Share

104. Kata Maaf Mudah Diucapkan, namun Luka Masih Membekas

Ananta mengajak Stanley untuk mengobrol di kafetaria. Perusahaan Pramita membebaskan para karyawan untuk makan, mandi, bahkan tidur kapan saja. Bebas. Intinya pekerjaan selesai tepat waktu.

"Aku mau minta maaf karena aku egois. Aku seharusnya tidak memaksamu untuk ikut jika nggak mau. Aku terlalu egois ya?"

"Nggak apa-apa. Toh aku juga biasa egois kan? Kamu lelah akan sikap aku kan? Bahkan kadang aku bingung akan sikap aku sendiri,"

"Iya juga ya," Stanley menaikkan pelan-pelan kepalanya. Mulai berani menatap mata Ananta. Senyum manis gigi susu tampil indah dari balik wajahnya.

"Kenapa senyum-senyum?"

"Yah, senyum dong. Kan kamu maafin aku,"

"Siapa bilang?"

"Tadi barusan kamu bilang nggak apa-apa, iya kan?"

"Iya. Tapi aku nggak bilang kalau aku maafin kan?"

"Yah, hmm...."

"Ley,mengucapkan maaf memang gampang. Tetapi ibarat luka jika diobati, apakah bisa pulih kembali tanpa meninggalkan bekas?"

"Nggak bisa. Maaf,"

"Iya. Aku maafkan, tapi aku sudah terima permintaan maaf dari kamu berapa
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status