagiain kamu kok.
Suasana kantin kampus yang ramai tidak mengganggu Bella dan Sindi yang sedang menikmati makanan mereka. Selama makan, mereka membahas banyak hal. Walau mereka selalu bertemu hampir setiap hari, tetapi obrolan mereka tidak pernah mati.“Bella, aku mau jodohin kamu sama seseorang. Aku rasa kamu bakalan cocok banget sama dia. Soal wajah dan kekayaan, tidak perlu diragukan lagi. Aku pastikan dia sempurna.” Sindi tiba-tiba berbicara dengan nada serius. Dua manik matanya yang hitam kecoklatan fokus menatap sahabatnya, Bella."Apa-apaan kamu, Sin! Main jodoh-jodohin aja! Memangnya aku segitu nggak lakunya, ya? Kamu tau, kan? Aku masih bucin akut sama kak Raffi."Bella mengatakan itu dengan nada lumayan tinggi dan sedikit ketus. Dia mencoba mengklarifikasi pernyataan Sindi sahabatnya tentang rencana perjodohan antara dengan teman kakak sahabatnya tersebut."Sssst! Kurangi volume bicaramu, Bell. Coba kamu perhatikan, semua mata yg ada di ka
Perlahan matahari menuju ke arah barat untuk mengembara ke belahan dunia yang lain. Langit berwarna jingga tua berpadu dengan kuning cerah terhampar luas. Bella memandang keindahan semesta itu lewat jendela kamarnya yang menghadap ke arah barat.Hanya sendiri. Sebuah kesunyian yang awalnya begitu menakutkan, kini sudah membuat Bella terbiasa. Semenjak ayah dan ibunya meninggal yang disebabkan oleh kecelakaan tragis beberapa tahun lalu, kesepian itu terkadang membekukan hati gadis cantik itu.Terkadang Bella merasa iri pada Sindi sahabatnya. Dia masih memiliki orang tua yang lengkap ditambah lagi seorang kakak yang baik hati seperti Raffi. Biasanya, saat Bella merasa kesepian menerpa dengan begitu kejam, hanya mereka tempat dia berbagi.Dulu saat ayah dan ibu Bella masih ada, mereka selalu memanjakan gadis itu. Bella masih belum lupa, setiap pagi ibunya selalu memasak nasi goreng untuk mereka sarapan. Ayahnya
Sejak insiden antara Raffa, Bella, dan Raffi terungkap kemarin, Bella belum pernah lagi datang ke rumah keluarga Dirgantara. Terakhir Bella ke sana saat mengambil koper dan melihat isi kamar Raffi.Hari ini Bella dan Raffa mau berkunjung ke kediaman keluarga Dirgantara, yang tidak lain adalah rumah orang tua mereka. Bella dibantu Raffa memasak beberapa menu favorit keluarga. Sesampainya di sana, mama dan papa Raffa menyambut mereka dengan hangat. Sindi memeluk Bella erat."Aku fikir kamu masih marah gara-gara kejadian kemarin, Bell," ujar Sindi saat kami sama-sama menyiapkan makan siang di dapur."Aku sudah belajar menerima kenyataan, Sin. Lagipula Raffa selalu perhatian danbaik sama aku," katanya sambil menata piring di meja makan."Alhamdulillah, aku seneng banget dengernya, Bell. Kak Raffa memang baik. Dia orang yang bertanggung jawab dan tulus. Aku yakin dia bisa bahagiain kamu kok.
