Bella sekarang ada di depan cermin. Beberapa perias pengantin pilihan keluarga Dirgantara merias wajah gadis itu. Akhirnya hari yang Bella tunggu datang juga. Hari ini ijab qabul antara dia dan Raffa Dirgantara dilangsungkan. Momen yang mungkin tidak akan dia lupakan seumur hidup.
Sindi mendampingi Bella sejak lepas subuh tadi. Katanya saat ini Raffa sedang melaksanakan peresmian ikatan sakral mereka di sebuah masjid yang letaknya tidak jauh dari rumah mereka.
Setelah ijab qabul dilaksanakan, Raffa akan menjemput Bella untuk pelaksanaan resepsi.
"Saya terima nikah dan kawinnya, Bella Ananda dengan mas kawin seperangkat alat sholat dibayar tunai," Sindi memutar pesan suara kiriman Raffi.
Artinya sekarang Bella sudah sah menjadi istri Raffa. Tiba-tiba jantung gadis itu berdegup lebih kencang. Bisa jadi, wajahnya akan pucat pasi jika
tidak ditutupi make-up. Sejak semalam dia sudah tidak bisa tidur memikirkan hari ini.
Setelah riasan Bella selesai mereka semua meninggalkan Bella dan Sindi berdua saja.
"Selamat menempuh hidup baru, Bell. Sekarang kamu udah resmi jadi istri kakakku." Sindi heboh sendiri. Dia tampak sangat bahagia mengetahui sahabatnya telah beralih status menjadi iparnya.
"Makasih, Sin. Aku masih belum percaya semuanya ini bukan mimpi. Kemarin masih bebas, sekarang sudah jadi istri." Benar. Ini seperti mimpi untuk Bella, karena terjadi dalam waktu yang sangat singkat.
Tok! Tok!
Suara ketukan di pintu kamar Bella terdengar, lebih tepatnya kamar Raffa yang sekarang resmi menjadi kamar gadis itu juga.
"Aku boleh masuk?" Itu suara Raffa. Setelah menahan rindu beberapa hari akhirnya Bella bisa melihat wajah Raffa lagi. Tapi rasanya dia belum siap untuk ity. Tangan dan kaki Bella sampai gemetar.
"Biar aku yang buka, Bell. sekalian aku mau minum dulu ke dapur." Sindi bangkit dari tempat duduknya dan berjalan ke arah pintu.
"Tapi, Sin ..." Bella coba menahan Sindi untuk tidak pergi.
"Aku nggak mau jadi obat nyamuk," ledeknya sambil berjalan ke arah pintu.
Raffa melangkah mendekat. Bella hanya mendengar suaranya. Untuk menatap saja wanita itu belum siap. Jarak di antara keduanya sudah sangat dekat. Seperti tahu dengan keadaan Bella yang lemah, Raffa membantu wanita itu berdiri. Spontan Bella langsung mencium tangan lelaki itu sebagai tanda hormat Bella pertama kali sebagai istri. Raffa balas mengecup kening Bella, lalu memeluk wanita itu erat. Lelaki itu menangis.
"Tolong temani aku sampai akhir, Bell. Aku ingin berbagi segala yang aku punya denganmu," ucap Raffa pelan.
"Maaf, kalau aku membuat kamu nggak nyaman. Tiba-tiba meluk kamu tanpa izin." Raffa tiba-tiba melepaskan pelukannya dan menjauh satu langkah dari Bella. Wanita itu tahu kalau Raffa sedang menjaga perasaannya.
"Aku sudah sah menjadi istrimu, Raf. Kamu tidak perlu izin untuk memelukku." Bella mencoba untuk tenang. Meskipun kenyataannya dia terkejut saat Raffa tiba-tiba memeluknya erat.
"Terima kasih, Bell. Kamu sudah bersedia menjadi pengantinku. Aku bahagia bisa memiliki kamu." Raffa memegang tangan Bella erat. Menuntun wanita itu kembali duduk di pinggir ranjang yang telah dihias dengan sangat indah.