Karena sudah memutuskan untuk tinggal bersama, Bella dan Raffa berniat belanja beberapa kebutuhan rumah, terutama bahan makanan. Stok di rumah Bella sudah menipis, terlebih mereka akan membutuhkan lebih banyak mulai sekarang."Ini kartu ATM buat untuk kamu. Kodenya 121314, kamu boleh pakai untuk belanja apapun sesukamu, Bella" Raffa menyodorkan kartu berwarna biru kepada istrinya."Mas, jangan berlebihan. Aku masih punya tabungan kok." Bella mencoba untuk menolak pemberian Raffa dengan halus."Ini kewajiban aku, loh. Aku ini suamimu yang harus memberimu nafkah. Jadi tolong di terima, ya." Raffa memaksa Bella untuk menerima pemberiannya."Baiklah, aku terima. Terimakasih, Mas." Bella memasukkan kartu itu ke dalam dompet. Raffa tersenyum sumringah. Dia tampak sangat bahagia wanita itu menghargai pemberiannya.Lalu lelaki itu menggandeng Bel
Karena berputar-putar setelah pulang dari rumah sakit, akhirnya mereka sampai di rumah Bella hampir tengah malam. Saat tiba di sana, tiba-tiba listrik padam. Bella memiliki pbobia gelap. Saat keadaan gelap dan dia sendirian biasanya dada wanita itu akan terasa sesak dan sulit bernapas."Raffa, aku phobia gelap. Aku tidak akan bisa tidur," keluhnya. Bella terlihat mulai panik."Bagaimana kalau aku menemani kamu tidur? Aku nggak akan ngapa-ngapain kamu, kok. Aku hanya ingin menenangkan kamu," kata Raffa meyakinkan Bella. Dia tidak punya pilihan.Bella berfikir dahulu hingga beberapa saat. Benar juga, Raffa suaminya. Memang ada kemungkinan dia akan mau melukai Bella? Walaupun terjadi sesuatu, bukankah memang dia berhak melakukannya?"Boleh, Raf. Ayo masuk." Bella menggandeng erat tangan Raffa.Tentu saja setelah memarkirkan mobil di garasi. Mereka berdua masuk ke kamar Bella d
Pagi ini Bella dijemput Raffa untuk menjenguk Raffi ke rumah sakit. Wajahnya terlihat begitu ceria. Lelaki itu memakai pakaian dengan sangat rapi. Bella mengakui kalau hari ini Raffa terlihat sangat tampan.Semalam, setelah obrolan panjang itu Raffa memutuskan untuk kembali ke rumah keluarga Dirgantara. Dia memberi Bella kesempatan untuk memenangkan diri."Sudah siap?" tanya Raffa pada Bella diiringi senyum yang menawan."Sudah, Raf. Yuk." Bella berjalan ke arah mobil Raffa dan masuk. Lelaki itu mengikuti langkahnya, membukakan pintu mobil untuk Bella dan berlari kecil menuju ke sisi yang lain. Sekarang Raffa sudah berada di dalam mobil, tepat di samping Bella.Lagu Jaz yang berjudul Dari Mata mengiringi perjalanan mereka. Keduanya tampak menikmati lagu romantis tersebut.Sepanjang perjalanan Raffa memutar lagu itu. Bella merasa aneh, mengapa d
Bella benar-benar kembali ke rumahnya. Masih sulit baginya untuk menerima kenyataan yang baru saja dia ketahui. Bella menyesal telah melewati malam pengantin bersama orang yang ternyata tidak pernah mencintainya. Setidaknya itu yang ada di pikiran Bella saat ini. Dia membenci pernikahan settingan itu. Apapun keadaan Raffi, Bella bisa menerima. Mengapa Raffi malah memberikan dia begitu saja pada kembarannya dengan alasan konyol. Bella tidak masalah meskipun Raffi penyakitan. Gadis itu memiliki perasaan yabg tulus. Lebih baik pernah memiliki, daripada harus berada dalam situasi aneh ini. Bella ingin merawat Raffi sebagai seorang kekasih. Rasa yang ada untuk Raffa telah lenyap begitu saja. Menguap seiring terbukanya rahasia besar yang ditutupi oleh seluruh keluarga Dirgantara. Bella masih tidak percaya, bagaimana bisa Raffa menidurinya, padahal dia mungkin tidak memiliki perasaan apapun, walau secara hukum Raffi memang suami Bella.&nb