"Sama-sama, Raf. Menikah sama kamu rasanya kayak baru jadian tau nggak." Bella mengulas senyum. Pancaran mata Raffa menggambarkan rona kebahagiaan.
" Ya, kamu benar. Kita baru saja jadian. Dan mulai sekarang akan melewati masa pacaran." Raffa tersenyum misterius. Jantung Bella semakin berdebar saat suaminya mengatakan hal itu.
"Kamu buat jantung aku mau copot, Raf," Bella tersipu malu.
"Makanya jangan mesum dong, pikirannya udah kemana-mana, ya?" Raffa mencubit hidung Bella pelan.
"Dih, kok aku dibilang mesum, sih? Aku nggak mikir aneh-aneh kok," Bella berusaha membela diri.
Wanita itu mulai berani menatap Raffa. Ternyata dia lebih tampan dari biasanya. Bella mencubit tangannya sendiri, terasa sakit. Ini nyata. Pangeran tampan keluarga Dirgantara ini telah menjadi miliknya.
"Bella, kamu cantik banget hari ini. Benar-benar seperti bidadari," kata Raffa setengah berbisik membuat wajah Bella memerah. Mungkin sama dengan warna udang rebus.
Raffa terus menatap Bella. Seperti tidak ingin berpaling sedikit pun. Jantung Bella berdegup lebih kencang lagi, dia berharap semoga Raffa tidak mendengarnya.
"Sudah siap untuk nanti malam, Sayang?" bisiknya lagi, Bella tersenyum. Raffa mulai mesum nih, batin wanita itu.
"Siap untuk apa?" Bella pura-pura bodoh. Walau dia tidak bisa menyembunyikan rona malu di wajahnya.
"Beneran nggak tau?" Raffa masih berbisik. membuat bulu kuduk Bella merinding.
"Aku pura-pura nggak tau, tuh." Bella balas berbisik pada Raffa.
"Istriku mulai nakal, ya? Yuk kita ke depan ... tamu udah pada dateng tuh, nggak enak bikin mereka lama menunggu." Raffa menggandeng tangan Bella keluar dari kamar. Ternyata di luar kamar sudah ada papa dan mama Dirgantara.
"Lihat Ma, menantu kita cantik sekali. Pantas saja kita dibiarkan menunggu lama di sini," kata pak Dirgantara pada istrinya membuat Bella tersipu malu.
"Iya, Pa. Kaki mama sampai pegel," sahut mama sambil melirik Bella dan tersenyum. Kemudian mereka berdua memeluk wanita itu sebagai tanda syukur dan selamat datang.
"Selamat ya, Bella. Mulai hari ini kamu resmi jadi bagian keluarga Dirgantara. Jaga Raffa baik-baik. Anaknya manja, jadi kamu harus pintar manjain dia, Biar nggak ngambek." Mama Raffa memberi Bella wejangan.
"Mama jangan buka kartu dong, baru sehari udah dibocorin rahasiaku." Raffa pura-pura ngambek.
mereka semua tertawa dengan tingkah Raffa yang terkesan lucu.
Hari pernikahan mereka berjalan sukses. Resepsi super mewah yg diadakan keluarga Dirgantara benar-benar memanjakan tamu undangan.
Tamu yang datang sangat banyak. sampai tempat yg disediakan penuh sesak. Bella dan Raffa sudah kelelahan sejak pagi hingga malam duduk di pelaminan. Wanita itu mengecek jam yang tertera di layar smartphonenya. Sudah pukul sepuluh lewat lima belas menit, matanya mulai sayu.
"Sabar sayang, sebentar lagi kita masuk aja. Aku juga udah cape, nih. Pengen cepet tiduran," keluh Raffa sambil sedikit menggeliat.
"Mandi dulu, Raf ..." Bella mengingatkan Raffa untuk mandi terlebih dahulu.
"Siap, Tuan Putri." Raffa meremas tangan Bella gemas. Setengah jam kemudian, tamu mulai sepi. Bella dan Raffa diperbolehkan meninggalkan pelaminan.
Bella tidak menyangka, masa lajangnya sudah selesai hari ini dengan seorang pria asing yang tiba-tiba saja berhasil merebut hatinya.
Apa mungkin karena wajahnya mirip dengan Raffi, jadi dia bisa begitu saja jatuh cinta padanya? Semoga perasaannya ini bukan hanya sekedar pelarian saja. Kasihan Raffa, ia tampak begitu tulus pada gadis itu.
"Kamu mikirin apa sih, sampe ngelamun gitu?" Raffa menyentuh bahu Bella, membuat dia sadar dengan kehadiran lelaki itu.
"Maaf, Aku nggak bermaksud untuk mengabaikan kamu. Aku hanya teringat pada mendiang orang tuaku. Seharusnya di momen begini, mereka ada di sini mendampingiku," Bella berbohong untuk menutupi sebenarnya apa yang sedang dia pikirkan.
"Mereka pasti melihat kita bahagia hari ini, Sayang. Aku akan berusaha terus membuatmu tersenyum. Jangan pernah sedih lagi. Sekarang kita berdua bersatu untuk saling berbagi." Raffa mencoba untuk menghibur Bella.
Setidaknya Bella harus mencoba untuk mempercayai Raffa. Siapapun dia, saat ini lelaki itu adalah suaminya yang sah. Semoga mereka berdua bisa saling menjaga, saling berbagi, saling mengasihi sampai saatnya tiba.
Bella percaya, apapun yang sudah terjadi hari ini, Sang Pencipta ikut andil di dalamnya. Dia hanya bisa berdo'a yang terbaik untuknya dan Raffa.
Raffa menggandeng Bella kembali ke kamar. Badan wanita itu terasa sakit semua. Resepsi adalah momen yang menyenangkan sekaligus melelahkan. Meskipun hanya duduk sambil berpose layaknya model, namun rasa lelah akan langsung mendera setelah acara berakhir."Biar aku gendong. Kamu pasti capek, kan?"kata Raffa sambil menutup pintu kamar sekaligus menguncinya.Tanpa menunggu jawaban Bella, Raffa mengangkat tubuh ramping wanita itu dan menurunkannya pelan di ranjang mereka. Bella bersyukur, dia bisa kembali merasakan nikmatnya merebahkan diri ke atas kasur. Hampir seluruh otot di tubuh Bella melemas, tidak kaku seperti tadi saat mereka berada di atas pelaminan."Aku mau mandi dulu sebentar, kamu ganti baju, gih. Sindu sudah membelikanmu banyak baju tidur. Ambil saja di situ." Raffa menunjuk sebuah lemari baju yang terletak di pojok kamar. Setelah itu dia berjalan ke arah kamar mandi. Sesaat kemu
Bella terbangun saat cahaya matahari mulai menyelinap masuk menembus hordeng jendela kamarnya. Disebelah wanita itu ada Raffa sudah tidak ada. Tubuhnya masih polos tanpa sehelai benang tertutup selimut putih nan tebal. Segera dia menyingkap selimut itu dan menuju ke kamar mandi untuk mengecek apakah Raffa berada di sana atau tidak. Ternyata lelaki itu tidak ada di dalam ruangan sempit itu.Bella kemudian memutuskan untuk mandi, membersihkan dirinya dari sisa semalam. Setelah berganti pakaian dan sedikit merias wajah, dia segera turun ke lantai dasar. Suasana sepi. Tidak ada seorangpun di sana. Keluarga Dirgantara seakan tak tersisa. Di meja makan telah tersedia menu sarapan, tetapi itu tidak mampu menarik perhatian Bella."Selamat pagi, Non. Tuan berpesan, setelah Nona bangun harus segera sarapan," kata seorang asisten rumah tangga begitu ramah pada Bella. Ya, tentu saja Bella mengenal pekerja wanita itu. Dia sudah se