Bella menarik tangan Sindi menuju taman rumah sakit. Dia sengaja memilih sebuah bangku yang terletak di ujung taman. Ada pohon rindang di atasnya. Angin bertiup sepoi-sepoi, membawa terbang sedikit rasa sakit yang masih ada di hati wanita itu."Sin, ada yang ingin aku tanyakan padamu, ini tentang kak Raffi. Tapi kamu harus janji, katakan semuanya dengan jujur," ucapnya mantap pada Sindi. Dia merasa pantas untuk mengetahui semuanya, tentang apa yang terjadi pada Raffi."Jadi, apa yang ingin kamu tanyakan, Bell? Aku siap menjawabnya." Sindi sudah menduga hal ini akan terjadi. Cepat atau lambat, kebenaran tentang apa yang terjadi pada Raffi pasti akan terbongkar."Sebenarnya, apa sakit kak Raffi semakin parah karena aku?" tanya Bella kemudian.Biarlah dia dibilang terlalu percaya diri, tetapi dia yakin kalimat yang baru saja dia ucapkan itu merupakan sebuah kebenaran."M
Bella terbangun saat cahaya matahari mulai menyelinap masuk menembus hordeng jendela kamarnya. Disebelah wanita itu ada Raffa sudah tidak ada. Tubuhnya masih polos tanpa sehelai benang tertutup selimut putih nan tebal. Segera dia menyingkap selimut itu dan menuju ke kamar mandi untuk mengecek apakah Raffa berada di sana atau tidak. Ternyata lelaki itu tidak ada di dalam ruangan sempit itu.Bella kemudian memutuskan untuk mandi, membersihkan dirinya dari sisa semalam. Setelah berganti pakaian dan sedikit merias wajah, dia segera turun ke lantai dasar. Suasana sepi. Tidak ada seorangpun di sana. Keluarga Dirgantara seakan tak tersisa. Di meja makan telah tersedia menu sarapan, tetapi itu tidak mampu menarik perhatian Bella."Selamat pagi, Non. Tuan berpesan, setelah Nona bangun harus segera sarapan," kata seorang asisten rumah tangga begitu ramah pada Bella. Ya, tentu saja Bella mengenal pekerja wanita itu. Dia sudah se
Raffa menggandeng Bella kembali ke kamar. Badan wanita itu terasa sakit semua. Resepsi adalah momen yang menyenangkan sekaligus melelahkan. Meskipun hanya duduk sambil berpose layaknya model, namun rasa lelah akan langsung mendera setelah acara berakhir."Biar aku gendong. Kamu pasti capek, kan?"kata Raffa sambil menutup pintu kamar sekaligus menguncinya.Tanpa menunggu jawaban Bella, Raffa mengangkat tubuh ramping wanita itu dan menurunkannya pelan di ranjang mereka. Bella bersyukur, dia bisa kembali merasakan nikmatnya merebahkan diri ke atas kasur. Hampir seluruh otot di tubuh Bella melemas, tidak kaku seperti tadi saat mereka berada di atas pelaminan."Aku mau mandi dulu sebentar, kamu ganti baju, gih. Sindu sudah membelikanmu banyak baju tidur. Ambil saja di situ." Raffa menunjuk sebuah lemari baju yang terletak di pojok kamar. Setelah itu dia berjalan ke arah kamar mandi. Sesaat kemu
Bella sekarang ada di depan cermin. Beberapa perias pengantin pilihan keluarga Dirgantara merias wajah gadis itu. Akhirnya hari yang Bella tunggu datang juga. Hari ini ijab qabul antara dia dan Raffa Dirgantara dilangsungkan. Momen yang mungkin tidak akan dia lupakan seumur hidup.Sindi mendampingi Bella sejak lepas subuh tadi. Katanya saat ini Raffa sedang melaksanakan peresmian ikatan sakral mereka di sebuah masjid yang letaknya tidak jauh dari rumah mereka.Setelah ijab qabul dilaksanakan, Raffa akan menjemput Bella untuk pelaksanaan resepsi."Saya terima nikah dan kawinnya, Bella Ananda dengan mas kawin seperangkat alat sholat dibayar tunai," Sindi memutar pesan suara kiriman Raffi.Artinya sekarang Bella sudah sah menjadi istri Raffa. Tiba-tiba jantung gadis itu berdegup lebih kencang. Bisa jadi, wajahnya akan pucat pasi jikatidak ditutupi make-up. Sejak semalam dia sudah tidak bisa tidur