Bella menarik tangan Sindi menuju taman rumah sakit. Dia sengaja memilih sebuah bangku yang terletak di ujung taman. Ada pohon rindang di atasnya. Angin bertiup sepoi-sepoi, membawa terbang sedikit rasa sakit yang masih ada di hati wanita itu."Sin, ada yang ingin aku tanyakan padamu, ini tentang kak Raffi. Tapi kamu harus janji, katakan semuanya dengan jujur," ucapnya mantap pada Sindi. Dia merasa pantas untuk mengetahui semuanya, tentang apa yang terjadi pada Raffi."Jadi, apa yang ingin kamu tanyakan, Bell? Aku siap menjawabnya." Sindi sudah menduga hal ini akan terjadi. Cepat atau lambat, kebenaran tentang apa yang terjadi pada Raffi pasti akan terbongkar."Sebenarnya, apa sakit kak Raffi semakin parah karena aku?" tanya Bella kemudian.Biarlah dia dibilang terlalu percaya diri, tetapi dia yakin kalimat yang baru saja dia ucapkan itu merupakan sebuah kebenaran."M
Bella benar-benar kembali ke rumahnya. Masih sulit baginya untuk menerima kenyataan yang baru saja dia ketahui. Bella menyesal telah melewati malam pengantin bersama orang yang ternyata tidak pernah mencintainya. Setidaknya itu yang ada di pikiran Bella saat ini. Dia membenci pernikahan settingan itu. Apapun keadaan Raffi, Bella bisa menerima. Mengapa Raffi malah memberikan dia begitu saja pada kembarannya dengan alasan konyol. Bella tidak masalah meskipun Raffi penyakitan. Gadis itu memiliki perasaan yabg tulus. Lebih baik pernah memiliki, daripada harus berada dalam situasi aneh ini. Bella ingin merawat Raffi sebagai seorang kekasih. Rasa yang ada untuk Raffa telah lenyap begitu saja. Menguap seiring terbukanya rahasia besar yang ditutupi oleh seluruh keluarga Dirgantara. Bella masih tidak percaya, bagaimana bisa Raffa menidurinya, padahal dia mungkin tidak memiliki perasaan apapun, walau secara hukum Raffi memang suami Bella.&nb
Pagi ini Bella dijemput Raffa untuk menjenguk Raffi ke rumah sakit. Wajahnya terlihat begitu ceria. Lelaki itu memakai pakaian dengan sangat rapi. Bella mengakui kalau hari ini Raffa terlihat sangat tampan.Semalam, setelah obrolan panjang itu Raffa memutuskan untuk kembali ke rumah keluarga Dirgantara. Dia memberi Bella kesempatan untuk memenangkan diri."Sudah siap?" tanya Raffa pada Bella diiringi senyum yang menawan."Sudah, Raf. Yuk." Bella berjalan ke arah mobil Raffa dan masuk. Lelaki itu mengikuti langkahnya, membukakan pintu mobil untuk Bella dan berlari kecil menuju ke sisi yang lain. Sekarang Raffa sudah berada di dalam mobil, tepat di samping Bella.Lagu Jaz yang berjudul Dari Mata mengiringi perjalanan mereka. Keduanya tampak menikmati lagu romantis tersebut.Sepanjang perjalanan Raffa memutar lagu itu. Bella merasa aneh, mengapa d
Karena berputar-putar setelah pulang dari rumah sakit, akhirnya mereka sampai di rumah Bella hampir tengah malam. Saat tiba di sana, tiba-tiba listrik padam. Bella memiliki pbobia gelap. Saat keadaan gelap dan dia sendirian biasanya dada wanita itu akan terasa sesak dan sulit bernapas."Raffa, aku phobia gelap. Aku tidak akan bisa tidur," keluhnya. Bella terlihat mulai panik."Bagaimana kalau aku menemani kamu tidur? Aku nggak akan ngapa-ngapain kamu, kok. Aku hanya ingin menenangkan kamu," kata Raffa meyakinkan Bella. Dia tidak punya pilihan.Bella berfikir dahulu hingga beberapa saat. Benar juga, Raffa suaminya. Memang ada kemungkinan dia akan mau melukai Bella? Walaupun terjadi sesuatu, bukankah memang dia berhak melakukannya?"Boleh, Raf. Ayo masuk." Bella menggandeng erat tangan Raffa.Tentu saja setelah memarkirkan mobil di garasi. Mereka berdua masuk ke kamar Bella d
Karena sudah memutuskan untuk tinggal bersama, Bella dan Raffa berniat belanja beberapa kebutuhan rumah, terutama bahan makanan. Stok di rumah Bella sudah menipis, terlebih mereka akan membutuhkan lebih banyak mulai sekarang."Ini kartu ATM buat untuk kamu. Kodenya 121314, kamu boleh pakai untuk belanja apapun sesukamu, Bella" Raffa menyodorkan kartu berwarna biru kepada istrinya."Mas, jangan berlebihan. Aku masih punya tabungan kok." Bella mencoba untuk menolak pemberian Raffa dengan halus."Ini kewajiban aku, loh. Aku ini suamimu yang harus memberimu nafkah. Jadi tolong di terima, ya." Raffa memaksa Bella untuk menerima pemberiannya."Baiklah, aku terima. Terimakasih, Mas." Bella memasukkan kartu itu ke dalam dompet. Raffa tersenyum sumringah. Dia tampak sangat bahagia wanita itu menghargai pemberiannya.Lalu lelaki itu menggandeng Bel
Sejak insiden antara Raffa, Bella, dan Raffi terungkap kemarin, Bella belum pernah lagi datang ke rumah keluarga Dirgantara. Terakhir Bella ke sana saat mengambil koper dan melihat isi kamar Raffi.Hari ini Bella dan Raffa mau berkunjung ke kediaman keluarga Dirgantara, yang tidak lain adalah rumah orang tua mereka. Bella dibantu Raffa memasak beberapa menu favorit keluarga. Sesampainya di sana, mama dan papa Raffa menyambut mereka dengan hangat. Sindi memeluk Bella erat."Aku fikir kamu masih marah gara-gara kejadian kemarin, Bell," ujar Sindi saat kami sama-sama menyiapkan makan siang di dapur."Aku sudah belajar menerima kenyataan, Sin. Lagipula Raffa selalu perhatian danbaik sama aku," katanya sambil menata piring di meja makan."Alhamdulillah, aku seneng banget dengernya, Bell. Kak Raffa memang baik. Dia orang yang bertanggung jawab dan tulus. Aku yakin dia bisa bahagiain kamu kok.
Sejak insiden antara Raffa, Bella, dan Raffi terungkap kemarin, Bella belum pernah lagi datang ke rumah keluarga Dirgantara. Terakhir Bella ke sana saat mengambil koper dan melihat isi kamar Raffi.Hari ini Bella dan Raffa mau berkunjung ke kediaman keluarga Dirgantara, yang tidak lain adalah rumah orang tua mereka. Bella dibantu Raffa memasak beberapa menu favorit keluarga. Sesampainya di sana, mama dan papa Raffa menyambut mereka dengan hangat. Sindi memeluk Bella erat."Aku fikir kamu masih marah gara-gara kejadian kemarin, Bell," ujar Sindi saat kami sama-sama menyiapkan makan siang di dapur."Aku sudah belajar menerima kenyataan, Sin. Lagipula Raffa selalu perhatian danbaik sama aku," katanya sambil menata piring di meja makan."Alhamdulillah, aku seneng banget dengernya, Bell. Kak Raffa memang baik. Dia orang yang bertanggung jawab dan tulus. Aku yakin dia bisa bahagiain kamu kok.
Karena sudah memutuskan untuk tinggal bersama, Bella dan Raffa berniat belanja beberapa kebutuhan rumah, terutama bahan makanan. Stok di rumah Bella sudah menipis, terlebih mereka akan membutuhkan lebih banyak mulai sekarang."Ini kartu ATM buat untuk kamu. Kodenya 121314, kamu boleh pakai untuk belanja apapun sesukamu, Bella" Raffa menyodorkan kartu berwarna biru kepada istrinya."Mas, jangan berlebihan. Aku masih punya tabungan kok." Bella mencoba untuk menolak pemberian Raffa dengan halus."Ini kewajiban aku, loh. Aku ini suamimu yang harus memberimu nafkah. Jadi tolong di terima, ya." Raffa memaksa Bella untuk menerima pemberiannya."Baiklah, aku terima. Terimakasih, Mas." Bella memasukkan kartu itu ke dalam dompet. Raffa tersenyum sumringah. Dia tampak sangat bahagia wanita itu menghargai pemberiannya.Lalu lelaki itu menggandeng Bel
Karena berputar-putar setelah pulang dari rumah sakit, akhirnya mereka sampai di rumah Bella hampir tengah malam. Saat tiba di sana, tiba-tiba listrik padam. Bella memiliki pbobia gelap. Saat keadaan gelap dan dia sendirian biasanya dada wanita itu akan terasa sesak dan sulit bernapas."Raffa, aku phobia gelap. Aku tidak akan bisa tidur," keluhnya. Bella terlihat mulai panik."Bagaimana kalau aku menemani kamu tidur? Aku nggak akan ngapa-ngapain kamu, kok. Aku hanya ingin menenangkan kamu," kata Raffa meyakinkan Bella. Dia tidak punya pilihan.Bella berfikir dahulu hingga beberapa saat. Benar juga, Raffa suaminya. Memang ada kemungkinan dia akan mau melukai Bella? Walaupun terjadi sesuatu, bukankah memang dia berhak melakukannya?"Boleh, Raf. Ayo masuk." Bella menggandeng erat tangan Raffa.Tentu saja setelah memarkirkan mobil di garasi. Mereka berdua masuk ke kamar Bella d
Pagi ini Bella dijemput Raffa untuk menjenguk Raffi ke rumah sakit. Wajahnya terlihat begitu ceria. Lelaki itu memakai pakaian dengan sangat rapi. Bella mengakui kalau hari ini Raffa terlihat sangat tampan.Semalam, setelah obrolan panjang itu Raffa memutuskan untuk kembali ke rumah keluarga Dirgantara. Dia memberi Bella kesempatan untuk memenangkan diri."Sudah siap?" tanya Raffa pada Bella diiringi senyum yang menawan."Sudah, Raf. Yuk." Bella berjalan ke arah mobil Raffa dan masuk. Lelaki itu mengikuti langkahnya, membukakan pintu mobil untuk Bella dan berlari kecil menuju ke sisi yang lain. Sekarang Raffa sudah berada di dalam mobil, tepat di samping Bella.Lagu Jaz yang berjudul Dari Mata mengiringi perjalanan mereka. Keduanya tampak menikmati lagu romantis tersebut.Sepanjang perjalanan Raffa memutar lagu itu. Bella merasa aneh, mengapa d
Bella benar-benar kembali ke rumahnya. Masih sulit baginya untuk menerima kenyataan yang baru saja dia ketahui. Bella menyesal telah melewati malam pengantin bersama orang yang ternyata tidak pernah mencintainya. Setidaknya itu yang ada di pikiran Bella saat ini. Dia membenci pernikahan settingan itu. Apapun keadaan Raffi, Bella bisa menerima. Mengapa Raffi malah memberikan dia begitu saja pada kembarannya dengan alasan konyol. Bella tidak masalah meskipun Raffi penyakitan. Gadis itu memiliki perasaan yabg tulus. Lebih baik pernah memiliki, daripada harus berada dalam situasi aneh ini. Bella ingin merawat Raffi sebagai seorang kekasih. Rasa yang ada untuk Raffa telah lenyap begitu saja. Menguap seiring terbukanya rahasia besar yang ditutupi oleh seluruh keluarga Dirgantara. Bella masih tidak percaya, bagaimana bisa Raffa menidurinya, padahal dia mungkin tidak memiliki perasaan apapun, walau secara hukum Raffi memang suami Bella.&nb
Bella menarik tangan Sindi menuju taman rumah sakit. Dia sengaja memilih sebuah bangku yang terletak di ujung taman. Ada pohon rindang di atasnya. Angin bertiup sepoi-sepoi, membawa terbang sedikit rasa sakit yang masih ada di hati wanita itu."Sin, ada yang ingin aku tanyakan padamu, ini tentang kak Raffi. Tapi kamu harus janji, katakan semuanya dengan jujur," ucapnya mantap pada Sindi. Dia merasa pantas untuk mengetahui semuanya, tentang apa yang terjadi pada Raffi."Jadi, apa yang ingin kamu tanyakan, Bell? Aku siap menjawabnya." Sindi sudah menduga hal ini akan terjadi. Cepat atau lambat, kebenaran tentang apa yang terjadi pada Raffi pasti akan terbongkar."Sebenarnya, apa sakit kak Raffi semakin parah karena aku?" tanya Bella kemudian.Biarlah dia dibilang terlalu percaya diri, tetapi dia yakin kalimat yang baru saja dia ucapkan itu merupakan sebuah kebenaran."M
Bella terbangun saat cahaya matahari mulai menyelinap masuk menembus hordeng jendela kamarnya. Disebelah wanita itu ada Raffa sudah tidak ada. Tubuhnya masih polos tanpa sehelai benang tertutup selimut putih nan tebal. Segera dia menyingkap selimut itu dan menuju ke kamar mandi untuk mengecek apakah Raffa berada di sana atau tidak. Ternyata lelaki itu tidak ada di dalam ruangan sempit itu.Bella kemudian memutuskan untuk mandi, membersihkan dirinya dari sisa semalam. Setelah berganti pakaian dan sedikit merias wajah, dia segera turun ke lantai dasar. Suasana sepi. Tidak ada seorangpun di sana. Keluarga Dirgantara seakan tak tersisa. Di meja makan telah tersedia menu sarapan, tetapi itu tidak mampu menarik perhatian Bella."Selamat pagi, Non. Tuan berpesan, setelah Nona bangun harus segera sarapan," kata seorang asisten rumah tangga begitu ramah pada Bella. Ya, tentu saja Bella mengenal pekerja wanita itu. Dia sudah se
Raffa menggandeng Bella kembali ke kamar. Badan wanita itu terasa sakit semua. Resepsi adalah momen yang menyenangkan sekaligus melelahkan. Meskipun hanya duduk sambil berpose layaknya model, namun rasa lelah akan langsung mendera setelah acara berakhir."Biar aku gendong. Kamu pasti capek, kan?"kata Raffa sambil menutup pintu kamar sekaligus menguncinya.Tanpa menunggu jawaban Bella, Raffa mengangkat tubuh ramping wanita itu dan menurunkannya pelan di ranjang mereka. Bella bersyukur, dia bisa kembali merasakan nikmatnya merebahkan diri ke atas kasur. Hampir seluruh otot di tubuh Bella melemas, tidak kaku seperti tadi saat mereka berada di atas pelaminan."Aku mau mandi dulu sebentar, kamu ganti baju, gih. Sindu sudah membelikanmu banyak baju tidur. Ambil saja di situ." Raffa menunjuk sebuah lemari baju yang terletak di pojok kamar. Setelah itu dia berjalan ke arah kamar mandi. Sesaat kemu
Bella sekarang ada di depan cermin. Beberapa perias pengantin pilihan keluarga Dirgantara merias wajah gadis itu. Akhirnya hari yang Bella tunggu datang juga. Hari ini ijab qabul antara dia dan Raffa Dirgantara dilangsungkan. Momen yang mungkin tidak akan dia lupakan seumur hidup.Sindi mendampingi Bella sejak lepas subuh tadi. Katanya saat ini Raffa sedang melaksanakan peresmian ikatan sakral mereka di sebuah masjid yang letaknya tidak jauh dari rumah mereka.Setelah ijab qabul dilaksanakan, Raffa akan menjemput Bella untuk pelaksanaan resepsi."Saya terima nikah dan kawinnya, Bella Ananda dengan mas kawin seperangkat alat sholat dibayar tunai," Sindi memutar pesan suara kiriman Raffi.Artinya sekarang Bella sudah sah menjadi istri Raffa. Tiba-tiba jantung gadis itu berdegup lebih kencang. Bisa jadi, wajahnya akan pucat pasi jikatidak ditutupi make-up. Sejak semalam dia sudah tidak bisa tidur